• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pengumpulan data keadaan umum lokasi penelitian dilakukan selama 12 bulan, yaitu mulai bulan Januari sampai Desember 2001. Cara pengumpulan data keadaan umum dilakukan dengan berbagai cara yaitu: (1) Menyebarkan kuesioner dan wawancara pada masing-masing kepala sekolah di Kota Bogor (16 kepala sekolah), (2) Wawancara dengan Satuan Tugas (Satgas) SMK-TI, (3)

Fokus Group Discussion (FGD) dengan ketua-ketua Barisan Siswa (Basis), (4) Pengamatan selama mengikuti pelaksanaan operasi Gerakan Anti Tawuran (GENTA) yang dilakukan oleh Satgas SMK-TI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Bogor dan Kepolisian Resort Kota (Polresta), (5) Memberikan

try out kuesioner dan FGD pada pelajar bermasalah dari perwakilan SMK-TI di Kota Bogor yang sedang mengikuti Pesantren Kilat (Sanlat) selama tiga hari di Ciawi-Bogor, dan (6) Pengamatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada semua sekolah SMK-TI secara berkala.

Keadaan Umum Sarana dan Prasarana Sekolah

Demi kelancaran kegiatan Belajar Mengajar (KBM) maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999) memberlakukan syarat yang harus dimiliki oleh setiap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu ketersediaan guru dan instruktur, bimbingan dan penyuluhan kejuruan, manajemen, hubungan sekolah dengan industri atau dunia kerja, bahan ajar, unit produksi dan Bahan Pendidikan Pengajaran dan Pelatihan (BP3). Berdasarkan syarat-syarat tersebut, perlu juga mengecek secara umum keadaan umum sarana dan prasarana sekolah di Kota Bogor.

Pada penelitian ini, data sekunder dikumpulkan dari 16 sekolah SMK dan SMU yaitu SMK-TI N2, SMK-TI BW, SMK-TI Bhar, SMK-TI YAP, SMK-TI MEK, SMK-TI TD, SMK-TI BS, SMK-TI KN, SMK-TI YZ3, SMK-TI YKB, SMK-TI TB, SMK-TI YATB, SMK-TI YZ2, SMK-TI BT dan SMK-TI PG2 serta SMU PG4. Berdasarkan pengamatan di lapangan, keadaan umum sarana dan prasarana sekolah dinilai dari segi kelengkapan fasilitas, luas lokasi dan banyaknya jumlah ruang bangunan, maka sekolah-sekolah yang dikategorikan dalam keadaan ‘baik’ dalam artian fasilitas lengkap, lokasi yang luas, jumlah kelas/ruangan yang

memadai diantaranya adalah SMK-TI N2, SMK-TI YZ2, SMK-TI YZ3, SMK-TI PG2, SMK-TI YKB, SMK MEK, SMK-TI TD dan SMU PG4.

Disebutkan oleh Willis (1994) bahwa fasilitas yang baik akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya fasilitas pendidikan yang minim seperti alat-alat pelajaran, alat-alat praktek, alat kesenian dan olahraga dapat menyebabkan terganggunya penyaluran bakat dan motivasi belajar pelajar. Hal ini disebabkan adanya suasana belajar yang tidak menyenangkan bagi pelajar disekolah. Ditambahkan lagi oleh Kartono (1998) bahwa salah satu penyebab sarana sekolah yang tidak memenuhi persyaratan seperti tanpa halaman bermain yang luas, tanpa ruang olah raga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid yang terlalu banyak dan padat (50-60 orang per kelas), ventilasi dan sanitasi yang buruk merupakan salah satu penyebab perilaku kenakalan pelajar.

Merujuk pada pernyataan ini, maka bagi sekolah-sekolah yang kurang memenuhi persyaratan sudah seharusnya melakukan peningkatan dan penambahan fasilitasnya baik sarana dan prasarana. Ini merupakan salah satu usaha untuk mencegah dan menurunkan tingkat kenakalan pelajar agar pelajar merasa betah dan belajar disekolah dengan baik dan benar. Bakat dan keinginan pelajar yang tidak tersalurkan disekolah dapat menyebabkan pelajar mencari penyaluran diluar sekolah dengan kegiatan-kegiatan negatif. Dengan demikian, segala fasilitas di sekolah seharusnya dalam keadaan baik dan lengkap untuk menunjang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang lancar dan beragam.

