• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.2. Profil Informan

4.3.1. Keadaan lingkungan sambu

Berdasarkan temuan di lapangan diketahui bahwa baik dari informan, pedagang lain maupun para pelanggan menyatakan bahwa lingkungan sambu adalah kawasan yang terkenal dengan lingkungan sosial yang keras, tidak memiliki kontrol sosial yang baik dan banyak terjadi kekerasan maupun bentuk – bentuk penyimpangan sosial seperti tindak kriminal, pencopetan, pemerasan ataupun perkelahian, pernyataan ini didukung oleh beberapa hasil wawancara berikut:

Ibu Rosdiana yang merupakan penjual pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anaknya ini menyatakan bahwa sambu merupakan ligkungan yang keras seperti yang diungkapkannya seperti dibawah ini

“…..sambu ini memang ngerilah dek, contohnya adalah pencopetan yg dilakukan oleh para preman, sebenarnya kami tahu siapa yang melakukan hal tersebut namun kami tak bisa ngomong karena kami berjualan disini, kami nyari makan disini kalau nanti dibilang ya bakal susahlah jualan lagi disini karena digangu - gangu oleh mereka, kemudian banyaknya anak muda yang cakap kotor, sebenarnya kamipun orangtua tak tahan mendengarnya tapi mau gimana lagi, kemudian dek sering terjadi perkelahian antar preman ataupun nanti antara pedagang dengan pedagang terjadi laga mulut ataupun saling maki-memaki, pokoknya lengkaplah sudah…….”

Tidak berbeda jauh dengan pendapat ibu Rosdiana, ibu Rosmeri yang menjual pakaian training juga memberikan keterangannya sebagai berikut :

“…para preman disini dek semua mengolah lahan sampai-sampai mereka terlibat perkelahian, bahkan dengar-dengar sampai juga pembunuhan akibat perebutan lahan, kemudian yang paling sering terjadi adalah konflik antara penjual dengan para preman hal ini terjadi karena kami para penjual setiap hari selalu dikupiti oleh preman walaupun barang dagangan gak laku mereka tetap meminta uang kutipan, kalau tidak kita bayar dek maka banyak kali cara orang itu mengganggu kami misalnya kotoran manusia

akan banyak di lapak tempat kami jualan selain itu barang dagangan kita juga nanti akan dicuri dan dikerjai oleh para preman….”

Kemudian tidak berbeda jauh juga dengan pendapat dari para ibu penjual pakaian bekas yang membawa anak tersebut pedagang pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu namun tidak membawa anak juga menyatakan bahwa lingkungan sambu tidak baik terhadap perkembangan anak - anak yang baru berumur dibawah lima tahun, hal tersebut diungkapkan bapak Panjaitan dalam hasil wawancara sebagai berikut:

“…sambu ini kan sarang manusia buaslah, semua juga rata-rata tau kalau di sambu ini berkumpul semua orang dari yang baik sampe yang paling jahat, disini banyak sekali preman yang berkeliaran dan hal itu memang udah biasa disini, kalau preman gak ada di sambu udah gak sambu lagi lah dipanggil daerah ini, jadi preman ini kan tak ada kerjaannya selain buat hal yang mengganggu orang lain dan sifatnyapun memang berandal dan kalau sifat-sifat preman-preman ini terlihat oleh anak-anak yang dibawa kan bahaya…”

Hal yang senada juga dikatakan oleh ibu Anie yang merupakan salah satu langganan ibu Rosmery yang berjualan sambil menjaga anak di jalan rupat menyatakan hal dibawah ini:

“…saya berpendapat bahwa membawa anak ke sambu akan lebih banyak memberi pengaruh yang tidak baik, bukan hanya terpengaruh dengan ikut mengucapkan kata-kata kotor namun anak juga akan menjadi pribadi yang keras dan Bengal tandasnya, karena daerah sambu ini kan semerawut kali, dimana-mana orang cakap kotor, banyak sekali yang belum pantas untuk didengar oleh anak-anak yang berumur dibawah lima tahun…”

Semua hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa jalan rupat sambu adalah kawasan yang dipenuhi dengan banyak terjadi bentuk - bentuk penyimpangan sosial (deviasi sosial), penyimpangan – penyimpangan yang terjadi adalah terjadinya

pencopetan, pemerasan, perkelahian antar preman, pengrusakan, perkelahian antara preman dengan pedagang, perkelahian pedagang dengan pedagang, perkelahian pedagang dengan pembeli, banyaknya preman maupun pemuda setempat yang sering berbicara kotor.

