• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Administrasi dan Posisi Astronomis Lokasi Penelitian

Kota Padang terdiri atas 11 kecamatan, yaitu: (1) Kecamatan Koto Tangah, (2) Kecamatan Padang Utara, (3) Kecamatan Nanggalo, (4) Kecamatan Kuranji, (5) Kecamatan Padang Barat, (6) Kecamatan Padang Timur, (7) Kecamatan Padang Selatan, (8) Kecamatan Pauh, (9) Kecamatan Lubuk Begalung, (10) Kecamatan Lubuk Kilangan, dan (11) Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Secara astronomis, Kota Padang terletak antara 314000-334000 mT dan 9874000- 9917000 mS (Peta Administratif Lokasi Penelitian: Lampiran 5; hal.138). Adapun batas daerah Kota Padang adalah sebagai berikut:

1. sebelah barat berbataskan dengan Samudera Indonesia, 2. sebelah timur berbataskan dengan Kabupaten Solok,

3. sebelah utara berbataskan dengan Kabupaten Padang Pariaman, dan 4. sebelah selatan berbataskan dengan Kabupaten Pesisir Selatan

4.2. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian

4.2.1. Karakteristik Iklim Lokasi Penelitian

Hujan merupakan parameter iklim yang paling penting dalam memberikan kontribusi terhadap terjadinya proses longsor (Peta Distribusi Curah Hujan Lokasi Penelitian: Lampiran 6; hal. 139). Parameter tersebut berupa curah hujan yang terdiri atas bulan basah (CH rata2 >100mm) dan bulan kering (CH rata2 <60mm). Rata-rata curah hujan Kota Padang periode 1980-2005 tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-Rata Curah Hujan (mm) Kota Padang Periode 1980-2005

Wilayah/ Jumlah Curah Hujan Bulanan

Stasiun Jan Peb Mar Apr Mai Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jml

Tabing 324.8 265.4 253.3 328.3 244.9 273.5 297.5 353.3 385.2 452.9 485.7 372.0 4037.2 Ladang Padi 392.2 252.0 390.6 497.3 412.4 302.4 351.2 340.3 437.7 514.9 564.7 464.5 4920.3 Simpang Alai 258.0 230.3 273.4 349.0 261.1 293.8 304.5 292.8 355.6 409.2 459.8 346.7 3834.2 Gunung Nago 280.8 144.2 226.4 327.2 248.1 253.1 305.4 316.9 391.2 369.4 446.7 350.2 3659.6 Teluk Bayur 195.3 162.3 140.0 238.0 184.5 236.9 181.7 231.4 243.9 235.7 464.0 267.0 2781.1 Kasang 323.8 244.7 194.6 377.7 195.5 264.9 265.8 316.5 359.6 346.5 421.6 411.3 3722.5 Gunung Sarik 296.0 188.3 219.0 285.3 251.8 270.1 261.3 341.1 302.6 418.7 439.7 405.1 3679.0

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Tabing Padang (2007); Stasiun Curah Hujan Ladang Padi (2007); Stasiun Curah Hujan Simpang Alai (2007); Stasiun Curah Hujan Gunung Nago (2007); Stasiun Curah Hujan Teluk Bayur (2007); Stasiun Curah Hujan Kasang (2007); Stasiun Curah Hujan Gunung Sarik (2007)

Kota Padang memiliki tiga tipe iklim, yaitu tipe iklim sangat basah, basah, dan agak basah. Wilayah dengan tipe iklim sangat basah adalah Tabing, Ladang Padi, Simpang Alai, Gunung Nago, dan Kasang. Wilayah dengan tipe iklim basah adalah Gunung Sarik dan wilayah dengan tipe iklim agak basah adalah Teluk Bayur. Perbedaan rata-rata curah hujan di Kota Padang dapat di lihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rata-Rata Curah Hujan Kota Padang (1985-2005)

Rata-rata curah hujan terendah di Kota Padang pada bulan Februari adalah pada wilayah Gunung Nago, dan untuk bulan Maret-Desember terjadi pada wilayah Teluk Bayur. Rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan bulan Agustus terjadi pada wilayah Tabing, tetapi untuk bulan Maret-Juli dan September-Desember terjadi pada wilayah Ladang Padi. Dengan kondisi rata-rata curah hujan di Kota Padang >100 mm/bulan maka lokasi penelitian tergolong wilayah basah dan pemicu untuk terjadinya longsor pada daerah-daerah dengan kondisi karakteristik lahan yang tidak stabil.

4.2.2. Karakteristik Geologi Lokasi Penelitian

Berdasarkan peta Geologi lembar Padang (Kastowo dan Leo, 1972) skala 1:250.000, satuan geologi daerah penelitian tergolong pada alluvium, material

Rata-Rata Curah Hujan Kota Padang (mm/bulan) Periode Tahun 1985-2005

0 100 200 300 400 500 600

Tabing Ladang Padi Simpang Alai Gunung Nago Teluk Bayur Kasang Gunung Sarik

Stasiun Cur ah Huj an ( m m /bu la n) Jan Peb Mar Apr Mai Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

51 vulkanik tua, miocene batu kapur, pasir lanau, pasir lanau pasiran, pleistocene

rombakan andesit, pleistocene endapan vulkanik, pliocene rombakan andesit, dan

pliocene endapan vulkanik (Peta Geologi Lokasi Penelitian: Lampiran 7; hal. 140). Material vulkanik tua berumur pliocene sampai awal holocene, yang berupa lahar, konglomerat, dan endapan kolovial lainnya. Pleistocene rombakan andesit yang terdiri dari andesit dan tuff yang berumur akhir pleistocene sampai dengan awal holocene, yang berupa andesit dan tuff yang berselingan dan/atau andesit sebagai inklusi di dalam tuff. Selain itu, struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian antara lain berupa kekar (joints) serta struktur sesar (patahan) yang dibuktikan dengan ditemukannya “cermin sesar” (slickenside), lineasi, serta beberapa fragment batuan yang mengalami breksiasi. Kemudian, pelapisan batuan yang menyusun daerah penelitian umumnya miring ke arah kaki lereng, sehingga sangat mempengaruhi kemiringan lereng dan secara langsung sangat berpengaruh pada kecepatan run off dalam mengikis dan menghanyutkan tanah. Struktur geologi alluvium merupakan hasil endapan sungai berupa pasir, kerikil, dan endapan lempung, sedangkan pasir lanau berupa hasil endapan lumpur bercampur pasir (Data Karakteristik Geologi Lokasi Penelitian: Lampiran 8; hal. 141).

Struktur pelapisan batuan di lokasi penelitian dapat dibedakan atas 4 tipe, yaitu: (1) struktur pelapisan batuan dengan kondisi horizontal, tegak, miring, pada medan datar-berombak (0-8%) (MA), (2) struktur pelapisan batuan dengan kondisi tidak berstruktur pada medan curam (20%), miring pada medan bergelombang (8-14%) (MB), (3) struktur pelapisan batuan dengan kondisi miring dengan pelapisan keras lunak pada medan berombak/bergelombang (8-30%) (MC), dan (4) struktur pelapisan batuan dengan kondisi miring dengan pelapisan keras lunak pada medan bergelombang/berbukit (MD).

Tingkat pelapukan batuan di lokasi penelitian juga dapat dibedakan atas 4 tipe, yaitu: (1) tidak tampak adanya pelapukan, batuan sesegar kristal (TL), (2) pelapukan hanya terjadi pada diskontinuitas terbuka yang menimbulkan perbedaan warna (LR), (3) kurang dari setengah batuan atau terintegrasi menjadi tanah, bagian tengah batuan masih segar (LS), dan (4) lebih dari setengah batuan terdekomposisi dan atau terdisintegrasi pada tengah batuan sampai seluruhnya berubah menjadi tanah (LK).

