UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
POLA PENGASUHAN ANAK DI KALANGAN PEREMPUAN PEDAGANG PAKAIAN BEKAS SAMBU KOTA MEDAN
(Studi Di Kalangan Perempuan Yang Berjualan Sambil Menjaga Anak)
SKRIPSI DIAJUKAN OLEH :
ROLAS L.F.I.N 060901069
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga batih
yang baik terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya, keluarga
merupakan agen sosialisasi primer yang berfungsi sebagai wadah ataupun tempat
pertama sekali pengenalan akan nilai-nilai maupun norma bagi anak balita. Ibu
penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu bekerja sambil membawa
anak yang berumur di bawah lima tahun, sambu merupakan kawasan yang dilabelkan
masyarakat sebagai lingkungan yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan
memiliki lingkungan yang keras sehingga dapat memberikan pengaruh buruk bagi
perkembangan anak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi deksriptif. Dalam hal ini data
dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data berupa
observasi partisipastif, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran online kemudian
data – data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan diinterpretasikan dan
dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan
analisis data dapat diketahui bahwa ibu penjual pakaian bekas yang berjualan sambil
membawa anak ke dalam lingkungan eksternal yang memiliki keadaan lingkungan
yang kurang memilki kontrol sosial yang baik tetap dapat melakukan fungsinya
sebagai ibu dalam keluarga yaitu fungsi perlindungan, fungsi afeksi, dan fungsi
sosialisasi terhadap anak dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan adanya
strategi-strategi khusus yang digunakan oleh para ibu penjual pakaian bekas dalam mengasuh
anaknya, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar para ibu penjual
pakaian bekas termasuk ke dalam pola pengasuhan yang bertipe Autoritative
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur yang teramat dalam penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus
Kristus sang Juruselamat yang selalu memberikan Pertolongan dan Kasih Karunia
serta Kekuatan yang tidak terhitung kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul: “POLA PENGASUHAN ANAK DI KALANGAN
PEREMPUAN PEDAGANG PAKAIAN BEKAS SAMBU KOTA MEDAN (Studi
di kalangan perempuan yang berjualan sambil menjaga anak).”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan,
dalam penyelesaian skripsi ini, penulis sangat mengucapkan terima kasih banyak
terhadap segala pihak yang telah membantu dan selalu meberikan dukungan sampai
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M,Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si, selaku dosen pembimbing yang
selalu menyediakan waktu dan memberikan bimbingan, saran serta
sumbangan pemikiran dan ide – ide dalam penulisan skripasi ini.
4. Seluruh staf pengajar dan administrasi FISIP USU khususnya Departemen
Sosiologi, Kak Feny dan kak Betti
5. Kepada seluruh staff KPUM, yang memberikan izin bagi penulis dalam
6. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktu dan dengan baik
menerima penulis dalam meneliti di jalan Rupat Sambu Kota Medan.
7. Kepada ayank aku Elin kecik yang aku sayangin, terima kasih ya udah selalu
membantu, menyemangatin dan menemani di saat mengerjakan skripsi ini
sehingga dapat selesai dengan baik, Jesus Bless US (GBOR) I love u Much
Forever.
8. Kepada Abang dan Kakak senior stambuk 2004-2005 : Bang Alex 04, Gattuso
(Franklin) 05, jangan main futsal aja klen. Dan seluruh abang dan kakak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu thank’s yo.
9. Kepada kawan-kawan Departemen Sosiologi stambuk 2006 Uberalles : Okto,
Dharma, Riandiko, Veni, Magdalena, Melinda, Theo, Zul Fadli,
Kawan-kawan geng dayak (Herbin, Erick, Adzan dan James), Kawan – Kawan-kawan PKL
Tembung, dan semuanya kawan – kawan seperjuangan yang sudah selalu
memberikan semangat dari yang paling kecil sampai yang paling besar
thank’s yo maaf ya gak semua disebutin.
10.Kepada Kak Vika “terima kasih atas semangatnya juga ya”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh dengan
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Pustaka ... 6
2.1.1. Teori Peran ... 6
2.1.2. Sosialisasi ... 7
2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekender ... 7
2.1.4. Proses Sosialisasi ... 8
2.1.5.Agen Sosialisasi ... 9
2.1.6. Double Burden. ... 9
2.1.7.Fungsi-Fungsi Keluarga ... 11
2.1.8. Pola Asuh Anak ... 12
2.2.Defenisi Konsep ... 14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 16
3.2.Lokasi Penelitian ... 16
3.3.Unit Analisis dan Informan ... 16
3.4.Tehnik Pengumpulan Data ... 17
3.5.Interpretasi data ... 18
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1.Deskripsi Lokasi penelitian ... 20
4.1.1. Sejarah singkat jalan rupa sambu ... 20
4.1.2. Lokasi dan Keadaan Wilayah ... 22
4.1.2.1. Lokasi Dan Letak Geografis ... 22
4.1.2.2. Batas-Batas Wilayah ... 23
4.1.3. Komposisi Pedagang ... 23
4.1.3.1. Komposisi Pedagang berdasarkan jenis kelamin ... 23
4.1.3.2. Komposisi Pedagang berdasarkan agama... 24
4.1.3.3. Komposisi pedagang berdasarkan Etnies ... 25
4.1.3.4. komposisi pedagang berdasarkan tingkat pendidikan ... 25
4.1.4. Fasilitas Umum ... 26
4.2.Profil Informan ... 26
4.3.Interpretasi data ... 56
4.3.1. Keadaan lingkungan sambu ... 56
4.3.2. Alasan Membawa Anak Berjualan ... 60
4.3.3. Profil Ibu ... 64
4.3.4. Seperangkat Peran Yang Dilakukan oleh ibu penjual pakaian bekas . 70 4.3.5 Pola Pengasuhan Anak Di Jalan Rupat Sambu ... 72
BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 87
5.2.Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang
memilki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang
memiliki hubungan darah, tali perkawinan, atau adopsi dan yang hidup bersama-sama
untuk periode waktu yang tidak terbatas (J.Dwi Narwoko, 2004 : 72).
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap
proses sosialisasi manusia, di dalam keluarga akan ditanamkan nilai maupun norma
untuk berperilaku di keluarga dan masyarakat, hal ini dimungkinkan karena berbagai
kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer
yang selalu tatap muka diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti
perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua mempunyai kondisi yang tinggi
untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional dimana
hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan
sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orangtua mempunyai peranan yang penting
terhadap sosialisasi anak (Bruce J.Cohen, 1992 : 172), terdapat 7 fungsi yang terdapat
dalam institusi keluarga yaitu Fungsi Pengaturan Sosial, Fungsi Reproduksi, Fungsi
Sosialisasi, Fungsi Afeksi, Fungsi Penentuan Status, Fungsi Perlindungan dan Fungsi
Ekonomi (Horton Dan Hunt, 1996: 274-279), dalam melakukan fungsi-fungsi
keluarga tersebut setiap anggota keluarga memilki perannya masing-masing dari
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya
ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh
budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh
sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan
putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang
berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu.
Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan
dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap,perilaku, dan
kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian
semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan
pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan
diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner
1953: 207).