Kamanto Sunarto (1993:74) mendefinisikan penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diatas merupakan hal tercela dan berada di luar batas toleransi karena hal-hal tersebut diatas sudah mengganggu kenyamanan para pedagang, maupun masyarakat yang berada di sekitar jalan rupat serta para pembeli yang berbelanja ke jalan rupat tersebut, banyaknya deviasi sosial yang terjadi dalam kawasan jalan rupat sambu sebenarnya terjadi diakibatkan oleh kurangnya pengendalian sosial untuk kawasan jalan rupat ini, Berger (1978:83-84) mendefinisikan pengendalian social sebagai “various means used by a society to bring recalcitrant members back into line” jadi dalam defenisi ini pengendalian sosial diartikan sebagai berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang. Kurangnya pengendalian sosial bagi para preman baik dari pihak yang berwajib maupun pihak lain yang berwenang menjadikan para preman yang berada di jalan rupat sambu dapat secara bebas melakukan segala bentuk – bentuk penyimpangan.

Walaupun akhir-akhir ini sebagian pedagang memang mengatakan bahwa kegiatan preman sudah mulai tereliminasi ataupun berkurang sesuai dengan penuturan ibu Rosmery dibawah ini:

“…setelah diangkatnya Presiden SBY maka terjadi beberapa perubahan dimana preman-preman sudah mulai terdidik yang artinya mereka tidak lagi ganas seperti dulu namun sudah mulai berkurang intensitasnya, menurut ibu ini hal tersebut terjadi karena ada pemberantasan preman oleh Polisi, walaupun memang gak mungkin semuanya langsung dapat dihilangkan, tapi lumayanlah keadaannya sekarang…”

Pernyataan tersebut diatas menunjukkan sudah mulai ada perubahan diamana pengendalian sosial di jalan rupat sambu sudah mulai ada, yang menjadikan para preman sudah mulai berkurang, pernyataan tersebut diatas juga dibuktikan dengan masuknya kawasan sambu menjadi salah satu kawasan di kota medan yang menjadi salah satu kawasan yang dirazia oleh kepolisian hal ini sesuai dengan (Berita Pemko Medan Online), Kompol Dhafi SIK, Kasat Samapta Poltabes Medan mengatakan giat patroli yang digalakkan cukup berpengaruh. Hasilnya kuantitas kejahatan jalanan terus menurun. Katanya, pihaknya (samapta) akan terus berupaya meningkatkan kamtibmas kota medan. Artinya, giat patroli secara rutin, siang dan malam akan terus dilanjutkan. Data dirangkum global di poltabes medan, januari 2009 sebanyak 75 preman jalanan diamankan, februari 2009 sebanyak 70 orang, maret 2009 sebanyak 65 orang dan april 2009 sebanyak 75 orang. para pelaku dibekuk dari berbagai lokasi seperti jalan gatot subroto, jalan sei batang hari, jalan sisingamangaraja, jalan iskandar muda, pasar sambu dan beberapa lokasi di kota medan.

Walaupun kontrol social melalui pihak kepolisisan sudah dilakukan namun pada kenyataannya bentuk – bentuk deviasi sosial yang terjadi di jalan rupat tidak dapat dihilangkan secara penuh,ini dibuktikan dengan masih lebih banyaknya informan yang menyatakan bahwa lingkungan sambu masih memiliki keadaan yang

terdiri dari berbagai bentuk – bentuk penyimpangan yang membuat mereka merasa terganggu.

Dokumen terkait