• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kearifan dan Praktek Konservasi Suku Melayu Tradisional

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan

5.6 Kearifan dan Praktek Konservasi Suku Melayu Tradisional

Dalam mengelola lingkungan masyarakat Melayu Tradisional memiliki dasar dan konsep pengelolaan konservasi, pepatah masyarakat Melayu Tradisional yang berbunyi "tindik dabu, lupak pendanauan, sialang pendulangan, cucur ayik

sinding pematang" (sesuatunya didasarkan pada adat, sungai dilindungi untuk

mendapatkan ikan, sialang untuk mendapatkan madu, batas desa dan kekuasaan didasarkan pada sungai yang mengalir pada sungai besar /DAS).

Selain itu mereka juga mengenal puaka yaitu suatu hamparan hutan yang dikeramatkan dan dipercayai adanya roh-roh gaib dari leluhur yang bersemayam di daerah tersebut. Dalam kampung juga terdapat banyak sialang (pohon yang dihinggapi lebah yang menghasilkan madu). Menebang pohon sialang merupakan

kesalahan kedua setelah membunuh manusia. Jika pohon sialang tertebang maka masyarakat akan mengadakan upacara menebus kematian pohon kehidupan dengan memberi sepucuk kain putih. Biasanya kalau sialang tertebang akan dilakukan denda baik bagi masyarakat setempat ataupun pihak luar. Pohon sialang mempunyai fungsi sosial karena dalam pemanfaatan madu semua unsur dalam masyarakat mendapatkannya, dan fungsi ekonomi, karena satu pohon sialang bisa menghasilkan madu hingga berton-ton dan uang sampai jutaan rupiah

Penegasan terhadap perilaku konservasi masyarakat suku Melayu Tradisional sebagaimana di muat dalam Peraturan Desa Rantau Langsat No.1 tahun 2009 (Lampiran 9) diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Kawasan Hutan

Dalam pengelolaan wilayah masyarakat Melayu dan Talang Mamak memiliki pepatah "tindik dabu, lupak pendanauan, sialang pendulangan,

cucur ayik sinding pematang" (sesuatunya didasarkan pada adat, sungai

dilindungi untuk mendapatkan ikan, sialang untuk mendapatkan madu, batas desa dan kekuasaan didasarkan pada sungai yang mengalir pada sungai besar (DAS). Peranan adat dalam perlindungan kawasan hutan sangat penting, dimana segala sesuatunya didasarkan pada adat yang ada dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Perlindungan hutan yang ada di masyarakat berasaskan kepada kemandirian, pemerataan kesempatan terhadap fungsi dan pemanfaatannya, penghormatan terhadap nilai-nilai yang berlaku, kebutuhan masyarakat setempat, pelestarian kemampuan fungsi dan proses serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan pedesaan lainnya secara serasi, seimbang, terkendali, terorganisasi dan berkelanjutan. Hal ini ditujukan kepada terpiliharanya fungsi dan proses lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di Desa Rantau Langsat. Jadi cukup jelas bahwa masyarakat Desa Rantau Langsat menjaga hutan yang mereka punya karena kehidupan sehari-hari mereka sangat tergantung pada hutan yang ada.

2. Kegiatan-kegiatan pelestarian hutan

Untuk menjaga kelestarian hutan yang mereka punya, masyarakat melakukan beberapa kegiatan diantaranya yang tercantum di peraturan desa adalah:

- Penanaman kembali tegakan pohon dan pengayaan spesies tumbuhan sesuai kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat yang ditanam pada tanah-tanah desa/ ruang terbuka lainnya seperti pinggir sungai, pekarangan, pinggir jalan, kebun.

- Tidak menebang tegakan pohon atau memusnahkan spesies pohon yang dikategorikan sebagai pendapatan warga desa seperti karet, jernang, durian, petai, pohon sialang dan sebagainya, jenis pohon yang unik dan sedikit jumlahnya/ langka. Sumber bahan baku obat-obatan tradisional, tegakan pohon yang terletak di dekat sumber air, jurang dan anak sungai.

- Tidak membuang sampah tidak dapat dihancurkan oleh proses alami seperti plastik, karet, jenis-jenis logam dan kaca ke dalam lingkungan sekitar desa.

- Tidak menggunakan, membawa, atau menyuruh orang lain untuk menggunakan gergaji mesin (Chain saw) dalam aktivitas kehidupan di dalam kawasan TNBT.

3. Etika Pemanfaatan Hutan

Selain kegiatan perlindungan dan pelestarian kawasan hutan, masyarakat juga memiliki etika dalam hal memanfaatkan hasil hutan yang ada. Pada bab tentang hak, kewajiban dan kewenangan dalam peraturan desa, disebutkan bahwa masyarakat di Desa Rantau Langsat yang tinggal menetap di Desa tersebut memiliki hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik, sehat dan akses terhadap sumberdaya alam serta berperan serta dalam seluruh tahapan perencanaan, pelaksanaan, penilaian kembali usaha-usaha perlindungan dan pemanfaatannya. Masyarakat di Desa Rantau Langsat juga memiliki kewajiban yang sama dalam memilihara dan memperbaiki fungsi-fungsi dan proses-proses sumberdaya alam sekitar serta mencegah segala bentuk ganggguan perusakan terhadap hutan yang ada. Penjebaran dari bab ini

membuktikan bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai konservasi yang ada dan membuktikan juga bahwa masyarakat bukan hanya memanfaatkan hasil hutan yang ada tetapi juga ingin berperan lebih dalam penjagaan hutan di TNBT.

Pelanggaran terhadap peraturan desa dikenai sanksi berupa denda adat dan biaya pemulihan. Ketentuan denda adat dan biaya pemulihan juga diatur dan tercantum dalam peraturan desa yang ada.

Peraturan desa ini ditandatangani oleh Kepala Desa Rantau Langsat, Sekretaris Desa, Camat Batang Gansal dan di setujui oleh Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Adanya peraturan desa ini membuktikan bahwa masyarakat suku Melayu Tradisional yang ada di Desa Rantau Langsat benar-benar menjaga dan tergantung pada hutan yang mereka punya. Kesadaran akan pentingnya hutan untuk generasi yang akan datang sangat bagus, walau sebagian masyarakat masih rendah tingkat pendidikannya.

Ketergantungan masyarakat terhadap hutan tidak hanya pemanfaatan yang dilakukan secara langsung, akan tetapi juga pemanfaatan yang dirasakan secara tidak langsung yang berupa jasa hutan seperti penyediaan udara bersih, tata air, bahkan nilai-nilai ekowisata yang dapat dinikmati oleh penduduk desa. Dengan konsep pengelolaan ruang/ wilayah secara tradisional yang dimiliki mengenai batas antara kampung dengan kampung lain, dimana batas antara batin atau kampung dibatasi oleh sungai dan aliran sungai ke induk sungai "Cucur Ayik

Sinding Pematang" pembagian kerja/ pembagian tugas dalam menjaga kelestarian

wilayah baik darat ataupun perairan mereka agar tetap terjaga menjadi jelas. Tingginya kesadaran masyarakat suku Melayu Tradisional dalam menjaga hutan yang mereka miliki didasarkan akan kesadaran masyarakat akan nilai manfaat dari hutan baik langsung atau tidak langsung bagi kehidupan mereka baik sekarang atau pun dimasa yang akan datang.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait