• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik

Kebijakan CSR sebagai kebijakan publik sebagaimana telah diatur oleh undang-undang adalah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). (Suharto, 2010). Karena CSR telah diatur oleh undang-undang yaitu Undang-Undang Perseoran Terbatas (UU PT) nomor 40 tahun 2007 dan Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) nomor 25 tahun 2007, maka CSR telah menjadi kebijakan publik. Sebagai kebijakan publik maka CSR wajib (compulsory) untuk dilaksanakan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis kebijakan publik (Nawawi, 2009) yaitu :

1. Teori Sistem, yaitu reaksi sistem politik untuk kebutuhan yang timbul dari lingkungan sekitarnya.

2. Teori kelompok, yaitu keseimbangan yang dicapai oleh perjuangan kelompok dalam suatu kejadian dan hal tersebut memberikan keseimbangan dimana kelompok yang bertentangan berusaha memberikan bobot pada keinginannya. 3. Teori elite, adalah nilai atau pilihan elite pemerintah semata. Kebijakan publik

ditentukan tanpa melibatkan atau menyerap aspirasi publik tetapi sepenuhnya diputuskan oleh elite yang mengatur.

4. Teori proses fungsional, pembentukan kebijakan publik dengan melihat pada bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan.

5. Teori kelembagaan, analisis kebijakan tentang kelembagaan pemerintah (institutionalism).

Dalam penelitian ini pendekatan dalam analisis kebijakan publik terhadap CSR adalah lebih mengarah kepada teori fungsional yang melihat proses pembentukan kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik dengan melihat pada bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan.

Sebagai induk dari kebijakan CSR dalam industri otomotif maka UU PT dan UU PM belum diikuti oleh aturan pelaksanaan (implementasi), seperti besarnya anggaran untuk CSR, jenis-jenis kegiatan CSR, dan sebagainya, meskipun pada beberapa bagian telah juga diatur seperti aspek lingkungan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009, masalah ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat beberapa kemungkinan intervensi pemerintah terkait dengan CSR berikut (Petkoski and Twose, 2003) :

Tabel 5. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan publik

Public Sector Roles

Mandating Command and control legislation

Regulators and inspectorates

Legal and fiscal penalties and rewards

Facilitating

Enabling legislation

Creating incentives Capacity building Funding

support

Raising awareness Stimulating markets Partnering Combining

resources

Stakeholders engagement

Dialogue

Endorsing Political support Publicity and praise

Dari tabel 5 diatas adalah berbagai jenis intervensi pemerintah dalam kebijakan CSR yang dapat dilakukan pada berbagai katagori. Artinya bahwa sebagai produk dari kebijakan publik maka pengaturan CSR dalam bentuk undang-undang adalah salah satu bentuk dari sejumlah bentuk intervensi pemerintah terhadap CSR perusahaan.

Tabel 6. Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan

Tabel 6 menunjukkan berbagai tipe dari program kebijakan dan instrumen kebijakan yang menunjukkan kekuasaan dan kontrol untuk mengatur perilaku dari kelompok target meliputi (1) regulative programs menggunakan pendekatan legal dan legitimasi untuk

Item Regulative programs Motivation programs

Persuasion programs Public activity programs

Dominant policy instrument

General rules Economic incentives Communication Organisation Positive motivation Permission/Contract/ Rights Subsidies/Grant Information/Encouragement /Appeals Expansion of public service Negative motivation Prohibition/Command/ Control Tax/Dues/Fines Misinformation/Discourage- ment/Threats Reduction of public service Means of control

Behavioural control Incentive control Attitudinal control Supply control Implemen-

tation problems

Resistance from policy addresses and violation of norms Uncertain effects and coordination problems

Low efficiency and control Success depends on attractivity/ over –or under investment possible/ exclusion of the „needy‟

memberi ijin atau melarang, (2) motivation programs menggunakan kebijakan moneter sebagai hadiah (reward) maupun menahan (withhold), (3) persuasion programs adalah untuk mendorong ataupun menghambat, (4) public policy programs berupa perluasan maupun pengurangan pelayanan publik (Bredgaard, 2003). Dari berbagai instrumen kebijakan Publik maka dapat dipilih jenis kegiatan yang dapat memenuhi kepentingan masyarakat sekitar dan dan kepentingan bisnis (business interests).

