• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KEADAAN UMUM

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap

Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan umumnya merupakan penduduk yang bermukim di wilayah Kota Jakarta Utara. KotaJakarta Utara merupakan satu-satunya kota di DKI Jakarta yang wilayahnya berhubungan langsung dengan pesisir Laut Jawa. Nelayan Jakarta Utara umumnya bermukim di empat Kecamatan di wilayah Kota Jakarta Utara, yaitu Kecamatan Penjaringan, Cilincing, Pademangan dan Koja.

Kota Jakarta Utara sebanyak 21.534 jiwa atau 1,8 % dari penduduk adalah sebagai nelayan tetap dan pendatang (Anonymous, 2008). Nelayan tetap Jakarta Utara merupakan penduduk asli/ lokal, sedangkan nelayan pendatang merupakan penduduk yang berasal dari luar DKI Jakarta. Nelayan pendatang tersebut awalnya merupakan nelayan yang sering melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PP/PPI di wilayah DKI Jakarta, termasuk PPS Nizam Zachman. Semakin seringnya komunikasi dan eratnya sosialisasi yang terjadi antara penduduk lokal dengan nelayan pendatang, membuat nelayan pendatang memilih tinggal dan menetap di wilayah pemukiman DKI Jakarta (Saipul, 2007).

Kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya masih bersifat tradisional, hal ini dikarenakan unit penangkapan yang digunakan bersifat tradisional. Alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara merupakan alat tangkap yang dibuat berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Kapal/ armada penangkapan yang digunakan juga bersifat tradisional. Ukuran kapal yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya kurang dari 30 Gross Tonnage (GT). Kapal yang digunakan hanya dapat dioperasikan dengan daya jelajah terjauh mencapai perairan 12 mil laut.

Menurut Saipul (2007), alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara adalah jaring payang, purse seine, rampus, gillnet, bagan, bubu, pancing dan lain-lain. Nelayan Muara Angke mengoperasikan hampir semua alat tangkap seperti jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol, gillnet, trawl, pancing dan lain- lain. Nelayan Cilincing mengoperasikan jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol dan trawl. Nelayan Kamal Muara, selain jaring kejer dan payang mereka juga

mengoperasikan sero serta bagan. Nelayan di Muara Baru mengoperasikan gill net

dan pancing tuna long line.

Nelayan Jakarta Utara mengandalkan pendapatan hidupnya dari kegiatan usaha penangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dijual melalui pasar-pasar yang berada di wilayah Jakarta Utara, terutama pasar- pasar ikan seperti di Pasar Ikan, Pusat Pemasaran Ikan (PPI) Muara Angke, PPI Muara Baru, dan sebagainya.

Umumnya hasil tangkapan yang dijual sebagai pendapatan nelayan tradisional DKI Jakarta kurang dapat memenuhi untuk keperluan hidup sehari- hari, hal ini dikarenakan harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan rendah. Rendahnya harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan dikarenakan kurangnya pengetahuan nelayan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan yang dipasarkan. Kurangnya pengetahuan nelayan tersebut dikarenakan tingkat pendidikan nelayan DKI Jakarta cenderung masih rendah.

4.2.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (1) Sejarah

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman terletak di Teluk Jakarta, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Berdasarkan Anonymous

(2006b), PPS Nizam Zachman sebelumnya disebut dengan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). PPSJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984. Awalnya PPSJ berbentuk Project Management Unit (PMU), namun seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa maka pada tahun 1992 dibentuk Perum Prasarana Perikanan Samudera yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas pelabuhan perikanan yang bersifat komersial. Adapun di lain pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintahan di Pelabuhan.

Selanjutnya Anonymous (2006b) mengemukakan bahwa dalam pembangunan PPSJ, pemerintah Indonesia meminta pemerintah Jepang untuk memimpin pembangunan pelabuhan perikanan di Jakarta, termasuk faislitas-

fasilitas di dalamnya. Perencanaan pembangunan PPSJ dimulai sejak tahun 1972. Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (JICA). PPSJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan dari pemerintah Jepang melalui Overseas Econimic Cooperation Fund (OECF) dan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Consultant International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT. Inconeb dari Indonesia.

Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor KEP.04/MEN/2004 dalam rangka mewujudkan semangat membangun perikanan di masa yang akan datang, memberi penghargaan kepada Bapak Nizam Zachman yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perikanan periode 1969-1976, dengan mencantumkan namanya sebagai nama pelabuhan perikanan yang terletak di jalan Muara Baru, Jakarta Utara tersebut sehingga PPSJ berubah nama menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (Anonymous, 2004).

(2) Pengelolaan

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPS Nizam Zachman) dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta. Unit Pelaksana Teknis (UPT) bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (UPT, 2005 vide Wulandari, 2007). Secara teknis tugasnya antara lain menyelenggarakan urusan umum pemerintah sebagai koordinator instansi terkait di lingkup PPS Nizam Zachman dalam melayani masyarakat perikanan. Instansi terkait lain yang beraktivitas di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah :

1) Dinas Peternakan Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta; 2) Syahbandar;

3) Kesehatan Pelabuhan;

4) Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3); 5) Bea Cukai;

7) Dinas Pemadam Kebakaran; 8) Karantina Ikan.

Berdasarkan Christanti (2005) vide Wulandari (2007), struktur organisasi dan tata kerja UPT PPS Nizam Zachman mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 26.I/MEN/2002 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dengan susunan organisasi yang terdiri dari :

1) Kepala Pelabuhan;

2) Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi : (1) Kepala Sub Bagian Umum,

(2) Kepala Sub Bagian Keuangan.

3) Kepala Bidang Tata Operasional yang membawahi : (3) Kepala Seksi Kesyahbandaran Perikanan, (4) Kepala Seksi Pemasaran dan Informasi. 4) Kepala Bidang Pengembangan yang membawahi :

(5) Kepala Seksi Tata Pelayanan, (6) Kepala Seksi Sarana.

5) Kelompok Jabatan Fungsional Pengawas Sumberdaya Ikan dan Hubungan Masyarakat

Kegiatan pelayanan kepada masyarakat dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta yang mempunyai wewenang dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat (Lubis, 2005). Perum ini merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak tahun 2001, seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN (Anonymous, 2009b). Berdasarkan

Wulandari (2007), Perum Prasarana Perikanan Samudera diatur dalam PP No. 2 Tahun 1990, PP No. 13 Tahun 1998 dan PP No. 23 Tahun 2000. Perum

Prasarana Perikanan Samudera mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan melalui penyediaan fasilitas, barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan serta sebagai stabilisator dan dinamisator dalam melaksanakan fungsi pelayanan umum bersama KUD dan swasta lainnya. Perum berpusat di Jakarta yaitu di PPS

Nizam Zachman, Muara Baru. Perum membawahi kantor-kantor cabang pelabuhan lainnya yaitu PPN Pekalongan, PPN Belawan, PPN Brondong, PPN Pemangkat, PPP Tarakan, PPP Prigi, dan PPP Banjarmasin.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2000, maksud dan tujuan dibentuknya Perum adalah (Putra, 2007) :

1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan

2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan

3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan

4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan

Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Sumber : Wulandari (2007)

Gambar 3 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta

KEPALA CABANG

SEKSI TEKNIK

SUBSEKSI INSTALANSI SUBSEKSI FASILITAS PENDINGIN

DAN GENSET

SUBSEKSI GALANGAN DAN BENGKEL

SEKSI PELAYANAN USAHA

SUBSEKSI GALANGAN DAN TATA KAPAL

SUBSEKSI PERBEKALAN

SUBSEKSI ANEKA SARANA

SUBSEKSI COLD STORAGE SUBAG TATA USAHA

URUSAN KEPEGAWAIAN

URUSAN KEUANGAN

URUSAN RT DAN PERLENGKAPAN

URUSAN TATA LAKSANA

Selama pelaksanaanya, timbul berbagai masalah dan kekurangan yang diketahui oleh masyarakat dan pihak Perum, maka Perum Prasarana Perikanan Samudera menetapkan strategi untuk memperbaiki kekurangan dan permasalahan yang dihadapi tersebut. Berdasarkan Putra (2007), strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah :

1) Meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana yang telah tersedia dan mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menangkap peluang usaha baru

2) Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan beberapa sarana pendukung yang memungkinkan diselenggarakannya secara baik dan lancar kegiatan pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari pelabuhan tersebut

3) Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru di luar usaha pokok perusahaan

4) Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan mengusulkan untuk dikelola perusahaan

5) Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan memanfaatkan peluang usaha baru yang saling menguntungkan

6) Memperkuat struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa pinjaman jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan

7) Mengupayakan terwujudnya tambahan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dalam mendukung pengembangan perusahaan

Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman digambarkan di Gambar 4 berikut.

Sumber : Wulandari, 2007

Gambar 4 Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta

(3) Aktivitas Perikanan Tangkap

1) Musim dan Daerah Penangkapan Ikan

Aktivitas penangkapan ikan dilakukan di suatu daerah penangkapan ikan (DPI) pada saat musim ikan puncak atau sedang. Bila di suatu DPI, musim ikan sedang ”paceklik” maka aktivitas penangkapan dapat dilakukan di DPI yang lain. Aktivitas penangkapan ikan tidak harus dilakukan pada saat musim ikan saja, terlebih ikan selalu bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga pemilihan DPI lain yang sedang mengalami musim ikan puncak dapat dilakukan.

Salah satu faktor yang berkaitan secara tidak langsung dengan musim penangkapan di Indonesia adalah angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April bertepatan dengan musim penghujan, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober bertepatan dengan musim kemarau.

KEPALA PELABUHAN

BAGIAN TATA USAHA

SUB BAGIAN KEUANGAN

SUB BAGIAN UMUM

BIDANG TATA OPERASIONAL BIDANG PENGEMBANGAN

SEKSI TATA PELAYANAN

SEKSI SARANA

SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN

SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI

Musim barat merupakan musim dimana nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan, hal ini dikarenakan pada musim tersebut cuaca dan ombak yang terjadi di lautan tidak mendukung perahu/ kapal untuk melakukan pelayaran, selain ukuran kapal yang belum memadai untuk mengatasi pengaruh musim. Untuk musim dimana nelayan dapat dengan leluasa melakukan operasi penangkapan adalah musim timur. Pada musim timur kapal dapat melakukan pelayaran dengan aman karena ombak dan cuaca yang terjadi mendukung kapal untuk mencari ikan.

Musim pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan dapat diindikasikan oleh perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan tersebut. Pada tahun 2006, pendaratan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman dilakukan sepanjang tahun. Selama tahun tersebut, musim puncak pendaratan hasil tangkapan terjadi empat kali yaitu pada bulan Januari, Maret, Agustus dan November (Gambar 5) Pada bulan Maret pendaratan hasil tangkapan sebesar 1.523,20 ton atau sebesar 9,3 %. Pada bulan Januari sebesar 1.507,79 ton atau 9,2 %, November 1.471,19 ton atau 9,0 %, dan Agustus sebesar 1.423,38 ton atau 8,7 % (Anonymous, 2006c).

Gambar 5 Perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta tahun 2006

Ketepatan dalam penentuan daerah penangkapan ikan juga merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

P ro d u sk i (t o n ) Bulan

selain penentuan musim ikan. Bila penentuan daerah penangkapan ikan atau

fishing ground tepat maka peluang keberhasilan operasi penangkapannya pun tinggi. Penentuan fishing ground berkaitan dengan penentuan tempat distribusi atau migrasi ikan. Distribusi dan migrasi ikan berkaitan dengan siklus hidup dan kondisi oseanografi di suatu perairan yang merupakan penunjang bagi kelangsungan hidup suatu populasi ikan.

