• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Uraian Tumbuhan

II. Keadaan Patologik

1. Peradangan sistemik atau setempat

Infeksi jamur di kulit kepala dan rambut akan menyebabkan kerontokan maupun kerusakan batang rambut.

2. Obat

Umumnya obat antineoplasma seperti vinkristin (Soepardiman, 2007).

Faktor lingkungan secara lokal dapat mempengaruhi faal kulit kepala sehingga menyebabkan kerontokan rambut. Faktor lingkungan demikian meliputi perubahan cuaca yang ekstrim, terlalu panas atau terlalu dingin, sengatan surya, sinar- X, dan radioaktif, pelekatan dan infeksi jasad renik , iritasi zat kimia atau penutupan dan penekanan rambut berikut kulit kepala seperti pemakaian topi, kudung atau helm. Jika faktor lingkungan ini terjadi terus-menerus dan berulang-ulang, kulit kepala akan mengalami degenerasi kronik pada sel-sel epidermis; kulit kepala akan menjadi kasar; terjadi gangguan keratinasi, akhirnya terjadi kerontokan rambut. Disamping itu, akan terjadi perubahan dalam sekresi sebum yang kemungkinan akan diikuti dengan pembentukan ketombe (Ditjen POM., 1985). Menurut beberapa buku, jumlah rambut yang rontok normalnya setiap hari rata-rata 40 sampai 100 helai. Jika melebihi 100 helai, maka perlu penanggulangan atau pengobatan (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).

Menurut Depkes RI (2000) metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu:

a. Cara dingin

 Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

 Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara panas

 Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.  Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

 Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

 Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

 Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur

sampai titik didih air. 2.8 Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM., 1995).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan ke seluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 2008). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis seperti karbopol dan semisintetis seperti

hidroksipropilmetilselulosa, karboksimetilselulosa. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994; Allen dan Ansel, 2011). Selain mengandung agen pembentuk gel dan air, gel dapat juga mengandung zat aktif, pelarut, pengawet antimikroba seperti metil paraben dan propil paraben serta stabilisator (Allen dan Ansel, 2011).

2.8.1 Hidroksipropilmetilselulosa (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari selulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Larut dalam air dingin membentuk koloid kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, dan eter. Mampu menjaga penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya. HPMC digunakan sebagai pengemulsi, pensuspensi, penyalut, pengikat tablet dan sebagai penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yang dapat mencegah keluarnya tetesan air dan partikel dari penggabungan atau agromerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen. HPMC umumnya dianggap sebagai bahan nontoksik dan tidak menyebabkan iritasi serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang (Rowe, dkk., 2009). 2.8.2 Propilen glikol

Propilen glikol adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur dengan air, aseton dan dengan kloroform (Ditjen POM., 1995). Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi parenteral dan non parenteral. Propilen glikol secara umum merupakan pelarut

yang lebih baik dari gliserin. Sebagai humektan, konsentrasi propilen glikol yang biasa digunakan adalah 15% (Rowe, dkk., 2009).

2.8.3 Metil paraben

Metil paraben merupakan hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar (Ditjen POM., 1995).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Konsentrasi metil paraben untuk penggunaan topikal adalah 0,02-0,3%. Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan eksipien lain seperti: propilen glikol dan phenylethyl alkohol. Metil paraben menunjukkan aktivitasnya pada pH 4-8 dan efeknya berkurang dengan kenaikan pH (Rowe, dkk., 2009).

2.8.4 Propil paraben

Propil paraben merupakan serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna, dan digunakan sebagai pengawet pada kosmetik, produk makanan serta formulasi farmasi. Digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6 %. Propil paraben efektif pada rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas antimikrobanya. Aktivitas antimikrobanya meningkat jika dikombinasikan dengan paraben lainnya (Rowe, dkk., 2009).

BAB I

Dokumen terkait