• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Pengujian Intrumen Penelitian 1. Uji Validitas

1. Keadaan umum Kabupaten Bekasi

Kabupaten Bekasi sebagai penyangga Ibukota Negara mengalami pertumbuhan yang pesat dengan luas wilayah sebesar 127.388 Ha. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2004 mencapai 1.950.209 jiwa. Bila dilihat dari rasio penduduk berdasarkan kelamin adalah 1,04 banding 1,00 dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 996.150 jiwa dan perempuan 954.054 jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk hasil perhitungan sensus tahun 2000 sebesar 4,23 % terdiri dari migrasi 2,33 % dan alamiah 1,90 %. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi bertambah menjadi 2.027.902 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,98 % dari tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan jumlah penduduk lagi sebesar 3.122.698 orang di tahun 2014.

Penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2014 sebesar 3.122.698 orang sehingga rata-rata kepadatan penduduk sebesar 2.451 jiwa per km2. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Tambun Selatan (11.175 jiwa per km2), sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah kecamatan MuaraGembong (263 jiwa km2).

42

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2010-2014

Pertumbuhan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bekasi tidak lepas dengan adanya arus migrasi penduduk yang berasal dari luar Kabupaten Bekasi. Tercatat dari hasil survei penduduk antar sensus 2015 kabupaten bekasi menempati urutan kedua dengan jumlah migrasi masuk terbanyak di Provinsi Jawa Barat setelah Kota Bekasi dengan jumlah migrasi masuk total sebanyak 1.135.449 jiwa. Menurut data BPS Jawa Barat diketahui sebayak 121.132 jiwa yang memutuskan untuk bermigrasi ke Kabupaten Bekasi untuk bekerja sebagai buruh dan jumlah ini merupakan jumlah dominan jika di bandingkan dengan pekerjaan lainnya. Hal ini bukan tanpa alasan karena Kabupaten Bekasi merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia.Kawasan Industri jababeka merupakan salah satu kawasan industri yang ada di Kabupaten Bekasi yang memiliki luas tanah sebesar 2000 Hektar dimana di kawasan industri

43

tersebut terdapat 1650 perusahaan milik lokal maupun asing, selain kawasan industri Jababeka masih ada kawasan industri lainnya yang ada di Kabupaten Bekasi diantaranya Kawasan Industri Ejip, Lippo Cikarang, Kawasan Hyunday, Delta Silicon, MM 2100, Delta Mas dan lain-lain. Tabel 4.2 Migrasi Masuk Total Terbanyak di Provinsi Jawa Barat

Kota Bandung 710.303 Kota Depok 1.022.298 Kabupaten Bogor 1.039.255 Kabupaten Bekasi 1.135.449 Kota Bekasi 1.370.631 Sumber: BPS Jawa Barat Data diolah 2. Transportasi dan Lalu Lintas Kabupaten Bekasi

Jumlah kendaraan bermotor untuk umum dan bukan umum di wilayah Kabupaten Bekasi dalam kurun waktu 10 tahun mengalami kenaikan dalam jumlah angka di setiap tahunnya. Jenis kendaraan sepeda motorlah yang dari tahun ke tahunnya selalu mengalami kenaikan yang signifikan. Tercatat di tahun 2007 jumlah sepeda motor di Kabupaten Bekasi sebanyak 437.486 unit dan selalu mengalami kenaikan sampai tahun 2016 dengan jumlah 1.231.699 unit, jenis kendaraan bermotor umum roda empat selama kurun waktu 10 tahun terakhir pun jumlah kendarannya mengalami kenaikan. Tercatat di tahun 2007 jumlahnya sebanyak 7.322 mengalami kenaikan di tahun 2009 dengan jumlah 7.953 unit dan selalu mengalami kenaikkan sampai tahun 2016 dan tercatat sebanyak 11.327 unit, sedangkan untuk jumlah kendaraan roda empat bukan umum jumlahnya pun mengalami fluktuatif juga dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pada tahun 2007 tercatat sebanyak 59.749 unit , jumlahnya selalu mengalami kenaikan, pada tahun 2009 yaitu menjadi 67.868 unit dan pada tahun 2016 sebanyak 203.023 unit.

Jumlah volume kendaraan yang ada di Kabupaten Bekasi tidak diimbangi dengan kenaikkan panjang jalan yang ada di Kabupaten Bekasi. Menurut data yang di dapat dari situs BPS Kabupaten Bekasi diketahui bahwa dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 tidak terjadi kenaikkan

44

yang berarti, diketahui dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 panjang jalan di Kabupaten Bekasi tidak mengalami kenaikkan sedangkan pada tahun 2015 panjang jalan di Kabupaten Bekasi menjadi 993.100 km pada tahun 2016 panjang jalan di Kabupaten Bekasi mengalami penurunan menjadi 946.997 km. Hal inilah yang menjadi pendorong kemacetan di Kabupaten Bekasi yakni kapasitas jalan yang tidak dapat menampung volume kendaraan yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Tabel 4.3 Panjang Jalan di Kabupaten Bekasi

Tahun Panjang Jalan (km) 2007 981,717 2008 100 2009 982,713 2010 980,164 2011 898,525 2012 841,117 2013 841,117 2014 841,117 2015 993,1 2016 946.997

Sumber: Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2008-2017 3. Kemacetan di Kabupaten Bekasi

Kemacetan yang terjadi di Kabupaten Bekasi telah menjadi rutinitas masyarakatnya, selain berpengaruh terhadap sisi ekonomi, kemacetan yang terjadi pun bepengaruh terhadap sisi psikologis para pengguna jalan. Kemacetan yang terjadi menyebabkan para pengguna jalan menjadi mengalami stress dan kelelahan yang berlebih. Dampak psikologis yang disebabkan oleh kemacetan berpengaruh terhadap perubahan kinerja seseorang terhadap pekerjaannya, perubahan fisik yang dialami oleh pengguna jalan dan juga perubahan emosional pengguna jalan akibat kemacetan.

Kemacetan tidak hanya terjadi pada jam pulang dan berangkat kerja saja, pada jam-jam biasa pun beberapa ruas jalan di Kabupaten Bekasi tetap macet. Menurut Dinas Perhubungan Kabupaten Bekasi terdapat 5 titikyang

45

menjadi titik kemacetan yang ada di Kabupaten Bekasi yaitu Pasar Tambun, Pasar Induk Cibitung, perempatan Plaza Sentra Grosir Cikarang (SGC), Pasar Tumpah Lemahabang dan perbatasan Kabupaten Bekasi-Kabupaten Karawang. Kemacetan terparah terjadi di ruas jalan perempatan Plaza Sentra Grosir Cikarang (SGC).

Terdapat empat daerah di kabupaten Bekasi yang menjadi daerah titik kemacetan yaitu Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Tambun Selatan, Kecamatan Cikarang Utara dan Kecamatan Cikarang Barat. Dari keempat daerah yang menjadi titik kemacetan di Kabupaten Bekasi daerah Cikarang Utara dan Tambun Selatan merupakan daerah dengan titik kemacetan paling parah.Haltersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 dengan melihat lingkaran berwarna hijau untuk daerah dengan tingkat macet yang parah dan lingkaran berwarna biru untuk daerah dengan tingkat macet yang tidak terlalu parah.

46

Gambar 4.1 Peta Kemacetan Di Kabupaten Bekasi

Ada beberapa faktor mengapa keempat kecamatan tersebut menjadi daerah titik kemacetan di Kabupaten Bekasi yaitu daerah tersebut merupakan daerah dengan jumlah penduduk yang paling banyak diantara kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi sehingga terjadi mobilisasi yang banyak setiap harinya di daerah tersebut, faktor selanjutnya adalah bahwa di daerah tersebut terdapat kawasan industri yaitu MM 2100 yang berada di Kecamatan Cibitung dan kawasan indusrti Lippo Cikarang, Ejip dan Jababeka yang berada di Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang Pusat selain itu terdapat pusat perbelanjaan dan pasar tradisional terbesar, stasiundan terminal yang letaknya di Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang barat sehingga aktifitas ekonomi masyarakat bertumpu pada daerah tersebut maka terjadilah kemacetan.Adapun jalan

47

yang dijadikan sebagai penelitian yaitu Jalan RE Martadinata, Jalan Hos Cokro Aminoto, JalanYos Sudarso dan Jalan Raya Fatahilah.

