Metode Penelitian
KUALITAS HUBUNGAN Bahagia & Puas
OUTCOME PSIKO-SOSIAL EI ESTEEM STRES AGRESIF KENAKALAN Sibuk mencari nafkah Sibuk mengurus rumah Mendidik dan mengasuh anak Melakukan kegiatan sosial dan keagamaan Masa transisi Mencari identitas diri
Sibuk sekolah & berteman
Mulai tertarik dunia luar
Merasa sudah dewasa namun belum percaya diri
Merasa mulai mandiri namun masih
butuh bimbingan
Gambar 6. Kerangka berpikir faktor-faktor yang mempengaruhi outcome psiko-sosial pelajar remaja
Sibuk memenuhi kebutuhan keluarga
melakukan kegiatan sosial dan keagamaan. Adapun pelajar yang tergolong masih remaja, menurut teori perkembangan sosial sedang berada pada masa transisi, masa mencari identitas diri, sudah merasa dewasa namun belum mempunyai kepercayaan diri yang tinggi atau dengan kata lain merasa mulai mandiri namun masih butuh bimbingan (Papalia dan Old 1986; Kaluger dan Kaluger 1979; Kartono 1986).
Sehubungan dengan masa transisi pada remaja tersebut, fokus pada bab ini adalah mengetahui pengaruh antara hubungan diadik (timbal balik) orangtua dan anak dengan outcome psiko-sosial anak. Seperti dinyatakan oleh Kartono (1986) bahwa kehidupan keluarga yang tidak harmonis, baik karena perceraian maupun pertengkaran, menyebabkan anak kurang mendapat perhatian (baik fisik maupun psikologis) sehingga anak kurang mempunyai kemampuan untuk mengontrol dirinya. Jadi ”bonding” dan kualitas hubungan antara orangtua dan anak membawa dampak pada ”outcome” remaja, baik kepercayaan pada dirinya maupun perilaku sosialnya (Mussen et al. 1989).
Gambar 7 merupakan model analisis empiris yang diturunkan dari model kerangka berpikir pada Gambar 6. Model analisis empiris diuji dengan menggunakan analisis SEM. Modeling untuk SEM ini disusun berdasarkan teoritis keilmuan dari studi keluarga (Family Theories). Variabel-variabel
endogenous adalah hubungan diadik dalam keluarga, kualitas hubungan dalam keluarga, outcome psikologi remaja, outcome agresifitas pelajar, dan outcome
kenakalan pelajar, yang semuanya disusun berdasarkan pendekatan teori dari berbagai pustaka.
Outcome Psikologi Remaja ?3 Kualitas Hub Dlm Keluarga ?2 Outcome Agresifitas Pelajar ?4 Outcome Nakal ? 5 y3 y7 y8 y6
Gambar 7. Model analisis pengaruh faktor keluarga dan psiko-sosial terhadap kenakalan pelajar (n=550)
y9 ? 32 . ? 63 ? 74 ? 85 ? 95 ?42 ?31 ?41 ?32 ?21 -. TE11 TE33 TE77 TE88 TE99 TE66 ?53 ?54 y2 ? 21
TE22 TE44 TE55
y1= Hangat y2= Kasar
y3= Kual. Hub. Dlm Keluarga y4= EI
y5= Esteem y6= Stres y7= Agresif
y8= Kenakalan Umum y9= Kenakalan Kriminal ? 53 ? 43 Hubungan Diadik Keluarga ?1 ? 11 ?43 y1 y4 y5
Hasil Karakteristik Contoh dan Keluarga
Contoh penelitian ini berjumlah 550 pelajar yang terdiri atas 173 pelajar SMK-TI Negeri (34,45%) dan sebanyak 377 pelajar SMK-TI Swasta (68,55%). Sebagian besar (93,2% SMK-TI dan 100% SMU) contoh berada pada selang umur antara 16 sampai 18 tahun yang tergolong pada remaja antara fase pertengahan dan akhir (Kaluger dan Kaluger 1979; Papalia dan Old 1986; Kartono 1986).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh penelitian merupakan anak urutan ke-satu sampai ke-sepuluh dalam keluarganya dengan proporsi sekitar tiga-perempatnya merupakan anak urutan ke-satu sampai ke-tiga dalam keluarganya. Jumlah anggota keluarga contoh rata-rata adalah enam orang dengan proporsi terbesar berada pada jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak lima orang yang terdiri atas orangtua dan ke-tiga anaknya. Merujuk pada standard BKKBN, maka dapat dikatakan bahwa proporsi terbesar contoh baik laki-laki maupun perempuan berasal dari keluarga dengan ukuran jumlah anggota keluarga yang kecil (BKKBN 1997). Adapun kisaran jumlah anggota keluarga contoh adalah minimum 3 sampai 14 orang. Berdasarkan lingkungan tempat tinggal contoh, diketahui bahwa sekitar 65 persen contoh tinggal di wilayah Kabupaten Bogor dan 35 persen sisanya tinggal di Kota Bogor.