Faktor lingkungan sosial memiliki sumbangannya terhadap perkembangan
tingkah laku individu anak ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa
awal kanak-kanak sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua
cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini
memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk
perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara
anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti
orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas atau yang sering dikenal dengan istilah
Inang-Inang Sambu berjualan di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan, kawasan
ini merupakan kawasan yang menjadi salah satu pusat pasar terbesar di kota Medan,
pasar yang beroperasi setiap hari ini didatangi oleh para pembeli baik dari dalam kota
bahkan sampai luar kota, kondisi sosial lingkungan dalam pasar ini dapat dikatakan
memiliki lingkungan yang bebas, keras dan relatif tidak terkontrol, hal ini ditandai
dengan dengan banyaknya bentuk-bentuk penyimpangan social yang terjadi seperti
adanya pencopetan, perkelahian baik perkelahian antara pemuda setempat maupun
antara pedagang dengan pedagang dan lain sebagainya, bahkan kawasan ini
dilabelkan oleh masyarakat sebagai Sarang Manusia Buas dimana istilah tersebut
merupakan singkatan dari kata sambu, istilah ini diperoleh dari para pedagang yang
berjualan di kawasan Sambu maupun para pembeli di kawasan ini serta stakeholders
yang lain.
Dari pemaparan diatas hal ini menjadi menarik untuk diteliti adalah
bagaimana pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh perempauan/Ibu penjual
pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu kota Medan di tengah keadaan
lingkungan eksternal yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan terkenal
kasar tersebut, hal lain yang ingin dilihat adalah bagaiamana proses sosialisasi yang
akan diterima oleh anak-anak mereka, apalagi sejauh pengamatan yang ada anak-anak
yang dibawa oleh ibunya tersebut berkeliaran bebas di daerah sambu tersebut, dan
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian
Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan?
2. Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual
Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan
Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh
Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adapun Manfaat teorotis penelitian ini adalah:
1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memperoleh
pemahaman yang baik mengenai pola pengasuhan anak oleh
2. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
rujukan untuk penelitian-penelitian berikut yang sejenis.
1.4.2. Manfaat Praktis
Adapun Manfaat praktis penelitian ini adalah:
1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan memberi pandangan mengenai
pola pengasuhan anak dan pemenuhan sosialisasi yang diberikan kepada
anak oleh Perempuan/Ibu Penjual Pakaian Bekas yang berjualan di
ABSTRAK
Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga batih
yang baik terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya, keluarga
merupakan agen sosialisasi primer yang berfungsi sebagai wadah ataupun tempat
pertama sekali pengenalan akan nilai-nilai maupun norma bagi anak balita. Ibu
penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu bekerja sambil membawa
anak yang berumur di bawah lima tahun, sambu merupakan kawasan yang dilabelkan
masyarakat sebagai lingkungan yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan
memiliki lingkungan yang keras sehingga dapat memberikan pengaruh buruk bagi
perkembangan anak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi deksriptif. Dalam hal ini data
dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data berupa
observasi partisipastif, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran online kemudian
data – data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan diinterpretasikan dan
dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan
analisis data dapat diketahui bahwa ibu penjual pakaian bekas yang berjualan sambil
membawa anak ke dalam lingkungan eksternal yang memiliki keadaan lingkungan
yang kurang memilki kontrol sosial yang baik tetap dapat melakukan fungsinya
sebagai ibu dalam keluarga yaitu fungsi perlindungan, fungsi afeksi, dan fungsi
sosialisasi terhadap anak dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan adanya
strategi-strategi khusus yang digunakan oleh para ibu penjual pakaian bekas dalam mengasuh
anaknya, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar para ibu penjual
pakaian bekas termasuk ke dalam pola pengasuhan yang bertipe Autoritative
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang
memilki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang
memiliki hubungan darah, tali perkawinan, atau adopsi dan yang hidup bersama-sama
untuk periode waktu yang tidak terbatas (J.Dwi Narwoko, 2004 : 72).
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap
proses sosialisasi manusia, di dalam keluarga akan ditanamkan nilai maupun norma
untuk berperilaku di keluarga dan masyarakat, hal ini dimungkinkan karena berbagai
kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer
yang selalu tatap muka diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti
perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua mempunyai kondisi yang tinggi
untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional dimana
hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan
sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orangtua mempunyai peranan yang penting
terhadap sosialisasi anak (Bruce J.Cohen, 1992 : 172), terdapat 7 fungsi yang terdapat
dalam institusi keluarga yaitu Fungsi Pengaturan Sosial, Fungsi Reproduksi, Fungsi
Sosialisasi, Fungsi Afeksi, Fungsi Penentuan Status, Fungsi Perlindungan dan Fungsi
Ekonomi (Horton Dan Hunt, 1996: 274-279), dalam melakukan fungsi-fungsi
keluarga tersebut setiap anggota keluarga memilki perannya masing-masing dari
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya
ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh
budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh
sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan
putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang
berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu.
Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan
dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap,perilaku, dan
kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian
semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan
pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan
diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner
1953: 207).
Faktor lingkungan sosial memiliki sumbangannya terhadap perkembangan
tingkah laku individu anak ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa
awal kanak-kanak sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua
cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini
memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk
perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara
anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti
orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas atau yang sering dikenal dengan istilah
Inang-Inang Sambu berjualan di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan, kawasan
ini merupakan kawasan yang menjadi salah satu pusat pasar terbesar di kota Medan,
pasar yang beroperasi setiap hari ini didatangi oleh para pembeli baik dari dalam kota
bahkan sampai luar kota, kondisi sosial lingkungan dalam pasar ini dapat dikatakan
memiliki lingkungan yang bebas, keras dan relatif tidak terkontrol, hal ini ditandai
dengan dengan banyaknya bentuk-bentuk penyimpangan social yang terjadi seperti
adanya pencopetan, perkelahian baik perkelahian antara pemuda setempat maupun
antara pedagang dengan pedagang dan lain sebagainya, bahkan kawasan ini
dilabelkan oleh masyarakat sebagai Sarang Manusia Buas dimana istilah tersebut
merupakan singkatan dari kata sambu, istilah ini diperoleh dari para pedagang yang
berjualan di kawasan Sambu maupun para pembeli di kawasan ini serta stakeholders
yang lain.
Dari pemaparan diatas hal ini menjadi menarik untuk diteliti adalah
bagaimana pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh perempauan/Ibu penjual
pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu kota Medan di tengah keadaan
lingkungan eksternal yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan terkenal
kasar tersebut, hal lain yang ingin dilihat adalah bagaiamana proses sosialisasi yang
akan diterima oleh anak-anak mereka, apalagi sejauh pengamatan yang ada anak-anak
yang dibawa oleh ibunya tersebut berkeliaran bebas di daerah sambu tersebut, dan
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian
Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan?
2. Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual
Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan
Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh
Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adapun Manfaat teorotis penelitian ini adalah:
1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memperoleh
pemahaman yang baik mengenai pola pengasuhan anak oleh
2. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
rujukan untuk penelitian-penelitian berikut yang sejenis.
1.4.2. Manfaat Praktis
Adapun Manfaat praktis penelitian ini adalah:
1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan memberi pandangan mengenai
pola pengasuhan anak dan pemenuhan sosialisasi yang diberikan kepada
anak oleh Perempuan/Ibu Penjual Pakaian Bekas yang berjualan di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Teori Peran (Role Theory)
Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam
hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang
antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa
yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran
merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu
misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya,
diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa
seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena
statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya.