Gambar 4.2

Peta Titik Jalan Kemacetan di Kabupaten Bekasi

Sumber: Google Maps 4. Strategi dalam Mengatasi Kemacetan

Pemerintah Kabupaten Bekasi telah mengupayakan berbagai cara agar kemacetan yang terjadi dapat teratasi. Dimulai dari menutup putaran secara permanen, dibangunnnya underpass di Tambun Selatan, memberlakukan kendaraan untuk tidak berputar arah pada jam-jam yang dianggap menjadi jam-jam kemacetan yaitu pada pagi hari pukul 05.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00-21.00 WIB dan melarang kendaraan besar seperti truk untuk tidak melintas di sepanjang jalan HOS Cokro Aminoto sampai RE Martadinata pada jam-jam kemacetan yaitu pada pagi hari pukul 05.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 17.00-21.00 WIB. Namun kebijakan yang telah diterapkan nampaknya tidak dapat mengurai kemacetan yang ada di Kabupaten Bekasi.

48

Kemacetan yang terjadi di ruas-ruas jalan tertentu di Kabupaten Bekasi sering kali terjadi pada saat jam pergi dan pulang kantor yakni pagi hari pada pukul 05.00-08.00 WIB dan sore hari pada pukul 17.00-21.00 WIB hal ini bukan hanya saja terjadi pada hari-hari biasa hari libur yaitu pada hari sabtu dan minggu pun kemacetan di Kabupaten Bekasi tidak dapat dihindari. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan selain dari faktor penunjang yaitu kapasitas jalan yang tidak dapat menampung volume kendaraan yang melintas. Faktor lain yang menjadi pendorong terjadinya kemacetan di Kabupaten Bekasi yakni perilaku pengendara baik sepeda motor maupun mobil yang seringkali tidak disiplin, misalnya saja yang terjadi di perempatan lampu merah SGC (Sentra Grosir Cikarang) dimana para pengendara tidak tertib dalam mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Hal lainnya yang menjadi penyebab kemacetan di Kabupaten Bekasi yaitu para pemilik kendaraan roda dua maupun roda empat yang memarkirkan kendaraannya di bahu jalan sehingga menyebabkan menghalangi laju kendaraan pengguna jalan yang lain ketika ingin melintas.

Gambar 4.3

Mobil Besar dilarang melintas di Sepanjang Jalan Yos Sudarso

49 5. Karakteristik responden

Karakteristik umum responden di Kabupaten Bekasi yang di temui oleh peneliti sebanyak 60 orang dilakukan dengan cara metode wawancara dan angket. Karakteristik umum responden yang temui sangat bervariasi. Karakteristik umum responden yang diteliti dilihat dari beberapa variabel seperti jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, pendapatan dan jenis kendaraan yang digunakan.

a. Jenis kelamin

Karakteristik jenis kelamin dalam penelitian ini sebagian besar adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah responden sebanyak 39 orang sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 orang. Hal ini dikarenakan responden terbanyak adalah responden yang memiliki jenis pekerjaan supir angkutan umum dimana profesi tersebut didominasi oleh laki-laki. Hal ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendy Sapta Dwi (2009) yang berjudul Analisis Dampak Kemacetan Lalu LintasTerhadap Sosial Ekonomi dengan Contingent Valuation Method (CVM) dengan jumlah responden sebanyak 551 orang dengan responden laki-laki sebanyak 436 orang (79,13%) dan responden perempuan sebanyak 115 orang (20,87%). Hal ini dikarenakan saat pengambilan sampel peneliti lebih banyak mengambil responden yang menggunakan kendaraan pribadi dimana pengguna kendaraan pribadi ini didominasi oleh laki-laki.

Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden

Sumber: Data Primer diolah

65% 35%

50 b. Usia

Karakteristik usia responden dalam penelitian ini sangat bervariatif mulai dari usia muda hingga usia lanjut, distribusi usia responden berkisar dari usia 16 tahun sampai 52 tahun. Jumlah responden tertinggi ada pada usia 16-22 tahun yaitu berjumlah 18 orang, responden yang berusia 23-29 tahun berjumlah 11 orang, responden yang berusia 30-36 tahun berjumlah 13 orang, responden yang berusia 37-42 tahun berjumlah 13 orang, responden yang berusia 43-49 tahun berjumlah 3 orang dan responden yang berusia 50-52 tahun berjumlah 2 orang. Dapat disimpulkan bahwa usia responden di Kabupaten Bekasi merupakan umur produktif.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuzulia Fahrani (2011) dengan judul Kerugian Sosial Ekonomi dan AlternatifKebijakan Dalam Mengatasi PermasalahanKemacetan di Sepanjang Jalan Cicurug Parungkuda, Kabupaten Sukabumi Responden yang berusia ≥60 tahun berjumlah empat orang (1,67 persen dari total keseluruhan responden). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang melewati jalan Cicurug-Parungkuda berada pada usia produktif yaitu berada pada usia 15 – 65 tahun. Perbandingan karakteristik usia responden dapat dilihat pada diagram 4.2.

Diagram 4.2 Usia Responden

Sumber: Data Primer diolah

30% 18% 22% 22% 5% 3% 16-22 thn 23-29 thn 30-36 thn 37-42 thn 43-49 thn 50-52 thn

51 c. Jenis Kendaraan

Karakteristik jenis kendaraan yang digunakan oleh respondenadalah motor, mobil dan angkutan umum. Sebanyak 30 responden menggunakan motor, 23 responden menggunakan angkutan umum dan 8responden menggunakan mobil. Perbandingan persentase karakteristik jenis kendaraan yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada diagram 4.3. Hal ini selaras dengan data yang dipublikasikan olehBPS Kabupaten Bekasi bahwa jenis kendaraan sepeda motor yang mengalami kenaikan jumlah paling signifikan setiap tahunnya tercatat di tahun 2007 jumlah sepeda motor di Kabupaten Bekasi sebanyak 437.486 unit dan selalu mengalami kenaikan sampai tahun 2016 dengan jumlah 1.231.699 unit (BPS Kabupaten Bekasi).

Diagram 4.3 Jenis Kendaraan Responden

Sumber: Data Primer diolah

6. Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Kemacetan a. Frekuensi pengguna jalan terkena kemacetan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 60 responden dapat diketahui bahwa sebesar50% sering mengalami kemacetan lalu lintas, umumnya yang terkena kemacetan tersebut merupakan responden yang memiliki pekerjaan sebagai supir dimana mereka melewati titik-titik kemacetan setiap harinya. Responden yang kadang-kadang terkena kemacetan sebesar38% dimana mayoritas mereka yang memiliki pekerjaan sebagai

50% 12%

38%

52

mahasiswa, sedangkan responden yang jarang terkena kemacetan sebesar 12% dan mayoritas pekerjaan dari responden tersebut adalah pedagang.

Diagram 4.4 Frekuensi Terkena Kemacetan

Sumber: Data Primer diolah

b. Perhitungan waktu tempuh akibat kemacetan

Pengguna jalan yang terkena kemacetan mengalami pemborosan waktu selama mereka terjebak kemacetan. Hal ini berdampak terhadap waktu tempuh ke tempat tujuan. Waktu tempuh yang di habiskan oleh responden bervariatif, yang semula mereka hanya menghabiskan waktu tempuh 30 menit ke tempat tujuan karena mengalami kemacetan selama 30 menit maka waktu tempuh mereka menjadi lebih lama yaitu menjadi 60 menit untuk sampai ke tempat tujuan. Perhitungan perbedaan waktu tempuh responden saat terjebak kemacetan dan tidak terjebak kemacetan dalam tabel di bawah ini.

