• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.1 Keadaan Umum Lokasi peneli

Kabupaten Bogor, Jaw tanah, jerami dan ha Agrokimia, Balai Pen adalah peta lokasi dila

Penelitian dila Februari hingga akh dilakukan pada bula Klimatologi dan G menunjukkan selama curah hujan terendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

m Lokasi Penelitian

elitian terletak di Desa Cijujung, Kecama Jawa Barat, sedangkan untuk analisis residu her

hasil panen (beras) dilakukan di Laboratoriu enelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), ilakukannya penelitian.

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian ilapang dilaksanakan selama tiga bulan yait khir bulan Mei 2012, sedangkan untuk an ulan Juni 2012. Berdasarkan data dari B Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi a penelitian rata-rata curah hujan perbulan ah yaitu pada bulan Maret 2012 sebesar 13

AN

atan Cibungbulang, herbisida pada sampel torium Residu Bahan ), Bogor. Gambar 10

aitu dari awal bulan analisis laboratorium Badan Meteorologi, i Dramaga, Bogor adalah 308.18 mm, 136 mm. Pada awal

pengaplikasian herbis menunjukkan curah h Februari 2012, hal in pertanaman. Rata-rata sedangkan rata-rata ke Pengolahan ta Kondisi tanah sebelu dengan istilah mac herbisida serta penan petakan dengan mem penelitian secara tek kekeringan lahan dap pengolahan dan pem penanaman bibit padi menjadi kondisi berlu tumbuh.

Gambar 11. Kon

bisida dan penanaman bibit padi curah hujan hujan yang sangat tinggi yaitu sebesar 548. ini menjadi kendala untuk melakukan aplikasi ata temperatur udara selama penelitian adalah kelembaban udara selama penelitian adalah se tanah dilakukan secara manual yaitu dengan m lum tanam sebaiknya dalam keadaan cukup a acak-macak, untuk mempermudah pada s anaman bibit padi. Lahan yang telah diolah embuat saluran irigasi diantara petakan. Siste

teknis termasuk kedalam saluran irigasi ya apat diantisipasi dengan baik. Kondisi lahan emetakan dapat dilihat pada Gambar 11. di, air pada lahan pertanaman tersebut kemudia erlumpur, hal ini mencegah agar bibit-bibit

ondisi Lahan Setelah Dilakukan Pengolahan d

n di lokasi penelitian .90 mm pada bulan asi herbisida ke lahan lah sebesar 25.78 °C,

sebesar 85.80%. menggunakan bajak. air, biasanya disebut saat pengaplikasian h dibagi menjadi 24 istem irigasi di lokasi yang baik sehingga an setelah dilakukan Setelah dilakukan dian dihilangkan dan it gulma tidak cepat

Gambar 12. Persiapan Perlakuan Gambar 13. Penakaran Dosis Herbisida Penyemprotan herbisida sodium bispiribak dilakukan dua kali aplikasi selama masa penanaman padi, yaitu sebelum penanaman bibit padi dan pada saat 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Aplikasi kedua dilakukan karena diperkirakan pada saat umur tanam padi 2 MST, pertumbuhan gulma mengalami peningkatan sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman padi.

4.2 Pengamatan Gulma

Berdasarkan analisa secara visual dan metode identifikasi gulma yang dilakukan, didapatkan hasil pengamatan gulma antara lain adalah frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan relatif, berat kering mutlak dan berat kering relatif. Hasil perhitungan parameter tersebut dijabarkan pada Tabel 5 -7 :

No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV FM FR

Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N 4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 1 Portulaca oleraceaL 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 33.33 2 Limnocharis flava 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 16.67 3 Paspalum distichumL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 16.67 4 Ludwigia octovalvis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 16.67 5 Fimbristylis miliaceaL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 8.33 6 Cyperus indicus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8.33 Jumlah 12

Tabel 6. Data Kerapatan Mutlak dan Kerapatan Relatif Gulma No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV FM FR

Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 1 Portulaca oleraceaL 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 4 33.33 2 Limnocharis flava 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 16.67 3 Paspalum distichumL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 16.67 4 Ludwigia octovalvis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 16.67 5 Fimbristylis miliaceaL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 8.33 6 Cyperus indicus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8.33 Jumlah 12

Tabel 7. Data Berat Kering Mutlak dan Berat Kering Relatif Gulma

No Nama Spesies Gulma

Ulg I Ulg II Ulg III Ulg IV

BKM BKR Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 Nm N0 N1 N2 N3 N4 1 Portulaca oleraceaL 0.00 0.00 0.76 0.09 0.00 2.23 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.65 0.01 0.00 0.5 0.00 0.00 0.00 1.76 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 6.95 14.17 2 Limnocharis flava 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.66 1.35 3 Paspalum distichumL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.76 0.00 0.00 0.00 0.00 7.11 14.50 4 Ludwigia octovalvis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.82 0.00 0.00 0.00 0.63 19.03 2.27 0.00 0.00 0.00 0.00 24.75 50.48 5 Fimbristylis miliaceaL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.42 5.30 0.00 0.00 0.00 0.00 8.72 17.79 6 Cyperus indicus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.84 1.71 Jumlah 49.03

Berdasarkan data perhitungan frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR) serta berat kering relatif (BKR), maka dapat diketahui berapa nilai Sum Dominance Ratio(SDR) dari masing-masing spesies gulma yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. DataSum Dominance RatioPengamatan Gulma

No Nama Spesies Gulma FR (%) KR (%) BR (%) SDR (%)

1 Portulaca oleraceaL 33.33 47.62 14.17 31.71 2 Ludwigia octovalvis 16.67 19.05 50.48 28.73 3 Paspalum distichumL 16.67 9.52 14.50 13.56 4 Fimbristylis miliaceaL 8.33 9.52 17.79 11.88 5 Limnocharis flava 16.67 9.52 1.35 9.18 6 Cyperus indicus 8.33 4.76 1.71 4.94 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Hasil identifikasi yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat 6 spesies gulma yang terdiri dari 3 spesies golongan berdaun lebar (Portulaca oleracea L, Limnocharis flava dan Ludwigia octovalvis), 2 spesies dari golongan teki (Fimbristylis miliacea L dan Cyperus indicus) dan 1 spesies golongan rumput (Paspalum distichum L). Berdasarkan hasil pengamatan jumlah gulma tertinggi terdapat pada Ulangan IV, sedangkan perlakuan dosis herbisida yang dapat mengendalikan gulma lebih banyak adalah perlakuan sodium bispiribak 1 l/ha dan sodium bispiribak 2 l/ha. Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa gulma paling dominan pada pertanaman padi ini adalah Portulaca oleracea (SDR = 31.71%) danLudwigia octovalvis( SDR = 28.73%) sedangkan gulma yang paling sedikit ditemukan adalah Cyperus indicus (SDR = 4.94%). Dapat diketahui bahwa gulma golongan berdaun lebar pada pengamatan ini menunjukkan sifat dominansi dibandingkan dengan jenis gulma lainnya. Hal ini dapat terjadi karena gulma berdaun lebar dapat bersaing dengan tanaman padi dalam memperebutkan ruang, cahaya serta unsur hara penting dari dalam tanah.

