BAB II
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1.1. Tinjauan Pustaka
1.1.1. Pengertian tentang Perjanjian
Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu overeenkomst. Definisi Pasal
1313 KUHPerdata memberikan definisi perjanjia :suatu perjanjian adalah suatu perbutan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak
menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak
mengikatkan diri tidak jelas.1 Berdasarkan alatan tersbut, Abdul Kadir
Muhammad “merumuskan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikaykan diri untuk melakasanakan
sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.2 Disamping pengertian menurut
Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa pendapat para sarjana yang mengartiakan mengenai perjanjian, yakni sebagai berikut :
1) R. Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa
bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3
1 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 78. 2Ibid.
2) R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakakn bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.4
3) R. Setiawan mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan
hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.5
Dari pengertian singkat diatas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum (rechtbrtrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak an kewajiaban pada pihak lain tentang suatu prestasi.
Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian. Perjanjian melahirkan perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. Adapun pengertian perjanjian menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang
mengikatkan dirinya terhadap orang lain.6 Ini berarti suatu perjanjian
menimbulkan kewajiban atau prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa da;am suatu perjanjian akan selalau ada dua pihak lain berhak atas prestasi tersebut.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas bahwa perjanjian menimbulkan prestasi terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan
4 RM. Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. Hlm. 97.. 5 R. Setiawan, 1979, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, Hlm. 49
kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang ada dalam perjanjian. Prestasi terdapat baik dalam perjanjian yang bersifat sepihak atau prestasi atau kewajiban tersebut hanya ada pada satu pihak tanpa adanya suatu konta prestasi atau kewajiban yang harus dari pihak
lain.7 Prestasi juga terdapat dalam perjanjain yang bersigat timbal balik,
dimana dalam bentuk perjanjaian ini masing-masaing pihak yang berjanji mempunyai [restasi tau kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak yang lainnya.
Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut memeberikan kebebasan para pihak yaitu :
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksannan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan factor yang dapat menimbulakn cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu perjanjian kehenda diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian sudah lahir pada ssat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal asas konsensualisme yang merupkan asas pokok dalam hukum perjanjian.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan ketentuan dalam Undnag-undnag Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbutan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa yaitu berumur 21 tahun
dan tekah kawin. Disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330
KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbutan hukum, sebgaiman diatur Pasal 1330 KUHPerdata.
c. Adanya suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangktan.
d. Adanya suatu sebab atau kausa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada
isis perjanjian,. Pada Pasal 1337 KUHperdata menentukamnbahwa suatu sebab atau kausa yang halak adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusialaan. Perjanjian yang tidak mempunyai seab yag tidak halal akan
berakibat perjanjian itu batal demi hukum.8
1.1.2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:
A. Kesepakatan mereka yang megikat dirinya. Adanya kata sepakat,
berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang mengadakan perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau mengenai hal-hal pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Kesepakatan bebas berdasarkan 1321 KUHPer, yang lengkapnya berbunyi: “tiada suatu perbuatan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperboleh
dengan paksaan atau penipuan”.9Tentang paksaan dalam perjanjian
Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam 5 Pasal,
yaitu dari Pasal 1323 hingga Pasal 1327 KUHPerdata.10 Jika ketentuan
Pasal 1323 dan Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
8 Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Inodonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan
Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980. Hlm. 319.
9 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, cet. V. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal. 94-95
berbicara soal subyek yang dipaksa atau diancam, maka Pasal 1324 dan Pasal 1326 berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan pembatalan perjanjian
yang telah dibuat (di bawah paksaan atau ancaman tersebut). 11
B. Kecakapan untuk membat suatu perikatan, pasal 1330 KUHPer
menentukan bahwa setiap orang adalah cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untk membuat perjanjian dapat di temukan dalam Pasal 1330 KUHPer yaitu:
1. Anak yang belum dewasa
2. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan.
C. Suatu hal tertentu, mengenai hal ini dapat di temukan dalam Pasal 1332
dan 1333 KUHPer, menentukan bahwa. “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”. Sedangkan Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa. “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.
D. Ada suatu sebab yang halal (legal causa), kata “causa” berasal dari
Bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat
perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam artti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan akan dicapai oleh pihak-pihak.
Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif karena kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan keempat di sebut sebgai syarat obyektif karena kedua syarat ini harus di penuhi oleh
obyek perjanjian.12
Tidak terpenuhinya syarat subyektif akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadai dapat dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangakan tidak dipenuhuinya syarat objektif akan mengakibatakan perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Di dalam melakukan suatu perjanjian, bila ada pihak yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian maka ada konsenkuensi hukum yang berlaku.
Berikut penjelasannya.13
a. Batal demi Hukum
Yaitu tidak terpenuhi syarat objektif (Pasal 1320 KUHPerdata).
Perihal tertentu
12Komariah, Hukum Perdata, Malang, 2002. Hlm. 175-177.
13 https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/, diakses pada tanggal 29 Juli 2019.
Suatu perjanjian harus memenuhi obyek tersebut, atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan Pasal 1332-1335 KUHPerdata.
Kausa yang halal
Yang dimaksud dengan kausa bukan hubugan sebab akibat, tetapi isi atau maksud dari perjanjian Pasal 1335-1337 KUHPerdata.
b. Dapat dibatalkan
Yaitu tidak terpenuhi syarat subyektif Pasal 1320 KUHPerdata.
Asas konsesualisme
Ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kdua pihak. Sepakat kedua belah pihak merupakan asas esensial dari Hukum perjanjian.
Cakap melakukan perbuatan Hukum
Pasal 1329-1331 KUHPerdata “setiap orang adalah cakap untuk melakukan perbutan perikatan, kecuali jika UU menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berbeda dibawah “pengampuan”.
c. Kontrak tidak dapat dilaksanankan
Kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Contohnya : yang seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, kemudian kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.
d. Sanksi adaministratif
Bila persyratan tidak terpenuhi, maka hanya mengakibatkan sanksi adaministratif saja terhadapa salah satu pihak atau kedua pihak dalam kontak tersebut.
1.1.3. Unsur-unsur Perjanjian
Kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua untuk memenuhi
aspek-aspek hukum perjanjian, karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut :14
a. Essentialia
Unsur yang sangat esensi/penting dalam suatu perjanjian yang harus ada. Bagaian ini mrupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructive oordeel). Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian.
b. Naturalia
Unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika tidak dikesampingkan oleh kedua belah pihak menurut Pasal 1474 KUHPerdata dalam perjanjian jual beli barang, penjual wajib menjamin cacat yang tersembunyi.
Merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian secara diam-diam melekat
pada perjanjian. c. Accidentalia
Unsur perjanjian yang ada jika dikehendaki oleh kedua belah pihak. Sebagai kelengkapan surat perjanjian pembiyaaan konsumen yang dikeluarkan oleh pihak pertama, maka pihak pertama juga membuat kesepakatan lain dengan pihak kedua berupa surat penyerahan jaminan secara fidusia. Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah:
1. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak di maksud adalah
subjek perjanjian;
2. pendekatan antara para pihak;
3. Objek perjanjian;
4. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan
5. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Hal-hal yang mengikat dalam perjanjian (Pasal 1338, 1339, 1347 KUHPerdata) adalah: Isi perjanjian, Undang-undang, Kebiasaan dan Kepatutan.
Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian: sayarat-sayarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan: bentuk perjanjian perlu ditentukan, karena ada ketentuan Undang-undnagbahwa hanya dnegan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya beruba akta. Perjanjian itu dapat dibuat lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas
maksud dan tujuannya yang dipahami oleh para pihak itu sudah cukup, kecuali jika
para pihak menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).15
1.1.4. Asas-asas Perjanjian
KUHPerdata memberlakukan beberapa asas terhadap hukum perjanjian,
yaitu asas-asas sebagai berikut :16
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Mengajarkan bahwa ketika hendak membuat kontrak/perjanjian, para pihak secara hukum berada keadaan bebabs untuk menentukan hal-hal apa saja yang mereka ingin uraikan dalam kontrak atau perjnajia tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuesi dari “sistem terbuka” dari hukum kontrak atau hukum perjanjian tersebut. Jadi, siapa pun bebas membuat sebuah kontrak atau perjanjian, asal saja dilakukan dalam koridor-koridor hukum sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalm
Pasal 1320 KUHPerdata.
b. Tidak dilarang oleh undang-undang.
c. Tidak melanggar kebiasaan yang berlaku.
d. Dilaksanakan sesuai dengan unsur itikad baik.
2. Asas Hukum Perjanjian sebagai Hukum yang Bersifat Mengatur (optional
law)
15www.pengertiankomplit.blogspot.com, diakses pada tanggal 16 mei 2019
Pada prinsipya dengan berbagai kekecualian, hukum perjanjian tersebut sebagaimana yang diatur dalam undang-undang baru berlaku manakala dan sepanjang para pihak dalam perjanjian tersebut tidak mengaturnya sendiri secara lain dari apa yang diatur dalam undang-undang. Jika para pihak dalam perjanjian tersebut ternyata mengaturnya secara lain dalam perjanjian yang berbeda dari yag diatur dalam undang-undang maka yang berlaku adalah ketentuan yang dibuat sendiri oleh para pihak dalam perjanjian tersebut, bukan ketentuan dalam undang-undang.
3. Asas Pacta Sun Servanda
Secara harafiah Pacta Sun Servanda berarti bahwa “perjanjian itu
megikat”. Dalam hal ini kalau sebelum berlakunya perjanjian berlaku asas kebebasan berkontrak, dalam arti bahwa para pihak bebas untuk mengatur sendiri yang meraka ingin masukan ke dalam perjanjian. Keterkaitan para pihak terhadap suatu perjanjian yang telah mereka buat tersebut cukup kuat, sama kekuatannya dengan suatu undang-undang yang dibuat oleh parlemen besama-sama dengan pemerintah. Ketentuan seperti ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
4. Asas Konsensual dari suatu Perjanjian
Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika tercapainya kata sepakat, selama syarat-syarat sahnya perjanjian sudah dipenuhi. Dalam hal ini dengan tercapainya kata sepakat, maka pinsipnya (dengan beberapa pengecualian), perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian tersebut belum
atau tidak tertulis. Namun demikian, terhadap beberapa jenis perjanjian hukum mensyaratkan untuk dibuat secara tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat khusus ditunjuk oleh undang-undang. Untuk perjanjian seperti ini disebut dengan “perjanjian formal” yang sebenarnya merupakan kekecualian dari asas konsensual tersebut diatas.
5. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas Itikab Baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHper yang berbunyi: ‘perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.’’ Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan.
6. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menengaskan:
“pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata menegaskan:
“perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan
itu terdapat pengecualiannya sebagimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan:
“dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.
Degan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang
pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup luas.
7. Asas Moral
Asas moral ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas-asas tersebut diatas merupakan asas-asas yang menjadi dasar dari keberlakuan hukum perjanjian. Jadi setiap perjanjian harus memenuhi asas tersebut agar sah dan dapat dipertahankan secara hukum.
8. Asas Keseimbangan
Pada asas ini dijelaskan para pihak dalam perjanjian harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian secara seimbang dan tidak ada unsr paksaan.
9. Asas Obligator
Maksudnya perjanjian tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak dan hak milik belum berpindah ke pihak lain. Diperlukan perjanjian kebendaan untuk memindahkan jak milik yang sering disebut penyerahan.
1.1.5. Jenis-jenis Perjanjian
Abdulkadir Mhammad, mengelompokkan Perjanjian menjadi lima
jenis yang terdiri dari:17
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang
memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.
Perbedaan perjanjian jenis ini dirasakan penting pada saat pembatalan perjanjian berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata karena hanya perjanjian timbal balik yang dapat dimintakan pembatalan ke depan hakim.
2. Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama adalah
perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
3. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan
adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan 34 perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbulah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
4. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah
perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan
kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata).
5. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Contohnya: si A dan B (suami istri) ingin mempunyai keturunan, tetapi istrinya tidak bisa mempunyai keturunan, lalu si A dan B ini sepakat untuk mencari keturunan melalui si C atau ibu pengganti. Si A dan B telah menyepakatinya untuk menggunakan ibu pengganti, si A dan B bertemu dengan si C merekan membuat suatu perjanjian yg akan memberikan imbalan untuk si C sebanyak 1M. dan si C menyetujuinya, berjalannya waktu selama 9bulan si C mengandung dan waktunya untuk melahirkannya, tak diduga si C telah mengingkari perjanjiannya. Di karenakan sudah memiliki hubungan batin dengan anak yang telah di kandungnya.
