• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberlanjutan Manfaat Hutan Kemiri Rakyat

Dalam dokumen Gambaran Umum Hutan Kemiri Rakyat (Halaman 55-59)

Responden merasakan bahwa keberlanjutan manfaat hutan kemiri tergolong rendah, yang ditunjukkan oleh rendahnya rataan skor setiap indikator yaitu keberlanjutan manfaat ekonomi dengan rataan skor 21, keberlanjutan manfaat ekologi dengan rataan skor 48, dan keberlanjutaan manfaat seosial dengan rataan skor 35.

Hutan memiliki tiga fungsi atau manfaat penting yaitu fungsi ekonomi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial. Pengelolaan hutan harus dilandasi pada upaya menjaga kelestariannya. Hal ini berarti harus mempertahankan keberlanjutan ketiga fungsi tersebut. Keberlanjutan manfaat hutan, secara normatif, merupakan ekstraksi aliran manfaat hutan pada tingkatan lestari, sehingga aliran manfaat itu dapat dinikmati dalam jangka waktu yang amat panjang. Dengan kata lain, keberlanjutan manfaat hutan adalah upaya untuk mengekalkan aliran manfaat sumberdaya hutan.

Tabel 29. Sebaran Keberlanjutan Manfaat Hutan Kemiri Rakyat yang Dirasakan Petani Sekitar Hutan

Keberlanjutan Manfaat Hutan Kemiri Kategori Kecamatan Cenrana % Kecamatan Camba % Kecamatan Mallawa % Total % Keberlanjutan Manfaat Ekonomi (Skor) Rendah 93 98 87 91 Sedang 7 2 13 9 Tinggi 0 0 0 0

Rataaan Skor 20 16(a) 24(a) 21

Keberlanjutan Manfaat Ekologi (Skor) Rendah 56 76 49 57 Sedang 31 12 23 23 Tinggi 13 12 28 20

Rataaan Skor 45 37(a) 54(a) 48

Keberlanjutan Manfaat Sosial (Skor) Rendah 76 86 68 75 Sedang 20 12 22 19 Tinggi 4 2 10 6

Rataaan Skor 37(a) 21(a)(b) 40(b) 35

Keterangan: n Cenrana = 54; n Camba = 50; n Mallawa = 100 (a)(b); hasil uji beda dengan ANAVA pada α = 5%

Rataan skor; Rendah = skor 0-50, Sedang = skor 51-75, Tinggi = skor 76-100 Keberlanjutan Manfaat Ekonomi Hutan Kemiri

Responden, pada umumnya, merasakan bahwa keberlanjutan manfaat ekonomi hutan kemiri tergolong rendah, yang ditunjukkan oleh oleh rataan total skor sebesar 21. Sebagian besar (91,2%) responden merasakan bahwa keberlanjutan manfaat ekonomi hutan kemiri masuk dalam kategori rendah, dan sisanya (8,8%) merasakan bahwa manfaat hutan kemiri tergolong sedang.

Terdapat perbedaan nyata keberlanjutan manfaat ekonomi hutan kemiri yang dirasakan petani antara petani di Kecamatan Camba dan petani Kecamatan Mallawa. Walaupun keberlanjutan manfaat ekonomi hutan dirasakan rendah oleh petani, namun apabila diurutkan berdasarkan rataan skor masing-masing kecamatan terlihat bahwa petani Kecamatan Mallawa cenderung lebih tinggi merasakan bahwa hutan kemiri memberikan manfaat ekonomi bagi mereka (rataan skor 24), dibandingkan dengan Kecamatan Cenrana (rataan skor 20) dan Kecamatan Camba (rataan skor 16).

Rendahnya manfaat ekonomi yang dirasakan petani karena produktivitas tanaman kemiri yang berada dalam kawasan hutan sudah menurun, karena banyak pohon yang berumur > 35 tahun, sebagai akibat tidak adanya peremajaan. Tidak

dilakukannya peremajaan merupakan akibat dari kebijakan TGHK, sehingga keberlanjutan manfaat ekonomi dirasakan rendah oleh petani, sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang petani sekitar hutan kemiri dalam kotak berikut:

Selain usia, rendahnya produksi kemiri pada tegakan yang berusia muda diduga karena berkurangnya unsur hara dalam tanah yang dibutuhkan tanaman kemiri, dan juga ada kemungkinan tanaman kemiri muda berasal dari galur genetika (fenotip) yang kualitasnya tidak bagus karena sudah terlalu panjang turunan rantai fenotipnya. Hal tersebut berdampak pula pada pendapatan rumah tangga petani. Pemanfaatan kemiri tidak lagi menjadi sumber pendapatan utama, kendatipun demikian petani merasa masih membutuhkan hasil hutan kemiri sebagai penunjang atau penambah pendapatan rumah tangga walaupun kontribusinya kecil (13,9%), karena sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa biji kemiri dapat disimpan dalam jangka waktu 2-3 tahunan sehingga oleh petani biji-biji kemiri dapat dikumpulkan agar lebih banyak jumlahnya dan dijadikan tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual bila mereka membutuhkan uang.

Keberlanjutan Manfaat Ekologi Hutan Kemiri

Keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri, secara umum, dipersepsikan rendah oleh petani sekitar hutan, yang ditunjukkan oleh rataan skor total 48. Sebagian besar (57%) responden mempersepsikan bahwa keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri rendah, selanjutnya 23% responden mempersepsikan sedang, dan sisanya (20%) responden mempersepsikan tinggi. Terdapat perbedaan

Kotak 5:

...L (52 tahun), seorang petani sekitar hutan kemiri menceritakan bahwa sebelum ditetapkannya TGHK pada tahun 1984 dia masih bisa menabung dalam bentuk buah kemiri dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahkan masih dapat diandalkan untuk membiayai anak sekolah, namun sekarang setelah TGHK semua kebun kemiri miliknya masuk dalam kawasan hutan sehingga dia tidak diperbolehkan mengelola kebun kemirinya. Akibatnya tanaman kemiri yang dulu dikelolanya pada saat ini rata-rata sudah berusia tua dan produktivitasnya sudah sangat menurun sehingga tidak mampu menjadi sumber pendapatan utama....

nyata antara petani di Kecamatan Camba dan petani di Kecamatan Mallawa dalam mempersepsikan atau merasakan keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri. Walaupun secara umum keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri dipersepsikan petani rendah, namun bila dilihat dari urutan besarnya rataan skor setiap kecamatan, terlihat keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri oleh petani Kecamatan Mallawa cenderung dipersepsikan sedang dengan rataan skor 54, diikuti oleh petani Kecamatan Cenrana dalam kategori rendah (rataan skor 45), dan petani Kecamatan Camba dengan rataan skor 37 (kategori rendah).

Petani merasakan bahwa kondisi tegakan kemiri di dalam kawasan hutan yang pada umumnya berusia tua berdampak pada penurunan atau melemahnya kualitas dan fungsi akar pohon kemiri untuk menahan dan menyimpan air, karena pohon kemiri yang ada pada saat ini sebagian besar dalam kondisi “sekarat” sebagai akibat usianya yang sudah tua dan pada akhirnya akan mati, sebagaimana dinyatakan oleh Dephut (1994) bahwa umur produktif tanaman kemiri mulai 5 tahun sampai 25-30 tahun. Kondisi ini akan mengganggu keseimbangan dan keberlanjutan ekologi terutama ketersediaan air bagi sungai Walanae. Selain karena usia tanaman kemiri sudah tua, juga ketidakberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri diduga karena terganggunya kesuburan tanah di mana telah terjadi penurunan kandungan atau berkurangnya salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman kemiri. Tanaman kemiri adalah jenis tanaman berkayu, dimana pada umumnya tanaman berkayu membutuhkan ketersediaan unsur hara yang banyak atau memadai. Tanaman kemiri yang ada di dalam hutan sudah ditanam sejak lama sehingga dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya telah banyak menghabiskan unsur hara, sedangkan kemampuan tanah mengembalikan unsur hara secara alami belum optimal. Hal ini yang diduga mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologi hutan kemiri, sebagaimana dikemukakan oleh Yusran (1999) dan Yusran (2005) bahwa kondisi hutan kemiri Kabupaten Maros mengalami penurunan kualitas dari tahun ke tahun, yang secara langsung berdampak pula pada keberlanjutan manfaat ekonomi hutan kemiri.

Keberlanjutan Manfaat Sosial Hutan Kemiri

Keberlanjutan manfaat sosial hutan kemiri, pada umumnya dipersepsikan rendah oleh responden, yang ditunjukkan oleh rataan skor total 35. Sebagian besar

responden (75%) mempersepsikan bahwa keberlanjutan manfaat sosial hutan kemiri tergolong rendah, 19% responden mempersepsikan sedang, dan sisanya (6%) mempersepsikan tinggi. Dilihat dari rataan skor masing-masing kecamatan, berdasarkan uji beda dengan ANAVA, terdapat perbedaan nyata di antara petani pada tiga kecamatan yang diteliti dalam mempersepsikan atau merasakan keberlanjutan manfaat sosial hutan kemiri. Walaupun secara umum keberlanjutan manfaat ekologi hutan kemiri dipersepsikan petani rendah, namun bila dilihat dari urutan besarnya rataan skor setiap kecamatan, terlihat keberlanjutan manfaat sosial hutan kemiri di Kecamatan Mallawa lebih tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya (rataan skor 40), diikuti oleh Kecamatan Cenrana (rataan skor 37), dan Kecamatan Camba (rataan skor 21).

Rendahnya keberlanjutan manfaat sosial hutan kemiri yang dirasakan petani pada saat ini merupakan akibat perubahan status lahan yang sebelumnya danggap oleh petani sebagai kebun milik mereka, namun sejak diberlakukannya TGHK berubah statusnya menjadi kawasan hutan, yang kemudian berdampak pada terbatasnya akses bahkan ketiadaan akses kelola terhadap hutan kemiri. Berubahnya pola hubungan petani terhadap hutan kemiri yang selama ini telah terbiasa memanfaatkan hasil hutan, menjadi hanya boleh memungut buah kemiri sebenarnya bukan masalah sederhana di tengah meningkatnya kebutuhan hidup. Perubahan status tersebut berimplikasi pada fungsi sosial lainnya yaitu hutan kemiri sudah tidak lagi mampu berfungsi sebagai penyedia lapangan kerja bagi tenaga kerja pedesaan, sehingga kebanyakan generasi muda pergi ke wilayah lain dalam rangka mencari lahan untuk berkebun, seperti ke Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, atau pergi ke negeri jiran Malaysia dan Arab Saudi untuk menjadi TKI. Hutan kemiri, dengan demikian, sudah tidak lagi mampu menjadi sumber utama pendapatan rumah tangga petani. Kontribusi hasil hutan kemiri dirasakan kecil dalam rangka mempertinggi kemampuan petani menyesuaikan diri dengan tuntutan ekonomi yang semakin menghimpit. Fungsi sosial hutan kemiri yang masih berlanjut dengan baik dan masih bertahan sampai dengan sekarang adalah keberadaan hutan kemiri telah membangun dan menciptakan pola hubungan dan interaksi sosial yang harmonis antar petani dalam memanfaatkan hutan kemiri.

Dalam dokumen Gambaran Umum Hutan Kemiri Rakyat (Halaman 55-59)