BAB V ANALISIS BENTUK NASIONALISME DALAM NOVEL 5 cm.
5.6 Kebersamaan
Kebersamaan merupakan bagian yang mendasar dalam sebuah persatuan. Tanpa adanya kebersamaaan, persatuan tidak akan mungkin terealisasikan, walaupun kebersamaan tidak selalu menunjukkan pada bentuk persatuan, karena pada kenyataannya ada yang bersama akan tetapi tidak menyatu. Kebersamaan bukan berarti mengharuskan antara individu untuk selalu bersama setiap waktu, sehingga mengurangi hak-hak privasi individu. Kebersamaan dan hak privasi memiliki porsinya tersendiri.
Kebersamaan yang baik tidak menghilangkan perbedaan, karena perbedaan merupakan fitrah sekaligus penentu bagi kedinamisan, kreativitas, dan keharmonisan manusia. Kebersamaan tidak selalu berbentuk fisik, akan tetapi juga kebersamaan yang berbentuk maknawi, artinya walaupun secara jasmani berpisah namun rasa kebersamaan dalam jiwa masih ada dengan selalu menjaga komunikasi sosial yang intensif dan harmonis. Kebersamaan erat kaitannya dengan adanya keharmonisan yang terjalin di dalam suatu kelompok. Selain itu, kebersamaan selalu mengacu pada keterbatasan. Manusia adalah makhluk yang mempunyai keterbatasan, maka untuk mengatasi keterbataan tersebut perlu adanya suatu usaha yang dilakukuan secara bersama-sama. Pada sisi keterbatasan inilah, kebersamaan merupakan suatu hal penting yang menjadi solusi.
Kebersamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 986) mempunyai arti yaitu hal yang dilakukan bersama. Kebersamaan merupakan sebuah kondisi yang sengaja diciptakan secara bersama-sama untuk menghasilkan sikap serentak yang dilakukan oleh semua individu agar memperoleh tujuan atau harapan seiring dengan visi dan misi yang ingin dicapai. Sementara inti dari kebersamaan itu adalah berkumpulnya individu dalam kondisi apapun untuk meraih tujuan tertentu.
Kebersamaan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk sebuah persatuan. Persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Hal-hal yang beraneka ragam itu, setelah disatukan menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain, (Kansil, 2002: 110).
Persatuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1003) mengandung arti gabungan, ikatan, kumpulan, beberapa bagian yang sudah bersatu. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh dan tidak terpecah-pecah. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya rasa kebersamaan untuk mewujudkan sebuah persatuan yang kokoh. Hal tersebut dapat dilihat dalam rumusan Pancasila, yaitu sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat, (Kansil, 2002: 111).
Memperkokoh persatuan bangsa merupakan suatu proses menyatu yang berangkat dari sebuah kesadaran keberagaman (kemajemukan) untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang bersatu, tanpa harus menghilangkan sifat keragamannya, dan menempatkan keindonesiaan di atas unsur-unsurnya. Kesadaran akan keberagaman (kemajemukan) menjadi daya perekat yang menjadikan makin kokohnya bangsa dengan menjauhkan segala bentuk perbedaan pandangan yang dapat menyebabkan konflik. Persatuan bangsa akan menjadi kokoh pada saat semua merasa memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (Sujanto, 2007: 10).
Kemajemukan seharusnya tidak perlu diperdebatkan atau dipertentangkan, apalagi dipolemikkan, karena keragaman adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan cirinya sendiri-sendiri memiliki kekuatan dan kelemahan. Pada sila ketiga Pancasila dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama.
Sebagaimana tercantum di dalam lambang negara Garuda Pancasila, pada pita garuda tertulis kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda (suku, bahasa, budaya, agama) tetap satu juga (Indonesia). Kalimat ini digunakan sebagai salah satu
semboyan di dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, karena disadari bahwa sejak awal perjuangan, kekuatan kita adalah keberagaman yang menyatu menjadi suatu kekuatan besar bangsa Indonesia yang majemuk.