4.3 Hasil Produksi Tanaman Padi

Pemanenan tanaman padi dilakukan pada saat tanaman kurang lebih berumur 12 MST atau sekitar tiga bulan. Tanaman padi yang dipanen yaitu tanaman yang menunjukkan tanda-tanda seperti tanaman yang semakin lama semakin merunduk, yang berarti pengisian bulir padi telah sempurna. Pemanenan dilakukan secara keseluruhan, namun untuk sampel yang diamati hanya diambil sebanyak ubinan yang berukuran 1m x 1m pada tiap petakan. Bobot gabah yang didapat akan dikonversi kedalam luasan 1 ha atau 10000 m2. Data bobot gabah/m2 (bobot gabah per ubinan) ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Bobot Gabah/m2

Perlakuan Ulangan Bobot Gabah (gram)

Penyiangan Manual 1 618.27 2 511.32 3 375.42 4 396.19 Kontrol 1 565.19 2 572.32 3 515.06 4 362.35 Dosis 0.5 l/ha 1 660.82 2 631.92 3 635.38 4 362.35 Dosis 1 l/ha 1 555.11 2 425.46 3 462.37 4 362.54 Dosis 2 l/ha 1 596.93 2 430.44 3 460.25 4 334.75 Dosis 3 l/ha 1 713.36 2 530.10 3 538.45 4 395.19

Rata-rata bobot gabah total yang dipanen adalah sebesar 500.49 gram atau 0.500 kg per m2(ubinan). Jika bobot gabah tersebut dikonversi ke hektar, maka hasil yang diperoleh adalah 10000 m2 : 1 m2 (luas ubinan) x 0.500 kg = 5000 kg/ha GKP atau 5.00 ton/ha GKP. Hasil analisis ragam (ANOVA) dari pengaruh perlakuan terhadap bobot gabah, ditunjukkan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Ragam Data Rata-Rata Bobot Gabah Tiap Perlakuan Perlakuan Bobot Gabah Rata-rata

Penyiangan manual 475.30bc

Kontrol 503.73abc

Sodium bispiribak 0.5 l/ha 572.66a

Sodium bispiribak 1 l/ha 451.37c

Sodium bispiribak 2 l/ha 455.59c

Sodium bispiribak 3 l/ha 544.66a

Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) pada Tabel 10 diketahui bahwa pemberian sodium bispiribak 0.5 l/ha memiliki pengaruh terhadap bobot gabah lebih besar dibandingkan dengan penyiangan manual, perlakuan 2 l/ha dan sodium bispiribak 3 l/ha. Pemberian herbisida sodium bispiribak 0.5 l/ha tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot gabah dengan pemberian sodium bispiribak 3 l/ha dan kontrol. Perlakuan kontrol tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua perlakuan yang diuji.

4.4 Residu Herbisida di Tanah, Jerami dan Hasil Panen (Beras)

Konsentrasi residu herbisida pada tanah, jerami serta hasil panen (beras) dari masing-masing perlakuan diperoleh melalui uji alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography), kemudian dilakukan perhitungan dari hasil grafik waktu retensi larutan sampel tanah, jerami dan hasil panen (beras) dengan larutan pembanding standar herbisida. Hasil grafik retensi waktu dari larutan standar sodium bispiribak 1 ppm dan sampel ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14. C Tabel 11. Tabel Punc

ppm

Peak# Waktu Reten

1 6.1

2 9.2

Total

Gambar 15. Chromato l/ha

Chromatogram Larutan Standar Sodium Bispir ncak Waktu Retensi (menit) Larutan Standar S tensi Area Tinggi Area %

188 1752844 123166 79.

255 454766 28499 20.

2207599 151644 100.

atogram Sampel Tanah dengan Perlakuan So

piribak 1 ppm Sodium Bispiribak 1 Tinggi % 9.400 81.222 0.600 18.789 0.000 100.000 Sodium Bispiribak 2

Tabel 12. Tabel Puncak Waktu Retensi (menit) Sampel Tanah pada Perlakuan Sodium Bispiribak 2 l/ha

Peak# Waktu Retensi Area Tinggi Area % Tinggi %

1 5.088 3251 174 0.014 0.018 2 5.886 92671 6694 0.403 0.705 3 6.116 96369 5865 0.419 0.618 4 7.947 84726 3299 0.368 0.348 5 8.269 195348 4060 0.849 0.428 6 9.472 22507128 928176 97.833 97.779 7 12.445 8650 376 0.038 0.040 8 13.679 17452 614 0.076 0.065 Total 23005594 949257 100.00 100.00