4.2.3. Karakteristik Geomorfologi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tergolong pada daerah dengan tipe relief yang bergelombang dan topografi yang relatif berombak sampai curam (Peta Kemiringan Lereng Lokasi Penelitian: Lampiran 9; hal. 142). Kemiringan lereng daerah penelitian juga bervariasi antara landai sampai curam dengan bentuk lereng datar, cekung, cembung, dan komplek (Data Karakteristik Geomorfologi Lokasi Penelitian: Lampiran 10; hal. 143).

Bentuklahan lokasi penelitian dapat dibedakan atas: (1) backswamp, (2) dataran aluvial pantai, (3) dataran antar gisik, (4) dataran bajir, (5) beting gisik, (6) bura pasir, (7) kipas aliran piroklastik, (8) kipas fluvio vulkanik, (9) komplek pegunungan volkan, (10) perbukitan kapur, (11) perbukitan vulkanik, dan (12) tanggul alam. yaitu bentuklahan adalah bentuklahan perbukitan vulkanik, bentuklahan komplek marin, bentuklahan tombolo, bentuklahan dataran alluvial, bentuklahan rawa belakang, dan bentuklahan dataran alluvial pantai. Bentuklahan komplek pegunungan volkan merupakan bentuklahan yang paling dominan menyusun daerah penelitian, yang mempunyai kemiringan lereng miring sampai

curam dan dengan bentuk lereng cekung, cembung, dan kompleks (Peta

Bentuklahan Lokasi Penelitian: Lampiran 11; hal. 144).

4.2.4. Sebaran Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Tanah merupakan parameter lahan yang menentukan terjadinya longsor. Jenis tanah di daerah penelitian berdasarkan Peta Tanah Kota Padang, skala 1:50.000 (Bappeda, 2005) dan survei lapangan, umumnya didominasi oleh tanah Lithosols dan Podzols. Selain itu, juga terdapat jenis tanah Andosol, Histosols, Gelysols, dan Regosol (Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian: Lampiran 12; hal. 145).

Kedalaman solum tanah daerah penelitian umumnya antara 34cm-96cm tergolong dangkal-dalam, tergantung dari kondisi kemiringan lereng yang menyusun lahan. Tekstur umumnya lempung liat berpasir dan permeabilitas umumnya agak cepat-sangat cepat. Hal ini menunjukan lokasi penelitian umumnya sudah cukup kritis dan telah mengalami degradasi fisika tanah yang cukup lanjut, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng >20% (Data Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian: Lampiran 13; hal. 146).

53 4.2.5. Kondisi Hidrologi Lokasi Penelitian

Keadaan hidrologi lokasi penelitian meliputi air permukaan, aliran-aliran sungai yang relatif kecil dan air tanah dangkal. Sungai-sungai di lokasi penelitian tergolong pada sungai-sungai yang bermuara ke pantai barat pulau Sumatera dan mempunyai hulu DAS umumnya pada lereng barat Bukit Barisan. Terdapat 21 sungai/batang dengan lebar antara 6-60 m dan panjang antara 0,4-20 km. Karakteristik sungai di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nama Sungai, Panjang/Lebar dan Daerah yang Dilalui di Wilayah Kota Padang

No Nama Sungai /Batang

Panjang (km2)