8% 25% 67%

53

Tabel 4.4 Rata-rata waktu tempuh pengguna jalan

Sumber: Data Primer diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui rata-rata waktu tempuh untuk ketiga jenis kendaraan responden. Ketiga jenis kendaraan tersebut untuk sampai ke tempat tujuan memiliki waktu tempuh yang berbeda-beda.

Jenis kendaraan motor pada saat tidak macet untuk sampai ke tempat tujuan responden membutuhkan waktu selama 30,16 menit untuk sedangkan pada saat kemacetan untuk sampai ke tempat tujuan responden membutuhkan waktu rata-rata selama 50,33 menit sehingga pada saat kemacetan responden yang berkendara motor memiliki kerugian waktu selama 20,17 menit.

Jenis kendaraan mobil pada saat tidak macet untuk sampai ke tempat tujuan responden membutuhkan waktu rata-rata selama 70 menit sedangkan pada saat kemacetan untuk sampai ke tempat tujuan responden membutuhkan waktu rata-rata selama 144,28 menit sehingga pada saat kemacetan responden yang berkendara mobil memiliki kerugian waktu selama 74,28 menit.

Jenis kendaraan angkutan umum pada saat tidak macet untuk sampai ke tempat tujuan, responden membutuhkan waktu selama 78.69 menit sedangkan pada saat kemacetan untuk sampai ke tempat tujuan responden membutuhkan waktu rata-rata selama 152,82 menitsehingga pada saat kemacetan responden yang berkendara angkutan umum memiliki kerugian waktu selama 74,13 menit. Hal ini menunjukkan Kabupaten Bekasi mengalami tingkat kemacetan dengan durasi yang lama.

Jenis Kendaraan

Rata-Rata Waktu Tempuh Tidak Macet Macet Kerugian Waktu Tempuh Motor 30,16 50,33 20,17 Mobil 70 144,28 74,28 Angkutan Umum 78,26 152,82 74,13

54

Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rina Yunita (2017) dengan judul penelitian Analisis Dampak Kemacetan Terhadap SosialEkonomi Pengguna Jalan di Kota Makassar didapatkan durasi kemacetan yang dialami oleh pengguna jalan di Kota Makassar akibat kemacetan yaitu 32,5 menit untuk mobil, pengguna sepeda motor berdurasi 22,5 menit, dan penumpang angkutan umum berdurasi 28,3 menit. Kemacetan di Kabupaten Bekasi terlihat lebih parah dibandingan dengan kemacetan yang ada di kota Makassar.

Hal ini dapat dilihat dengan perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2017 menyatakan bahwa Kabupaten Bekasi memasuki kota dengan tingkat kemacetan yang parah dan menduduki posisi ke enam dari sepuluh kota macet di Indonesia dengan nilai derajat kejenuhan sebesar 0,83 dengan kecepatan rata-rata sebesar 21,86km/jam sedangkan Makassar berada di posisi sembilan dengan nilai derajat kejenuhan sebesar 0,73 dengan kecepatan rata-rata sebesar 24,06km/jam, hal inilah yang membuat kedua penelitian ini berbeda. Data yang diperoleh dari 366 responden mengenai rata-rata durasi kemacetan yang dialami pengguna jalan adalah 87,46 menit untuk mobil, pengguna sepeda motor berdurasi 38,87 menit, dan penumpang angkutan umum berdurasi 31,34 menit.