Gambar 4.Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik dengan kepentingan perusahaan

Dengan adanya masing-masing kepentingan baik Pemerintah dengan public policy programs maupun terhadap korporat dengan business interests maka perlu ada jembatan (bridging) untuk menyatukan keduanya demi kepentingan bersama (Bredgaard, 2003) sebagaimana pada Gambar 4. Baik itu sikap penerimaan dalam menyikapi kebijakan pemerintah karena adanya kepentingan ekonomi dari perusahaan (accept), adanya

Policy Program and Business Interests

P U B L I C P O L I C Y P R O G R A M S B U S I N E S S I N T E R E S T S Motivation program Economic interests Behavioural interests Competencies and resources Persussion program Regulative program Public activity program Accept Pressure Help

penekanan (pressure) baik itu akibat dari aturan dan kehendak pemerintah maupun tekanan dari internal organisasi, atau sikap membantu (help) yang diterima akibat dari kebijakan pemerintah dengan memperhitungkan kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Meskipun telah ada undang-undang perseroan terbatas maupun undang-undang penanaman modal yang mewajibkan korporat untuk melakukan CSR dan juga telah ada aturan aturan yang berkaitan dengan CSR seperti undang-undang lingkungan hidup, undang-undang perlindungan konsumen dan sebagainya. Di Indonesia ada sebagian kelompok yang menganut pandangan Reflexive Law Theory dengan self regulation atau mengatur sendiri dimana pelaksanaan CSR adalah diatur sendiri-sendiri oleh masing-masing perusahaan sedangkan evaluasi dari pelaksanaannya yang akan menilai adalah masyarakat, dimana perusahaan membuat laporan aktivitas CSR masing- masing. Di negara Indonesia lebih kepada pelaksanaan CSR dengan konsep hukum yang berdasarkan necessity dan possibility. Artinya ada ranah yang perlu diatur dengan public policy dan ada yang tidak seperti masalah pengelolaan lingkungan hidup, ketenagakerjaan yang telah diatur dengan undang-undang. Namun tidak ada aturan yang mengatur tentang besarnya sumbangan yang harus diberikan perusahaan kepada masyarakat untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan sebagainya

Jenis kebijakan dalam aktivitas CSR adalah mengikuti prinsip yang dianut masing- masing perusahaan. Dalam memandang berbagai masalah yang timbul disekeliling lingkungan perusahaan terdapat beberapa kebijakan yang dianut yaitu :

1. Perusahaan menganggap bahwa perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal tanpa peningkatan CSR berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan, atau the social responsibility of business is to increase its profits. Dengan demikian, tujuan perusahaan korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholder‟s value).

Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR. Dalam hal ini, Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Aktivitas CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas CSR seperti ini dilakukan sebagaimana yang ada sekarang (business as usual) dan apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap maksimalisasi laba. Perusahaan lebih mempertimbangkan kepada private marginal costs atau biaya persatuan barang/jasa yang dibuat dalam mempertimbangkan keputusan dalam produksi dan akan beroperasi di bawah socially optimum market equlibrium ketika social costs melampaui firms‟ private costs (Redman, 2005). Socially optimum market equilibrium adalah keadaan dimana terdapat keseimbangan antara antara permintaan dan penawaran yang mengakomodir biaya-biaya sosial (externalities). Berarti dalam hal ini, externalities yang muncul akibat aktivitas perusahaan, baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung akibat keberadaan perusahaan seperti pencemaran udara, air, kerenggangan sosial dan perilaku konsumtif tidak masuk dalam private marginal costs. Lebih jauh dikatakan bahwa donasi waktu maupun uang kepada perbaikan lingkungan ataupun

penanggulangan kemiskinan masyarakat lebih kepada “pencurian” terhadap modal

pemilik. Cara pandang perusahaan lebih kepada cost dan benefit jangka pendek (Redman, 2005). Perusahaan adalah pribadi artifisial dan memiliki tanggungjawab artifisial pula, sehingga yang memiliki tanggungjawab yang sebenarnya adalah para karyawan terhadap pemilik perusahaan, yaitu berupa keuntungan (Friedman, 1970). Selanjutnya apabila ada penggunaan lain untuk melakukan CSR yang sifatnya bukan

profit oriented atau motif keuntungan finansial, tetapi socially oriented atau

environmentally oriented, maka harus dipisahkan pendanaannya dari aktivitas utama perusahaan (Friedman, 1970). Dalam hal ini, manajer perusahaan telah memasuki ranah politik dengan aktivitas pilantropis yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemerintah dan juga sekaligus juga telah berlaku sebagai prinsipal (mewakili pemilik perusahaan) dan bukan sebagai agen perusahaan yang menerima gaji dari pemilik perusahaan (Solihin, 2009). Sebagai konsekuensi dari kebijakan seperti ini, berarti

apabila ada pengurangan produksi akibat adanya penurunan penjualan, maka sikap perusahaan mengarah kepada pengurangan karyawan. Demikian pula dalam hal adanya efisiensi, baik dalam prosedur kerja maupun penggunaan alat-alat kerja atau rasionalisasi karyawan maka tindakan pengurangan karyawan adalah hal yang lumrah dilakukan, termasuk komposisi antara karyawan yang berasal dari penduduk lokal dan pendatang adalah lebih didasarkan pada profesionalisme, maupun selera dari perusahaan, sepanjang tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut. Bentuk yayasan atau lembaga tersendiri adalah model yang paling tepat untuk bentuk kebijakan CSR yang menganut kebijakan seperti ini karena sifatmya terpisah dari aktivitas utama perusahaan (core business).

2. Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR bergema diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan kegiatan amal (charity) dan phylantrophis (kebajikan) mulai dari menyumbang untuk bencana alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja usaha. CSR seperti ini dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun mengikuti trend. Dalam strategi ini juga keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha yang dilakukan juga tidak diperhitungkan.

Pada dasarnya dalam kebijakan ini tidak seluruh aktivitas CSR harus mempertimbangkan kinerja usaha seperti dalam program Community Development

yang merupakan aktivitas bagian dari CSR tidak dapat dipertahankan sebagai kepentingan korporasi semata (keamanan perusahaan), tetapi benar-benar menjalankan dalam konteks yang benar (Rochman, 2006). Dalam kebijakan ini menganut bahwa idiology of firms that have made commitments to environmental and social goals without evidence that corporate citizenship lead to tangible financial gains (Redman, 2005). Artinya perusahaan tidak menyandarkan kepada keuntungan finansial semata atas kebijakan CSR dari apa yang telah dilakukan terhadap lingkungan dan sosial. Dengan demikian tidak tergantung kinerja usaha. Selanjutnya dikatakan oleh Redman (2005) : this idiology functions on the idea that

the businesses, like people, have moral obligations and responsibilities that extend beyond the financial world. Selanjutnya three is an expectation that a company will do thew right thing, and there is no reason to advertise that we are filfilling this obligation (Redman, 2005).

Artinya perusahaan memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab melebihi tanggung jawab finansial. Dan diharapkan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab ini (CSR) tidak signifikan untuk diiklankan sebagai promosi perusahaan.

Berbagai aktivitas CSR dalam hal ini adalah seperti terciptanya kondisi keamanan didesa atau kelurahan dimana perusahaan berlokasi, mengutamakan perekrutan tenaga lokal sebagai tenaga kerja di perusahaan, keeratan hubungan antara perusahaan dan para karyawan dengan masyarakat setempat, dimana perusahaan berkedudukan adalah bentuk-bentuk kebijakan CSR yang sesuai dengan type ini. 3. Upaya integrasi aktivtas CSR dalam aktivitas utama perusahaan merupakan hal yang

utama dalam aktivitas peningkatan kinerja CSR dan kinerja usaha secara bersama- sama. Mengintegrasikan CSR dalam strategi inti perusahaan berpengaruh kepada peningkatan produktivitas dan sebagai katalis kepada proses keberlanjutan yang kompetitif (Boulouta and Pitelis, 2011). Mc Williams and Siegel, diacu dalam Venugopal (2010) mengemukakan konsep “profit maximizing CSR” dimana belanja untuk CSR diperlakukan sebagai investasi sebagaimana investasi lainnya seperti pada bagian Research and Development (R&D). Konsep ini melihat bahwa inovasi dan kemakmuran masyarakat harus konsisten seiring dengan maksimisasi profit. Namun bukan berarti profit jangka pendek sebagaimana halnya pada kebijakan yang pertama, namun termasuk juga manfaat yang sifatnya intangible dan jangka panjang. Dalam hal ini ternyata tidak mudah untuk melakukannya sebagaimana yang dikemukakan oleh Redman (2005) : policymakers should consider current indexes for business success, accounting practices, and valuation of intangible assets. Selanjutnya it require transforming averages citizens‟ understanding about value creation and expanding definitions of success to include social and enviromental triumph. Kebijakan ini

target yang diharapkan, kemampuan dalam penilaian dan pencatatan aktiva tidak berwujud seperti goodwill dalam pembukuan perusahaan. Dan pemahaman terhadap pengertian masyarakat akan penciptaan nilai dan perluasan pengertian sukses mencakup sosial dan lingkungan.

Strategi yang dilakukan dengan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Kinerja perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas CSR yang dilakukanpun harus sejalan dengan jenis usaha, yang merupakan perpaduan dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin keberlanjutan aktivitias CSR dan pengembangan usaha.

