• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Garut .1 Sumberdaya ikan .1 Sumberdaya ikan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Garut .1 Sumberdaya ikan .1 Sumberdaya ikan

Sumberdaya ikan di pantai Kabupaten Garut dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan luas areal penangkapan ± 28.560 km2 diestimasi dengan potensi lestari 10.000 ton. Umumnya ikan yang ditangkap diantaranya mencakup jenis-jenis ikan pelagik seperti tuna, cakalang, tongkol, tengiri, layur, bawal hitam. Beberapa jenis ikan demersal dan krustacea yang umum di tangkap di perairan Cilauteureun adalah kakap, cucut, kerapu, baronang, cumi-cumi, udang dan udang lobster.

Selain potensi lestari laut dan pantai di Kabupaten Garut juga terdapat potensi tambak di sepanjang garis pantai yaitu sekitar 1.000 Ha. Serta terdapat banyak potensi yang terdapat pada ekosistem yang belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi ekosistem kelautan terdiri dari: ekosistem estuaria seluas 24 Ha,

terumbu karang seluas 525 Ha, padang lamun seluas 75 Ha, dan ekosistem Mangrove seluas 50,9 Ha. (DKP Garut, 2006).

4.2.2 Daerah penangkapan ikan (DPI)

Daerah penangkapan ikan merupakan lokasi keberadaan ikan di suatu tempat. Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) adalah salah satu faktor penentu keberhasilan penangkapan ikan. Kecenderungan nelayan pada umumnya dalam penentuan lokasi daerah penangkapan ikan yaitu mencari daerah dengan populasi ikan melimpah dan ukuran yang layak tangkap.

Penentuan daerah penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Garut dipengaruhi oleh keberadaan ikan yang menjadi sasaran utama penangkapan serta musim penangkapan yang ada di daerah tersebut. Hal lain yang mempengaruhi penentuan DPI adalah dimensi dari unit penangkapan ikan yang digunakan. Nelayan yang ada di Kabupaten Garut mencari DPI dengan mengandalkan pengalaman mereka serta informasi dari mulut ke mulut antar nelayan pribumi dan tanpa menggunakan alat bantu seperti GPS atau fishfinder. Daerah penangkapan ikan berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada nelayan setempat adalah daerah Perairan Cilauteureun, Cipatujah (Tasikmalaya), Pangandaran (Ciamis), serta wilayah Perairan Palabuhanratu.

4.2.3 Produksi dan nilai produksi

Produksi perikanan di Kabupaten Garut mengalami fluktuasi jumlah maupun nilai produksi. Produksi perikanan terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 83.923 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 221.435.000,00. Sedangkan nilai produksi terbesar sebesar Rp 726.415.125,00 pada tahun 2006 dengan jumlah produksi pertahun sebasar 301.769 kg.

Tabel 2 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Cilauteureun tahun 2003-2007.

No Tahun Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp.)

1 2003 251.861,00 491.750.000,00 2 2004 223.411,75 448.563.500,00 3 2005 83.923,00 221.435.000,00 4 2006 301.769,00 726.415.125,00 5 2007 182.327,00 447.437.000,00 Sumber: PPP Cilauteureun, 2008

Produksi perikanan rata-rata di Kecamatan Cikelet sebesar 5% dari produksi perikanan di Kabupaten Garut. Produksi perikanan di PPP Cilauteureun mengalami penurunan dari tahun 2003 sampai tahun 2007. Penurunan jumlah maupun nilai produksi tersebut terjadi menjelang peristiwa tsunami di Perairan Selatan Jawa, khususnya di Perairan Cilauteureun, Garut. Penurunan paling besar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 83,923 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 221.435.000,00. Pasca tsunami tahun 2006 terjadi peningkatan produksi, baik jumlah maupun nilai produksi sebesar 301.769 kg dan nilai produksi Rp 726.415.125,00; dan pada tahun 2007 terjadi penurunan kembali produksi perikanan sebesar 17,5 %. Penurunan ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti penggunaan rumpon oleh pihak perusahaan perikanan swasta di beberapa tempat di luar perairan Cilauteureun, hal ini mengakibatkan jalur ruaya ikan menjadi terganggu dan akhirnya ikan berkumpul di rumpon dan tidak melewati jalur ruaya ke perairan Cilauteureun.

Gambar 2 Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPP Cilauteureun tahun 2003-2007.

4.2.4 Unit Penangkapan Ikan 1) Kapal

Perairan di Selatan Jawa Barat merupakan perairan samudera yang terbuka. Pemanfaatannya sumberdaya ikan pun diperlukan armada perikanan/kapal yang cukup kuat, karena harus melawan arus dan gelombang yang besar.

Kapal atau perahu yang ada di PPP Cilauteureun terbagi menjadi tiga jenis, yaitu kapal motor, kapal motor tempel, dan perahu tanpa motor. Sebagian besar nelayan di Cilauteureun menggunakan kapal jenis kapal motor tempel dengan kekuatan mesin 15 PK dan 40 PK bermerk suzuki dan yamaha. Kapal motor tempel yang digunakan nelayan Cilauteureun terbuat dari bahan fibreglass berkatir dengan panjang kapal berkisar 9-10 meter, lebar kapal 1-1,8 meter, dan draft kapal antara 0,5-0,8 meter. Katir umumnya terbuat dari dua buah bambu yang panjangnya ± 5 meter dan dua buah kayu untuk posisi melebar yang panjangnya ± 1,5 meter. Katir ini berfungsi sebagai penyeimbang agar kapal apabila terhantam gelombang maka kondisi kapal akan tetap stabil.

Tabel 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Cilauteuren tahun 2003-2008.

No Jenis Armada (unit)

Jumlah Armada (Unit)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Kapal Motor (KM) 26 22 18 15 16 16 2 Motor Tempel (MT) 126 140 155 200 208 208 3 Tanpa Motor (TM) 62 54 49 45 36 36 Jumlah 214 216 222 260 260 260 Sumber: PPP Cilauteureun, 2008

Berdasarkan komposisi armada/kapal perikanan jenis motor tempel dengan ukuran mesin 15 PK dan 40 PK berkontribusi terbesar, yaitu 126 unit pada tahun 2003 menjadi 208 unit pada tahun 2008. Sebaliknya perahu layar atau perahu tanpa motor atau perahu jukung cenderung menurun setiap tahunnya. Bila pada tahun 2003 berjumlah 62 unit, berkurang menjadi 36 unit pada tahun 2008. Sedangkan untuk kapal motor secara umum telah terjadi penurunan.bila pada tahun 2003 sebanyak 26 unit, pada tahun 2008 tinggal berjumlah 16 unit. Penurunan kapal motor disebabkan mahalnya harga kapal motor bermesin diesel merek yanmar dan biaya perawatan yang lebih tinggi. Disamping itu ukurannya yang besar mengakibatkan kapal motor pada saat air surut tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya. Karena itu nelayan di Cilauteureun lebih memilih menggunakan kapal motor tempel. Harga kapal fibreglass lebih murah

selain biaya perawatannya yang juga lebih kecil dibandingkan harga kapal motor bermesin diesel.

Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di PPP Cilauteureun tahun 2003-2008.

Secara umum jumlah kapal yang beroperasi di Perairan Cilauteureun mulai tahun 2003 hingga tahun 2008 terjadi penurunan. Selain usia teknis, penurunan tersebut juga dikarenakan kerusakan yang dialami sebagian armada akibat peristiwa tsunami yang melanda sebagian besar wilayah perairan di sekitar Pantai Selatan Jawa pada tahun 2006. Penurunan paling besar terjadi pada tahun 2006, yaitu 15 unit untuk kapal motor (KM) dan 45 unit untuk kapal tanpa motor (TM). Pasca terjadinya tsunami yang dialami di wilayah tersebut, pihak pemerintah pusat hingga pihak Kabupaten Garut memberikan bantuan berupa armada penangkap ikan sebanyak 40 unit untuk kapal motor dan kapal motor tempel. Bantuan yang diberikan adalah kapal jenis motor tempel, maka peningkatan yang cukup tinggi pada kapal jenis motor tempel dengan kekuatan mesin 15 PK dan 40 PK bermerk suzuki dan yamaha terdapat pada tahun 2006 (PPP Cilauteureun, 2008), sedangkan 5 unit kapal tambahan berjenis kapal motor tempel pada tahun tersebut menurut kepala pelabuhan setempat menyatakan bahwa penambahan tersebut berasal dari pihak nelayan juragan yang membeli kapal.

Dokumen terkait