Berdasarkan Gambar 14 dan Tabel 11 diketahui bahwa residu sodium bispiribak terdekteksi adalah pada peak 1 dengan hasil retensi waktu adalah 6.188 menit, sedangkan pada sampel tanah dengan perlakuan sodium bispiribak 2 l/ha, residu sodium bispiribak terdeteksi pada peak 3 dengan retensi waktu yang mendekati larutan standar yaitu 6.116 menit. Setelah diketahui retensi waktu dari masing-masing sampel, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui konsentrasi residu sodium bispiribak pada ketiga sampel yang diuji. Hasil konsentrasi residu sodium bispiribak pada sampel tanah, jerami dan beras ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 13. Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak pada Sampel Tanah, Jerami dan Beras

Perlakuan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak (mg/kg)

Tanah Jerami Beras

Manual - 1.50 -Kontrol 0.02 2.78 -0.5 l/ha 0.09 6.32 -1 l/ha 0.09 7.19 0.05 2 l/ha 0.11 9.00 0.05 3 l/ha 0.18 9.88 0.05 Keterangan : - = tidak terdeteksi

Pada Tabel 13 menunjukkan konsentrasi residu herbisida pada sampel jerami tertinggi dibandingkan dengan sampel tanah dan beras. Keseluruhan perlakuan pada sampel jerami menunjukkan adanya kandungan residu, pada sampel tanah keseluruhan perlakuan menunjukkan adanya residu kecuali perlakuan penyiangan manual. Sampel beras yang menunjukkan adanya residu herbisida hanya terdapat pada perlakuan 1 l/ha, 2 l/ha dan 3 l/ha sedangkan pada perlakuan penyiangan manual, kontrol dan 0.5 l/ha tidak terdeteksi. Perbandingan kandungan residu berdasarkan perlakuan yang terdapat dalam sampel tanah, jerami dan beras disajikan pada Gambar 16-18.

Gambar 16. Perbandin dalam Sa

Konsentrasi r adalah perlakuan 3 menunjukkan adanya Pelakuan sodium bis l/ha menunjukkan bah

Pada perlakua bispiribak menunjukk dimungkinkan karena tinggi dibandingkan ternyata menunjukkan hasil aplikasi herbis permukaan (run off) k sehingga terjadi residu

dingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak Sampel Tanah

residu pada sampel tanah menunjukkan ju 3 l/ha sedangkan pada perlakuan penyian ya konsentrasi residu herbisida yang terkandu

ispiribak 0.5 l/ha, sodium bispiribak 1 l/ha s ahwa konsentrasi residu yang dihasilkan hamp uan sodium bispiribak 3 l/ha jumlah konsentr kkan jumlah tertinggi yang terkandung dalam na pada perlakuan tersebut digunakan dosis he n perlakuan lainnya yaitu sebanyak 3 l/ha.

an sejumlah konsentrasi residu dalam tanah, h bisida dari petak lain (perlakuan lain) ya kemudian mengendap di petak dengan perlaku idu di dalam tanah.

k tiap Perlakuan

jumlah paling tinggi angan manual tidak dung didalam tanah. sodium bispiribak 2 pir sama.

entrasi residu sodium m tanah, hal ini dapat herbisida yang paling . Perlakuan kontrol , hal ini terjadi karena yang terbawa aliran lakuan kontrol tersebut