2.11. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian yang dilakukan tentang CSR adalah penelitian yang dilakukan oleh Fendri dari Program Magister Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (SPS-IPB) berupa thesis tentang strategi program pemberdayaan masyarakat dan implikasinya terhadap kebijakan Pemerintah studi kasus PT. RAPP, CECOM, dan Pemerintah Kota Pekanbaru yang dilakukan pada periode November 2007 s/d Januari 2008 yang melakukan metode penelitian dengan mengadakan studi komparasi antara petani binaan CECOM (yayasan yang dibentuk oleh PT. RAPP untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat) dengan yang diluar binaan CECOM dengan analisis Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) menunjukkan bahwa aktivitas tersebut dapat mengubah secara signifikan kondisi sosial, ekonomi dan teknologi masyarakat meskipun ada peningkatan. Demikian pula peran Pemerintah Kota Pekanbaru belum kelihatan. Penelitian yang dilakukan oleh Sumaryo dari SPS-IPB dalam disertasi tentang implementasi CSR dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan studi kasus di Provinsi Lampung yang melakukan penelitian pada Nopember 2007 s/d April 2008 yang mengkaji pengaruh pelaksanaan CSR terhadap peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat sasaran dalam berusaha ekonomi produktif serta meneliti pengaruh CSR terhadap tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga

masyarakat sekitar perusahaan menggunakan teknik analisis deskriptif eksplanasi kausalitas historis, korelasional dan dilanjutkan dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM) menunjukkan bahwa masyarakat berpersepsi bahwa CSR merupakan kegiatan perusahaan membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial, budaya dan atau ekonomi agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri, sehingga terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya sementara manajemen perusahaan memahami bahwa dengan memberikan bantuan fisik untuk pembangunan prasarana pendidikan, ibadah dan sosial, bantuan pendidikan dan menjalin kemitraan dengan masyarakat serta memenuhi aturan dalam pengolahan limbah cair perusahaan berarti telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya (CSR).

Karakter dan perilaku masyarakat tidak berubah akibat adanya program CSR oleh perusahaan. Disebutkan juga bahwa model integratif dan partisispatif adalah model yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh perusahaan yang dapat meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, serta dapat menampung aspirasi dan kebutuhan dasar masyarakat yang diakomodasi dalam program CSR yang akan dijalankan oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Nani Julijanti dari SPS-IPB Program Magister Pengembangan masyarakat dalam thesis tentang persepsi masyarakat terhadap program-program CSR PT. Aqua Golden Mississippi (AGM), kasus di Kabupaten Sukabumi, bertujuan mengkaji keragaman program CSR, mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap program- program CSR dan mengetahui bagaimana rancangan perbaikan terhadap program- program CSR dari PT. AGM. Penelitian dilakukan periode Desember 2006 s/d Nopember 2007 dilakukan menggunakan metode penelitian analisis kualitatif dengan triangulasi. Selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) atas dasar analisa keadaaan dengan Rapid Rural Appraisal. Dari serangkaian program CSR yang dilakukan oleh PT. AGM maka beberapa program yang dinilai bermanfaat adalah penampungan air bersih terkait kemudahan mendapatkan air, penghijauan, kesejahteraan sosial dan keagamaan. Namun dinilai kurang manfaatnya dalam kaitannya dengan kesempatan kerja yang diterima masyarakat. Strategi yang harus dilakukan adalah pembentukan forum rembug masyarakat, peningkatan program

keahlian masyarakat dalam pengolahan limbah dan pertanian, peningkatan ekonomi masyarakat berupa bimbingan usaha dan peminjaman modal usaha serta pembangunan fasilitas air bersih. Strategi tidak langsung adalah mendorong pemerintah desa dan kecamatan untuk bersungguh-sungguh meningkatkan komitmennya dalam pemberdayaan masyarakat serta membuat Peraturan Daerah yang memiliki posisi tawar yang tinggi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan CSR dan membentuk konsorsium perusahaan untuk menyamakan persepsi tentang CSR.

Penelitian mengenai otomotif di Indonesia dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta pada July 1999 mengenai Pembangunan Industri Otomotif Indonesia (The Development of The Indonesian Automotive Industry) tentang pembangunan industri otomotif Indonesia mulai 1980 – 1990an meneliti perkembangan industri otomotif dalam tiga kelompok jenis otomotif, yaitu sedan, kendaraan komersial dan komponen dengan metode diskriptif, disimpulkan bahwa kelompok sedan memiliki pasar yang amat terbagi-bagi (fragmentation), sehingga amat sulit meningkatkan local component dibandingkan dengan jenis lainnya (kendaraan komersial) dan berdampak pada perkembangan indsutri komponen yang menjadi kurang efisien untuk jenis sedan dibandingkan dengan jenis lainnya.

Hasil penelitian khusus bidang otomotif yang meneliti masalah CSR dalam industri otomotif dalam kaitannya dengan masyarakat sekitar belum ditemui, terutama yang melihat secara konsep aspek-aspek apakah yang harus menjadi prioritas sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar.

Dokumen terkait