Berdasarkan Anonymous (2006d), posisi geografis daerah-daerah penangkapan ikan nelayan-nelayan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak pada posisi 6° 00’ 00” LS sampai 4° 00’ 00” LS dan 106° 00’ 00” BT sampai 108° 00’ 00” BT, yaitu terletak mulai dari perairan Teluk Jakarta hingga perairan barat Sumatera Selatan. Nelayan PPS Nizam Zachman tidak hanya beroperasi di daerah-daerah penangkapan ikan yang disebutkan di atas tersebut, akan tetapi juga beroperasi di perairan-perairan laut lainnya seperti Laut Natuna, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan.

Selanjutnya Anonymous (2006d) menyebutkan bahwa daerah-daerah penangkapan ikan lainnya bagi nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman, seperti nelayan Indramayu, Tegal, Cirebon, nelayan Pekalongan, adalah di perairan Laut Jawa Bagian Barat yaitu pada posisi 7° 00’ 00” LS sampai 5° 00’ 00” LS dan 108° 00’ 00” BT sampai 111° 00’ 00” BT.

2) Unit penangkapan ikan

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan unit dalam suatu operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap dan kapal / perahu penangkapan ikan.

(1) Alat tangkap

Jenis-jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman yaitu gillnet, longline, purse seine, bubu, muroami, jaring tangsi dan boukeami.

Tabel 2 Jenis, jumlah dan komposisi alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006

No. Jenis Alat Tangkap Jumlah

(unit) Komposisi (%) 1. Gillnet 965 29,3 2. Bubu 12 0,4 3. Purse seine 828 25,1 4. Longline 1.086 32,9 5. Muroami 4 0,1 6. Jaring Tangsi 57 1,7 7. Boukeami 344 10,4 Jumlah 3.296 100,0

Sumber : Anonymous, 2006c (data diolah kembali)

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jum la h A la t Ta ng ka p (un it )

Gambar 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPS Nizam Zachman periode 2000-2006

Pada tahun 2006, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman (Tabel 2) didominasi oleh alat tangkap longline yaitu berjumlah 1.086 unit (32,9 %) dan gillnet berjumlah 965 unit (29,3 %), sementara jenis alat tangkap lainnya seperti jaring tangsi (gillnet monofilament) hanya berjumlah 57 unit (1,7 %), bubu berjumlah 12 unit (0,4 %), boukeami berjumlah 344 unit (10,4 %), purse seine berjumlah 828 unit (25,1 %), dan muroami berjumlah 4 unit (0,1 %). Pada tahun tersebut total alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan- nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman berjumlah 3.296 unit (Anonymous, 2006c).

Perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 2000-2006, memiliki

kecenderungan yang menurun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar negatif 8,5 % setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2001, yaitu sebanyak 6.217 unit, sedangkan jumlah terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 3.239 unit atau turun sebesar 16,9 % dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak alat tangkap yang tidak beroperasi karena nelayan tidak melaut. Banyaknya nelayan yang tidak melaut diduga dikarenakan mereka tidak mampu lagi membeli solar untuk bahan bakar kapal. Harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dapat dijangkau oleh nelayan, sejak kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2005. Adapun penurunan jumlah alat tangkap yang dioperasikan pada periode tahun 2001-2003, menurut Putra (2007) diduga dikarenakan banyaknya alat tangkap yang mengalami penurunan usia teknis sehingga tidak dapat dioperasikan dengan layak sedangkan pembelian alat tangkap baru sulit dilakukan karena harganya yang relatif mahal. Umumnya pembelian alat tangkap baru dibeli dari negara lain (impor) sehingga harganya relatif mahal. Dugaan tersebut dikuatkan berdasarkan wawancara peneliti dengan nelayan pemilik bahwa pabrik yang memproduksi alat tangkap di dalam negeri sangat sedikit dan kualitasnya relatif kurang baik.

Jenis alat tangkap dominan yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman dengan asumsi jumlah unit lebih besar dari 5 % dari total alat tangkap di PPS Nizam Zachman adalah longline (32,9 %), gillnet (29,3 %), purse seine (25,1 %), dan boukeami (10,4 %) (Gambar 7).