Lebar

(m) Kecamatan yang Dilalui

1 Batang Kuranji 17 30 Kec. Pauh, Kuranji, Nanggalo, Padang Utara

2 Batang Belimbing 5 5 Kecamatan Kuranji

3 Batang Guo 5 5 Kecamatan Kuranji

4 Batang Arau 5 60 Kecamatan Padang Selatan

5 Batang Muaro 0,4 24 Kecamatan Padang Utara

6 Sungai Banjir Kanal 5,5 60 Kecamatan Padang Timur dan Utara

7 Batang Logam 15 25 Kecamatan Koto Tangah

8 Batang Kandis 20 20 Kecamatan Koto Tangah

9 Sungai Tarung 12 12 Kecamatan Koto Tangah

10 Batang Dagang 3 11 Kecamatan Nanggalo

11 Sungai Gayo 5 12 Kecamatan Pauh

12 Sungai Padang Aru 4 8 Kecamatan Lubuk Kilangan

13 Sungai Padang Idas 2 6 Kecamatan Lubuk Kilangan

14 Batang Kp. Juar 6 30 Kecamatan Lubuk Begalung

15 Batang Aru 5 30 Kecamatan Lubuk Begalung

16 Batang Akyu Aro 3 15 Kecamatan Bungus Teluk Kabung

17 Sungai Timbalun 2 8 Kecamatan Bungus Teluk Kabung

18 Sunagi Sarasah 3 7 Kecamatan Bungus Teluk Kabung

19 Sungai Pisang 2 6 Kecamatan Bungus Teluk Kabung

20 Bandar Jati 2 6 Kecamatan Bungus Teluk Kabung

21 Sungai Koto - - Kecamatan Padang Timur

Sumber: RTRW Kota Padang 2004-2013

Karakteristik sungai di lokasi penelitian adalah sungai permanen, yaitu sungai yang selalu mengaliri air sepanjang tahun. Kondisi air tanah di lokasi penelitian berbeda menurut ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Kedalaman air tanah di lokasi penelitian cukup dangkal umumnya ditemukan pada bagian daerah yang relatif datar, yaitu dengan kedalaman muka air tanah <5m (Data Karakteristik Hidrologi Lokasi Penelitian: Lampiran 14; hal. 147).

4.2.6. Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian

Penggunaan lahan di lokasi penelitian umumnya adalah hutan, permukiman, kebun, semak, dan sawah. Selain itu, juga ditemukan lahan terbuka

bekas longsor dan bekas tambang batu kapur untuk bahan baku semen (pengolahan Citra Landsat ETM 7+ tahun 2006). Luas lahan yang digunakan untuk permukiman sampai dengan tahun 2006 adalah seluas 16.608 ha, yang tersebar pada masing-masing wilayah dengan beragam tingkat bahaya longsor. Luas lahan yang digunakan untuk hutan 39.733 ha, semak 2.350 ha, kebun 7.526 ha, sawah 2.085 ha, dan lahan terbuka 1.194 ha (Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian Tahun 2006: Lampiran 15; hal. 148). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Tipe Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian Tahun 2006

No Tipe Penggunaan Lahan Luas (ha)

1 Permukiman 16.608 2 Lahan Terbuka 1.174 3 Semak 2.316 4 Kebun Campuran 7.511 5 Hutan 39.424 6 Sawah 2.083

7 Sungai dan Laut 380

Jumlah 69.496 Sumber: Data Primer Penelitian (2008)

Penggunaan lahan permukiman dapat dibedakan atas lahan perumahan, lahan perusahaan, lahan industri, dan lahan jasa. Lahan sawah dilokasi penelitian tergolong pada lahan sawah beririgasi teknis. Lahan kebun umumnya digunakan untuk perkebunan rakyat, kebun sayuran, dan kebun campuran. Lahan hutan dapat dibedakan atas hutan primer dan hutan rawa atau hutan bakau magrove.

4.3. Kondisi Sosial Masyarakat di Lokasi Penelitian

Jumlah penduduk di lokasi penelitian sebanyak 821.840 jiwa yang menyebar di 11 kecamatan dengan jumlah kepala keluarga (KK) 159.891 KK atau 5,14 jiwa tiap KK. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata adalah 2,04 dan kepadatan penduduk 11,83 jiwa/ha atau 118,3 jiwa/km2. Penduduk (tenaga kerja) produktif (10-55 tahun) sebanyak 574.745 jiwa. Penduduk yang berusia kurang dari 10 tahun sebanyak 158.616 jiwa dan yang berusia lebih dari 55 tahun sebanyak 62.478 jiwa. Dengan keadaan ini, tingkat ketergantungan yaitu jumlah penduduk tidak produktif di bagi dengan penduduk produktif, sebesar 221.094/574.745 = 0,39. Artinya, setiap 100 orang penduduk produktif mempunyai tanggungan 39 orang.