c. Pengeluaran BBM akibat kemacetan

Hal yang paling dirasakan oleh pengguna jalan ketika terjadi kemacetan adalah pengeluaran BBM yang lebih banyak. Kendaraan yang terjebak kemacetan akan mengkonsumsi BBM lebih banyak dikarenakan mesin kendaraan yang menyala lebih lama. Hasil penilitian terhadap 60 responden meliputi 30 orang pengemudi motor, 7 orang pengemudi mobil priadi dan 23 orang pengemudi angkutan umum menunjukan bahwa terdapat pengeluaran BBM yang cukup signifikan untuk kendaraan yang melaju pada saat tidak macet maupun pada saat macet. Pengeluaran

55

BBM seluruh responden dihitung menggunakan rumus rata-rata dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran BBM per jenis kendaraan dibagi dengan jumlah responden per jenis kendaraan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwajenis kendaraan motor merupakan jenis kendaraan yang paling sedikit dalam pengeluaran BBM nya pada saat tidak terjebak kemacetan jenis kendaraan motor hanya mengeluarkan uang sebesar RP4.700,00 sedangkan ketika macet responden harus mengelurkan uang sebesar RP6.383,00, maka responden dengan jenis kendaraan motor mengalami kerugian sebesar RP1.683,00 dengan nilai persentase kerugian pengeluaran BBM sebesar 26.37%.

Untuk jenis kendaraan mobil pribadi pada saat tidak terjadi kemacetan harus mengeluarkan uang untuk BBM sebesar RP28.000,00 sedangkan pada saat terjadi kemacetan harus mengeluarkan uang untuk pengeluaran BBM sebesar RP46.385,71 maka kerugian yang harus ditanggung oleh pengendara mobil ketika terjadi kemacetan sebesar RP18.826,00 sedangkan nilai persentase kerugian pengeluaran BBM sebesar 39,63%.

Sedangkan untuk pengendara angkutan umum pada saat tidak terjadi kemacetan harus mengeluarkan uang untuk BBM sebesar RP19.608,7 sedangkan ketika terjadi kemacetan pengendara angkutan umum harus mengeluarkan uang sebesar RP31.626,00 maka kerugian yang harus ditanggung oleh pengendara angkutan umum pada saat terjadi kemacetan sebesar RP12.017,39 dengan tingkat persentase kerugian pengeluaran BBM sebesar 37,99%. Perbedaan pengeluaran BBM akibat kemacetan dapat dilihat tabel dibawah ini.

56

Tabel 4.5 Tabel Pengeluaran BBM Akibat Kemacetan

Jenis Kendaraan Pengeluaran BBM Tidak Macet Macet Kerugian BBM/perjalanan Persentase tingkat kerugian Motor (n=30) RP4.700,00 RP6.383,00 Rp1.683,33 26,37% Mobil (n=7) RP28.000,00 RP46.385,00 Rp18.386,00 39,63% Angkutan Umum (n=23) RP19.608,00 RP31.626,00 Rp12.017,00 37,99% Sumber: Data Primer diolah

Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendy Dwi Sapta (2009) Analisis Dampak Kemacetan Lalu LintasTerhadap Sosial Ekonomi Dengan Contingent Valuation Method

(CVM)(Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat) berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa kerugian yang ditanggung adalah sebesar Rp5.237,87 per mobil dan Rp4.983,06 per motor. Jumlah kerugian yang didapat berbeda dengan penelitian sebelumnya dikarenakan harga BBM pada tahun penelitian terdahulu dan sekarang berbeda, pada tahun 2009 harga eceran BBM untuk jenis premium Rp4.500 sedangkan pada tahun penelitian sekarang yaitu pada tahun 2018 harga eceran BBM untuk jenis premiun harganya Rp6.650. Hal inilah yang menyebabkan jumlah kerugian antara penelitian terdahulu dan sekarang memiliki angka kerugian pengeluaran BBM yang berbeda.

d. Pendapatan yang hilang akibat kemacetan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden dengan rincian 30 orang pengendara motor, 7 orang pengendara mobil dan 23 orang pengendara angkutan umum masing-masing pengendara memiliki rata-rata durasi kemacetan sebanyak 20,17 menit untuk motor, 74,28 menit untuk mobil dan 74,13 menit untuk angkutan umum. Upah minimum regional (UMR) kabupaten Bekasi sebesar RP3.837.939 dijadikan sebagai dasar pendapatan terendah yang dijadikan perhitungan agregat secara regional dan jam kerja para angkatan kerja secara umum

57

sebanyak 8 jam kerja/hari, jika diikalikan 1 bulan maka jumlah jam kerja dalam 1 bulan sebanyak 176 jam. Jika dibagi dengan UMR Kabupaten Bekasi maka didapatkan pendapatan/jam sebesar Rp21.806,471dan jika dikonversikan dalam menit didapat pendapatan/menit sebesar Rp363,441.