Kebersamaan merupakan salah satu hal mendasar yang membentuk sebuah persatuan yang kokoh. Rasa kebersamaan perlu dilakukan dalam proses berbangsa dan bernegara, karena kebersamaan tersebut yang akan membentuk sebuah persatuan yang kuat dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi bangsa. Pada sila ketiga Pancasila, ditegaskan bahwa untuk membangun bangsa perlu adanya rasa persatuan dari segenap masyarakat Indonesia, karena dengan adanya persatuan, bangsa Indonesia tidak mudah terpecah belah dan tidak mudah untuk dipisah-pisahkan. Sikap kebersamaan akan membentuk bangsa Indonesia yang mempunyai jiwa kekompakan, selalu toleran, penuh keharmonisan, dan juga selalu mengedepankan kepentingan bersama.
Kebersamaan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan berikut:
”Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,” Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya”. (5 cm.: 50)
Selain itu, kebersamaan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat juga pada kutipan berikut:
”Kalo ada yang capek bilang ya, jangan ada yang gengsi. Satu orang capek, semuanya berhenti. Kebanyakan orang gagal ke puncak karena kecapekan dan gengsi nggak mau bilang. Yang ada cuma maksa sehingga akibatnya nggak bisa ngelanjutin.” (5 cm.: 237)
“Masih dengan bergandengan mereka berputar-putar di puncak Mahameru. Mereka seakan terbang melayang-layang, genggaman mereka semakin erat, rasa yang ada tak terbayangkan, tidak ada lagi tanah lebih tinggi yang mereka lihat, tinggal langit saja-itu pun seperti bisa tersentuh”. (5 cm.: 342-343)
5.7 Bertanggung Jawab
Setiap manusia harus mempunyai rasa tanggung jawab, rasa tanggung jawab harus disesuaikan dengan apa yang telah kita lakukan. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab berarti juga sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran, keinsafan, pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya, untuk kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab karena manusia hidup
bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan terhadap alam lingkungannya.
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1139) adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1139) adalah berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya. Menurut Hartono (1991: 154), tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia. Apabila dikaji lebih mendalam, tanggung jawab merupakan kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri, atau pihak lain. Keseimbangan, keserasian, keselarasan antara sesama manusia, antara manusia dan lingkungannya, antara manusia dan Tuhan harus selalu dipelihara dengan baik.
Tanggung jawab merupakan ciri dari manusia yang beradab. Manusia merasa bertangggung jawab karena ia menyadari akibat baik dan buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian dan pengorbanannya (Hartono, 1991: 155). Wujud dari tanggung jawab dapat berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan merupakan perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 2), pengabdian adalah perbuatan menghambakan diri atau berbakti. Pengabdian itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung jawab. Pengabdian merupakan perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat atau tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, yang kesemuanya itu dilakukan dengan ikhlas, (Hartono, 1991: 158).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 595), pengorbanan adalah perbuatan memberikan sesuatu sebagai pernyataan kebaktian, kesetiaan. Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengharapkan pamrih, suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas, (Hartono, 1991: 160).
Tanggung jawab seorang mahasiswa adalah belajar. Setiap mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar sarjana diharuskan untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Dengan kata lain, mahasiswa tidak akan mendapatkan gelar sarjana sebelum menyelesaikan tanggung jawabnya, yaitu menyelesaikan tugas akhir atau skripsi.
Menyelesaikan tugas akhir atau skripsi merupakan salah satu tanggung jawab yang bersifat nasionalisme. Bersifat nasionalisme, karena mahasiswa adalah agen perubahan, calon pemimpin masa depan, dan kaum intelektual yang akan mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia kedepannya. Seorang mahasiswa yang menyelesaikan skripsi, berarti telah bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan bangsanya. Mahasiswa yang telah menyelesaikan skripsi berarti bersiap untuk melanjutkan jenjang kehidupannya ke arah yang lebih kompleks, karena setelah menyelesaikan skripsi dan mendapatkan gelar sarjana berarti mahasiswa akan langsung terjun ke tengah masyarakat yang sebenarnya. Untuk menghadapi kehidupan di dalam masyarakat perlu adanya ilmu, karena dengan ilmu seseorang akan mudah untuk bisa membaur dan menjalani kerasnya hidup di masyarakat. Melalui ilmu juga, seseorang akan dihargai dan disegani dalam masyarakat, serta dengan ilmu pula kehidupan bangsa akan berubah menuju ke masa depan yang lebih cerah.
