• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.3. Keahlian Audit

Keahlian audit merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada pada diri seorang auditor guna membantu tugasnya melakukan pemeriksaan untuk memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah dibuat oleh klien.

Trotter (1986) dalam artikel Chow and Rice (1987) dalam Mayangsari (2003 : 4) menyatakan mendefinisikan ahli sebagai orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaannya dengan mudah, cepat, intuitif, dan jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Sedangkan menurut Hayes – Roth, et, al (1983) dalam Mayangsari (2003 : 4) menyebutkan bahwa keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap suatu masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut dan ketrampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Selanjunya menurut Bedard (1989) dalam Mayangsari (2003 : 5) mengartikan Keahlian audit adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit

Namun demikian secara umum belum ada kesepakatan mengenai definisi keahlian diantara peneliti. Dalam bidang auditng keahlian sering diukur dengan pengalaman. Sedangkan Ashton (1991) menambahkan bahwa ukuran keahlian tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan – pertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik, karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah lain disamping pengalaman. Bremer (1980) dan Berdard (1989) dalam Mayangsari (2003 : 5) menyebutkan bahwa kombinasi dari pengalaman praktis dan pendidikan merupakan suatu ukuran dari suatu keahlian.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keahlian audit adalah merupakan keahlian yang dimiliki oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dalam menerapkan standart, prosedur, dan teknik pemeriksaan yang diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan.

2.2.4. Independensi

Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

Sesuai dengan Standar Profesi Akunatan Publik 2001 seksi 220 PSA No.04 Alinea 2, dijelaskan bahwa Independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaanya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Mulyadi (2002: 26) menjelaskan bahwa independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain, dan auditor indepeden adalah audior profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

Selanjutnya menurut Christiawan (2002) menyatakan bahwa independen adalah merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik.

Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Auditor yang

independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas, 2005 dalam Arens, (2004 : 6). Selanjutnya Arens dkk (2004 : 7) juga menyatakan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik akan independensi yang dimiliki auditor. Sikap independen meliputi:

1. Independen dalam fakta (independence in fact)

Independen dalam diri auditor yaitu kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur dan objektif dalam melakukan penugasan audit. 2. Independen dalam penampilan (independence in appearance)

Independen yang dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit yang mengetahui hubungan antara auditordengan kliennya.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Dalam kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut.

2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya.

3. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa independensi adalah merupakan suatu sikap auditor yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain.

2.2.5. Kompetensi

Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Dalam melaksanakan audit, akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli di bidang akuntansi dan auditing (Christiawan, 2002: 83).

Menurut Mitrani (1995) dalam Rahamawati (2004) mendefinisikan kompetensi adalah sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

Sedangkan menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Alim (2007) mendefinisikan kompetensi adalah sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, system nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.

Selanjunya menurut Susanto (2000) dalam Alim (2007 : 6) kompetensi adalah merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang non-rutin.

Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus di bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium (Suraida, 2005).

Adapun Suraida (2005) menyatakan, kompetensi adalah keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-lain seperti:

1. Untuk luar negeri (AS) ujian CPA (Certified Public Accountant) 2. Dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik) 3. PPB (Pendidikan Profesi Berkelanjutan)

4. Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern

5. Keikutsertaan dalam seminar, simposium dan lain-lain

Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar/simposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya

Selanjutnya berdasarkan Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Publik, kompetensi dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Kompetensi professional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah :

1. Pencapaian Kompetensi Profesional

Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus,

pelatihan dan ujian professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.

2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional

a Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan professional secara berkesinambungan selama kehidupan professional anggota.

b Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional..

c Anggota harus menetapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya (Mulyadi, 2002: 58).

2.2.6. Kualitas Audit

Auditor sangat berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan. Kualitas jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik diatur dan dikendalikan melalui berbagai standar yang diterbitkan oleh organisasi profesi tersebut. Untuk mengukur kualitas audit maka diperlukan suatu criteria. Standat auditing merupakan salah satu ukuran kualitas audit. Standar ini harus diterapkan dalam setiap audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen. Standar ini dapat diterapkan tanpa memandang besar kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri maupun sifat organisasi bisnis.

Kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit, dalam SPAP seksi 161 paragraf 1, dinyatakan bahwa dalam penugasan audit, auditor bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Menurut Christiawan (2002: 83) kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Good quality audits require both competence (expertise) and independence. These qualities have direct effects on actual audit quality, as well as interactive effects. In addition, financial statementuser’s perception of audit quality are function oftheir perceptions of both auditor independence and expertise (AAA Finansial Accounting Standard Committee 2000). Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai

yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi, sedangkan independensi berkaitan dengan masalah etika akuntan publik yang tidak mudah dipengaruhi.

Perlu diketahui bahwa standar auditing berbeda dengan prosedur auditing, hal ini dinyatakan dalam SPAP seksi 150 paragraf 1, yaitu :“Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing, yaitu prosedur berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan criteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing berkaitan dengan tidak hanya kualitas professional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya”.

Auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan suatu perusahaan harus didasarkan pada standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing tersebut merupakan ukuran mutu (kualitas) dari kualitas audit yang dihasilkannya. Sedangkan kompetensi dan independensi merupakan faktor-faktor penentu dari kualitas audit seorang akuntan publik dalam pelaksanaan audit sesuai dengan standar auditing tersebut.

Dokumen terkait