Perilaku ditentukan oleh peran sosial Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder
(1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang
dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan
kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan
kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar
warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima
belah tahun, mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia
enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda. Usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun,
punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima
tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat
kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam
pembagian lagi.
2.1.2. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai
dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Kemudian Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “ a process by
which a child learns to be a participant member of society” – proses melalui mana
seoarang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat
( Kamanto Sunarto 1993 ; 27) Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori
mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan
peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi
menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam
masyarakat).
2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekunder
1. Sosialisasi primer didefenisikan Peter L. Berger dan Luckmann sebagai
menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung
saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak
mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di
sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat
dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola
interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat
ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak
dengan anggota keluarga terdekatnya.
2. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok
tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan
desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas
diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
2.1.4. Proses Sosialisasi
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang
dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) Tahap ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna.
2. Tahap meniru (Play Stage) Tahap ini ditandai dengan semakin
sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh
orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang
diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap
ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah
mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang
yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari
mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini
disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
3. Tahap siap bertindak (Game Stage) Peniruan yang dilakukan sudah mulai
berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan
sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya
tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan
teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan
hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan
luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan
itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage) Pada tahap ini
seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya
pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat
bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi
dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari
pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan
perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam
arti sepenuhnya.
2.1.5. Agen Sosialisasi
Fuuler dan Jacobs dalam (Kamanto Sunarto 1993 ; 30-35)
mengidentifikasikan lima agen sosialisasi utama yaitu keluarga, kelompok bermain,
media massa dan sistem pendidikan. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
melaksanakan atau melakukan sosialisasi
2.1.6. Double Burden (Beban Kerja Ganda)
Beban ganda, maksudnya: Perempuan mempunyai beban pekerjaan di luar
rumah(sector public) dan sekaligus beban tanggung jawab diri sendiri,
ketidak-adilan gender yaitu : Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe (citra baku),
Kekerasan
2.1.7. Fungsi – Fungsi keluarga
Dalam setiap masyarakat, keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang
berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaiakan tugas-tugas tertentu,
tugas-tugas tersebut dilakukan dalam 7 fungsi- keluarga yang dikemukakan oleh
Horton dan Hunt berikut ini :
1. Fungsi Pengaturan Seksual : Keluarga adalah lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasi
kan kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi Reproduksi : Untuk urusan “memproduksi” anak setiap masyarakat
terutama tergantung pada keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi : Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga
bagi sosialisasi anak-anak ke dalam alam dewasa yang dapat berfungsi
dengan baik di dalam masyarakat itu.
4. Fungsi Afeksi : Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan
akan kasih saying atau rasa dicintai. Dan hal ini dapat diterima di
keluarga.
5. Fungsi Penentuan Status : Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang
untuk memberi beberapa status sosial, seperti seorang kulit putih, kulit
hitam, kaya dan miskin, dll.
6. Fungsi Perlindungan : Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan
perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
7. Fungsi Ekonomi : Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam
sebagian besar masyarakat primitif, para anggota keluarga bekerja sama
sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.
2.1.8. Pola Asuh Anak
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua
mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kohn (dalam
Taty Krisnawaty, 1986: 46) menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang
tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orang
tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan
terhadap anaknya.
Tipologi gaya pola asuh Baumrind (1971) mengidentifikasi tiga pola yang
berbeda secara kualitatif pada otoritas orangtua, yaitu authoritarian parenting,
1. Authoritarian parenting ( Gaya pola asuh authoritarian )
Pola asuh orangtua yanga authoritarian adalah orangtua yang memberikan
batasan – batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi
memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara
yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga anak harus mengikuti
petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua, contoh
orangtua yang authoritarian akan berkata : “kamu melakukan hal itu sesuai
dengan cara saya atau orang lain”. Dalam hal ini nampak sekali oangtua
bersikap kaku dan banyak menghukum anak – anak mereka yang
melanggar, karena sikap otoriter orangtua.
2. Permisive parenting style ( Gaya pola asuh permisif)
Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak.
Orangtua yang permisif membuat beberapa aturan dan mengijinkan anak –
anaknya untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak mungkin. Ketika
mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan alasan dahulu,
orangtua berkonsultasi dengan anak tentang keputusan yang diambil dan
jarang menghukum. Maccoby dan Martin (1983) menambahkan tipologi
ini karena adanya tingkat tuntutan orangtua dan tanggapan yang ada.
Dengan demikian pola asuh permisif terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Pola Asuh permisif yang penuh kelalaian
3. Autoritative Parenting Style ( Gaya Pola Asuh Autoritative )
Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong anak untuk bebas tetapi
tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan – tindakan
mereka. Adanya sikap orangtus yang hangat dan bersifat membesarkan
hati anak, dan komunikasi dua arah yang bebas membuat anak semakin
sadar dan bertanggung jawab secara sosial. Hal ini disebabkan karena
orangtua dapat merangkul dan mencarikan alasan untuk solusi di masa
depan.
2.2. Defenisi Konsep
Berikut adalah beberapa konsep penting yang digunakan dalam penelitian ini,
defenisi konsep dimaksudkan untuk mempermudah pengertian terhadap fenomena
yang ada sehingga dapat dijadikan panduan.
1. Pola Pengasuhan anak : orang tua mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
2. Pemenuhan sosialisasi anak : bagaiamana sosialisasi yang diterima anak
yang dibawa Ibu/Perempuan Penjual pakaian bekas ke kawasan jalan rupat
sambu kota medan.
3. Ibu/perempuan penjual pakaian bekas: Perempuan sekaligus Ibu yang
mempunyai anak dan melakukan seperangkat peran.
4. Lingkungan sosial jalan rupat sambu kota medan : Kawasan yang terletak
dengan sarang manusia buas yang memilki kondisi social yang
keras,bebas dan control social yang kurang.
5. Fungsi perlindungan Ibu kepada anak : Dalam setiap masyarakat, keluarga
memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh
anggotanya, begitu juga dengan Ibu/perempuan penjual pakaian bekas
tersebut melakukan fungsi perlindungan kepada anak yang dibwanya ke
kawasan jalan rupat sambu kota medan
6. Status sosial/pendidikan Ibu : Status/Pendidikan terakhir yang dimilki oleh
Ibu/Perempuan penjual pakaian bekas.
7. Double burden: Beban Kerja ganda Beban ganda, maksudnya: Perempuan
mempunyai beban pekerjaan di luar rumah(sector public) dan sekaligus
beban tanggung jawab diri sendiri, keluarga(sector domestic), beban kerja
ganda merupakan salah satu dari lima bentuk ketidak-adilan gender yaitu
: Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe (citra baku), Kekerasan.
8. Pola Asuh terhadap anak oleh Ibu/perempuan penjual pakaian bekas:
bagaiamana pola asuh anak yang diterapkan oleh Ibu di tengah kondisi
lingkungan yang tidak layak mendukung perekembangan anak, apakah
dapat melakukan fungsi perlindungan dengan baik atau ikut larut dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan
bahasa dalam suatu monteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moleong 2006). Penelitian deskriptif merupakan metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan
apa adanya.