Gambar 17. Perband dalam Sa

Hasil analisis tertinggi pada perlaku perlakuan 2 l/ha. Kes konsentrasi residu so dianalisis mengandu maupun perlakuan de pada sample jerami herbisida dari dalam sehingga herbisida te dihasilkan pada jeram Konsentrasi r kontrol dapat terjadi k lain yang diberi perla aliran permukaan (run air yang berasal dar

ndingan Konsentrasi Residu Sodium Bispirib Sampel Jerami

sis residu pada sampel jerami menunjukkan lakuan 3 l/ha, walaupun hasil tersebut tidak be

eseluruhan perlakuan dalam sampel jerami m sodium bispiribak. Hal ini berarti semua sa dung residu herbisida baik dari kontrol, p

dengan dosis tertentu. Tingginya nilai konsentr dibandingkan sampel lain kemungkinan m tanah secara sistemik masuk kedalam jarin

terakumulasi pada batang padi dan menyeb ami lebih banyak dibandingkan residu dalam tan

residu herbisida yang terdapat pada penyi i karena tanah pada petakan tersebut berintera rlakuan dosis. Interaksi yang dimaksud diduga run off) dan pencucian (leaching) yang terjadi a

ari air hujan atau irigasi. Hal ini sesuai de

iribak tiap Perlakuan

n konsentrasi residu berbeda jauh dengan menunjukkan adanya sampel jerami yang penyiangan manual ntrasi residu herbisida diakibatkan karena ringan tanaman padi ebabkan residu yang tanah.

yiangan manual dan raksi dengan petakan a berasal dari adanya i akibat adanya aliran dengan sifat sodium

bispiribak menurut U ke permukaan dan a (leaching). Sifat lain sehingga dimungkink sistemik dan terjadi ak

Gambar 18. Perbandin dalam Sa Hasil analisis menunjukkan nilai ko Gambar 18 tersebut bispiribak 2 l/ha dan yang hampir sama, n konsentrasi residu so lainnya. Pada perlaku menunjukkan adanya

U. S. EPA yaitu bersifat larut dalam air, mobile air tanah melalui aliran permukaan (run o lain dari sodium bispiribak ini adalah tidak

inkan bahwa herbisida tersebut dialirkan ke ta akumulasi pada batang padi.

dingan Konsentrasi Residu Sodium Bispiribak Sampel Beras

is residu sodium bispiribak yang dilakukan konsentrasi paling rendah dibandingkan dua sa ut terlihat bahwa perlakuan sodium bispirib n sodium bispiribak 3 l/ha konsentrasi residu , namun perlakuan sodium bispiribak 3 l/ha

sodium bispiribak paling tinggi dibandingkan akuan penyiangan, kontrol dan sodium bispir ya residu sodium bispiribak didalam sampel yan

bile serta dapat masuk off) dan pencucian terikat pada tanah, tanaman padi secara

ak tiap Perlakuan

n pada sampel beras sampel lainnya. Pada iribak 1 l/ha, sodium idu menunjukkan nilai tetap menunjukkan an dengan perlakuan ribak 0.5 l/ha tidak ang diuji.

4.5 Batas Maksimum Residu Herbisida

Hasil analisis residu herbisida yang dilakukan menunjukkan kandungan residu sodium bispiribak pada beberapa sampel yang diuji antara lain adalah pada sampel tanah kisaran kandungan residu yang dihasilkan adalah 0.09-0.18 mg/kg, pada sampel jerami kisaran kandungan residu adalah 1.50-9.88 mg/kg sedangkan pada sampel hasil panen (beras) kandungan residu yang dihasilkan berkisar antara 0.05-0.53 mg/kg. Baku mutu pembanding untuk residu yang berbahan aktif sodium bispiribak pada komoditas hasil pertanian khususnya beras belum ditetapkan oleh instansi yang berwenang, oleh karena itu baku mutu atau batas maksimum residu sodium bispiribak pada komoditas beras dihitung berdasarkan bobot tubuh rata-rata orang Indonesia dewasa, asumsi konsumsi beras per orang per hari dan nilai Acceptable Daily Intake (ADI). Bobot tubuh rata-rata penduduk Indonesia dewasa diasumsikan sebesar 60 kg, asumsi konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia menurut Indrasari et al (2008) adalah sebesar 300 g/kapita/hari atau 0.3 kg/kapita/hari, sedangkan untuk nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk sodium bispiribak menurut European Food Safety Authority(EFSA) (2010) adalah sebesar 0.01 mg/kg. Batas Maksimum Residu sodium bispiribak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