Untuk menghitung pendapatan yang hilang pengguna jalan di Kabupaten Bekasi didapat dari pendapatan/menit Kabupaten Bekasi dikalikan dengan durasi rata-rata kemacetan maka penghasilan yang hilang untuk pengendara motor sebesar Rp7.330,6, untuk pengendara mobil pribadi sebesar Rp26.996,39dan untuk angkutan umum sebesar Rp26.941,88. Jika ditotal maka jumlah pendapatan yang hilang seluruh pengguna jalan di Kabupaten Bekasi sebesar RP61.268,87.

Apabila jumlah kerugian tersebut dikalikan dengan total kendaraan yang ada di Kabupaten Bekasi sebanyak1.446.049 unit maka pendapatan yang hilang akibat kemacetan di Kabupaten Bekasi sebesar Rp88.597.788.195/hari. Perbedaan kerugian antara motor,mobildan angkutan umum akibat kemacetan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Tabel Pendapatan yang Hilang Pengguna Jalan

Sumber: Data Primer diolah

Jenis Kendaraan Motor Mobil Angkutan Umum

Jumlah Responden 30 7 23

Rata-rata durasi kemacetan 20,17 Menit 74,28 Menit 74,13 Menit

UMR Kabupaten Bekasi 2018 Rp3.837.939

Jam Kerja/hari 8 Jam

Jumlah hari kerja/bulan 22 hari

Jam Kerja/bulan 8jamx22=176 jam

Pendapatan Masyarakat Kabupaten

Bekasi/Jam (UMR:Jam kerja) Rp 3.837.939:176= Rp 21.806,471/jam Pendapatan Masyarakat Kabupaten

Bekasi/Menit Rp 21.806,471:60= Rp 363,441/menit Pendapatan yang hilang

20,17xRp363,441= Rp7.330,60 74,28xRp363,441= Rp26.996,39 74,13xRp363,441= Rp26.941,88

58

Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendy Dwi Sapta (2009) Analisis Dampak Kemacetan Lalu LintasTerhadap Sosial Ekonomi Dengan Contingent Valuation Method

(CVM)(Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat).

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa Upah minimum regional (UMR) Kota Bogor yang sebesar Rp830.000,00 digunakan sebagai dasar pendapatan terendah yang dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan agregat secara regional. Apabila jam kerja seseorang dalam satu bulan (24 hari kerja, delapan jam per hari) adalah 192 jam, maka pendapatan satu jam kerja seseorang adalah Rp 4.323,00 sehingga pendapatan pengguna jalan yang hilang jika terjebak kemacetan untuk pengendara mobil adalah Rp 6.301,00, pengguna sepeda motor adalah Rp 2.800,58, sedangkan pengguna angkutan umum sebesar Rp 2.254,05. Sehingga total pendapatan yang hilang dari seluruh pengguna jalan akibat kemacetan adalah Rp 11.356,12.

Jika nilai tersebut dikalikan dengan jumlah angkatan kerja di Kota Bogor pada tahun 2008 yang berjumlah sekitar 649.634 jiwa, maka kerugian hilangnya pendapatanakibat kemacetan mencapai Rp 7.377.321.660,00 setiap harinya. Terdapat perbedaan jumlah kerugian hilangnya pendapatan akibat kemacetan dikarenakan Upah Minimum Regional (UMR) antara kota Bogor di tahun 2009 dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bekasi tahun

Dokumen terkait