Mata pencaharian penduduk pada tahun 2005 dapat dibedakan atas: (1) pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan, (2) pertambangan dan

55 penggalian, (3) industri, (4) listrik dan gas, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel, dan rumah makan, (7) komunikasi dan transportasi, (8) keuangan, (9) jasa, dan (10) lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kota Padang Jumlah Penduduk (%)

No Lapangan Usaha

Laki-laki Perempuan Jumlah

(%)

1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, dan

Perikanan 5,59 2,79 4,65

2 Pertambangan dan Penggalian 1,10 0,28 0,38

3 Industri 9,83 5,35 8,33

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,28 0,00 0,19

5 Konstruksi 14,57 0,56 9,88

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 27,87 37,64 31,14

7 Komunikasi dan Transportasi 16,18 3,32 11,88

8 Keuangan 3,37 3,10 3,28

9 Jasa-jasa 20,64 46,73 29,37

10 Lainnya 0,57 0,23 0,45

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kota Padang (2005)

Penduduk yang bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan adalah sebesar 4,65%, bidang pertambangan dan penggalian sebesar 0,38%, bidang industri sebesar 8,33%, bidang listrik, gas, dan air bersih sebesar 0,19%, bidang konstruksi sebesar 9,88%, bidang perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 31,14%, bidang komunikasi dan transportasi sebesar 11,88%, bidang keuangan sebesar 3,28%, bidang jasa-jasa sebesar 29,37%, dan bidang lainnya sebesar 0,45%. Berkaitan dengan bidang pertanian dipandang sangat penting karena berhubungan dengan pengelolaan lahan. Persentase masyarakat dan hubungannya dengan pemanfaatan lahan dapat di lihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Persentase Masyarakat dan Hubungannya dengan Pemanfaatan Lahan

Kecamatan KKP% PRA% PEMILIK% GARAP% SEWA%

Bungus Teluk Kabung 51,7342 81,5934 29,4815 23,2143 28,5199

Lubuk Kilangan 14,0972 58,5416 45,4365 7,0238 7,0734 Lubuk Begalung 13,8514 45,6040 29,6815 10,1311 3,7202 Padang Selatan 28,2111 67,4721 32,2762 27,3702 0,8408 Padang Timur 0,0000 4,0480 0,0000 0,0000 0,0000 Padang Barat 0,0000 1,3752 0,0000 0,0000 0,0000 Padang Utara 0,7917 16,0570 1,2600 0,5520 0,2397 Nanggalo 62,0313 49,7798 63,8281 50,3622 11,6690 Kuranji 42,6989 51,9460 54,9112 35,4901 7,2088 Pauh 49,4104 49,7327 35,0000 24,1903 25,2201 Koto Tangah 23,7306 26,1967 33,2643 16,7330 6,9976 Rata-Rata 26,0506 41,1224 29,5581 17,7333 8,31722

Persentase keluarga petani (KKP) di Kota Padang adalah 26,05% dari jumlah kepala keluarga (KK) dan jumlah keluarga prasejahtera 41,12%. Persentase pemilik lahan (PEMILIK) di Kota Padang hanya berkisar pada 29,55%, persentase pemilik lahan sekaligus penggarap lahan (GARAP) adalah 17.73%, dan persentase penggarap/penyewa lahan (SEWA) adalah sekitar 8,32%. Dengan kondisi tersebut, maka interaksi antara masyarakat dengan lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat besar sekali. Hal ini sangat berbahaya kalau tidak diikuti dengan cara pengelolaan lahan yang benar, terutama pada daerah berlereng, karena bisa memicu terjadinya longsor pada daerah tersebut.

57

Dokumen terkait