BMR = ஽ூ ௫ ି ௞ ூ

ି ௞ ூ

Dari perhitungan tersebut didapat nilai Batas Maksimum Residu (BMR) untuk sodium bispiribak sebesar 2 mg/kg. Nilai konsentrasi residu sodium bispiribak untuk sampel beras jika dibandingkan dengan nilai Batas Maksimum Residu (BMR) menunjukkan nilai yang lebih rendah, hal ini berarti bahwa residu herbisida yang terkandung didalam beras masih dalam batas aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek akut maupun kronis terhadap manusia.

Menurut European Food Safety Authority (EFSA) (2010), Acceptable Daily Intake(ADI) merupakan jumlah asupan bahan kimia yang dapat dicerna setiap hari seumur hidup tanpa menyebabkan resiko yang besar bagi kesehatan yang dinyatakan

dalam mg/kg bb. Konsep pendekatan nilai ambang batas dengan menggunakan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) menurut Department of Health and Ageing of Australian Government(2012) adalah untuk memperkirakan nilai asupan harian dari suatu senyawa kimia yang dapat diterima oleh tubuh dan tanpa menyebabkan resiko yang besar bagi kesehatan. NilaiAcceptable Daily Intake (ADI) dari suatu senyawa kimia didefinisikan sebagai dosis yang diperkirakan tidak menimbulkan resiko jangka panjang apabila senyawa tersebut dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh tiap hari, namun nilai Acceptable Daily Intake (ADI) ini bukanlah merupakan garansi keamanan secara mutlak, dan juga bukan merupakan suatu perkiraan resiko (Marsidi dan Said, 2005).

Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida merupakan konsentrasi maksimum residu pestida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil pertanian (BSN, 2008). Penetapan BMR untuk herbisida sodium bispiribak ini belum ada secara hukum belum dilakukan karena jenis bahan aktif ini termasuk bahan aktif baru untuk herbisida.

4.6 Analisis Biaya Budidaya Padi

Analisis biaya budidaya padi pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis usahatani. Analisis usahatani ini bertujuan untuk mengetahui alokasi sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Alokasi sumberdaya dapat dikatakan efektif bila petani mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang lebih besar dibandingkan masukan (input). Efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis.

Analisis usahatani yang dilakukan menunjukkan bahwa perhitungan R/C Ratio dilakukan untuk mengetahui apakah budidaya padi tersebut memberikan

keuntungan atau tidak. R/C Ratio dihitung dengan membandingkan antara jumlah penerimaan dan biaya. Berdasarkan hasil analisis ragam data rata-rata bobot gabah tiap perlakuan kemudian dilakukan perbandingan masing-masing analisis ekonomi budidaya padi sawah dari tiap perlakuan tersebut. Perbandingan tersebut dilakukan dengan melihat analisis ekonomi budidaya padi sawah manakah yang lebih efektif dan memberikan keuntungan paling tinggi. Perbandingan analisis biaya dari masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Analisis Biaya Budidaya Padi Sawah dari Masing-masing Perlakuan

Komponen Perlakuan

Kontrol Manual 0.5 l/ha 1 l/ha 2 l/ha 3 l/ha Pendapatan 25,336,110 23,907,590 28,806,810 22,700,390 22,916,680 27,398,410 Pengeluaran 12,111,000 18,205,000 13,365,000 13,365,000 13,365,00 13,365,000 Keuntungan 13,225,110 5,702,590 15,441,810 9,335,390 9,551,680 14,033,410

R/C Ratio 1.92 1.31 2.16 1.70 1.71 2.05

Berdasarkan perbandingan analisis biaya dari masing-masing perlakuan pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha memiliki nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 2.16 dan keuntungan yang tertinggi pula yaitu sebesar Rp 15,441,810. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha sangat menguntungkan bagi petani dalam melakukan budidaya padi sawah karena selain hasil produksi padi yang dihasilkan paling banyak, dosis herbisida yang dilakukan untuk pengendalian gulma dalam dosis rendah sehingga dampak residu yang ditimbulkan terhadap lingkungan juga rendah. Jika hasil dari budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha dibandingkan dengan budidaya padi sawah dengan perlakuan kontrol keuntungan yang dihasilkan tidak berbeda jauh, namun apabila dibandingkan dengan budidaya padi sawah dengan perlakuan manual sangat terlihat jelas bahwa budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha lebih menguntungkan secara ekonomi karena dilihat dari nilai R/C Ratio dan keuntungan yang dihasilkan lebih besar. Selain menguntungkan secara ekonomi, budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha juga lebih efektif karena tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditekan dan lebih sedikit dibandingkan dengan budidaya padi sawah dengan perlakuan manual, selain itu

pengaplikasian herbisida dalam satu kali musim tanam juga hanya dilakukan dua kali, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih efektif. Biaya tenaga kerja dan herbisida yang dibutuhkan juga lebih rendah karena pengaplikasian herbisida tidak dilakukan setiap minggu. Sedangkan pada budidaya padi sawah dengan perlakuan manual, tenaga kerja yang diperlukan lebih banyak terutama untuk penyiangan gulma karena dengan tidak menggunakan herbisida maka pengendalian gulma yang dilakukan juga harus lebih sering dan teratur. Hal tersebut juga menyebabkan biaya tenaga kerja yang dibutuhkan menjadi lebih besar.

Berdasarkan analisis usahatani budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha dan perlakuan manual menunjukkan hasil bahwa budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha lebih menguntungkan secara ekonomi dan lebih menunjukkan keefektifan dari segi komponen tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan dibandingakan budidaya padi sawah dengan perlakuan manual.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Konsentrasi residu sodium bispiribak paling tinggi diantara ketiga sampel yang diuji ditemukan pada sampel jerami, keseluruhan perlakuan pada sampel tersebut mengandung residu sodium bispiribak yang diakibatkan karena herbisida tersebut tidak terikat di dalam tanah dan secara sistemik masuk ke dalam jaringan tanaman padi, sehingga residu terakumulasi di dalam jerami. 2. Batas Maksimum Residu (BMR) sodium bispiribak untuk komoditas beras

dihitung berdasarkan bobot rata-rata penduduk Indonesia, asumsi konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia dan nilai Acceptable Daily Intake (ADI). Nilai BMR yang didapat adalah sebesar 2 mg/kg sedangkan konsentrasi residu sodium bispiribak pada sampel beras yang dihasilkan jika dibandingkan dengan nilai BMR masih berada dibawah BMR dan masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

3. Analisis biaya budidaya padi sawah dengan perlakuan sodium bispiribak 0.5 l/ha lebih menguntungkan secara ekonomi dan lebih efektif karena tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditekan dan lebih sedikit dibandingkan dengan budidaya padi sawah dengan perlakuan selain itu pengaplikasian herbisida dalam satu kali musim tanam juga hanya dilakukan dua kali, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih efektif.

5.2 Saran

Saat ini belum terdapat baku mutu khusus untuk herbisida dengan bahan aktif sodium bispiribak, oleh karena itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk penetapan nilai baku mutu atau Batas Maksimum Residu dari jenis herbisida tersebut.

Perlu diperhatikan pula dampak lain yang diakibatkan oleh residu herbisida sodium bispiribak, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai dampak residu terhadap aspek lingkungan lain seperti perairan, mikroba tanah atau keanekaragaman hayati perlu dilakukan.

PENGELOL

Oleh:

ULI KHUSNA INAYATI