Rasio Jumlah Guru dan Murid

Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dapat dikatakan bahwa ada tiga golongan sekolah berdasarkan jumlah muridnya, yaitu:

(1) Sekolah dengan jumlah murid kurang dari 400 siswa yaitu SMK-TI TB, Bhar, BT, KN, dan MEK,

(2) Sekolah dengan jumlah murid antara 401 sampai 1000 siswa yaitu SMK-TI YAP, YZ2, BS, YATB, dan YZ3,

(3) Sekolah dengan jumlah murid lebih dari 1000 siswa adalah SMK-TI PG2, TD, YKB1, dan N2 serta SMU PG4.

Selanjutnya diketahui bahwa rasio antara jumlah guru dengan murid berkisar antara satu berbanding enam sampai satu berbanding 35. Rasio antara

jumlah guru dan murid yang tertinggi terdapat pada SMK-TI PG2 yaitu 54 berbanding 1900 atau satu guru berbanding 35 murid. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah guru di sekolah tersebut relatif kurang banyak dibandingkan dengan jumlah muridnya, sedangkan rasio antara guru dan murid yang terendah terdapat pada SMK-TI MEK yaitu jumlah guru 36 dan jumlah murid 212 atau satu guru berbanding dengan enam murid. Adapun jumlah guru terbanyak berada pada SMK-TI, sedangkan sekolah yang mempunyai jumlah guru paling sedikit adalah SMK-TI Bhar dengan jumlah murid yang sedikit pula.

Tabel 3. Rasio jumlah guru dan murid

No Nama Sekolah Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio

Guru : Murid 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. SMK N2 SMK YKB SMK TD SMK PG2 SMK YZ3 SMK YZ2 SMK BS SMK KN SMK MEK SMK YAP SMK BT SMK YATB SMK TB SMK Bhar SMK BW SMU PG4 92 62 60 54 45 42 40 40 36 36 29 28 24 17 100 71 874 1530 1467 1900 691 692 577 381 212 706 264 406 214 140 1000 2399 1 : 9,50 1: 24,68 1: 24,45 1: 35,19 1: 15,36 1: 16,48 1: 14,43 1: 9,53 1: 5,89 1: 19,61 1: 9,10 1: 14,50 1: 8,92 1: 8,24 1: 10,00 1: 33,79

Sumber : Data Masing-masing sekolah

Secara lebih jelas data rasio jumlah guru dan murid tersaji pada Tabel 3. Willis (1994) berpendapat bahwa dengan rasio guru dan murid yang rendah memungkinkan kelas-kelas digabung dan hanya diajar oleh seorang guru. Pengurangan jam pelajaran dan penggabungan siswa dapat mengakibatkan guru menjadi cepat lelah, kelas menjadi ribut, dan proses belajar mengajar menjadi tidak menentu. Masalah lain yang ditimbulkan adalah adanya waktu

luang siswa diluar sekolah semakin banyak, sehingga akan menimbulkan berbagai tingkah laku negatif siswa.

Tingkah laku negatif pada anak didik tercermin pada perilaku membolos, berkelahi, mengganggu teman, mencuri dan sebagainya. Dengan demikian rasio jumlah guru dan murid harus diperhatikan agar proses pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mengurangi tingkah laku negatif pelajar.

Sekolah yang mempunyai jumlah murid lebih dari 1000 siswa cenderung untuk mempunyai rasio perbandingan antara jumlah murid terhadap jumlah guru yang tinggi pula, seperti keadaan di SMK-TI PG2, SMU PG4, SMK-TI TD, dan YKB1 yang berturut-turut rasionya adalah 35,2: 1; 33,79: 1; 24,5: 1; dan 24,7: 1. Sedangkan rasio terkecil ditemukan pada sekolah yang mempunyai jumlah siswa kurang dari 400 orang yaitu pada SMK-TI MEK, TB, Bhar, KN dan BT yang rasionya secara berturut-turut adalah 6:1 ; 9:1; 8:1; 10:1; dan 9:1.