3.2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi Lokasi Penelitian ini adalah Kawasan Jalan Rupat
Sambu Kota Medan yaitu pasar yang terkenal dengan istilah Sarang manusia buas
karena memilki kontrol sosial yang kurang dan memilki lingkungan yang keras.
Alasan pemilihan lokasi ini adalah terdapatnya unit analisis data yang dapat
mendukung penelitian ini berupa ibu – ibu penjual pakaian bekas yang melakukan
seperangkat peran yaitu berjualan sambil menjaga anak di kawasan Jalan Rupat
Sambu Kota Medan.
3.3. Unit Analisa Data
3.3.1 Unit Analisis
Informan kunci:
1. Ibu-ibu yang berjualan dan membawa anaknya ke kawasan jalan rupat
sambu kota medan, dan minimal sudah berjualan di kawasan tersebut
selama 6 bulan.
Informan biasa:
1. Anak yang dibawa ke kawasan jalan rupat sambu kota medan oleh Ibu-ibu
yang berjualan dan membawa anaknya ke kawasan jalan rupat sambu kota
medan, dan minimal sudah berjualan di kwasan tersebur selama 6 bulan
2. Pedagang bekas lain di kawasan tersebut, langganan, dan pemuda setempat.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan,
untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
beberapa metode untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu:
Data Primer, diperoleh melalui:
1. Wawancara mendalam seacara umum adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif
lama, dengan demikian, kekhasan wawancara mendaam adalah
Hal-hal yang ingin diwawancara adalah berupa informasi mengenai pola
pengasuhan anak yang dilakukan oleh Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas
di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan.
2. Observasi Partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap
objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada
dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan (Burhan Bungin 2008 : 116) .
Disini peneliti akan melakukan observasi ke lapangan, ikut juga serta
berjualan dengan Ibu – Ibu Penjual pakaian bekas yang melakukan peran
pengasuhan anaka di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan dan bermain
dengan anak – anak yang dibawa oleh Ibu – Ibu yang berjualan.
Data Skunder, diperoleh melalui:
1. Studi kepustakaan, yakni dengan menggunakan buku-buku atau referensi
lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.
2. Dokumentasi, dapat berupa foto atau rekaman video dan sebagainya
3. Penelusuran data Online melalui internet.
3.5. Interpretasi Data
Disini peneliti akan menggelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam, observasi partisipatif, studi kepustakaan, dokumentasi dan
penelusuran data online, selanjutnya data-data tersebut akan dikategorisasi lalu
mengadakan edit data dan dievaluasi dengan konsep konsep yang sudah ada dan
menggabungkan dengan konsep-konsep yang akan ditemukan dilapangan, sampai
3.6. Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan ke :
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observai x
2 Acc Judul x
3 Penyusunan Proposal Penelitian x x
4 Seminar Proposal Penelitian x
5 Revisi Proposal Penelitian x
6 Penelitian Ke Lapangan x
7 Pengumpulan Dan Analisis Data x
8 Bimbingan x x x x x
9 Penulisan Laporan Akhir x x x
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Jalan Rupat Sambu
Pakian Monza adalah sebutan pakaian bekas bagi masyarakat Medan, pakaian
ini berasal dari luar negeri yang dieksport, pakaian monza dikenal masyarakat dengan
pakaian yang bahan kainnya yang bagus dan tahan lama ditambah dengan harganya
yang murah dan terjangkau bagi tingkat perekonomian masyarakat. Kata monza
sebenarnya berasal dari singkatan “mongonsidi plaza”, karena pakaian bekas ini
awalnya dijual di daerah mongonsidi sehingga pakaian bekas ini dikenal masyarakat
Medan dengan pakaian monza, setelah perkembangan waktu kini pakaian monza
sudah dijual di beberapa daerah lain di Medan seperti Jalan Rupat Sambu, Pajak
Melati, Jalan Pancing, Petisah dan tempat lainnya termasuk kawasan luar kota.
Jika melihat perkembangan pakaian monza di Jalan Rupat Sambu Kota
Medan dimulai Pada tahun 1980 sampai 1990 sebenarnya kawasan ini pertama kali
digunakan sebagai jalur trayek angkutan umum (angkot), pada awalnya pedagang
yang berjualan di kawasan ini hanya penjual loak ataupun pedagang pakaian bekas
milik masyarakat medan secara langsung dan bukan pakaian yang berasal dari luar
negeri mereka sering disebut sebagai pedagang langsam, tahun 1990-1992 para
pedagang pakaian monza mulai berdatangan kemudian bertambah sedikit demi
Pada saat tersebut kawasan jalan rupa menjadi kawasan yang sangat kotor dan
tergenangi oleh lumpur yang sangat banyak hal ini diakibatkan oleh pengangkutan
sampah kurang lancar, akibat lumpur yang banyak menyebabkan daerah tersebut
tidak dapat dilalui lagi oleh angkutan umum sehingga trayek angkutan umum yang
biasanya melalui kawasan ini terhenti dan melalui jalur lain. Hal tersebut
menguntungkan para pedagang monza karena para pedagang dapat berjualan tanpa
harus mengangkat barang dagangannya jika ada angkutaan umum yang lewat, karena
biasanya para pedagang harus mengangkat barang dagangannya jika angkutan umum
lewat.
Dengan kondisi lingkungan yang dipenuhi becek para pedagang tidak
mungkin berjualan di kawasan becek maka para pedagang mulai membuat kios-kios
darurat ataupun kios-kios sederhana untuk berjualan, hal ini terjadi pada tahun
1992-1995, namun ketika para pedagang pakaian monza sudah mulai membuat kios-kios
darurat untuk berjualan tidak demikian dengan para pedagang loak ataupun pedagang
langsam mereka tidak mau membeli lapak kepada para pemuda setempat seperti
pedagang monza, beginilah akhirnya banyak pedagang pakaian monza memiliki
lapak ataupun tempat untuk berjualan, sedangkan para pedagang loak ataupun
pedagang langsam hanya berjualan dengan menempati lahan yang belum terpakai.
Pada tahun 1995-2000 akhirnya pedagang monza sudah memiliki tempat
dagangan yang permanen, karena sebelumnya pedagang monza hanya menggunakan
tenda-tenda biasa dengan sistem bongkar pasang, sedangkan para pedagang loak
ataupun pedagang langsam tetap berjualan di lokasi yang kosong, sehingga kawasan
Pada tahun 2000-2005 tepatnya pada tahun 2004 terjadi pengkorekan tanah
oleh Pemerintah Kota Medan hal ini diakibatkan karena lumpur di kawasan ini sudah
semakin parah apalagi jika turun hujan sehingga kios dibongkar, setelah tanah
dikerok akhirnya daerah tersebut diaspal dengan memakan waktu 2 bulan, setelah
diaspal para pedagang kembali berjualan di jalan rupat dengan kios yang lebih
permanen dan dengan aspal yang sudah dapat dilalui kendaraan, sehingga arus
perputaran ekonomi dapat berlangsung dengan lebih baik lagi.
Jalan rupat sambu dikelola oleh Koperasi Pedagang Kaki Lima Terminal
Sambu yang merupakan koperasi binaan oleh KPUM (Koperasi Pengangkutan
Umum Medan), dimana koperasi ini bertindak sebagai badan yang mengatur dan
sebagai keamanan bagi para pedagang pakaian monza yang berjualan di jalan rupat
sambu, Koperasi ini mengenakan biaya iuran harian sebesar Rp.1.000,- per hari
kepada para pedagang.
4.1.2. Lokasi dan Keadaan Wilayah
4.1.2.1. Lokasi dan Letak Geografis
Jalan Rupat Sambu terletak di Kecamatan Medan Timur, dan terletak di
kawasan jantung kota Medan, disekitar jalan rupat sambu terdapat pusat perbelanjaan
seperti Medan Mall maupun pusat perbelanjaan lain seperti Central dan Terminal
Sambu yang menjadi pusat angkutan umum di Medan milik KPUM. , sehingga
4.1.2.2. Batas – Batas Wilayah
Adapun yang menjadi batas – batas dari jalan rupat sambu kota Medan adalah
sebagai berikut :
• Sebelah Barat Berbatasan Dengan Jalan Sutomo
• Sebelah Timur Berbatasan Dengan Jalan Bengkalis
• Sebelah Utara Berbatasan Dengan Jalan Veteran
• Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Jalan Bawean
4.1.3. Komposisi Pedagang
[image:35.612.149.497.392.505.2]4.1.3.1. Komposisi Pedagang Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki – Laki 100 27,5 %
2 Perempuan 264 72,5 %
Jumlah 364 100 %
Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jumlah pedagang di jalan rupat sambu
didominasi oleh perempuan yang ditunjukkan dengan jumlah pedagang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 264 orang dengan jumlah persentase sebesar 72,5 %
dan selebihnya adalah pedagang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 100 orang
Sehingga tidak heran jika dikenal di masyarakat Medan dengan sebutan Inang
- Inang Sambu yang memperlihatkan bahwa pedagang perempuanlah yang paling
dominan jumlahnya di kawasan ini.
[image:36.612.145.498.218.449.2]4.1.3.2. Komposisi Pedagang Berdasarkan Agama
Tabel 4.2
No Agama Jumlah Persentase (%)
1 Islam 2 0,5 %
2 Katolik 62 17,0 %
3 Protestan 300 82,5 %
4 Hindu - - %
5 Budha - - %
6 Kong Hu Chu - - %
Jumlah 364 100%
Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas para pedagang pakaian bekas
di jalan rupat beragama Nasrani, dibuktikan dengan besarnya persentase jumlah
4.1.3.3.Komposisi Pedagang Berdasarkan Etnis
Tabel 4.3
No Etnis Jumlah Persentase (%)
1 Batak toba 330 90,7 %
2 Batak karo 26 7,1 %
5 Etnis lain 5 2,2 %
Jumlah 364 100 %
Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009
Dari tabel diatas terlihat bahwa pedagang yang berjualan di jalan rupat sambu
mayoritas memiliki etnies Batak yakni etnis Batak Toba dan Batak Karo yakni
dengan persentase sebesar 97,8%.
[image:37.612.143.499.136.284.2]4.1.3.4.Komposisi Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SD 100 27,5 %
2 SMP 139 38,0 %
3 SMA 121 33,2 %
4 Diploma dan Sarjana 4 1,3 %
Jumlah 364 100%
Dari tabel dapat dilihat bahwa para pedagang pakaian bekas yang berjualan di
jalan rupat memilki tingkat pendidikan yang rendah ini ditunjukkan dengan jumlah
pedagang yang hanya mengecap pendidikan SD sebesar 27,5 % dan tingkat SMP
sebesar 38,0 % dengan jumlah keduanya adalah 239 orang. Kemudian disusul dengan
tamatan SMA dan yang mengecap pendidikan D-III sampai Sarjana sebanyak 33,2 %
dan 1,3 %.
4.1.4. Fasilitas Umum
Fasilitas umum yang terdapat di jalan rupat sambu kota medan antara lain
adalah terdapatnya 3 kamar mandi umum yang dapat dipakai oleh penjual, pembeli
maupun masyarakat setempat. Kemudian Fasilitas yang digunakan pedagang adalah
adanya 4 gudang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang – barang
dagangan para penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu.
4.2. Profil Informan
4.2.1. Profil Perempuan penjual pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anak
1. Ibu Rosdiana Purba
Ibu yang berumur 41 tahun ini bekerja sebagai pedagang penjual pakaian
bekas yang menjual seprei dan sarung bantal di Jalan Rupat dan telah berjualan di
kawasan ini selama kurang lebih 5 tahun lamanya, pendidikan terakhir yang dikecap
yang bernama Manuel yang berumur 3,5 tahun dibawa oleh ibu Rosdiana ke jalan
rupat.
Jumlah pendapatan perbulan yang diperoleh dari berjualan pakaian bekas
adalah sebesar Rp.2.000.000,- rupiah, penghasilan tersebut diakui adalah penghasilan
bersih yang sudah dikurangi biaya makan, biaya ongkos, dan biaya-biaya kutipan
yang ada di jalan rupat sambu, karena ibu ini mengakui banyak sekali uang kutipan
yang dibebankan kepadanya maupun terhadap semua pedagang yang berjualan di
jalan rupat ini perharinya antara lain uang koperasi sebesar Rp. 1.000,- perhari,
kemudian uang kebersihan, uang kemanan dari pemuda setempat yang jumlahnya
masing-masing adalah Rp.1.000,- perhari ditambah lagi dengan uang jaga malam
yaitu sebesar Rp.2.000,- perhari.
Pekerjaan suami dari Ibu Rosdiana adalah PNS dimana penghasilannya
perbulan adalah sebesar Rp. 2.200.000,-, usia anak – anak yg dimiliki oleh Ibu ini
masing-masing adalah 20 tahun,17 tahun,15 tahun,8 tahun dan 3,5 tahun, Pendidikan
yg dimiliki oleh anak – anaknya adalah SD, SMP, SMA, dan Kuliah, ia mengatakan
bahwa pendidikan bagi anak – anaknya sangatlah penting agar nantinya anak –
anaknya tidak menjadi seperti Ibunya. Ibu ini mengaku alasannya bekerja sebagai
pedagang pakaian bekas di jalan rupat sambu adalah untuk membantu menambah
pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan 5 orang anak yang
semuanya bersekolah, karena jika mengandalkan penghasilan suami maka tidak akan
cukup.
Ibu ini mengatakan bahwa memilih jalan rupat untuk berjualan karena ada
ramai dan pengunjungnya banyak, Ibu ini bekerja dalam sehari dimulai jam 11 pagi
sampai sekitar jam 6 sore.Ibu Rosdiana menyatakan bahwa ia mengetahui bahwa
lingkungan disini adalah lingkungan yang keras dan tidak terkontrol dengan baik hal
tersebut diungkapkan seperti hasil wawancara dibawah ini :
“…..contohnya adalah pencopetan yg dilakukan oleh orang orang sini juganya dek walaupun sebenarnya kami tahu siapa yang melakukan hal tersebut namun kami tak bisa ngomong karena kamipun nyari makan disini, kalau nanti dibilang ya bakal susahlah jualan lagi disini karena digangu-gangu oleh mereka, kemudian anak muda cakap kotor sebenarnya kamipun orangtua tak tahan mendengar tapi ya mau gimana lagi, kemudian dek sering terjadi perkelahian antar preman ataupun nanti antara pedagang dengan pedagang terjadi laga mulut ataupun saling maki-memaki…….”