Sebagian besar contoh mempunyai keluarga yang lengkap atau disebut juga intact family (istilah pada Simons 1996) yaitu yang terdiri dari orangtua lengkap yaitu ayah dan ibu dan anak-anaknya yang tinggal dalam satu rumah. Sekitar lima persen saja dari jumlah contoh baik yang berasal dari sekolah negeri maupun swasta mempunyai keluarga tidak utuh, yaitu ayah atau ibu meninggal atau ayah dan ibu cerai. Umur ayah pada contoh sekolah negeri berkisar antara 35 sampai 80 tahun dengan rata-rata pada umur 47,9 tahun, dan pada contoh sekolah swasta berkisar antara 32 sampai 87 tahun dengan rata-rata pada umur 47,5 tahun. Diketahui bahwa sekitar setengah dari jumlah contoh sekolah negeri maupun swasta mempunyai ayah yang berada pada usia produktif dan separuh baya atau umur 35 sampai 50 tahun (Papalia dan Old 1986). Adapun umur Ibu pada contoh sekolah negeri berkisar antara 32 sampai 63 tahun dengan rata-rata pada umur 42,5 tahun, dan pada contoh sekolah swasta berkisar antara 32 sampai 68 tahun dengan rata-rata pada umur 41,7 tahun. Diketahui bahwa sekitar 60 persen dari jumlah contoh mempunyai ibu yang berada pada usia
produktif dan separuh baya atau umur 36 sampai 45 tahun seperti halnya dengan kharakteristik umur ayah. Hanya sebagian kecil saja dari jumlah contoh yang mempunyai ibu berusia lanjut (lansia) yaitu ibu yang berusia lebih dari 55 tahun (Papalia dan Old 1986).
Pendidikan ayah contoh berkisar mulai dari tidak pernah sekolah sampai dengan tamat dari perguruan tinggi. Ayah contoh sekolah swasta yang tidak pernah sekolah adalah lebih banyak dari pada ayah contoh sekolah negeri. Tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh ayah contoh, baik dari sekolah swasta (34.0%) maupun negeri (42.2%) adalah tamat sekolah dasar. Selanjutnya diketahui bahwa ayah contoh sekolah swasta yang sekolah di perguruan tinggi adalah lebih sedikit dari pada ayah contoh sekolah negeri. Sedangkan keadaan pendidikan formal ibu contoh tidak berbeda jauh dengan keadaan pendidikan formal ayah contoh sekolah negeri maupun swasta. Ibu contoh sekolah swasta yang tidak pernah sekolah jauh lebih banyak dari pada ibu contoh negeri. Lebih dari setengah ibu contoh sekolah negeri dan tiga puluh persen ibu contoh sekolah swasta mempunyai pendidikan formal yang rendah yaitu hanya sampai tamat sekolah dasar. Adapun ibu contoh sekolah swasta yang sekolah di perguruan tinggi adalah lebih rendah dari pada ibu contoh sekolah negeri.
Pekerjaan ayah contoh sangat bervariasi, baik di sekolah negeri maupun swasta. Hanya sebagian kecil ayah contoh sekolah swasta yang pada saat penelitian berlangsung sedang tidak mempunyai pekerjaan. Diketahui bahwa hampir dua-pertiga jumlah contoh sekolah negeri dan contoh sekolah swasta mempunyai ayah bekerja sebagai buruh industri dan pedagang. Adapun sebagian besar ibu contoh yang sekolah di negeri maupun swasta tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Hampir seperlima dari jumlah contoh mempunyai ibu yang bekerja baik sebagai PNS/TNI, pegawai swasta, pedagang, maupun buruh. Diantara variasi pekerjaan-pekerjaan di atas, maka pekerjaan sebagai pedagang yang paling banyak dilakukan oleh ibu contoh sekolah negeri maupun swsata.
Hasil penelitian menunjukkan informasi bahwa total pendapatan keluarga contoh berkisar antara kurang dari Rp 500 000,- sampai dengan lebih dari Rp 2 500 000,- per bulan. Diketahui bahwa hampir tiga-perempat contoh sekolah negeri maupun swasta berasal dari keluarga yang berpendapatan rendah, yaitu kurang dari Rp 750 000,- sebulan, dan bahkan sepertiga dari jumlah contoh