Longline 32,9 % Gillnet 29,3 % Purse Seine 25,1 % Boukeami 10,4 % Jaring Tangsi 1,7 % Bubu 0,4 % Muroami0,1 %

Longline Gillnet Purse Seine Boukeami

Jaring Tangsi Bubu Muroami

Gambar 7 Diagram pie komposisi alat tangkap menurut jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006

Alat tangkap longline merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan di PPS Nizam Zachman. Hal ini dikarenakan di PPS Nizam Zachman, alat tangkap longline dioperasikan dalam skala usaha besar, dimana skala usaha ini dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar yang bermukim di kawasan industri PPS Nizam Zachman. Hasil tangkapan longline dari kawasan industri ini diperuntukkan tujuan ekspor (Anonymous, 2006b).

Alat tangkap terbanyak kedua dan ketiga yaitu gillnet dan purse seine. Hasil tangkapan dari armada yang mengoperasikan kedua jenis alat tangkap ini sebagian besar dipasarkan untuk keperluan dalam negeri atau lokal yaitu Muara Angke, Banten, Sukabumi, hingga Bandung.

(2) Armada penangkapan ikan

Sebagian besar armada penangkapan ikan atau kapal ikan yang beroperasi di PPS Nizam Zachman merupakan jenis kapal motor; menggunakan mesin dalam (inboard). Kapal motor yang dioperasikan di PPS Nizam Zachman berukuran kurang dari 10 Gross Tonnage (GT) hingga lebih besar dari 200 GT.

Armada penangkapan ikan yang memanfaatkan PPS Nizam Zachman digolongkan ke dalam dua jenis kapal yaitu kapal tradisional dan kapal industri. Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman merupakan kapal-kapal motor yang memiliki ukuran kurang dari 30 Gross Tonage (GT), sedangkan armada/kapal industri merupakan kapal motor yang berukuran mulai dari 30 GT hingga lebih dari 200 GT (Anonymous, 2006b).

Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman diantaranya kapal gillnet,

muroami, boukeami, bubu dan jaring tangsi (gillnet monofilament). Kapal-kapal tersebut umumnya mempunyai ukuran kurang dari 30 GT. Armada/ kapal industri di PPS Nizam Zachman adalah kapal longline dan purse seine. Kedua jenis kapal tersebut umumnya memiliki ukuran lebih dari 200 GT (Anonymous, 2006b). Armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman melakukan pendaratan hasil tangkapan di dermaga barat, sedangkan armada/ kapal industri di dermaga timur.

Pada tahun 2006, frekuensi armada penangkapan ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman (Tabel 3) berjumlah 3.793 kali dan didominasi oleh kapal-kapal yang berukuran 20-30 GT, 50-100 GT dan 100-200 GT. Armada berukuran 20-30

GT berjumlah 1.104 kali (29,1 %), berukuran 50-100 GT berjumlah 933 kali (24,6 %) dan kapal berukuran 100-200 GT berjumlah 1.141 kali (30,1 %).

Tabel 3 Jumlah frekuensi kapal masuk dan komposisinya berdasarkan kategori ukuran kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006

No. Kategori Ukuran Kapal (Gross Tonnage) Frekuensi (kali) Komposisi (%) 1 < 10 GT 110 2,9 2 10- 20 GT 138 3,6 3 20-30 GT 1.104 29,1 4 30-50 GT 268 7,1 5 50-100 GT 933 24,6 6 100-200 GT 1.141 30,1 7 > 200 GT 99 2,6 Jumlah 3.793 100,0

Sumber : Anonymous, 2006b (data diolah kembali)

(3) Nelayan

Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan tradisional, umumnya merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah yang mayoritas tinggal di wilayah Kota Jakarta Utara, seperti yang dijelaskan pada subsubbab 4.2.1 di atas.

Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta tahun 2000-2006 Tahun Jumlah Nelayan

(orang) Persentase Pertumbuhan (%) 2000 71.898 - 2001 96.049 33,6 2002 110.372 14,9 2003 217.327 96,9 2004 219.472 0,9 2005 174.913 -20,3 2006 218.807 25,1 Rata-rata 158.405 25,0 Kisaran 71.898 - 219.472 -20,3 - 96,9

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jum la h N el ay an (ora ng )

Gambar 8 Grafik perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta periode tahun 2000-2006

Berdasarkan Tabel 4, pada tahun 2000 jumlah nelayan DKI Jakarta sebanyak 71.898 orang. Pada tahun 2003, jumlah nelayan meningkat signifikan menjadi sebanyak 217.327 orang, sedangkan pada tahun 2005 jumlah nelayan DKI Jakarta menurun sebesar negatif 20,3 % atau 174.913 orang. Kemudian naik kembali pada tahun 2006 dengan kenaikan sebesar 25,1 % atau menjadi sebanyak 218.807 orang. Perkembangan nelayan DKI Jakarta periode 2000–2006 berdasarkan Anonymous (2006c), seperti pada Tabel 4 dan Gambar 8, mengalami pertumbuhan dengan kisaran negatif 20,3 sampai dengan positif 96,9 %. Perkembangan tersebut selama tahun 2000–2006 mengalami fluktuasi, namun cenderung meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu memiliki pertumbuhan 96,9 % dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2005, dengan penurunan sebesar 20,3 % dari tahun sebelumnya.

Peningkatan jumlah nelayan periode 2000-2003 ini, berdasarkan Putra (2007) diduga didominasi dari peningkatan jumlah nelayan yang bekerja pada usaha perikanan tuna / longline. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1993, kegiatan penangkapan dengan alat tangkap longline didominasi oleh nelayan asing yang berasal dari Taiwan. Hal ini sempat menimbulkan permasalahan dengan nelayan Indonesia sehingga pihak pelabuhan menetapkan jumlah proporsi nelayan asing dikurangi. Pada tahun– tahun berikutnya, kapal tuna yang berbendara Taiwan di

Indonesia-kan dan nelayan yang bekerja pada kapal longline hampir seluruhnya berasal dari Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara, penurunan yang cukup tajam pada tahun 2005 dikarenakan pada tahun tersebut, terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), termasuk solar, yang digunakan untuk kebutuhan melaut oleh nelayan, sehingga nelayan DKI Jakarta lebih memilih untuk tidak melaut dan beralih profesi.

(4)Jenis, Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta

1) Jenis hasil tangkapan dan ketersediaanya

Berdasarkan Anonymous (2006c), terdapat lebih dari dua puluh jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Jenis hasil tangkapan tersebut didaratkan dari kapal tradisional dan kapal industri yang khusus didaratkan di Tuna Landing Center (TLC). Jenis dan volume produksi hasil tangkapan per jenis yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5.

Hanya tiga jenis dari seluruh jenis hasil tangkapan tersebut yang menunjukkan secara kuantitatif dominan; dengan asumsi disebut dominan bila memiliki persentase komposisi sama dengan atau lebih dari 5,0 %. Ketiga jenis hasil tangkapan tersebut yaitu tuna (Thunnus sp.) sebesar 35,5 % atau sebanyak 5.518,1 ton per tahun pada tahun 2006; tongkol (Auxis sp.) sebesar 29,2 % atau 4.544,8 ton; dan tenggiri (Scomberomorus sp.) sebesar 13,4 % atau sebanyak 2.088,2 ton.

Ketersediaan ketiga jenis hasil tangkapan dominan tersebut (tabel 6) adalah untuk tuna 153,8-987,9 ton per bulan atau 5,1-32,9 ton per hari atau rata-rata 15,3 ton per hari; untuk tongkol 251,1-657,5 ton per bulan atau 8,4-21,9 ton per hari atau rata-rata 12,6 ton per hari; sedangkan tenggiri dengan kisaran 99,2-300,5 ton

Dokumen terkait