Ibu Rosdiana sudah mengetahui bahwa keadaan jalan rupat sambu rawan
namun ia mengaku tetap berjualan demi mencari nafkah untuk hidup walaupun sudah
mengetahui keadaan lingkungan sosial sambu yang seperti itu, ibu ini mengatakan
bahwa tetap nyaman saja karena dari tempat seperti itulah ia dapat mencari nafkah,
ibu ini mengakui tetap membawa ke sambu karena ia mengaku bahwa tak ada yg
menjaga anaknya dirumah dan anaknya masih mau ikut ibunya, lebih lanjut Ibu
tersebut mengatakan bahwa
Ibu Rosdiana mengatakan cara mengawasi anaknya ditengah kesibukan
berjualan adalah memberi pengertian untuk anak agar mau membantu menjaga kios
dan membantu berjualan, dia mengatakan walaupun memang dia masih anak balita
yang masih mau bermain, ibu tersebut melakukan dengan cara mengatakan bahwa
dirinya nanti akan capek jika tidak dibantu, ia mengatakan strategi tersebut biasanya
berhasil dan anaknya tersebut dapat tinggal di kios dan dapat dikontrol dengan baik,
Namun diakui strategi tersebut tidak selamnya berhasil dilakukan.
Ibu ini mengatakan bahwa ia pernah lihat anaknya dimasukkan ke goni oleh
pemuda setempat dan akhirnya dia melawan dengan cakap kotor, saya tahu
sebenarnya pemuda tersebut ingin bermain dengan anak saya namun saya tetap kuatir
jika nanti anak saya menjadi takut ataupun kesakitan, sebenarnya saya kesal kepada
pemuda itu, kekesalan Ibu tersebut tampak dengan hasil wawancara dibawah ini
“...ya saya tau saya mencari duit tapi jangan sampai mengorbankan anak, kadang cara saya adalah dengan mengatakan kepada anak saya supaya tidak berbaur dengan pemuda setempat disitu dan saya juga memarahi pada pemuda setempat misalnya dengan ngomongnya tidak terlalu menyakiti hati mereka dengan contohnya tolongalah jangan kek gitu karena dia masih kecil, yah di hari-hari berikut mereka memang mengurangi perlakuan mereka, pokoknya saya menekankan bahwa saya kesini untuk mencari uang dan tetap menekankan bahwa saya juga harus menjaga anak saya, jangan gara-gara mencari uang anak saya menjadi korban…”
Untuk urusan pendidikan dan pola pengasuhan anaknya Ibu ini menyatakan
pernah mengantar anak ke sekolah namun hanya pertama kali sekolah dan untuk
seterusnya jarang, kalaupun pergi ke sekolah hanya untuk mengambil raport dan
acara-acara lainnya, ibu ini mengakui tetap menyempatkan ikut walaupun dengan
mau menggantikan saya untuk berjualan sebentar, Ia mengakui jika anak berprestasi
maka ia akan memberikan hadiah seperti membelikan mainan ataupun membelikan
jajan kesukaannya, dan jika anaknya berbuat nakal ataupun mendapatkan hasil buruk
dalam pendidikan saya akan menasehati dan memarahi, di rumah biasanya saya
membantu dia mengerjakan PR, kalau dia bertanya saya akan membantu yang saya
bisa dan jika dia tidak bertanya maka saya akan wajib memeriksa walaupun dengan
kondisi yang capek, karena bagi saya pendidikan sangat penting dan hasilnya saya
mendapatkan bahwa semua anak - anak saya berprestasi karena mereka menghargai
jerih payah saya untuk mencari uang.
Ibu ini menyatakan bahwa dalam keluarganya perlu untuk makan malam
bersama karena dengan makan malam bersama perbincangan bersama mereka satu
keluarga dapat saling bertukar pikiran dan anak – anak pun dapat dikontrol dengan
baik, untuk menghadapi sifat anak yang dibawa ke sambu dalam meminta jajanan
dengan merajuk ditengah sedang ada pelanggan maka ibu tersebut akan memarahin
dan mencubit dan biasanya anaknya langsung masuk ke kios dan diam, setelah
keadaan tidak ramai maka ibu tersebut akan menjumpai anaknya dan menanyakan
apa yang diinginkan anaknya tersebut sambil memberi nasehat bahwa jika pembeli
sedang ramai jangan diganggu, jadi dengan hukuman dicampur perhatian supaya
anaknya mengerti bahwa ibunya sedang bekerja, cara ibu menolak kecuali dengan
pukulan adalah mengatakan bahwa jajanan yang mau dibelinya tidak enak, tapi kalau
sudah memaksa saya akan berikan selama untuk kesehatan, Ibu ini mengakui bahwa
dan ibu ini melakukannya dengan cara sebelum makan harus berdoa dahulu, jika hari
minggu anak disuruh mengikuti ibadat anak-anak di gereja.
Menurut ibu tersebut dia termasuk sukses dalam melindungi anaknya di
tengah kondisi lingkungan sambu yang terkenal memilki kontrol sosial yang kurang
tersebut hal ini ditunjukkan dengan patuhnya anak – anaknya terhadap orangtua dan
mau belajar rajin tandasnya.
2. Ibu Maya
Ibu yang berumur 33 tahun ini bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang
berjualan sambil menjaga anaknya yang baru berumur 3,5 tahun, pendidikan terakhir
yang dikecap oleh ibu ini adalah kelas 3 SMP dan sudah berjualan di kawasan ini
selama kurang lebih 5 tahun, ibu yang khusus menjual pakaian bekas anak ini
memilki 4 orang anak masing - masing terdiri dari kelas 5 SD, kelas 3 SD, dan 2
orang belum sekolah yakni umur 5 tahun dan 3,5 tahun. Rizal yang berumur 3,5
tahun merupakan anak yang dibawa sambil berjualan ke kawasan jalan rupat sambu
kota medan, Ibu ini mengaku penghasilan yang diperoleh dalam sebulan sebesar
Rp.3.000.000,- dan dinyatakan cukuplah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia
mengaku berjualan demi membantu perekonomian keluarga dan membantu suami
yang berjualan juga.
Ibu Maya mengakui tidak merasa khawatir jika anaknya besar nanti akan
berperilaku kurang baik karena dibesarkan di sambu karena ia mengatakan bahwa
anak - anaknya selalu diberi perhatian dan selalu dinasehati dengan baik, namun
dalam pemberian nasehat dan perhatian ibu Maya mengaku harus lebih ekstra
adalah Sarang Manusia Buas tandasnya, Ia mengaku bahwa begitu kerasnya dan
sangat mengerikan kalau kita tidak terbiasa hidup di Sambu karena begitu banyak
pencopetan, perkelahian antar preman maupun perkelahian antara preman dengan
penjual dan antara penjual dengan penjual bahkan ada juga terjadi kasus
pembunuhan, maka dengan hal tersebut ia mengaku harus selalu memperhatikan
gerak - gerik anaknya jika sedang tidak bersamanya di kios, misalnya seperti
bermain-main di jalan rupat sambu bersama teman-temanya yang lain yang dibawa
oleh orangtua mereka berjualan.