1.1.6. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa
Menurut Pasal 1313 KUHperdata perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata ini tidak jelas. Tidak jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan
perjanjian.18
1.1.7. Jeni Sewa Rahim
Terkait dengan sewa Rahim ada beberapa macam, diantaranya:19
a. Traditional Surrogacy
Traditional surrogacy adalah suatu kehamilan yang mana wanita menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan kemudian mengandung atas janinya serta melahirkan anaknya di mana ovum (telur) berasal dari wanita yang hamil dan mengandung bayi tersebut dalam suatu jangka waktu kehamilan, kemudian melahirkan anak untuk pasangan lain.
b. Gestational Surrogacy
Gestational surrogacy merupakan jenis surrogacy yang saat ini palimh umum terjadi, khususnya di negara-negara yang secara hukum memperbolehkan hal ini dilakukan, seperti di India. Gestational surrogacy menurut Black’s Law Dictionary yaitu suatu
18 Salim HS I, pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.160.
19France Winddance Twine, Outsoursing the Wormb Race, Class and Gestational Surrogacy in a Global
kehamilan yang berasal dari sel telur atau ovum seorang wanita yang telah dibuahi oleh sperma seornag pria (umumnya pasangan dari wanita pemilik ovum) yang dikandung dalam rahim wanita lain (si ibu pengganti) hingga si ibu pengganti tersebut melahirkan. 1.1.8. Hak dan Kewajiban Para Pihak surrogate Mother
Untuk memenuhi hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan surrogate mother harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai acuan untuk bertanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya yang harus dipenuhi untuk melakukan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti, yaitu :
1. Hak dan Kewajiban Sewa Menyewa Rahim
a. Penyewa memiliki hak untuk menikmati fungsi barang yang
menjadi objyek sewa.
b. Penyewa memiliki kewajiban untuk (berdasarkan Pasal
1560 KUHPerdata):
1) Memakai barang yang disewa sebagai seorang
“bapak rumah yang baik”
2) Membayar harga sewa pada tepat waktu yang telah
ditentukan
3) Mengembalikan barang yang di sewa dalam
keaadaan semua setelah habis masa waktunya
4) Penyewa tidak diperbolehkan lagi untuk
Sedangkan pada ibu pengganti (surrogate mother) hak dan kewajiban yang menyewakan rahimnya (ibu pengganti) dan penyewa (pasangan suami istri pemilik
sel sperma dan ovum) adalah sebagai berikut:20
2. Hak dan Kewajiban ibu pengganti (surrogate mother)
a. Ibu pengganti (surrogate mother) mestilah wanita yang
bersuami, bukan anak gadis atau janda
b. Ibu pengganti (surrogate mother) bertanggung jawab dalam
membesarkan janin yang ada dalam kandungannya
c. Ibu pengganti (surrogate mother) wajib mendapatkan izin
dari suaminya, karena kehamilan akan menghalanginya memberikan beberapa hal suaminya selama waktu kehamilan
d. Ibu pengganti (surrogate mother) juga harus memeriksakan
kesehatan secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu dan janin yang ada dalam kandungannya serta laporan psikologis secara lengkap diberikan pada pasangan suami istri
e. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk
mendapatkan upah dalam jumlah tertentu
f. Nafkah Ibu pengganti (surrogate mother), biaya perwatan
dan pemeliharaan sewaktu masa kehamilan
20Rutelin. Analisis Yuridis Perjanjian Sewa Rahim (Surrogate Mother) Berdasarkan KUHPerdata. Pontianak.
g. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk menyusui untuk bayi tersebut
Sedangkan hak dan kewajiban suami istri pemilik sel sperma dan ovum terhadap ibu pengganti adalah sebagai berikut:
1) Pasangan suami istri pemilik sel sperma dan ovum wajib
membayar sejumlah uang kepada ibu pengganti
2) Penyewa wajib menanggung segala biaya yang dikeluarkan
untuk proses surrogate mother termasuk untuk biaya
perwatan ibu pengganti selama masa kehamilan (9 bulan)
3) Pasangan suami istri berhak atas anak yang dikandung oleh
ibu pengganti. Setelah proses persalinan berlangsung penyewa berhak mendapatkan bayi tersebut
4) Pasangan suami istri berhak menuntu ibu pengganti apabila
melanggar perjanjian yang sudah di sepakati
5) Suami istri berhak memberikan kasih sayang kepada bayi
tersebut yang di kandung oleh ibu pengganti
Sewa menyewa rahim untuk memberikan jasa berupa membesarkan janin yang ada dalam kandungannya dari pasangan suami istri yang membayar ibu pengganti tersebut. Selain itu, dalam hal penyerahan yang menjadi objek sewa, dalam perjanjian sewa menyewa secara umum yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang tersebut kepada penyewa agar barang
tersebut dapat dinikmati oleh penyewa. Berbeda pada perjanjian ibu pengganti (surrogate mother) dimana ibu pengganti tidak dapat menyerahkan rahimnya kepada penyewa (pasangan suami istri) untuk dinikmati oleh mereka.
1.1.9. Teori-teori Sewa Menyewa Rahim
Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau dengan penipuan. Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan hal tersebut, yaitu teori kehendak, teori pernyataan, dan teori kepercayaan.
a. Teori Kehendak (Wilstheorie)
Menurut teori kehendak, factor yang menentukan adanya perjanjian adalah kehendak, meskipun demikian terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara kehendak dan pernyataan. Oleh karena itu suatu kehendak harus dinyatakan, namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suatu perjanjian.
b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)
Menurut teori pernyataan pembetukan, pernyataan terjadai dalam ranah kejiwaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenernya terdapat di dalam benak seseorang, dengan demikian suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oelh pihak lain tidak mungkin menjadi dasar terbentuknnya sutu perjanjian. Agar suatu kehendak dapat menjadi suatu perjanjian, maka kehendak tersebut harus dinyatakan, sehingga yang menjadi dasar dari terikatnya seseorang terhadap suatu
perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang tersebut. Lebih lanjut menurut teori ini jika terdapat ketidaksesuaian antara kehendakan pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi terbentuknya perjanjian.
c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)
Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori pernyataan, oleh karena itu teori ini juga dapat dikatakan sebagai teori pernyataan yang diperlunak. Menurut teori ini tidak semua pernyataan melahirkan perjanjian, suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki, atau dengan kata lain hanya pernyataan yang disampaikan sesuai dengan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian. Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian bergantung yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari penyataan yang diungkapkan. 1.2. Hasil Penelitian
1.2.1. Pengertian Surrogate Mother
Salah satu perkembangan teknologi dalam ranah kesehatan dan kedokteran adalah pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother. Ibu pengganti Surrogate Mother adalah perjanjian antara seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-istri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut. Dilaksanakannya sewa menyewa rahim
ibu pengganti dikarenakan pasangan suami istri tidak mampu memiliki anak. Ketidak mampuan tersebut dikarenakan salah satu pasangan baik istri ataupun suami tidak mampu memproduksi sperma ataupun ovarium (sel telur) sebagai bagian dari proses reproduksi. Khususnya sewa rahim ibu pengganti terjadi karena kandungan seorang wanita (dalam hal ini) seorang istri tidak dapat berfungsi untuk mengembangkan janin, sehingga diperlukan rahim seorang wanita sebagai penampung/sebagai tempat pertumbuhan janin yang berasal dari sel telur si istri dan si suami. Menurut Desriza Ratman. Kepada pihak
suami-istri tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat (gestational
agreement) sementara pengertian ibu pengganti Surrogate Mother sendiri adalah someone who takes the place of another person (seseorang yang
memberikan tempat untuk orang lain).21 Pengertian ini tidak terbatas apakah
terhadap pasangan suami istri, melainkan juga terbuka peluang pada hubungan yang tidak terikat perkawinan yang sah.
Menurut Salim HS kontrak ibu penggnti Surrogate Mother adalah kontrak
atau perjanjian yang dibuat antara orang tua dengan ibu pengganti Surrogate
Mother akan mengandung, melahirkan dan menyerahkan anak tersebut kepada orang tua pemesan berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara
keduanya.22
Menurut Fred Ameln Surrogate Mother diartikan sebagai seorang ibu pengganti yang mengikat dirinya melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak
21 Desriza Ratman, Op.cit, hal.3.
22 H.Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Raja
lain (biasanya suami istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukannya penyatuan sel benih laki-laki (sperma) dan sel benih perempuan (ovum) yang dilakukan pembuahannya diluar rahim sampai melahirkan sesuai kesepakatan yang kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan
mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati.23
Human Fertilization and Embryology Authoroty dari Inggris menyebutkan bahwa praktek sewa rahim ini seringkali dilakukan oleh pasangan yang tidak bisa mendapatkan kehamilan karena adanya masalah kesehatan tertentu. Karena alasan inilah sebenarnya sewa rahim karena alasan komersial dianggap sebagai hal yang kontroversial. Di banyak negara, sewa rahim ternyata masih dianggap sebagai tindakan kriminal meskipun di negara seperti Portugal dan
Yunani, sewa rahim sudah dilegalkan.24
Indonesia tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengatur mengenai surrogate mother. Praktek surrogate mother dilarang dilakukan, meskipun faktanya praktek surrogate mother terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dan dilakukan dengan cara kekeluargaan. Peraturan yang dapat dikatakan secara tidak langsung menyangkut mengenai surrogate mother dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 127 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009.
23Ameln Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, PT Grafika Tamajaya,Op.cit,1991hal.117.
24https://doktersehat.com/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-sewa-rahim/, diakese pada tanggal 18 agustus
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 MenKes/SK/2010 tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi.
4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada Tanggal 26 Mei
2006.
Secara formal sampai saat ini Surrogate Mother belum dilakukukan di
Indonesia, namun dalam pratiknya banyak perilaku yang mengarah
dilakukannya Surrogate Mother. Secara hukum penyewaan rahim di Indonesia
dilarang, tetapi ternyata pratiknya surrogate mother sudah banyak
dilakukannya secara di kalangan keluarga. Sebagai contoh di Indonesia bertepatan di Papua, hanya sewa menyewa rahim dilaukan dilingkup keluaga, jadi keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan keturunan. Kasus sewa menyewa rahim sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika rtis Zaimar Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha, Zaimar mendapatkan imbalan mobil dan uang 50 juta dari peyewaan rahim tersebut.
1.2.2. Pengertian Perjanjian Tentang Surrogate Mother
Pada masa yang akan datang persoalan surrogate mother akan
mengarah kepada komersialisasi rahim, maka dari perkembangn tersebut ibu
pengganti akan menjadikan suatu permasalahan di Indonesia. Surrogate
mother bila ditinjau dari segi teknologi dan ekonomi tidak dipermaslahakan,
tetapi kedepannya dapat menimbulkan permaslahan hukum.25
Di berbagai masing-masing Negara memiliki perbedaan, maka dari itu diambil contoh perjanjian di berbagai Negara, baik Negara yang menolak atau
yang melarang Suroogate Mother maupun Negara yang menerima surrogate
Mother, yaitu :
a) Inggris
Hanya dua Negara di Eropa yang secara tegas mengakui tindakan surrogate mother yaitu Inggris dan Yunani. Inggris mengakui surrogate mother sejak tahum 1985 berdasarkan Surrogacy Arragement Act 1985 dan ketentuan mengenai surrogacy tersebut
kemudian diperbaharui tahun 2008 melalui The Human
Fertilizaiton and Embryologi act tahun 2008. Ketentuan tersebut mengizinkan pasangan yang ingin mempunyai anak dengan cara surrogate mother harus menyerahkan anak yang dilahirkannya
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Apabila surrogate
mother berubah pikiran, di mana ia tidak mau menyerahkan anak itu. Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang menyatakan bahwa “No surrogacy arrangement is enforceable by or against any of
ther persons making it” (tidak ada pengaturan pengganti yang dapat dilaksanakan oleh atau orang-orang yang membuatnya). Rezim
legislatif Inggris tifak efektif dalam mengatur surrogacy secara
internasional, terutama yang berkaitan dengan pembayaran komersil, ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari hukum Inggris surrogacy bersifat eksploitatif, memiliki tanggung jawab untuk melindungi para perempuan, baik di dalam maupun di luar negeri (Inggris), dan satu-satunya cara untuk melakukannya secara ekfetif adalah dengan mencipkan sebuah sistem regulasi domestic yang dapat memenuhi permintaan secara memadai untuk negara ini.
Tidak diketahui beberapa banyak kelahiran melalui surrogate
mother yang terjadi pada setiap tahunnya, apalagi jumlah perjanjian secara internasional. Statistic meunjukan bahwa penggunaan surrogate mother asing atau bukan waraga negara Inggris merupakan pratik yang terus berkembang.
b) Amerika Serikat
Amerika serikat berfungsi sebagai tujuan bagi pelaksanaan
Internsiaonal surrogate mother. Diprediksi bahwa setiap tahun di
Amerika serikat lahir sebanyak 1.400 bayi dengan cara surrogacy.
Bukan hanya orang-orang AS saja yang melakukannya tetapi juga bebebrapa pasanagan yang datang dari AS memilih wanita-wanita
Dilaporkan bahwa dari 104 kelahiran bayi di California pada tahun 2010 adalah yang berasal dari orang tua di luar warga Negara AS.
Amerika Serikat tidak melarang pelaksanaan surrogate mother
dalam skala nasional, 50 negara bagian dan setiap negara bagian mempunyai pengaturan yang berbeda dalam kaitan dengan surrogate mother. Beberapa Negara bagian ada yang mengakui
perjanjian, ada yang menolak tindakan surrogate mother, dan yang
mengizinkan dilakukannya surrogate mother dengan beberpa
persyaratan yang harus dipenuhi. Sebagaian besar Negara bagian
tidak mempunyai ketentuan tentang surrogate mother ini, oleh
karena itu apabila terjadi sengketa, maka pengadialan akan memutus berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuan di masing-masing negara bagian merefleksi opini public terkait dnegan msalah apakah realitis seseorang yang telah melahirkan bayi mau menyerahkan bayi tersebut kepada orang lain, dan di samping itu juga terkait dengan adanya perjanjian yang
mengharukan menepati agreement yang didasarkan pada sejumlah
uang sebagai pembayaran. Beberapa negara bagian yang menyatakan bahwa surrogacy itu adalah ilegal adalah New York, Delaware, Indiana, Louisiana, Michigan, Nebraska, North Dakota, Washington DC. Sedangkan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang memperbolehkan dilakukannya surrogacy commercial adalah Alabama, Alaska, Arizona, Arkansas, Colorado, Georgia,
Hawaii, Idaho, Iowa, Kansas, Maine, Maryland, Minnesota, Misisipi, Missouri, Montana, Ohio, Pensylvania, Rhode Island, South Carolina, South Dakota, Tenesses, Vermont, Wisconsin, dan Wyoming. Terkait dengan biaya, biasanya berkisar antara US $80.000 sampai US $120.000.Dari jumlah tersebut masing-masing surrogate mother mendapatkan pembayaran antara US $14.000
sampai US $18.000.26
c) India
Sejak tahun 2002, India menjadi negara pertama yang melegalkan surrogacy secara komersial. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir India sudah melahirkan lebih dari 3.000 bayi hasil proses surrogacy. Sebagian besar dari mereka adalah orang tua pembawa benih yang berasal dari luar India. Pada tahun 2009, India mempunyai 350.000 klinik terdaftar yang dapat melakukan pelayanan bagi proses surrogacy. Dalam tahun 2016, kira-kira 1.500 kehamilan dilakukan melalui carasurrogacydi klinik-klinik tersebut. Sebagian besar di antaranya adalah bayi-bayi yang berasal dari orang tua pembawa benih yang merupakan orang-orang asing yang datang ke India. India tidak mempunyai ketentuan atau aturan terkait masalah industri fertilitas seperti surrogacy ini, tapi India mempunyai ketentuan yang terdapat dalam ICMR (Indian Council of Medical Research).Pada tahun 2005, ICMR secara sukarela membuat
26Ibid.,hlm.45.
petunjuk teknis atau guidelines bagi klinik-klinik surrogacy. ICMR mendesak pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang sekiranya akan melindungi hak-hak dari semua pihak yang terkait dengan
perjanjian ibu pengganti surrogate mother. Surrogate Mother yang
umum di India sebagian kecil diperoleh dari Amerika Serikat. Dari jumlah itu surrogate dibayar antara US $700 sampai US $2.500. Sering kali, perantara merekrut perempuan sebagai pengganti,
klinik kesuburan atau surrogate mother membayar perantara
tersebut. Pembayaran yang surrogate terima untuk mengandung bayi sering kali sama dengan empat atau lima kali pendapatan rumah tangga tahunan mereka. Meskipun pembayaran di India jauh lebih sedikit/murah daripada negaranegara lain seperti Amerika Serikat, jumlah tersebut sangat signifikan dalam kehidupan surrogate mother tersebut. Di India, praktik surrogate mother ditangani oleh pengacara yang khusus menangani mengenai surrogate moter yang berada di High Court India, dan tidak bisa ditangani oleh pengacara lain yang tidak memiliki kompetensi
terkait kasus surrogate mother.27
Selain rahim tidak dapat di samakan dengan benda, perjanjian sewa rahim juga tidak dapat disamakan dengan perjanjian sew menyewa yang diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian ini tidak bisa disamakan dengan perjanjian sewa
27Ibid.,hlm.51.
menyewa karena tidak terdapat dua unsur pokok dari perjanjian sewa menyewa, yakni objek yang berupa benda serta harga. Objek dari perjanjian ini tidak dapat merujuk kepada rahim, sebab tidak dapat ditentukan perihal penyerahan, pembebanan, dan dalurasa dari objek tersebut. Dengan kata lain perjanjian ini tidak dapat
dikatakan sebagai peristiwa sewa rahim maupun sewa menyewa.28
1.2.3. Syarat-syarat Ibu pengganti (Surrogate Mother)
Untuk menjadi seorang ibu pengganti (surrogate mother)
diperlukannya syarat-syarat sebagai berikut :29
a. Wanita berumur 18-35 tahun, idealnya 28 tahun
b. Wanita yang sehat baik secara fisik maupun psikis
c. Sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan
memahami pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan dan melahirkan
d. Keluarganya harus memberikan persetujuan dan dukungan
e. Memiliki tujuan membantu pasangan lain memiliki anak
f. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam keandunganya
Dalam prateknya ibu pengganti (surrogate mother) harus memeriksa
kesehatan janinnya secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu pengganti
28Sista Noor Elvina, Perlindungan Hak Untuk Melanjutkan Keturunan dalam Surrogate Mother, dalam
Artikel Ilmiah, (Malang: Fakultas Hukum Univrsitas Brawijaya, 2012). Hlm 13.
(surrogate mother) dan laporan psikologis secara terinci diberikan pada pasangan suami istri. Kesuksesan dari program sewa rahim ini bergantung dari banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim untuk menerima, 85% dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa ibu
pengganti (surrogate motehr) biasanya menginginkan satu anak saja.30
1.3. Analisis
1.3.1. Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan Perundang-undangan Indonesia
Seorang ibu Pengganti yang melahirkan menjadi ibu yang sah menurut hukum walaupun untuk menjadi hamil ia menerima sel-sel telur dari ibu
genetis dan sel-sel sperma dari bapak genetis.31 Pratek sewa Rahim (surrogate
mother) mulai muncul karena modernisasi terjadi pada bidang kesehatan di Indonesia. Modernisasi merupakan suatu yang alamiah terjadi dalam perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisioanl ke masayarakat Negara yang bercirikan modern. Muncul adanya penemuan teknologi kedokteran dapat menyelesaikan masalah untuk pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan dengan cara sewa Rahim. Pratek sewa Rahim dapat menimbulkan banyak masalah dari segi hukum. Terutama segi hukum perdata dan hukum islam. Karena di dalam hukum perdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan 1233 KUHPerdata, dan 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa kesepakatan
30 Sista Noor Elvina, Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother,
(Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang), hlm.3.
perjanjian sewa Rahim sah jika memenuhi syarat yang ada di dalam pasal tersebut. Dan di dalam hukum islam jelas di atur dalam Al’Qur’an adanya larangan pendonora sperma, larangan ini terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 233.
Menurut hukum perdata, perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis batal demi hukum, karena satu syarat untuk menjadikan perjanjian
tersebut sah ialah syarat sebab yang halal (geoorloofde oorzaak), Pasal 1320
KUHPerdata dan syarat ini tidak dipenuhi sehingga tidak mungkin seorang ibu menyerahkan seorang bayi yang ia lahirkan kepada pihak lain, berdasarkan
suatu perjanjian (baringcontract). Ada beberapa negara yang hukum
perdatanya mengakui perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis. Isi perjanjian tersebut dapat berupa:
a. Kesedianan ibu pengganti untuk menerima inseminasi buatan.
b. Kesediaan ibu pengganti untuk menyerahkan anak/bayi kepada
orangtua genetis segera setelah melahirkannya.
c. Kesediaan ibu pengganti menerima nama kepada anak/bayi yang
diperoleh dari orangtua genetis.
d. Kesediaan ibu pengganti untuk membantu penuh dalam
penyelesaian prosedur hukum keluarga berkaiatan dengan status hukum yang diinginkan dan perubahan nama keluarga anaknya.
e. Kesediaan ibu pengganti untuk selama masa kehamilan bertindak
f. Kesediaan orangtua genetis untuk menerima anak/bayi segera setelah lahir.
g. Kesediaan orangtua genetis membayar segala biaya lama masa
kehamilan dan biaya kelahirannya.
h. Kesediaan orangtua genetis untuk memberikan uang juga kepada
ibu pengganti.32
Yang bisa dilakukan secara hukum pada kasus ibu pengganti adopsi dari ibu
pengganti sebagai ibu yang sah secara juridis kepada pasangan orangtua genetis. Di
Amerika Serikat pernah seorang hakim New Yersey pada tabffal 31 Maret 1987 memberi keputusan bahwa kontrak ibu pengganti sah menurut hukum si AS dan mengharapkan ibu penggantinya untuk menyerahkan anak/bayi kepada orangtua genetis. Setelah diadakan banding maka kepada hakim banding New Yersey memberi keputusan bahwa suatu kontrak ibu pengganti, baru tidak sah jika dimuat tentang uang jasa dan jika ibu pengganti tidak diberi kesempatan melalui suatu klausule untuk merubah pendapatnya semasa kehamilan. Dalam kasus tersebut hakim banding memutuskan pula bahwa ibu pengganti
tidak dapat menuntut kembali anak tersebut tapi dapat berkunjung saja.33
Ibu pengganti Surrogate Mother telah menjadi alternative lain bagi beberapa
pasangan yang belum atau tidak dapat memiliki keturunan melalui metode bayi tabung yaitu dengan menggunakan ibu pengganti seperti sewa rahim wanita lain yang bukan istrinya.
32Ibid., Hal.125-126 33Ibid., Hal.126.
Kontrak sewa rahim sendiri adalah perjanjian seorang wanita yang mengaitkan dirinya dengan pihak lain (suami istri) untuk menjadi hamil dan stelah melahirkan
menyerahkan anak atau bayi tersebut.34 Sewa Rahim juga merupakan sebuah perjanjian
sehingga segala sesuatunya diatur dalam KUHPerdata. Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“suatu perbuatan dengan mana sau atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya kenikmatan sautu barang, selam waktu tertentu dan dengan pembayaran sutu harga, dan pihak yang tersebut belakangan disanggupi pembayarannya”.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yan diucapkan atau ditulis.35 Atau bisa disebut
suatu kesepakatan, sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian kesepakatan memegang peranan penting dalam proses terbentuknya suatu perjanjian, maksudnya adalah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.
34Fajar Bayu Setiawan,dkk. Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalma Kedudukan Hukum Positif Indonesia,
Jurnal Private Law Edisi 01-Juni 2013.
Kembali pada pokok permasalahan yakni terkait dengan sewa rahim, bila perjanjian sewa rahim dianalisis dalam prefektif ketiga teori diatas yaitu :
a. Prespektif Teori Kehendak (Wilstheorie)
Perjanjian sewa rahim pasti terjadi karena di dahului oleh adanya kehendak pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki anak secara alami sehingga menggunakan sewa rahim kepada wanita/ ibu
pengganti (surrogate mother) apabila sang istri tiak nisa
mengandung ataupun karena alesan lain.
b. Prespektif Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)
Setelah timbul kehendak atau maksud akan melakukan sewa rahim terhadap rahim wanita lain, maka pasangan suami istri yang akan melakukan sewa rahim tersebut akan menyatakan maksud dan kehendaknya kepada wanita yang bersedia di sewa rahimnya untuk mengandung anak mereka.
c. Perspektif Teori kepercayaan (Vertouwenstheorie)
Setelah pasangan yang bermaksud melakukan sewa rahim menytakan maksud dan kehendaknya terhadap wanita yang bersedia disewa rahimnya, maka disini ada 2 (dua) kemungkinan, bisa jadi pernyataan tersebut menjadi sebuah perjanjian atau bisa juga tidak berujung pada sebuah perjanjian, tergnatung terhadap pihak lawan/ pihak kedua, rahimnya sebagai pihak lawan/ pihak kedua percaya terhadap apa yang telah dinyatakan oleh pihak pertama, maka pernyataan yang telah di utarakan oleh pihak
pertama bisa berlanjut ke sebuah perjanjian. Namun apabila pihak kedua tidak mempercayai apa yang telah dinyatakan oleh pihak pertama karena suatu sebab, maka pernyataan apa yang telah diutarakan oleh pihak pertma tidak akan berujung kepada sebuah perjanjian.
Ketiga teori tersebut dia atas adalah teori untuk mengalisa terjadinya sebuah kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu pokok persoalan tertentu
4) Suatu sebab yang tidak terlaranh
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif, sedangkan syarat ketida dan keempat merupakan syarat objektif.
Berbicara sewa rahim dari unsur subyektif tidak terpenuhinya syarat subjektif akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tesebut menjadi batal demi hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Menurut pasal 1313 KUHPerdata:
“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatnya dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat sah perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari: (i) sepakat, (ii) cakap, (iii)
suatu hal tertentu, (iv) causa yang halal.
Untuk dapat melakukan surrogate mother secara sah, maka para pihak harus
memenuhi baik syarat subjektif maupun obyektif di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sepakat dan cakap dapat terpenuhi apabila perjanjian sudah disepakati oleh para pihak yang cakap menurut hukum, dimana para pihak bukan merupakan orang
yang belum dewasa dan di bawah pengampunan. Persoalan ini terkait keabsahan surrogate
mother adalah mengenai syarat objektif berupa objek dan causa yang halal.
Suatu objek perjanjian dapat ditentukan dari jenis prestasi yang akan dilakukan. Pasal 1234 KUHPerdata menentukan macam-macam prestasi di dalam sebuah perikatan, yakni untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Dengan kata lain, wujud sebuah prestasi dapat berupa barang maupun jasa. Berdasarkan
pengertian dari Surrogate Mother, prestasi yang diberikan adalah meminjam rahimnya
untuk mengandung, melahirkan, dan kemudian menyerahkan bayi yang dikandung kepada orangtua biologis. Atau dengan kata lain, objek dari perjanjian ini adalah berupa jasa.
Sewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Suroogate Mother secara tegas
dilarang dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa :
1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dlakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, dan
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksuda pada ayar (1) diatur dengan Peraturan Pemeritah.
Berdasarkan bunyi Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 seperti tersebut di atas maka telah secara tegas melarang pratik sewa rahim di Indonesia, dengan demikian syarat objektif suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHperadata tidak dapat terpenuhi. Dengan dmeikaian perjanjian sewa rahim di Indonesia tidak sah, atau batal
demi Hukum (null and void). Tidak terpenuhinya syrat subyektid akan mengakibatkan
suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan maksudnya batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangakan tidak terpenuhi syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi Hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada suatu
perikatan.36
Maka dalam KUHPerdata seperti asas yakni seorang anak luar nikah baru memiliki hubungan perdata baik dengan ayah maupun ibunya setelah mendapat pengakuan, hal itu bisa ditemukan dari makna yang terkandung dalam Pasal 280 KUHPerdata. Penerapan
prinsip hak keperdataan baik ankah luar nikah terhadap ayah sesungguhnya dapat di artikan denagn anak luar pernikahan yang telah diakui oleh orang tua sesusungguhnya sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata seorang anak yang diakui oleh orang tuanya memiliki hubungan keperdataan ayah dan ibu sesungguhnya, sedangkan pengertian keperdataan itu termasuk menyangkut hak pewarisan. Posisi anak di dalam KUHPerdata dibag menjadi : anak sah dan anak luar
kawin.37
Maka dalam hukum keluarga diatur mengeni hak serta kewajiban antara orang tua dan anak, berupa kewajiban pemeliharaan dan pendidikan terhadap anaknya dan sebaliknya ia berhak mendapatkan sikap hormat dan penghargaan dari anaknya.
Anak yang lahir melalui proses sewa rahim (surrogate mother) mempunyai
kemungkinan yang unik terkait dengan siapa yang dapat disebut sebagai orang tua anak. Yang memberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama, serta sang ayah kandung yang tanpa ikatan perkawinan. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah kandung, serta istri dan sang ayah kandung. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah kandung dan istri dari sang ayah kandung. Atau yang memberi sel telur, yang memberi sperma, ibu kandung, ayah angkat dan ibu angkat.
Berdasarkan Pasal 42 UUP mengenai anak sah, dan berdasarkan Pasal 43 UUP berbunyi anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Terkait dengan anak yang lahir dari Ibu Pengganti
(surrogate mother), maka apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status sebagai berikut :
a. Jika anak tersebut dilahirkan memalui Ibu Pengganti yang sudah memilki ikatan
perkawinan atau sudah mempunyai sauami maka anak tersebut posisinya sebagai anak sah dari perempuan tersebut beserta suaminya.
b. Jika anak tersebut dilahirkan melalui Ibu Penggantu yang belum memiliki
ikatan perkawianan atau tidak mempunyai suami, maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak luar perkawinan dari perempuan tersebut.
Maka oleh karena itu, surrogate mother lebih tepat dikatakan sebagai perjanjian
ibu pengganti. Polemik lain terkait surrogate mother adalah causa yang halal. Hoge Raad
sejak tahun 1927 mengartikan causa sebagai sesuatu yang menjadi tujuan pihak.38 Jika
causa diartikan sebagai tujuan dari sebuah perjanjian, maka tujuan dari surrogate mother adalah untuk memperoleh keturunan. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan, untuk adanya perjanjian sewa menyewa rahim di Indonesia. Untuk saat ini tidak dimungkinkan dilakukan secara legal di sarana kesehatan yang ada di Indonesia. Selain melihat berdasarkan aspek pengaturan dalam undang-undang di Indonesia, adanya sewa rahim ini juga berkaitan dengan perjanjian sebagai dasar dari adanya pratek ini. Pada perjanjian ibu
pengganti Surrogate Mother dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan
sebagai syarat subjektifnya sudah memenuhi syarat. Yaitu dengan adanya para pihak yang telah sepakat dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau perjanjian tersebut.
Namun pada syarat obejektifnya, perjanjian Surrogate Mother memunyai pada
permaslahan pada syarat keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai sebab yang halal.
