Bab V Penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan, saran dan rekomendasi
METODE PENELITIAN
A. INTERPRETASI GRAMATIKAL
1. Keberadaan Akal
Demikian ungkapan Rumi tentang hakikat manusia, yang
diberikan akal untuk berfikir serta dapat merasakan semua kasih
sayang sang pencipta kepada ciptaannya:
Gambar 4.8
Bait Ru>mi> tentang Keberadaan Akal
“Akal bagaikan kupu-kupu dan Kekasih bagaikan sebatang lilin. Kapan pun kupu-kupu tersebut terjebak ke dalam lilin maka ia akan lebur dan hancur. Dan walaupun kupu-kupu harus terkena panas hingga terbakar olehnya, ia masih membutuhkan lilin tersebut. Dan jika terdapat hewan seperti kupu-kupu yang tidak mampu terbang dari cahaya lilin, maka itu bukan termasuk perbandingan, melainkan hewan tersebut kupu sendiri. Dan apabila kupu-kupu tersebut melemparkan dirinya ke dalam cahaya lilin dan tidak terbakar, maka itu bukanlah sebuah lilin”.136
Ini merupakan perumpamaan yang diberikan Ru>mi> kepada
muridnya, agar dirinya memahami tentang hakikat manusia sejati
dan bagaimana hubungan antara Manusia dengan Tuhan. Akal yakni
cara Allah yang dipahami Ru>mi>, bahwasannya manusia, meskipun
berasal dari Allah dan memiliki sikap Ruhani tapi tetap cenderung
terhadap duniawi. Karena akal itu sifat dari kehidupan duniawi,
tepatnya sesuatu yang bekerja terus menerus serta berproses siang
dan malam. Akal terus berusaha bahkan bekerja keras untuk
memahami sesuatu. Sehingga Manusia dapat berpikir dan melakukan
segala hal karena ada akal.
Lilin yang di maksud disini ialah Tuhan atau ibarat Sang
Kekasih. Yang mana Allah bagaikan sang penguasa pemberi warna
dan cahaya yang terang untuk umatnya yang masih sering terpesona
dengan hal-hal yang sebetulnya gelap atau yang menjadi hijab atas
pengenalan kita terhadap hakikat. Kesenangan duniawi yang sering
didorong oleh nafsu rendah manusia untuk menghabiskan waktu
serta menyibukkan diri mereka dengan hal lain. Sesungguhnya
hakikat pencerahan itu ada di dalam hati kita, yang mana di
dalamnya Allah bertajalli. Seperti Hadist yang sering dijadikan
rujukan oleh para sufi, yang mengatakan:
“Langit dan bumi tidaklah dapat menampung diriku, yang
mampu menampungku ialah hati seorang mukmin.
Sesungguhnya tajalli Allah itu bersemayam dalam hati manusia. Tetapi manusia tidaklah menyadarinya, melainkan manusia lebih cenderung menyibukkan diri mereka ke dalam
kegelapan, hingga akhirnya tujuan mereka untuk mencapai ke Ilahian malah tertutupi dengan itu”.
Melebur dan hancur yang dimaksud disini ialah menyatunya
diri manusia dengan sang Kekasih, sehingga tidak ada sekat diantara
mereka. Karena di dalam dirinya sudah melekat menjadi satu dengan
Sang Kekasih. Dan jika terdapat hewan seperti kupu-kupu yang tidak
mampu terbang dari cahaya lilin, maka itu bukan termasuk
perbandingan, melainkan hewan tersebut kupu-kupu sendiri. Apabila
seseorang yang tidak mampu untuk menyatu menjadi satu dengan
Sang Kekasih, bahkan ia tak sanggup untuk mendekati cahayanya.
Sejatinya manusia itu bukan perbandingannya melainkan sifat
tersebut yakni sifat dari manusianya.
Dan apabila kupu-kupu tersebut melemparkan dirinya ke
dalam cahaya lilin dan tidak terbakar, maka itu bukanlah sebuah
lilin. Apabila manusia yang telah berusaha mendekati dan
memahami hakikat Sang Kekasih hingga mampu menceburkan
dirinya terhadap kecintaan terhadapnya. Dan ternyata masih belum
merasakan kecintaan atau menyatu bersama sang Kekasih, dapat
diartikan bahwa dirinya masih belum mengetahui hakikat Sang
Kekasih.
Demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang senang
berada jauh dari Tuhannya dan tidak berusaha untuk sampai kepada
Sang Kekasih, maka ia bukanlah manusia sejati. Dan sebaliknya jika
bukanlah Tuhan. Pencarian hakikat ketuhanan tidaklah berhenti
disini saja melainkan mereka harus tetap mencari tanpa henti dalam
berusaha dan terus mengitari cahaya keagungan Tuhannya.137
Gambar 4.9
Bait Ru>mi> tentang Sang Kekasih
‚Ru>mi> menjawab: Dia tidak akan melihat Gurunya saat ini, karena
dalam kerinduannya terdapat hasrat yang memenuhinya yakni hasrat untuk melihat Guru, ada selubung yang menyembunyikan Guru dari pandangannya. Demikian gurunya pun tidak dapat melihat jika masih ada selubung. Dengan demikian, maka semua bentuk keinginan, kecenderungan, cinta, dan kasih sayang yang tersembunyi di hati manusia terhadap segala sesuatu seperti terhadap ibu, ayah, kekasih, langit, bumi, taman istana, ilmu, perbuatan, makanan serta minuman juga merupakan bagian dari hasrat kecintaan dan kerinduan kepada-Nya”.138
Maksud daripada guru ialah Sang Kekasih, semua hasrat
yang dimaksud di atas ialah selubung yang menutupi mata manusia.
Ketika manusia telah menjalani kehidupan di dunia ini dan melihat
Sang Kekasih tanpa adanya selubung, mereka semua akan menyadari
bahwa semua hasrat merupakan selubung dan tabir. Sehingga
pengembaraan sejati mereka dalam realitas tertuju pada satu hal.
Hingga akhirnya semua masalah dapat terselesaikan. Seperti halnya,
Jika Allah menghendaki semua kebaikan, termasuk mencegah
137 ‘Isa< ‘ali< al-‘aku<b, Kita<b Fi<hi Ma< Fi<hi: Aha<dis|i ..., hlm. 73.
keburukan, sesungguhnya Dia menghendaki tercegahnya keburukan.
Adapun firman Allah yang berbunyi:
َهةا ي حَِصا صِقْلاَِْفيَْمُك ل ك
“dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu”.139
Seperti yang kita ketahui qisas merupakan sebuah keburukan,
akan tetapi ini hanyalah kerusakan parsial yang bertujuan
membimbing makhluk agar tidak membunuh dan inilah yang
dikatakan sebagai kebaikan universal. Jikalau menghendaki
keburukan parsial demi sebuah kebaikan universal bukanlah
termasuk keburukan. Tetapi yang buruk ialah yang meninggalkan
kehendak Allah secara parsial dengan membiarkan terjadinya
keburukan universal.140 Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwasannya adanya suatu keburukan dapat membuat seseorang
tersadar dari kesalahannya. Akan tetapi ini bukan cara Sang Kekasih
untuk menjawab berbagai pertanyaan serta masalah secara terpisah,
melainkan dengan satu jawaban yang dapat merangkum semua
pertanyaan serta masalah sehingga semua persoalan dapat
terselesaikan.
139
QS. Al-Baqarah (2): 179.