Ibu Maya mengatakan walaupun sudah mengetahui bahwa lingkungan Sambu
sangat keras namun ia tetap membawa anaknya ke sambu diakibatkan karena anak
anaknya yang lain masih kecil sehingga anak yang paling kecil dibawa bersama
dirinya ke sambu dan ketiga anaknya yang lain dijaga oleh neneknya dirumah. Ibu
Maya mengatakan tidak merasa beban yang berat jika harus bekerja sambil menjaga
anaknya karena ia mengakui bahwa sudah terbiasa hidup keras sejak kecil, sehingga
untuk mengurus anak sambil berjualan adalah hal yang biasa bagi dia, seperi
penuturannya dibawah ini:
“…kalau beban ya enggak lah dek karena udah terbiasa sejak kecil hidup keras, apalagi dalam hal menjaga anak tentu hal tersebut yang paling diutamakan karena bagi orang batak ada semboyan yaitu anakoki do hamoraon dia au (anakku adalah kekayaanku)…”
Dalam mendidik anak-anaknya ibu ini tegas pada anaknya jika berbuat nakal
maka ia akan ditegor dan dicubit dan bila berprestasi diberikan hadiah seperti jajan
ataupun membelikan permaianan anak. strategi khusus yang dilakukan untuk
bergantian melakukan pengawasan kepada anak sehingga anak sangatlah terawasi
dengan baik. Ia mengaku selain menyekolahkan anak-anaknya ia juga memberikan
les tambahan pada anaknya yang sudah sekolah ini dilakukan agar anak-anaknya
dapat menjadi pintar dan besarnya nanti bisa menjadi orang berhasil tutur Ibu Maya,
selain itu ibu Maya juga membantu mengajari sebisanya mata pelajaran yang bisa
diajarkan jika anaknya mempunyai pekerjaan rumah
Ibu Maya mengatakan bahwa anak-anaknya selalu dinasehati dan diberi
penanaman nilai maupun norma yang baik agar anak dapat menjadi anak yang baik
misalnya seperti melarang mengucapkan kata-kata kotor, kemudian mengatakan
untuk menghormati orang yang lebih tua terkhusus orangtuanya sendiri, kemudian
dalam penanaman nilai – nilai religius ibu Maya mengajarkan anaknya untuk berdoa
sebelum maupun sesudah bangun tidur dan menyuruh anknya untuk sekolah minggu
di hari minggu, hal ini dikatakan ibu Maya bahwa sangatlah perlu agar anak- anak
ingat akan Tuhan karena kalau ingat Tuhan akan mendapatkan berkat yang
melimpah. Ibu Maya mengatakan jika anaknya merajuk untuk meminta suatu hal
maka ibu Maya biasanya memberi nasehat misalnya seperti mengatakan bahwa
barang yang mau dibeli itu tidak baik ataupun tidak enak, namun diakuinya jikalau
sudah meminta terus menerus maka ibu akan memberikannya selama tidak
menggangu kesehatan anak, menurutnya ia dapat melindungi anaknya dengan sukses
karena ia mengatakan biasanya anaknya selalu mau menuruti semua perkataan
3. Ibu Romauli
Ibu yang berumur 45 tahun ini bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang
berjualan sambil menjaga anaknya yang baru berumur 5 tahun, Ibu Romauli
mengecap pendidikan terakhir adalah kelas 6 SD dan sudah berjualan di kawasan ini
selama kurang lebih 7 tahun, ibu yang khusus menjual gorden bekas ini memiliki 3
orang anak masing-masing terdiri kelas 1 SMP, kelas 4 SD dan seorang belum
sekolah yakni umur 5 tahun yang bernama Citra yang merupakan anak yang
dibawanya sambil berjualan ke kawasan jalan rupat.
Ibu Romauli menyatakan bekerja sebagai pedagang pakaian bekas hanya
untuk mengisi waktu luang dan untuk menambah perekonomian keluarga dengan
penghasilan yang diperoleh dalam sebulan kira-kira sebesar Rp.2.500.000,- dan
dinyatakan lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu dijelaskan dalam
wawancara sebagai berikut:
“… kalau saya dek, jualan disini biar gak bosan aja di rumah, karena Suami ibu kerja di PT.Coca-Colanya sebagai kepala kemanan dan udah lumayan gajinya, jadinya kerja disini hitung-hitung supaya gak bosan di rumah trus supaya gerak badan ini…..”
Ibu Romauli bekerja dari pukul 12.00 sampai pukul 05.30 sore, hal itu
dikatakan karena ia juga harus membereskan rumah dahulu sebelum pergi dan dia
harus cepat sampai di rumah sebelum suaminya pulang, dalam urusan mendidik anak
– anaknya ibu ini termasuk ibu yang tidak suka memukul namun ia mengatakan lebih
banyak menasehati daripada memukul anak - anaknya, karena bagi dia memukul akan
memberikan dampak yang tidak baik bagi anaknya tersebut, ibu ini mengatakan
dikatakan oleh orang-orang karena menurut dia sambu adalah lingkungan yang
nyaman karena dapat memberikan penghasilan tambahan bagi keluarganya, namun
untuk perkembangan anak memang diakuinya lingkungan Sambu ini memang sangat
tidak baik untuk anaknya, maka jika anaknya nanti sudah sekolah kelas 1 SD anaknya
tidak akan dibawanya lagi ke sambu agar perkembangan anaknya bisa menjadi bagus.
Strategi yang biasa dilakukan oleh ibu Romauli untuk memberikan
perlindungan kepada anaknya yang dibawa ke lingkungan sambu adalah selalu
memberikan nasehat dan melarang anaknya untuk bermain keluar kios agar anaknya
tetap terkontrol dengan baik dan ibu Romauli biasanya sudah membelikan jajanan
yang lumayan banyak untuk anaknya tersebut agar anaknya tetap berada di kios
bersamanya, kemudian ibu Romauli mengatakan bahwa jika anaknya tersebut tidak
mau mematuhi apa yang diakatakannya maka untuk besok - besok anaknya tidak
akan dibawa lagi ke sambu dan ditinggalkan di rumah, Ia mengajui biasanya strategi
ini berhasil , Ibu Romauli mengaku tetap membawa anaknya adalah karena anaknya
selalu meminta untuk ikut dengannya, apalagi karena ibu Romauli mengaku bahwa
pekerjaanya tidak terlalu memberatkan maka anaknya dibawa lokasi berjualan.
Dalam Urusan pendidikan biasanya dilakukan oleh Suaminya karena untuk
masalah belajar ia mengakui tidak bisa seperti hasil wawancara di bawah ini:
“… kalau untuk PR ataupun tugas sekolahnya dek saya gak tau karena biasanya Bapaknya yang membantu mengerjakan tugas anak -anak yang sudah sekolah dan untuk si kecil ini ya saya ajari berhitung 1-10 ataupun membaca sedikit-sedikit tapi memang bapaknyalah dek yang paling banyak mengajari, kalau saya hanya menanykan apakah ada PR dan kalau ada tanya sama bapak kalian saya katakan kepada anak-anak saya dek, karena pendidikan sangat penting bagi saya, karena untuk itulah saya mau kerja kek gini…”
Hal itu dilakukan agar anak-anaknya nanti bisa lebih hebat daripada
orangtuanya, dalam menanamkan nilai, maupun norma biasanya Ibu ini selalu
memberikan nasehat ataupun peringatan kepada anaknya agar taat beribadat ataupun
selalu menghormati orang yang lebih tua ataupun jangan sampai berbicara kotor,
jangan berkelahi, dan semua itu dilakukan dengan cara mengatakan kepada
anak-anaknya sepert ini:
“… kasihanlah kalian nengok mamak dan bapak yang capek bekerja ya anak-anak ku….”