Permasalahan Umum Sekolah

Berdasarkan laporan dari 15 kepala sekolah/pembina SMK-TI dan satu kepala sekolah/Pembina SMU, didapatkan hasil bahwa permasalahan umum sekolah dan pelajar yang umumnya terjadi adalah:

(1) Minimnya keuangan SPP (berkisar Rp 60.000,- - Rp 75.000,- per bulan) yang masuk setiap bulan ke sekolah (± 40%) yang disebabkan oleh rendahnya tingkat sosial ekonomi orangtua siswa (dari keluarga ekonomi lemah, rata-rata pekerjaan orangtua sebagai buruh kecil) sehingga mengakibatkan daya bayar sebagian besar siswa juga rendah, ditambah lagi dengan lambatnya siswa membayar uang SPP serta kurang lancarnya penyampaian panggilan kepada orangtua untuk membayar SPP,

(2) Terbatasnya kemampuan ekonomi orangtua siswa berdampak pada kurangnya dana sekolah, sehingga masih menimbulkan masalah minimnya sarana sekolah seperti kurangnya peralatan untuk praktek, minimnya sarana seperti WC guru dan WC siswa, kurang memadainya sarana kantin dan kurang higienisnya makanan yang dibutuhkan oleh guru dan siswa. Masalah fasilitas yang disebutkan lainnya adalah minimnya fasilitas belajar seperti ruangan (meja dan kursi), dan penerangan, minimnya sarana praktek sehingga belum mampu menambah ruang kelas baru, kurangnya kebersihan ruangan dan halaman sekolah, masih minimnya penataan taman di dalam sekolah, dan kurang lengkapnya sarana praktek serta minimnya sarana

gedung sekolah seperti adanya empat instansi sekolah yang berada dalam satu gedung sekolah sehingga terpaksa melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara bergiliran,

(3) Kurangnya disiplin guru dalam mengajar dan kurang efektifnya pembinaan siswa oleh guru dan sekolah dikarenakan banyaknya guru yang mengajar di sekolah lain sehingga semakin terbatasnya waktu guru di sekolah,

(4) Kurangnya koordinasi antara pihak orangtua siswa dengan pihak sekolah yang disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kontrol orangtua terhadap anaknya dan kurangnya kontrol orangtua terhadap kegiatan anaknya di sekolah. Ditambah lagi dengan hubungan siswa dan guru yang kurang dekat, maka masalah koordinasi antara orangtua siswa dan sekolah menjadi semakin kompleks,

(5) Kurang strategisnya lokasi pada sebagian sekolah, misalnya jauh dari jalan rute angkutan umum, dan berada di tengah perkampungan penduduk, sehingga kurang menarik minat masyarakat luas untuk menyekolahkan anaknya di beberapa sekolah tersebut. Hal ini mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah siswa yang mendaftar dan akhirnya berdampak pada rendahnya dana yang terkumpul untuk KBM. Dikeluhkan oleh beberapa kepala sekolah bahwa belum ada tindakan tegas dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P& P) Kota Bogor kepada sekolah- sekolah besar dalam hal penerimaan siswa baru (daya tampung maksimal penerimaan siswa baru) yang semakin melemahkan daya bertahan sekolah yang

Permasalahan Umum Pelajar

Berdasarkan informasi (dengan teknik wawancara) dari berbagai sumber kepala sekolah/pembina didapatkan gambaran umum tentang kenakalan pelajar di Kota Bogor yang meliputi:

(1) Kurangnya disiplin siswa yang tercermin dari sering terlambatnya siswa masuk sekolah karena kesiangan (± 30%/minggu), kedisiplinan kehadiran siswa (bolos tanpa alasan, ±3-5% siswa), pemakaian pakaian seragam (termasuk topi) yang seenaknya (ketidakrapian siswa dalam berpakaian seragam sekolah ±15% per minggu), pakaian seragam hanya dipakai di lingkungan sekolah saja karena siswa merasa tidak aman apabila berangkat/pulang sekolah memakai seragam, baju tidak dimasukkan, memakai topi di lingkungan sekolah), rambut sebagian siswa yang panjang, dan penyimpangan sikap dan perilaku siswa yang cenderung untuk melanggar tata tertib sekolah seperti merokok di lingkungan/luar sekolah (± 50% siswa) dan sering ’nongkrong’ di luar pagar sekolah sehingga terlambat masuk kelas (±10% per minggu),

(2) Kurangnya motivasi siswa untuk belajar yang dicerminkan dari jarangnya siswa membaca buku literatur pelajaran sehingga melemahkan daya ingat dalam bidang matematika, fisika dan kimia yang merupakan pelajaran andalan di sekolah kejuruan tehnik industri. Penyebab kurangnya motivasi belajar siswa ini diantaranya adalah selain faktor lingkungan teman yang tidak mendukung, juga karena adanya masalah keluarga siswa yang berasal dari keluarga broken home,

(3) Ketidakamanan siswa pada saat pulang dan pergi sekolah akibat dari seringnya terjadi tawuran antar para siswa dari berbagai sekolah di Kota Bogor (dengan frekuensi beragam mulai dari tiga kali/minggu sampai seminggu sekali) yang disebabkan oleh gagalnya siswa dalam mengendalikan emosi, disamping itu dipengaruhi juga oleh pengaruh di luar lingkungan sekolah seperti seringnya terjadi pemalakan antar siswa di dalam maupun di luar sekolah,

(4) Kesulitan siswa untuk mendapatkan angkutan umum untuk berangkat dan pulang sekolah merupakan dampak dari tawuran pelajar yang mengakibatkan pengrusakan kendaraan umum seperti bis mini dan angkot dengan frekuensi yang cukup memprihatinkan yaitu dua bulan sekali dengan jumlah siswa

yang terlibat antara 10 sampai 30 orang. Kebutuhan vital akan transportasi para siswa ini berhubungan dengan jauhnya lokasi antara sekolah dan tempat tinggal sebagian besar siswa yang berada di daerah Kabupaten Bogor.

Berdasarkan data dari Kantor Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bogor diketahui bahwa kenakalan pelajar mulai tahun 2000 sampai dengan bulan Agustus 2001 adalah sebagai berikut:

(11) Kenakalan Pelajar yang terjadi pada tahun 2000 adalah sebanyak 18 kasus: terdiri atas :

(a) Tawuran pelajar sebanyak : 6 kasus, (b) Pengrusakan oleh pelajar sebanyak : 4 kasus, (c) Penganiayaan oleh pelajar : 8 kasus,

(12) Kenakalan Pelajar yang terjadi sampai dengan Agustus 2001 adalah tujuh kasus terdiri atas:

(a) Tawuran pelajar sebanyak : 3 kasus, (b) Pengrusakan oleh pelajar sebanyak : 1 kasus, (c) Penganiayaan oleh pelajar : 1 kasus, (d) Narkoba sebanyak : 1 kasus, (e) Bawa lari gadis sebanyak : 1 kasus,

Berdasarkan laporan dari Polresta Bogor tentang Pelaksanaan Tugas Operasi Genta II Rasia Senjata Tajam dan Tawuran Pelajar tercatat bahwa pada hari Rabu tanggal 24 Januari 2001 pada pukul 07.30-8.00 WIB bertempat di depan Mal Internusa di Jalan Pajajaran Bogor dan di Perempatan Pomad di Jalan Kedung Halang didapatkan hasil jaringan rasia sebanyak 48 pelajar yang membawa senjata tajam dan alat-alat yang membahayakan orang lain. Alat atau senjata hasil jaringan rasia yang dipakai untuk tindak kekerasan berupa:

(1) Senjata tajam/golok/arit/pisau : 15 buah,

(2) Gir : 26 buah,

(3) Sabuk besar /kopel : 28 buah,

(4) Rantai : 1 buah,

(5) Mistar (penggaris) Baja : 2 buah,

(6) VCD Porno : 2 keping,

Para pelajar yang berhasil terjaring sebanyak 48 orang yang terdiri dari siswa dari berbagai SMK sebagai berikut:

(2) SMK PG4 : 4 pelajar,

(3) SMK TD : 5 pelajar,

(4) SMK YAP : 5 pelajar,

(5) SMK YKB : 2 pelajar,

(6) SMK BS : 1 pelajar,

(7) SMEA & SMK KN : 6 pelajar,

(8) SMK N : 2 pelajar,

(9) SMK SIL : 1 pelajar,

(10) SMK PG4 : 1 pelajar,

(11) SMK Bhar : 1 pelajar,

Para pelajar yang terjaring razia tersebut dibawa ke Posko Satgas SMK Teknologi di Dinas Pendidikan Kota Bogor untuk diinterogasi. Pelajar yang membawa senjata tajam tersebut beserta alat-alat yang membahayakan orang lain diserahkan ke Polresta Bogor untuk diproses lebih lanjut. Berdasarkan informasi dan data Laporan Karya Inovatif Produktif (LKIP) Bidang Sosial Budaya dan Humaniora Tingkat Nasional Tahun 2001/2002 yang ditulis oleh Puspita et al. (2001) menunjukkan bahwa senjata yang digunakan dalam tawuran oleh Pelajar SMK-TI YZ, YKB, PG2, YAP dan TD (n=602 orang) adalah sebagai berikut:

(1) Tanpa senjata/tangan hampa : 493 pelajar (54.60%),

(2) Batu : 440 pelajar (48.73%),

(3) Obeng : 14 pelajar (1.55%),

(4) Besi/penggaris besi : 104 pelajar (11.52%), (5) Gesper dengan gir besi : 325 pelajar (35.99%), (6) Balok kayu : 190 pelajar (21.04%),

(7) Pisau : 36 pelajar (3.99%),

(8) Golok : 98 pelajar (10.85%),

(9) Celurit : 103 pelajar (11.41%),

(10) Samurai : 114 pelajar (12.62%), (11) Bom Molotov : 14 pelajar (1.55%),

Berdasarkan catatan sekolah dan catatan Polresta Bogor, diketahui bahwa perilaku kenakalan yang pernah dilakukan oleh pelajar di Kota Bogor adalah sebagai berikut:

(2) Minggat atau tidak pulang ke rumah dengan waktu yang bervariasi mulai dari sehari sampai dengan seminggu,

(3) Menyelewengkan uang SPP untuk keperluan yang lainnya, (4) Demo atau mogok sekolah,

(5) Memalak atau mengambil barang milik siswa lain berupa tas, topi, jam tangan, dan uang dengan ancaman senjata tajam seperti clurit, parang, sabuk besi, golok dan golok mistar. Pemalakan oleh siswa ini dilakukan baik di jalanan maupun di dalam angkutan kota atau angkot. Bahkan pemalakan oleh beberapa siswa SMK ini dilakukan terhadap mahasiswa disertai dengan penganiayaan dan pengeroyokan dengan senjata tajam, (6) Main gaple dan judi di sekitar sekolah,

(7) Membawa senjata tajam (berupa parang sepanjang 40 cm, samurai, clurit, golok, mistar, gesper/ sabuk besi) ke sekolah sehingga terjaring operasi Satgas SMK-TI Kota Bogor dan kemudian ditahan di Polresta Kota Bogor. Selanjutnya dilakukan pemanggilan orangtua oleh sekolah dan menyelesaikan dengan pihak yang berwajib melalui pembuatan surat perjanjian antara siswa dan sekolah disaksikan oleh orangtua,

(8) Perkelahian (antar beberapa orang) dan tawuran (antar kelompok) antar siswa yang melibatkan aksi saling pukul, tendang, tampar dan bacok

yang menyebabkan siswa luka-luka dibagian muka, bahkan ada yang sampai dirawat di rumah sakit. Bahkan ada kasus penganiayaan siswa yang dilakukan di dalam angkutan Miniarta oleh 100-an pelaku sampai mengalami luka-luka di bagian kepala, punggung dan lutut sebanyak 21 jahitan karena bacokan samurai dan gir. Biaya pengobatan korban siswa yang luka mencapai Rp 6.000.000,-,

(9) Merusak kendaraan umum seperti bis dan angkutan kota yang mengakibatkan kaca jendela pecah. Bahkan ada kasus penganiayaan (pembacokan) terhadap kondektur bus dengan golok dan parang,

(10) Minum-minuman keras,

(11) Menghisap ganja atau narkoba di sekolah, (12) Penganiayaan terhadap guru.

Penyebab Kenakalan Pelajar

Berdasarkan pengamatan di lapangan yang dilakukan oleh Dinas P & P Kota Bogor serta catatan sekolah, maka dinyatakan bahwa permasalahan

terjadinya tawuran disebabkan oleh (dua) faktor yaitu faktor internal individu pelajar itu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan teman dan sekolah. Secara terinci faktor eksternal penyebab kenakalan pelajar adalah: (a) Lingkungan keluarga yang terdiri atas status sosial ekonomi keluarga, pembinaan orangtua, nilai/norma keluarga, dan keharmonisan antar keluarga; (b) Lingkungan sekitar yang terdiri atas kondisi fisik lingkungan tempat tinggal, nilai/norma lingkungan, dan kondisi sosial ekonomi lingkungan; dan (c) Sekolah yang terdiri atas rasio siswa dengan fasilitas pendidikan yang tidak seimbang, rasio siswa dengan guru yang tidak memadai, kualitas dan kuantitas pembinaan siswa yang masih relatif rendah, tata tertib dan sangsi yang belum berjalan sebagaimana mestinya, dan lokasi sekolah yang rawan (Surat Dinas Pendidikan dan Pengajaran tanggal 19 Desember 2000).

Informasi tambahan yang didapat berdasarkan interview yang mendalam (in-depth interview) dari 15 pelajar yang merupakan kepala BASIS kelompok, diketahui bahwa alasan yang menjadi pendorong terjadinya perkelahian pelajar adalah: (a) solidaritas atau kesetiakawanan karena diserang duluan , (b) merasa direndahkan, (c) keterpaksaan untuk menlindungi diri (d) dendam karena sesama anggota basis dianiaya pelajar lain, (e) tidak mau di cap sebagai tidak setia kawan atau dikatakan penakut, dan (f) mencari ketenaran dan agar disegani oleh teman-teman dan musuhnya.

Berbagai masalah yang dapat menjadi pemicu perkelahian antar pelajar diantaranya adalah: (a) vandalisme, grafiti basis kelompoknya dicoret oleh basis kelompok lain, (b) perebutan tempat nongkrong setelah pulang sekolah, (c) masalah perempuan, (d) saling mengejek, memandang, dan menantang (e) rebutan naik angkutan kota (angkot), (f) membela teman, dan (g) musuh bebuyutan diturunkan dari kakak kelas. Berbagai macam perasaan setelah melakukan perkelahian atau tawuran dan berhasil melukai musuh adalah sebagai berikut: (a) puas dan bangga, tidak menyesal; (b) senang, mengumpat- umpat lawan; (c) senang,merasa impas; (d) lega karena dendam sudah terbalas; (e) puas sesaat dan menyesal serta sedih kemudian; (f) menyesal karena merasa berdosa; dan (g) takut dan menyesal.

Trend Kenakalan beserta dengan Titik-titik Rawan dan Matrix

Tawuran Pelajar di Kota Bogor

Berdasarkan informasi Ketua Satgas SMK-TI Se Kota Bogor (2001/2002) dan beberapa kepala sekolah SMK-TI serta Kepala Bidang

Pembinaan Pemuda dan Olah Raga (Binmudora) Dinas P & P Kota Bogor, diketahui bahwa terdapat beberapa titik-titik rawan tawuran/perkelahian pelajar di Kota Bogor yang meliputi daerah sepanjang jalan utama di Kota Bogor yang membentang dari arah Utara ke arah Tengah dan arah Selatan. Lokasi-lokasi titik rawan yang sering terjadi tawuran adalah lokasi-lokasi yang terdapat sejumlah SMK-TI dengan siswa banyak ‘nngkrong’ di sepanjang jalan rute angkutan kota. Disamping itu titik-titik rawan juga terjadi di sepanjang arah Barat, Kota Bogor. Titik-titik rawan tawuran pelajar juga terkonsentrasi di daerah tengah Kota Bogor yang merupakan daerah lingkaran Kebun Raya Bogor atau kawasan pusat Kota Bogor. Titik-titik rawan ini termasuk juga daerah pertemuan berbagai rute angkotan kota yang mengangkut pelajar dari berbagai sekolah.

Waktu tawuran biasanya dilakukan pada waktu siang dan sore hari. Ada sedikit perbedaan titik-titik rawan pada saat pagi, siang maupun sore hari. Namun secara garis besar titik-titik rawan adalah konsisten. Pelaku tawuran meliputi pelajar yang masih sekolah, maupun alumni suatu sekolah. Pihak yang memulai tawuran dapat bervariasi, mulai dari pihak sendiri maupun pihak musuh yang dapat didahului oleh provokator dari masing-masing sekolah atau dimulai dari pemimpin barisan siswa (basis) dari suatu sekolah.

Tawuran yang selama ini terjadi ada yang kadang-kadang direncanakan sebelumnya, dan ada yang tidak direncanakan atau spontan dengan fakta terbanyak adalah tawuran yang spontan yang terjadi pada lokasi penantian angkutan umum atau sepanjang rute dari rumah ke sekolah. Secara rinci titik- titik rawan tawuran pelajar di Kota Bogor diuraikan sebagai sebagai berikut (lihat Gambar 3):

(1) Daerah dari arah Utara Kota Bogor. (a) Pagi hari:

Simpang Pomad – Warung Jambu – Jalan Baru (dari Tugu KNPI sampai Yogya) (SMK BW, KN, M EK, YAP, PG2, TD, N2.).

(b) Siang hari:

Simpang Pomad (Pabrik Tapioka) – Simpang Bojong Gede & Yogya – Simpang Tugu KNPI – Warung Jambu (BW, KN, MEK, YAP, PG2, TD, N2),

(c) Sore hari:

Simpang Pomad (Kedung Halang) – Jalan Baru – Tugu Pemuda (BW, KN, YAP, TD).

(2) Daerah dari arah Barat Kota Bogor. (a) Pagi hari:

Gardu Sindang Barang – Gunung Batu – Perempatan Yasmin – Simpang Karya Bhakti – Kemang, Kayu Manis & Simpang Pajajaran (YZ Semeru, PG2, TD, BS, YAD, PEN, MAK, YKB, Khar),

(b) Siang hari:

Perempatan Yasmin – Gardu Sindang Barang - Kemang

(YZ Semeru, PG2, TD, BS, YAD*, PEN*, MAK*, YKB, Khar*),

(c) Sore hari:

Gardu Sindang Barang (YZ Semeru(-), PEN*(-), PEL*, YAD*).

(3) Daerah dari arah Tengah Kota Bogor. (a) Pagi hari:

Terminal Bogor (YKB, YZ Semeru, PG2, YATB, TD) – Tugu Kujang (YKB, YZ Semeru, PG2, YATB, TD) – Halte Ramayana (Haram) dan Museum Zoologi (PG 2, YKB, dan YZ Semeru)– Basis Jembatan Merah (Base Jam) (TD, PG2, YKB, dan YZ Semeru) – Lampu Merah Ir. H. Juanda

(PG2, YZ Semeru,TD) – Simpang Pangrango Cimahpar (PG 2, YATB),

(b) Siang hari:

Halte Ramayana (Haram) dan Museum Zoologi – Basis Jembatan Merah (Base Jam) – Air Mancur (Jl. A. Yani) – Jl. Pajajaran dekat Telkom – Simpang Pangrango – Stasiun (Pelaku tawuran sama dengan pada saat pagi),

(c) Sore hari:

Terminal Bogor (TD, YKB, YATB, YZ Semeru) – Hero Pajajaran – Halte Ramayana (YZ Semeru, YKB, TD) – Jembatan Merah (PEN*, PEL*, YZ Semeru) – Air Mancur ( Jl. A. Yani) (TD, YAP, Bha, MEK dan SMU) – Warung Jambu (KN, BW, PG2(-), SMK N).

(4) Daerah dari arah Selatan Kota Bogor. (a) Pagi hari:

Perbatasan Simpang Ciawi (YZ Ciawi, YKB, PG2, YATB)– Simpang Ekalokasari (Pemadam Kebakaran) (YZ Ciawi, YKB, PG2, YATB) – Simpang Batutulis (YTB, PG2, YZ Ciawi) – Pasar Sukasari (YKB, YZ Ciawi) – Empang (YZ Ciawi, YKB, PG2),

(b) Siang hari:

Perbatasan Simpang Ciawi [(YZ Ciawi, YKB, PG2, YATB)

Simpang Sukasari (YZA Ciawi, YKB, PG2, YATB) – Hero Pajajaran – Terminal Bogor – Simpang Batutulis (YKB, PG2, YZ Ciawi),

(c) Sore hari:

Simpang Ekalokasari (PEN*, PEL*, PG 2 (-), SMU). (5) Lokasi Luar Kota Bogor ( Pagi, Siang, Sore):

Pasar Cibinong dan sekitarnya, Simpang Citeurep, Tol, Cisarua, Cileubeut, Parung, Leuwiliang,dan Ciampea serta Ciawi ( YZ Ciawi, YKB, PGI 2, YATB). Keterangan:

Huruf yang tercetak miring artinya pelaku tawuran berasal dari SMK tersebut. * artinya SMK dari Kabupaten Bogor.

(-) artinya tidak berpartisipasi dalam tawuran untuk waktu tertentu, sore hari misalnya karena sekolah yang bersangkutan pulangnya siang hari.

Titik-titik rawan inilah yang menjadi rujukan bagi para Kepala sekolah SMK-TI dalam meningkatkan koordinasinya untuk menjalankan pembinaan dan monitoring kegiatan siswa. Biasanya kerawanan timbul pada saat pagi hari di saat pelajar baru turun dari angkutan umum seperti KRL, angkutan kota (angkot)