• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan analisis yang telah dibahas pada bab IV dan bab V yaitu analisis struktur yang membangun nilai nasionalisme dan analisis bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm. yaitu a. Tema yang mengangkat tentang nilai kebersamaan.

b. Latar tempat yang berada di kota-kota Indonesia, latar waktu yang mengacu pada hari kemerdekaan bangsa Indonesia, latar sosial para tokoh yang berasal dari kaum terpelajar dan eksponen peristiwa reformasi.

c. Perwatakan tokoh yang bersikap pantang menyerah, sopan santun, bangga terhadap negara sendiri, rela berkorban, berjiwa pemimpin, cinta kepada negara sendiri.

d. Alur cerita yang mengandung nilai kebersamaan, sikap toleransi, bermusyawarah, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, pantang menyerah, tolong-menolong, selalu bersyukur, rela berkorban dan cinta tanah air. e. Sudut pandang pengarang yang mengajarkan tentang nilai cinta terhadap

tanah air, pantang menyerah, bangga terhadap negara sendiri.

f. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi dan bahasa Jawa. 2. Bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. adalah doa, sopan santun, musyawarah,

mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, kebersamaan, bertanggung jawab, kerja keras, batik, bersyukur, blangkon, bahasa Jawa, kerukunan, gotong royong, peduli lingkungan hidup, kepemimpinan, disiplin, bendera merah putih, sikap hormat, lagu Indonesia Raya, upacara bendera, persatuan dan kesatuan, dan cinta tanah air.

DAFTAR PUSTAKA

Al Asyhar, Thabib. 2003. Bahaya Makanan bagi Kesehatan Jasmani dan Rohani. Jakarta: Al Mawardi.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Arifiansyah, Irvandi. 2011. Kajian Struktural Dan Nilai Pendidikan Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

Bakry, Noor MS. 1987. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press. Bintarto, R. 1980. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Surabaya: Bina

Ilmu.

Budiyono, Kabul. 2007. Nilai-Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Dault, Adhyaksa. 2005. Islam dan Nasionalisme. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Darmodiharjo, Darji. 1984. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: Aries Lima. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.

Franzischa,Laoura Winda. 2012.Analisis Pelanggaran Prinsip Sopan Santun dalam Komik Crayon Shinchan Volume 2 Karya Yoshito Usui. Surabaya: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Hamzah, Andi. 1991. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Hamzah, Jur Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hartono, dkk. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Bina Ilmu.

Juwita, Silvia Ratna. 2012. Nilai Moral Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. http//:tulis.uinjkt.ac.id. Diakses tanggal 6 Desember 2013.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran, dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.

Kodiran. 2002. Kebudayaan Jawa dalam Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Haji Mas Agung.

Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga.

Lindawati, Dwi. 2009. Moralitas Sosial Tokoh dan Amanat dalam Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. http//:library.um.ac.id. Diakses tanggal 5 Desember 2013.

Lubis, M dan J.C. Scott. 1997. Korupsi Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lubis, M. Solly. 1997. Pembahasan UUD 1945. Bandung: Alumni.

Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika.

Moeljono, Djokosantoso. 2003. Beyond Leadership. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Nashriana. 2010. Asset Recovery dalam Tindak Pidana Korupsi: Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara. Pelembang: Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. http//:eprints.unsri.ac.id. Diakses tanggal 19 Maret 2014.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purba, Afrillyana. 2005. Trips - WTO & Hukum HKI Indonesia: Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Rafi, Abu Fida Abdul. 2006. Terapi Penyakit Korupsi. Jakarta: Republik.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riberu, J. 1992. Dasar-Dasar Kepemimpinan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media dan UMM Press.

Shihab, Quraish. 2006. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.

Sirait, Midian. 1997. Paham Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Slamet, D.S. dkk. 2003. Peribahasa Jawa sebagai Cermin Watak, Sifat, dan Perilaku Manusia Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa.

Soegeng, Toekio. 1981. Tutup Kepala Tradisional Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soekarno, 1964. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1, Cetakan Ketiga. Jakarta: Penerbit di Bawah Bendera Revolusi.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Edisi Terjemahan oleh Sugihastusti dan Rossi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subroto. 1992. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada.

Sudjiman, Panuti. 1986. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sujanto, Bedjo. 2007. Pemahaman Kembali Makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta: Sagung Seto.

Sukada, Made. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Sulistyarini, Rr Indah Ria. 2010. Pelatihan Kebersyukuran untuk Meningkatkan Proactive Coping Pada Survivor Bencana Gunung Merapi. Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Surachmad. 1990. Dasar dan Teknik Researce: Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung: Sinar Harapan.

Suradi. 2006. Korupsi dalam Sektor Pemerintah dan Swasta. Yogyakarta: Gara Media. Waluyo, Herman J. 2002. Pengakajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press.

Waluyo, Herman J. 2006. Puisi Prosa Fiksi dan Drama bagian II. Surakarta: UNS Press. Tarigan, Henry Guntur. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Tim Kerja Sosialisasi MPR, 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: MPR.

Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Redaksi Fokus Media. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Fokus Media.

SINOPSIS NOVEL 5 cm.

KARYA DONNY DHIRGANTORO

Novel ini merupakan kisah dari lima orang bersahabat yang mengaku manusia- manusia agak pintar, sedikit tolol dan sok tahu tentang semua hal. Mereka adalah Arial, Riani adalah orang yang memakai kacamata, cantik, cerdas, dan seorang yang selalu mengutamakan prestasi. hidupnya. Ian adalah sosok yang gendut dan kepalanya botak plontos. Genta adalah seorang pemimpin di kelompok ini, Genta merupakan sosok yang mempunyai perawakan badan yang agak besar dengan rambut agak lurus berjambul.

Lagu Picture of You miliknya The Cure terdengar lembut dari tape mobil Ian di sepanjang jalan Diponegoro, Menteng. Lima orang di dalam mobil itu baru saja makan bubur ayam di Cikini. Mereka sepakat, entah untuk ke berapa kalinya pergi ke rumah Arial. Tiba- tiba Genta berucap kepada teman-temannya supaya tidak berjumpa sementara untuk beberapa bulan. Riani yang pada awalnya tidak setuju dengan ide Genta, akhirnya mau untuk tidak berjumpa dengan teman-temannya selama tiga bulan. Mereka sepakat untuk bertemu kembali yaitu pada tanggal 14 Agustus. Genta meyakinkan kepada teman-temannya bahwa dia akan memberikan informasi tentang rencana yang akan mereka lakukan pada tanggal 14 Agustus tersebut.

Pada tanggal 7 Agustus, pukul sembilan pagi, Genta memberikan informasi kepada teman-temannya tentang rencana yang akan mereka lakukan pada tanggal 14 Agustus. Genta mengatakan kepada teman-temannya bahwa mereka akan berkumpul pada tanggal 14 Agustus di stasiun kereta api Senen pukul dua siang. Genta juga mengatakan kepada temannya bahwa mereka harus membawa tas gunung, baju hangat, senter, baterai, makanan ringan untuk empat hari, kacamata hitam, betadine, obat, sandal sepatu. Genta juga mengingatkan kepada teman-temannya terutama Ian, agar melakukan olahraga kecil-kecilan.

Pada tanggal 14 Agustus, pukul satu lebih tiga puluh lima menit, di stasiun kereta api Senen terasa panas sekali. Genta yang membawa barang bawaan yang sangat banyak, sedang menikmati makan siang di salah satu restoran Padang. Tiba-tiba Genta meliha dengan tas yang besar, baju oranye menyala, celana pendek, dan kacamata hitam dari kejauha hati mereka. Kemudian Riani dan Ian yang baru sampai di stasiun kereta api Senen juga langsung menghampiri adiknya yang bernama Arinda juga langsung menghampiri mereka berempat.

Pukul setengah tiga lebih, mereka berenam yang membawa barang bawaan cukup banyak menuju ke kereta yang siap untuk berangkat. Mereka menaiki kereta ekonomi Matarmaja, yang melayani trayek Malang-Jakarata. Kereta tersebut terlihat tua dan kumuh, dengan kaca-kaca yang sudah pecah. Setelah membereskan barang bawaan, mereka duduk berenam, berhadap-hadapan. Riani dan Dinda duduk berhadapan di pojok dekat jendela. Genta di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, da dengan Ian. Lima menit kemudian kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun kereta api Senen. Kereta bergerak perlahan dengan sesekali mengeluarkan angin dari sambungan gerbongnya.

Ian lalu bercerita tentang jungkir baliknya dia selama dua bulan. Ian menceritakan semua hal yang dialaminya selama dua bulan tersebut, mulai dari sikap pantang menyerahnya dia dalam mengerjai skripsi, mengalami dua kali penolakan terhadap kuisionernya,

menghadapi dosen pembimbingnya, melihat keriput tangan kedua orang tuanya, dan merasakan sidang skripsinya. Sementara Arial mulai bercerita tentang Indy, wanita yang telah merebut hatinya. Arial menceritakan kepada teman-temanya tentang sosok Indy yang memiliki paras yang biasa saja tetapi enak untuk dilihat dan tidak membuat bosan. Indy yang selama ini selalu mengisi hari-harinya.

Pada saat tengah malam, kereta yang membawa mereka mulai memasuki kota-kota di Jawa Tengah. Kereta melaju dengan cepat melewati jalan desa dan jalan kota yang damai dan sepi. Pukul setengah tiga malam, Genta, Riani menginjakkan kaki di ubin putih yang mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan, Jogjakarta. Mereka berjalan ke toilet stasiun yang ada di antara para pedagang yang masih mencari rezeki di malam yang terasa dingin.

Mereka berempat segera berjalan masuk ke kereta. Perlahan tapi pasti, kereta mulai berjalan meninggalkan stasiun Lempuyangan. Kereta mulai melaju cepat melewati hutan jati antara Madiun dan Nganjuk. Keenam anak manusia ini pun sudah lepas dari rasa kantuknya, dan kembali bercanda di kereta. Pagi yang begitu cerah seakan menyambut rombongan yang jauh dari rumah ini.

Pukul setengah tiga lebih, mereka tiba di stasiun Malang. Matahari sore yang sudah enggan mengeluarkan panasnya datang menyambut. Sebelum meninggalkan kereta, sekali lagi mereka memandang kereta yang terdiam lelah setelah berlari seharian penuh, kereta yang dalam diamnya telah banyak bercerita tentang beragam manusia. Rombongan pecinta alam itu menarik perhatian banyak orang di stasiun Malang. Rasa pegal belum hilang benar dari badan mereka, sehingga mereka memutuskan untuk duduk sebentar di bangku stasiun yang panjang untuk meluruskan kaki dan menghilangkan penat.

Matahari sore masih tersisa sedikit, menembus pepohonan di jalan desa kecil. Sore itu di Tumpang banyak sekali kesibukan jip-jip menunggu pendaki yang mulai berdatangan dengan berbagai macam tas gunung yang besar. Penampilan mereka mirip semua karena memang mempunyai tujuan yang sama yaitu Mahameru. Mereka mulai melangkah, menyusuri jalan berbatu desa yang akhirnya berbelok ke jalan setapak kecil menuju ke punggung Mahameru. Perjalanan berlanjut menembus pinggir hutan, punggung Mahameru. Tampak dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di depan mereka.

Pukul dua malam, keadaan terasa dingin di atas tiga ribu meter dari permukaan laut. Keenam anak manusia itu tertegun melihat puncak Mahameru dalam gelap malam. Rombongan mulai bergerak, berjalan melewati hutan cemara yang gelap. Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana. Jalur pendakian terlihat terang dipenuhi sinar bulan dan cahaya senter para pendaki yang mulai mendaki Gunung Semeru.

Matahari pagi 17 Agustus pun terbit, sinar matahari yang hangat menyapa badan dingin mereka. Keenam anak manusia itu seperti melayang saat menjejakkan kaki di tanah tertinggi Pulau Jawa. Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak langit biru sebiru-birunya dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih berkumpul melingkar di bawah mereka. Asap putih tebal yang membubung di depan mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulannya. Para pendaki tampak berbaris teratur di puncak Mahameru. Tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi sendiri di depan barisan upacara dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.

Rombongan anak manusia itu pun dengan khidmat dan penuh tangis haru melaksanakan upacara bendera di tanah tertinggi Pulau Jawa. Mereka tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan mereka negeri yang begitu Indah yang bernama Indonesia.

Dokumen terkait