Maka dengan demikian ada beberapa alasan sehingga perjanjian pada ibu pengganti Surrogate Mother berdasarkan ketentuan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dapat dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan mengenai “adanya sebab yang halal” diantaranya adalah :
1. Melanggar perjanjian perundang-undnagan yang ada, seperti yang
sudah dijelaskan mengenai perjanjian ibu pengganti (surrogate
mother) berdasarkan aspek hukum kesehatan :
a) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 127
ayat (1).
b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi dalam Pasal 43 ayat (3)
c) Permenkes No.73/Menkes/PER/II/2010 tentang
Peyelenggraan Pelayanan Teknologi Reproduksi dalam Pasal 4.
2. Bertentangan dengan Kesusilaan:
a) Tidak sesuai dengan norma moral dan adat-istiadat atau
kebiasaan umumnya masyarakata Indonesia atau di lingkungan masyarakat Indonesia.
b) Bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
3. Bertentangan dengan Ketertiban Umum karean akan menjadi
perjunjingan di masyarakat sehingga ibu pengganti (surrogate
mother) kemungkinan akan dikucilkan dari pergaulannya.
4. Bertentangan dengan pokoko-pokok perjanjian atau perikatannya
itu sendiri, dimana rahim itu bukanlah suatu benda dan tidak dapat disewakan yang terdapat pada KUHPerdata.
5. Pasal 1339 KUHPerdata yang menjelaskan perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dan undang-undang. Sehingga pasal ini menegaskan bahwa dalam menentukan suatu perjanjian para pihak tidak hanya terkait terhadap apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian tersebut, tetapi juga terikat oleh keputusan, kebiasaan dan undang-undang.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian sewa menyewa secara umum dengan perjanjian sewa rahim memiliki banyak perbedaan, sehingga tidak dapat disamakan konsep antara prjanian sewa menyewa dengan perjanjian sewa rahim tersebut.
1.3.2. Kedudukan Hukum Anak yang dilahirkan Akibat Surrogate Mother Di Indonesia, kedudukan anak di atur dalam ketentuan-ketentuan Bab IX Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawianan), di
mana dalam ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan mengatur anak yang sah adalah anak yang dilahirkan atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dilihat dari rumusan Pasal 42 UU Perkawinan tersebut dapat di maknai bahwa jika seorang anak terlahir diluar perkawinan mak anak tersebut digolongkan sebagi anak luar
kawin. Penitipan janin menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother
menimbulkan beberapa permasalahan tentang harkat ayah dan ibu serta harkat hubungan hukum antara orang tua dan anak. Permasalahan lain adalah mengenai hubungan hukum anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu pengganti dengan ayah biologisnya. Begitu pula jika ibu pengganti bersuami permasalahan hubungan hukum antara suami dari ibu pengganti dengan anak yang dikandung oleh istrinya akan muncul. Adanya permasalahan untuk menentukan hubungan hukum antara orang tua pemilik benih dengan anak yang dikandung oleh ibu pengganti beraibat pada penentuan status hukum anak tersebut.
Maka dapat dilihat dari sudut Hukum Islam, masalah ibu pengganti Surrogate Mother tidak dapat dilepaskan dari norma-norma dalam Hukum Kekeluargaan Islam, Hukum Perkawinan, dan Hukum Kewarisan Islam. Hal tersebut diakrenakan perbutan ini melibatkan subjek hukum yang diikat oelh lembaga hukum yaitu perkawinan sepasang suami istri yang ingin mendapatkan anak. Maka dapat diuraikan akibat hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan sewa
menyewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother. Akibat
hukum dalam hukum kekeluargaan Agama Islam hanya mengakui hubungan darah atau ikatan perkawinan sebagai landasan bagi keluarga. Jika perbuatan penitipan janin pada Rahim ibu pengganti dihalalkan maka dapat menimbulkan kekacauan
pada konsep keluarga dan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang diatur secara jelas dalam Hukum Islam. Dalam ajaran Islam sudah ditetapkan suatu konsep dasar bahwa yang dinamakan ibu adaalah wnaita yang melahirkan dan ayah adalah suami dari ibu yang memiliki benih anak yang bersangkutan. Anak adalah hasil dari perkawinan yang sah antara ibu dan ayah. Oleh karena itu, akibat dari sewa menyewa Rahim dnegan menggunakan ibu pengganti ini adaah kedudukan ayah dan ibu menjadi jelas. Akibat yang paling menonjol dari perutan ini adalah rusaknya harkat seoarang ibu dan ayah serta adanya ketidakpastian pada status hukum seorang anak.
Anak yang lahir dari suatu perjanjian surrogate mother tentu akan
menimbulkan sedikit kebingungan dalam menentukan siapa orang tua dari anak yang lahir dari perjanjian tersebut. Ada beberapa kombinasi orang tua yang dapat
terjadi pada perjanjian ibu pengganti surrogate mother, diantaranya:39
a. 2 orang tua: si pemberi sel telur yang menjadi ibu kandung adalah sama
serta ayah kandung tanpa ikatan pernikahan;
b. 3 orang tua: si pemberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung, ayah
kandung, dan istri dari sang ayah kandung; atau
c. 5 orang tua: si pemberi sel telur, pemberi sperma, ibu kandung, ayah
angkat, dan ibu angkat.
Jika merujuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini
untuk mengetahui apakah status anak yang dilahirkan dari perjanjian Surrogate
Mother tentunya harus melihat ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) khususnya dalam Pasal 42 menyatakan bahwa:
”anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah’.
Terkait dengan anak yang lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother, maka
apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status seperti berikut:
1. Apabila anak itu dilahirkan dari ibu pengganti Surrogate Mother yang
terikat perkawinan (mempunyai suami) maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak sah dari ibu pengganti tersebut dan suaminya.
2. Apabila anak itu lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother yang tidak
terikat dalam perkawinan, maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak luar kawin dari ibu pengganti tersebut.
Untuk melihat golongan anak dari Surrogate Mother sebagia anak sah atau
tidak sah, maka harus dilihat dulu status perkawinan dari ibu pengganti Surrogate
Mother diantaranya:40
a. Anak diluar perkawinan yang tidak diakui, bila status ibu pengganti
adalah gadis atau janda, maka anak yang dilahirkan adalah :anak di luar perkawinan yang tidak diakui”, yaitu anak yang dilahirkan karena zina,
40Desriza Ratma.Op.Cit. hlm.120.