Dan semua penanaman nilai-nilai itu diberikan kepada anaknya ketika
sarapan pagi bersama sebelum semuanya pergi sekolah dan sebelum suaminya
bekerja, karena menurutnya nasehat sangatlah penting bagi anak – anak sekarang
yang sudah banyak mengenal alat - alat canggih seperti handphone ataupun internet.
Ibu Romauli mengatakan bahwa ia sukses dalam melindungi anaknya yang dibawa ke
Sambu karena anaknya selalu patuh kepada ibunya dan bapaknya.
4. Ibu Lenta
Ibu Lenta berumur 35 tahun, bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang
berjualan sambil menjaga anaknya yang berumur 3 tahun, pendidikan terakhir yang
dikecap oleh ibu ini adalah kelas 3 SMA dan sudah berjualan di kawasan ini selama
kurang lebih 6 tahun, ibu yang khusus menjual celana dalam bekas ini memiliki 3
orang anak yaitu umur 10 tahun, 8 tahun dan 3 tahun dan Nazua adalah anak yang
dibawanya sambil berjualan ke kawasan jalan rupat. Ibu Lenta mengaku penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya, ia mengaku berjualan demi membantu
perekonomian keluarga dan membantu suaminya yang bekerja sebagai tukang becak
mesin.
Ibu Lenta bekerja dimulai pukul 09.00 pagi dan selesai pukul 06.00 sore,
semui ini dilakukan agar dapat mendapatkan penghasilan yang lebih karena dengan
jam buka yang lebih cepat mudah - mudahan mendapat rejeki yang lebih besar
tandasnya, sepanjang ia berjualan disini ia menyadari bahwa lingkungan sambu
merupakan lingkungan yang kurang baik untuk perkembangan anak karena banyak
sekali terjadi tindak kejahatan ataupun nilai kesopanan sangat kurang di sambu ini
tandasnya, ia tetap membawa anaknya Nazua karena memang tidak ada pilihan lain
karena kedua anaknya yang lain masih kecil sehingga belum dapat menjaga adiknya
yang dibawa ke sambu ini karena nanti kalau ditinggal malah semakin takut karena
kedua kakaknya juga masih kecil-kecil.
Ibu Lenta mengakui tidak ada strategi khusus untuk melindungi anaknya di
kawasan jalan rupat ini, terlebih karena memang anaknya yang pemalu sehingga
biasanya anaknya tidak pernah jauh dari saya dan dia selalu “mengekor” kemana saya
pergi tandasnya, namun permasalahannya adalah Ibu ini berkata anaknya pernah
menanyakan apa artinya kata - kata yang sering diucapkan oleh pemuda setempat
yaitu kata - kata kotor , lalu Ibu berkata dengan terkejut kepada anaknya bahwa kata -
kata itu adalah kata yang sangat tidak sopan, maka sejak saat itu ibu ini selalu
menasehati anaknya tersebut baik di Sambu maupun di rumah, Ibu ini selalu
tersebut menanamkan nilai - nilai dan norma yang baik kepada anak misalnya bahwa
kata orangtuanya dan lain sebagainya tandasnya.
Ia mengatakan bahwa jika anak - anaknya tidak menuruti perkataan
orangtuanya maka Ibu tersebut akan memberikan hukuman yang diberikan adalah
hukuman fisik seperi pukulan ataupun nasehat – nasehat agar tidak mengulanginya
lagi, Ia mengatakan merasa memiliki beban yang berat jika harus bekerja sambil
menjaga anaknya namun karena alasan ekonomi hal tersebut dilaksanakannya karena
jika mengandalkan suami yang bekerja sebagai tukang becak maka tidak akan
mungkin keluarganya dapat melanjutkan hidup, Ibu ini mengakui merasa khawatir
jika anaknya besar nanti akan berperilaku kurang baik karena dibesarkan di sambu
maka ia berniat setelah agak besar maka anaknya akan dititip di dekat rumah saja,
sampai sejauh ini ibu Lenta merasa sukses dalam mendidik anak karena Ibu ini
mengatakan bahwa pernah ia mendengar anaknya ketika bermain di rumah bersama
teman-teman dan ketika bermain salah satu kawannya mengatakan kata - kata kotor
dan ia mengatakan kepada kawannya bahwa itu adalah kata-kata yang pantang, ini
menunjukkan bahwa anaknya mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibunya
tandasnya.
5. Ibu Eva
Ibu yang berumur 35 tahun ini bekerja sebagai pedagang yang menjual gaun
perempuan dan telah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 15 tahun lamanya,
pendidikan terakhir yang dikecap oleh Ibu ini adalah tingkat SMA, Ibu ini memiliki 3
oleh ibu Eva ke jalan rupat. Jumlah pendapatan perbulan yang diperoleh dari
berjualan pakaian bekas adalah sebesar Rp.1.200.000,00. penghasilan tersebut diakui
adalah penghasilan bersih yang sudah dikurangi biaya makan, biaya ongkos, dan
biaya - biaya kutipan di jalan rupat karena ibu ini mengakui banyak sekali uang
kutipan.
Pekerjaan suami dari Ibu Eva adalah PNS dimana penghasilannya adalah
sebesar Rp. 2.200.000,00 , usia anak – anak yg dimiliki oleh Ibu ini masing-masing
adalah, 11 tahun, 9 tahun dan 4 tahun, Pendidikan yg dimiliki oleh anak – anaknya
adalah SD dan SMA, ia mengatakan bahwa pendidikan bagi anak – anaknya
sangatlah penting agar nantinya anak – anaknya tidak menjadi seperti Ibunya. Ibu ini
menyatakan bekerja sebagai pedagang pakaian bekas adalah untuk mencari nafkah
dan menambah penghasilan keluarga. Ibu Eva menyatakan bahwa lingkungan sambu
seram jika kita merasa demikian namun jika kita merasa biasa saja maka akan merasa
nyaman berada di sambu karena disinilah ia bisa melanjutkan hidup
Ibu Eva menyatakan bahwa tidak kuatir dengan perkembangan anak jika
dibawa ke sambu karena anaknya selalau diberi nasehat dan diperhatikan, diakui Ibu
Eva bahwa ketika berjualan anaknya Keke selalu bermain dengan teman temannya
yang lain yang merupakan anak dari pedagang lain yang dibawa ke sambu, ia
mengatakan bahwa ketika melayani para pembeli ibu ini juga selalu memperhatikan
kemana gerak - gerik anaknya tersebut, namun tidak selamanya selalu dapat
terkontrol maka sebelum pergi ke Sambu Ibu Eva mengatakan kepada anaknya agar
usahakan jangan bermain dengan para pemuda setempat seperti hasil wawancara
sebagai berikut: