• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan Perundang-undangan Indonesia

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS (Halaman 33-44)

1.2. Hasil Penelitian

1.3.1. Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan Perundang-undangan Indonesia

1.3. Analisis

1.3.1. Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan Perundang-undangan Indonesia

Seorang ibu Pengganti yang melahirkan menjadi ibu yang sah menurut hukum walaupun untuk menjadi hamil ia menerima sel-sel telur dari ibu genetis dan sel-sel sperma dari bapak genetis.31 Pratek sewa Rahim (surrogate mother) mulai muncul karena modernisasi terjadi pada bidang kesehatan di Indonesia. Modernisasi merupakan suatu yang alamiah terjadi dalam perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisioanl ke masayarakat Negara yang bercirikan modern. Muncul adanya penemuan teknologi kedokteran dapat menyelesaikan masalah untuk pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan dengan cara sewa Rahim. Pratek sewa Rahim dapat menimbulkan banyak masalah dari segi hukum. Terutama segi hukum perdata dan hukum islam. Karena di dalam hukum perdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan 1233 KUHPerdata, dan 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa kesepakatan

30 Sista Noor Elvina, Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother, (Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang), hlm.3.

perjanjian sewa Rahim sah jika memenuhi syarat yang ada di dalam pasal tersebut. Dan di dalam hukum islam jelas di atur dalam Al’Qur’an adanya larangan pendonora sperma, larangan ini terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 233.

Menurut hukum perdata, perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis batal demi hukum, karena satu syarat untuk menjadikan perjanjian tersebut sah ialah syarat sebab yang halal (geoorloofde oorzaak), Pasal 1320 KUHPerdata dan syarat ini tidak dipenuhi sehingga tidak mungkin seorang ibu menyerahkan seorang bayi yang ia lahirkan kepada pihak lain, berdasarkan suatu perjanjian (baringcontract). Ada beberapa negara yang hukum perdatanya mengakui perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis. Isi perjanjian tersebut dapat berupa:

a. Kesedianan ibu pengganti untuk menerima inseminasi buatan. b. Kesediaan ibu pengganti untuk menyerahkan anak/bayi kepada

orangtua genetis segera setelah melahirkannya.

c. Kesediaan ibu pengganti menerima nama kepada anak/bayi yang diperoleh dari orangtua genetis.

d. Kesediaan ibu pengganti untuk membantu penuh dalam penyelesaian prosedur hukum keluarga berkaiatan dengan status hukum yang diinginkan dan perubahan nama keluarga anaknya. e. Kesediaan ibu pengganti untuk selama masa kehamilan bertindak

f. Kesediaan orangtua genetis untuk menerima anak/bayi segera setelah lahir.

g. Kesediaan orangtua genetis membayar segala biaya lama masa kehamilan dan biaya kelahirannya.

h. Kesediaan orangtua genetis untuk memberikan uang juga kepada ibu pengganti.32

Yang bisa dilakukan secara hukum pada kasus ibu pengganti adopsi dari ibu pengganti sebagai ibu yang sah secara juridis kepada pasangan orangtua genetis. Di Amerika Serikat pernah seorang hakim New Yersey pada tabffal 31 Maret 1987 memberi keputusan bahwa kontrak ibu pengganti sah menurut hukum si AS dan mengharapkan ibu penggantinya untuk menyerahkan anak/bayi kepada orangtua genetis. Setelah diadakan banding maka kepada hakim banding New Yersey memberi keputusan bahwa suatu kontrak ibu pengganti, baru tidak sah jika dimuat tentang uang jasa dan jika ibu pengganti tidak diberi kesempatan melalui suatu klausule untuk merubah pendapatnya semasa kehamilan. Dalam kasus tersebut hakim banding memutuskan pula bahwa ibu pengganti tidak dapat menuntut kembali anak tersebut tapi dapat berkunjung saja.33

Ibu pengganti Surrogate Mother telah menjadi alternative lain bagi beberapa pasangan yang belum atau tidak dapat memiliki keturunan melalui metode bayi tabung yaitu dengan menggunakan ibu pengganti seperti sewa rahim wanita lain yang bukan istrinya.

32Ibid., Hal.125-126 33Ibid., Hal.126.

Kontrak sewa rahim sendiri adalah perjanjian seorang wanita yang mengaitkan dirinya dengan pihak lain (suami istri) untuk menjadi hamil dan stelah melahirkan menyerahkan anak atau bayi tersebut.34 Sewa Rahim juga merupakan sebuah perjanjian sehingga segala sesuatunya diatur dalam KUHPerdata. Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“suatu perbuatan dengan mana sau atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya kenikmatan sautu barang, selam waktu tertentu dan dengan pembayaran sutu harga, dan pihak yang tersebut belakangan disanggupi pembayarannya”.

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yan diucapkan atau ditulis.35 Atau bisa disebut suatu kesepakatan, sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian kesepakatan memegang peranan penting dalam proses terbentuknya suatu perjanjian, maksudnya adalah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.

34Fajar Bayu Setiawan,dkk. Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalma Kedudukan Hukum Positif Indonesia, Jurnal Private Law Edisi 01-Juni 2013.

Kembali pada pokok permasalahan yakni terkait dengan sewa rahim, bila perjanjian sewa rahim dianalisis dalam prefektif ketiga teori diatas yaitu :

a. Prespektif Teori Kehendak (Wilstheorie)

Perjanjian sewa rahim pasti terjadi karena di dahului oleh adanya kehendak pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki anak secara alami sehingga menggunakan sewa rahim kepada wanita/ ibu pengganti (surrogate mother) apabila sang istri tiak nisa mengandung ataupun karena alesan lain.

b. Prespektif Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)

Setelah timbul kehendak atau maksud akan melakukan sewa rahim terhadap rahim wanita lain, maka pasangan suami istri yang akan melakukan sewa rahim tersebut akan menyatakan maksud dan kehendaknya kepada wanita yang bersedia di sewa rahimnya untuk mengandung anak mereka.

c. Perspektif Teori kepercayaan (Vertouwenstheorie)

Setelah pasangan yang bermaksud melakukan sewa rahim menytakan maksud dan kehendaknya terhadap wanita yang bersedia disewa rahimnya, maka disini ada 2 (dua) kemungkinan, bisa jadi pernyataan tersebut menjadi sebuah perjanjian atau bisa juga tidak berujung pada sebuah perjanjian, tergnatung terhadap pihak lawan/ pihak kedua, rahimnya sebagai pihak lawan/ pihak kedua percaya terhadap apa yang telah dinyatakan oleh pihak pertama, maka pernyataan yang telah di utarakan oleh pihak

pertama bisa berlanjut ke sebuah perjanjian. Namun apabila pihak kedua tidak mempercayai apa yang telah dinyatakan oleh pihak pertama karena suatu sebab, maka pernyataan apa yang telah diutarakan oleh pihak pertma tidak akan berujung kepada sebuah perjanjian.

Ketiga teori tersebut dia atas adalah teori untuk mengalisa terjadinya sebuah kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3) Suatu pokok persoalan tertentu

4) Suatu sebab yang tidak terlaranh

Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif, sedangkan syarat ketida dan keempat merupakan syarat objektif.

Berbicara sewa rahim dari unsur subyektif tidak terpenuhinya syarat subjektif akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tesebut menjadi batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Menurut pasal 1313 KUHPerdata:

“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatnya dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat sah perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari: (i) sepakat, (ii) cakap, (iii) suatu hal tertentu, (iv) causa yang halal.

Untuk dapat melakukan surrogate mother secara sah, maka para pihak harus memenuhi baik syarat subjektif maupun obyektif di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sepakat dan cakap dapat terpenuhi apabila perjanjian sudah disepakati oleh para pihak yang cakap menurut hukum, dimana para pihak bukan merupakan orang yang belum dewasa dan di bawah pengampunan. Persoalan ini terkait keabsahan surrogate mother adalah mengenai syarat objektif berupa objek dan causa yang halal.

Suatu objek perjanjian dapat ditentukan dari jenis prestasi yang akan dilakukan. Pasal 1234 KUHPerdata menentukan macam-macam prestasi di dalam sebuah perikatan, yakni untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Dengan kata lain, wujud sebuah prestasi dapat berupa barang maupun jasa. Berdasarkan pengertian dari Surrogate Mother, prestasi yang diberikan adalah meminjam rahimnya untuk mengandung, melahirkan, dan kemudian menyerahkan bayi yang dikandung kepada orangtua biologis. Atau dengan kata lain, objek dari perjanjian ini adalah berupa jasa.

Sewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Suroogate Mother secara tegas dilarang dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa :

1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dlakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal

b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, dan

c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu

2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksuda pada ayar (1) diatur dengan Peraturan Pemeritah.

Berdasarkan bunyi Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 seperti tersebut di atas maka telah secara tegas melarang pratik sewa rahim di Indonesia, dengan demikian syarat objektif suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHperadata tidak dapat terpenuhi. Dengan dmeikaian perjanjian sewa rahim di Indonesia tidak sah, atau batal demi Hukum (null and void). Tidak terpenuhinya syrat subyektid akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan maksudnya batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangakan tidak terpenuhi syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi Hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada suatu perikatan.36

Maka dalam KUHPerdata seperti asas yakni seorang anak luar nikah baru memiliki hubungan perdata baik dengan ayah maupun ibunya setelah mendapat pengakuan, hal itu bisa ditemukan dari makna yang terkandung dalam Pasal 280 KUHPerdata. Penerapan

prinsip hak keperdataan baik ankah luar nikah terhadap ayah sesungguhnya dapat di artikan denagn anak luar pernikahan yang telah diakui oleh orang tua sesusungguhnya sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata seorang anak yang diakui oleh orang tuanya memiliki hubungan keperdataan ayah dan ibu sesungguhnya, sedangkan pengertian keperdataan itu termasuk menyangkut hak pewarisan. Posisi anak di dalam KUHPerdata dibag menjadi : anak sah dan anak luar kawin.37

Maka dalam hukum keluarga diatur mengeni hak serta kewajiban antara orang tua dan anak, berupa kewajiban pemeliharaan dan pendidikan terhadap anaknya dan sebaliknya ia berhak mendapatkan sikap hormat dan penghargaan dari anaknya.

Anak yang lahir melalui proses sewa rahim (surrogate mother) mempunyai kemungkinan yang unik terkait dengan siapa yang dapat disebut sebagai orang tua anak. Yang memberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama, serta sang ayah kandung yang tanpa ikatan perkawinan. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah kandung, serta istri dan sang ayah kandung. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah kandung dan istri dari sang ayah kandung. Atau yang memberi sel telur, yang memberi sperma, ibu kandung, ayah angkat dan ibu angkat.

Berdasarkan Pasal 42 UUP mengenai anak sah, dan berdasarkan Pasal 43 UUP berbunyi anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Terkait dengan anak yang lahir dari Ibu Pengganti

(surrogate mother), maka apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status sebagai berikut :

a. Jika anak tersebut dilahirkan memalui Ibu Pengganti yang sudah memilki ikatan perkawinan atau sudah mempunyai sauami maka anak tersebut posisinya sebagai anak sah dari perempuan tersebut beserta suaminya.

b. Jika anak tersebut dilahirkan melalui Ibu Penggantu yang belum memiliki ikatan perkawianan atau tidak mempunyai suami, maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak luar perkawinan dari perempuan tersebut.

Maka oleh karena itu, surrogate mother lebih tepat dikatakan sebagai perjanjian ibu pengganti. Polemik lain terkait surrogate mother adalah causa yang halal. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan causa sebagai sesuatu yang menjadi tujuan pihak.38 Jika causa diartikan sebagai tujuan dari sebuah perjanjian, maka tujuan dari surrogate mother adalah untuk memperoleh keturunan. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan, untuk adanya perjanjian sewa menyewa rahim di Indonesia. Untuk saat ini tidak dimungkinkan dilakukan secara legal di sarana kesehatan yang ada di Indonesia. Selain melihat berdasarkan aspek pengaturan dalam undang-undang di Indonesia, adanya sewa rahim ini juga berkaitan dengan perjanjian sebagai dasar dari adanya pratek ini. Pada perjanjian ibu pengganti Surrogate Mother dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan

sebagai syarat subjektifnya sudah memenuhi syarat. Yaitu dengan adanya para pihak yang telah sepakat dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau perjanjian tersebut. Namun pada syarat obejektifnya, perjanjian Surrogate Mother memunyai pada permaslahan pada syarat keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai sebab yang halal.

Maka dengan demikian ada beberapa alasan sehingga perjanjian pada ibu pengganti Surrogate Mother berdasarkan ketentuan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dapat dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan mengenai “adanya sebab yang halal” diantaranya adalah :

1. Melanggar perjanjian perundang-undnagan yang ada, seperti yang sudah dijelaskan mengenai perjanjian ibu pengganti (surrogate mother) berdasarkan aspek hukum kesehatan :

a) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 127 ayat (1).

b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dalam Pasal 43 ayat (3)

c) Permenkes No.73/Menkes/PER/II/2010 tentang Peyelenggraan Pelayanan Teknologi Reproduksi dalam Pasal 4.

2. Bertentangan dengan Kesusilaan:

a) Tidak sesuai dengan norma moral dan adat-istiadat atau kebiasaan umumnya masyarakata Indonesia atau di lingkungan masyarakat Indonesia.

b) Bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

3. Bertentangan dengan Ketertiban Umum karean akan menjadi perjunjingan di masyarakat sehingga ibu pengganti (surrogate mother) kemungkinan akan dikucilkan dari pergaulannya.

4. Bertentangan dengan pokoko-pokok perjanjian atau perikatannya itu sendiri, dimana rahim itu bukanlah suatu benda dan tidak dapat disewakan yang terdapat pada KUHPerdata.

5. Pasal 1339 KUHPerdata yang menjelaskan perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dan undang-undang. Sehingga pasal ini menegaskan bahwa dalam menentukan suatu perjanjian para pihak tidak hanya terkait terhadap apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian tersebut, tetapi juga terikat oleh keputusan, kebiasaan dan undang-undang.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian sewa menyewa secara umum dengan perjanjian sewa rahim memiliki banyak perbedaan, sehingga tidak dapat disamakan konsep antara prjanian sewa menyewa dengan perjanjian sewa rahim tersebut.

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS (Halaman 33-44)

Dokumen terkait