Jika mahasiswa tidak menyelesaikan tugas akhir atau skripsi, maka mahasiswa tersebut tidak bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan bangsa atas kewajiban yang sudah dibebankan kepadanya. Jika sudah tidak bertanggung jawab dengan dirinya sendiri, maka bagaimana bisa mendapatkan tanggung jawab dari orang lain. Mahasiswa merupakan agen perubahan yang kelak akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Seorang pemimpin di masa depan pastinya akan mengemban tanggung jawab yang cukup besar. Menjadi mahasiswa adalah proses untuk belajar mengemban tanggung jawab tersebut. Sesuatu yang besar selalu berawal dari hal-hal yang kecil, begitu juga dengan hal tanggung jawab. Apabila mahasiswa sudah tidak bisa mengemban tanggung jawab yang kecil, bagaimana mungkin bisa mengemban tanggung jawab yang besar.
Tanggung jawab merupakan suatu bentuk pengorbanan dan pengabdian yang dilakukan seseorang dengan rasa hormat untuk menyatakan bahwa dirinya berkewajiban menyelesaikan segala urusan yang sudah diembannya. Sebagai mahasiswa bentuk tanggung jawab itu adalah belajar serta menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Menyelesaikan tugas akhir atau skripsi berarti menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab dengan diri sendiri dan bangsa, serta bersiap untuk melanjutkan hidup ke jenjang yang lebih tinggi dan berbuat yang terbaik untuk bangsa, karena mahasiswa merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi calon pemimpin masa depan Indonesia.
Tanggung jawab yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan berikut:
”Assalamualaikum Wr.Wb.... Selamat pagi, Salam Sejahtera. Nama Saya Adrian Adriano. Hari ini saya akan mempertanggungjawabkan tugas akhir saya....”. (5 cm.: 132)
5.8 Kerja Keras
Manusia merupakan makhluk yang selalu mempunyai keinginan atau cita-cita. Untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita tersebut, manusia diharuskan untuk melakukan usaha. Usaha yang dilakukan secara terus-menerus, sungguh-sungguh, dan tidak kenal menyerah tentunya akan menghasilkan sesuatu yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Pada kehidupannya, manusia harus benar-benar bekerja keras jika ingin mewujudkan keinginan atau cita-citanya.
Bekerja keras dapat diartikan sebagai kerja yang dilakukan dengan adanya dorongan yang cukup tinggi untuk menghasilkan sesuatu target yang sudah ditetapkan. Kerja keras erat kaitannya dengan sikap pantang menyerah atau tidak mudah putus asa dan rajin. Sikap pantang menyerah merupakan bentuk perjuangan yang tiada henti meskipun menghadapi berbagai rintangan. Rajin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 922) memiliki arti suka bekerja, getol, sungguh-sungguh, selalu berusaha giat.
Kerja keras artinya melakukan suatu usaha atau pekerjaan secara terus menerus tanpa mengenal lelah. Kerja keras juga dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius sampai tercapai suatu tujuan. Orang yang bekerja keras akan dengan senang hati menjalani kehidupan ini. Setiap orang harus bekerja keras dalam bidang pekerjaan yang ia tekuni. Pekerjaan yang dilakukan tidak akan mungkin berhasil dengan maksimal jika seseorang itu bermalas-malasan, atau tidak mau bekerja keras. Seseorang akan jauh ketinggalan dari orang lain jika tidak memiliki semangat kerja keras ini.
Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diperoleh melalui kerja keras, perjuangan, dan pengorbanan dari para pahlawan. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan hadiah atau pemberian dari bangsa penjajah. Para pahlawan berusaha secara terus menerus, sungguh-sungguh, dan pantang menyerah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia agar terbebas dari bentuk penjajahan dari bangsa asing. Indonesia tidak akan mungkin merdeka jika para pahlawan pada saat itu bersikap mudah menyerah dan tidak sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk memperjuangkan bangsa ke arah yang lebih baik juga memerlukan sikap kerja keras, karena dengan sikap tersebut membuktikan bahwa kehidupan bangsa akan berubah ke arah yang diinginkan atau dicita-citakan.
Setiap warga bangsa tentunya memiliki keinginan atau cita-cita yang berbeda-beda. Keinginan atau cita-cita tersebut haruslah tetap berkontribusi untuk bangsa dan negara. Keinginan atau cita-cita setiap warga negara juga harus mempunyai manfaat untuk bangsa dan negara guna membangun kehidupan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Setiap
warga negara harus tetap bekerja keras di bidang keahliannya masing-masing. Bekerja keras di bidang masing-masing, dapat diharapkan setiap warga negara bahu-membahu membangun bangsa untuk kepentingan bersama demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, (Bakry, 1987: 67).
Bentuk nasionalisme yang terdapat dari sikap kerja keras adalah sikap kerja keras mampu menjadi suatu alat untuk menuju cita-cita dan keinginan yang hendak dicapai oleh suatu bangsa. Bekerja keras, akan merubah sesuatu hal menjadi lebih baik. Selain itu, dengan bekerja keras pula, suatu bangsa dapat mewujudkan keinginan atau cita-cita dari bangsanya sendiri. Tidak akan mungkin suatu bangsa akan berubah menjadi lebih baik, jika setiap warga negaranya bersikap mudah menyerah dan tidak sungguh-sungguh mewujudkan keinginan bangsanya. Tanpa adanya kerja keras suatu yang diinginkan pasti tidak akan terwujud.
Kerja keras yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan berikut:
“Mas Fajar ada di situ, sore itu, bukan karena kamu hoki, tapi kerja keras kamu selama ini yang telah kamu tanam dengan terus tekun dan pantang menyerah dalam menjalankannya”. (5 cm.: 133-134)
Selain itu, kerja keras yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat juga pada kutipan berikut:
“Kalo... lo... yakin... sama... sesuatu... lo... taruh... itu... di sini,” Genta meletakkan jari telunjuknya di keningnya, “Abis itu lo kerja keras... semampu lo”. (5 cm.: 139)
5.9 Batik
Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Batik telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka penghasil kain tradisional yang halus di dunia, (Purba, 2005: 43-44). Julukan ini datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di bumi Indonesia, sebuah sikap adat yang sangat kaya, beraneka ragam, kreatif serta artistik. Selama periode yang panjang itulah aneka sifat, ragam kegunaan, jenis, rancangan serta mutu batik Indonesia ditentukan oleh berbagai unsur, antara lain oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan, penjajahan, dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru. Namun demikian, yang paling
menentukan di atas segalanya adalah keanekaragaman adat dan kepercayaan asli penduduk serta sikap budaya masyarakat dalam menerima berbagai unsur yang memenuhinya.
Menurut Tirta (dalam Purba, 2005: 44) batik merupakan teknik menghias kain atau tekstil dengan menggunakan lilin dalam proses pencelupan warna, dan proses tersebut semuanya menggunakan tangan. Menurut Syakur (dalam Purba, 2005: 44) batik adalah seni rentang warna yang meliputi proses pemalaman (lilin), pencelupan (pewarnaan) dan pelorotan (pemanasan), hingga menghasilkan motif yang halus, yang kesemuanya ini memerlukan ketelitian yang tinggi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 112), batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan (mencetak) malam (lilin batik) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa batik adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan digunakan dalam matra tradisional dengan beragam hias pola tertentu yang pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam (lilin batik) sebagai bahan perintang warna. Suatu wastra dapat disebut batik apabila mengandung dua unsur pokok, yaitu: teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik, (Purba, 2005: 44).
Seni batik maupun cara pembuatannya sudah dikenal di Indonesia sejak dulu. Namun demikian, mengenai asal mula batik masih banyak menimbulkan perdebatan. Ada sebagian pihak yang menyetujui bahwa batik memang berasal dari Indonesia, tetapi ada juga beberapa pihak yang tidak menyetujuinya. Pihak yang tidak setuju dengan pendapat bahwa batik berasal dari Indonesia mengemukakan bahwa batik dibawa oleh nenek moyang kita ketika melakukan perpindahan penduduk, atau mungkin juga diperkenalkan kepada nenek moyang kita oleh kaum pendatang. Pendukung pendapat ini mengatakan bahwa batik sebenarnya berasal dari Mesir dan Persia. Itulah sebabnya cara pembuatan dan penghiasan batik tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga ada di Thailand, India, Jepang, Sri Langka, dan Malaysia.
Pihak yang setuju, mengatakan bahwa batik di Indonesia adalah suatu bentuk kesenian yang berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan batik yang berkembang di negara lain. Cara pembuatan maupun corak-corak dan cara hiasan yang ada pada batik Indonesia tidak mempunyai kemiripan dengan cara pembuatan batik asing. Alat dan pola hiasan batik Indonesia benar-benar mencerminkan cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia. Jika itu berbentuk hiasan, maka hiasan itu juga hiasan yang terdapat di Indonesia.
Pada mulanya batik yang dikenal hanya batik tulis. Seiring dengan penggunaan batik yang makin meluas, teknologi batik berkembang pula dengan pesatnya. Sekarang di samping pembuatan batik secara tradisional, dikenal pula pembuatan batik secara ”modern” yang hasilnya disebut dengan batik modern. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri dan Kerajinan Batik – Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Yogyakarta (dalam Purba, 2005: 49-50), kain batik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batik tulis dan batik modern. Batik tulis merupakan batik yang dianggap paling baik dan tradisional. Proses pembuatannya melalui tahap-tahap: persiapan, pemolaan, pembatikan, pewarnaan, pelorodan, dan penyempurnaan. Pada proses pembatikan sering terjadi gerakan spontan, tanpa dihitung atau diperhitungkan lebih rinci.
Batik modern dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: batik cap, batik kombinasi, tekstil motif batik. Batik cap dalam proses pembuatannya melalui tahapan-tahapan seperti persiapan, pencapan, pewarnaan, pelorodan, dan penyempurnaan. Pelaksanaan pembuatan batik cap lebih mudah dan cepat. Kelemahan pada batik cap adalah motif yang dapat dibuat terbatas dan tidak dapat membuat motif-motif besar. Selain itu pada batik cap tidak terdapat seni coretan dan kehalusan motif yang dianggap menentukan motif batik. Batik kombinasi merupakan jenis batik yang mengkombinasikan batik tulis dan batik cap. Batik ini dibuat dalam rangka mengurangi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada produk batik cap, seperti motif besar dan seni coretan yang tidak dapat dihasilkan dengan tangan. Pada proses pembuatannya memerlukan persiapan-persiapan yang rumit, terutama pada penggabungan motif yang ditulis dan motif capnya sehingga efisiensinya rendah dan hampir sama dengan batik tulis, serta nilai seni produknya juga disamakan dengan batik cap. Adapun proses pembuatannya melalui tahapan-tahapan yaitu persiapan, pemolaan (untuk motif besar), pembatikan (motif yang tidak dapat dicap), pencapan, pewarnaan, pelorodan, dan penyempurnaan. Tekstil motif batik merupakan jenis batik yang tumbuh dalam rangka memenuhi kebutuhan batik yang cukup besar dan tidak dapat dipenuhi oleh industri batik biasa. Tekstil motif batik diproduksi oleh industri tekstil dengan mempergunakan motif batik sebagai desain tekstilnya. Proses produksinya dilakukan dengan sistem printing sehingga produknya dikenal sebagai batik printing dan dapat diproduksi secara besar-besaran. Namun demikian, ciri-ciri khas yang mendukung identitas batik tradisional tidak terdapat pada batik printing, tetapi harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat yang memerlukannya, (Purba, 2005: 50-51).
Sebagai cabang seni rupa warisan generasi lampau, batik memiliki berbagai kegunaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Pada batik tradisional, peran
utamanya adalah sebagai bahan busana sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kegunaannya. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat modern memiliki aspirasi yang berbeda dengan masyarakat tradisional, yaitu menganggap batik tradisional tidak sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan yang baru. Maka orang lalu berusaha mencari dimensi baru dalam dunia batik. Batik tidak hanya digunakan untuk kepentingan busana tradisional karena