• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dalam Penegakan Hak-Hak Perempuan

Dalam dokumen ADILAH YASMIN HATTA FISIP (Halaman 83-90)

BAB IV MOHAMMAD ASHRAF GHANI DAN AGENDA KONSOLIDASI

B. Kebijakan Pemerintahan Mohammad Ashraf Ghani

2. Kebijakan dalam Penegakan Hak-Hak Perempuan

Penderitaan panjang bagi perempuan Afghanistan berakhir ketika rezim Taliban jatuh pada tahun 2001. Sejak saat itu, kiprah perempuan di ranah produktif mulai menunjukkan eksistensinya. Mereka sudah makin terlihat keterlibatannya di berbagai bidang, seperti turut mengambil keputusan di bidang politik, mendapatkan kesempatan berdagang dalam bidang ekonomi,

136 Hasil Wawancara dengan Mohammad Salim.

71

mendapatkan pendidikan yang layak, bahkan bisa turut andil memberikan pendidikan, serta menerima kesempatan yang sama di bidang kesehatan.

Hal ini semakin nampak ketika banyak perempuan di Afghanistan sudah mulai menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Ministry of Women’s

Affairs, Ministry of Higher Education, Ministry of Counter -Narcotics dan Ministry of Labor, Social Affairs, Martyrs and Disabled, serta Afghanistan’s

Independent Commission on Human Rights. Selain itu, Kementerian Luar Negeri Afghanistan telah menunjuk tiga Duta Besar perempuan ke Norwegia, Swiss dan Indonesia, sementara seorang wanita baru-baru ini mengisi posisi Wakil Menteri Luar Negeri untuk Urusan Ekonomi.138

Namun, di tengah perkembangan yang terjadi di Afghanistan, masih ditemukan ketidakadilan dan tindakan diskriminatif yang melibatkan perempuan, seperti misalnya yang terjadi di daerah pinggiran, di Provinsi Balkh, Afghanistan Utara. Menurut pengakuan salah satu perempuan di sana, diskriminasi terhadap perempuan terjadi dalam bentuk perkawinan anak di bawah umur, kawin paksa, perkosaan dan poligami, serta masih banyak perempuan Afghanistan menjadi objek kekerasan dan pelecahan seksual.139

Selain itu, perempuan di Afghanistan dianggap sebagai beban keluarga. Mereka tidak diberikan uang yang cukup, sehingga pernikahan menjadi satu-satunya solusi bagi mereka. Tidak heran apabila perempuan di Afghanistan

138The Diplomat, “Institutionalizing Womens Rights For Afghanistan Future”, artikel ini diakses dari http://thediplomat.com/2016/03/institutionalizing-womens-rights-for-afghanistans-future/ pada 22 Maret 2017.

139 Mohammad Ismail, “Perempuan Afghanistan Hadapi Diskriminasi dan Kemiskinan”, artikel ini diakses dari http://www.antaranews.com/berita/430052/perempuan-afghanistan-hadapi-diskriminasi-dan-kemiskinan pada 22 Maret 2017.

72

hampir sebagian besar menikah di usia yang sangat muda. Menurut sebagian masyarakat Afghanistan, hal yang terpenting dalam pernikahan adalah jumlah uang yang diterima, bukan perihal usia. Maka dari itu, perempuan dianggap tidak lebih dari kepemilikan pribadi oleh laki-laki. Mereka dapat membeli atau menjualnya, bahkan menjaga atau membuangnya sekalipun adalah urusan pihak laki-laki sebagai pemimpin keluarga.140

Hal ini menjadi dampak terhadap kurangnya perlindungan hukum bagi perempuan di Afghanistan. Mereka yang berasal dari daerah pinggiran Afghanistan belum mengetahui Hak Asasi Manusia secara umum. Padahal, penyadaran terhadap hak-hak akan mendorong mereka untuk memperjuangkan statusnya di dalam kelompok masyarakat. Maka dari itu, perlunya pemberdayaan perempuan dilakukan dengan membekali mereka akan pentingnya pemahaman terhadap Hak Asasi Manusia.

Menyangkut hal tersebut, Mohammad Asharaf Ghani beranggapan bahwa kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan adalah bagian dari rasa malu pemimpin saat ini. Afghanistan telah mewarisi situasi yang sangat memalukan dan tercela. Mohammad Ashraf Ghani dalam pidatonya tmenyebutkan untuk melarang bagian tertentu dari konstitusi, yang mana berisi akan memenjarakan perempuan apabila meninggalkan rumah tanpa izin dari pihak laki-laki.141

140 Dilawal Sherzai, “Discrimination Against Women in Afghan Society”, artikel ini diakses dari http://outlookafghanistan.net/topics.php?post_id=3629 pada 22 Maret 2017.

141 GirlTalkHq, “Afghanistan President Ashraf Ghani Elevating Championing Status Women”, artikel ini diakses dari http://girltalkhq.com/afghanistan-president-ashraf-ghani-elevating-championing-status-women/ pada 22 Maret 2017.

73

Ketidaksetaraan dan kekerasan terhadap gender di Afghanistan sebelumnya telah mendorong para perempuan Afghanistan untuk membangun kelompok yang dapat membantu sesama perempuan di Afghanistan. Di era pemerintahan Hamid Karzai, sebuah organisasi yang bergerak khusus untuk emansipasi perempuan dibentuk, The Afghan Women’s Mission telah resmi bekerja sama dengan The Revolutionary Association of the Woman of Afghanistan (RAWA). Selanjutnya,

Women’s Development Centers didirikan pada tahun 2002 oleh Ministry of

Women’s Affairs, yang menjadi tempat perkumpulan bagi perempuan Afghanistan untuk berdiskusi, melakukan bantuan sosial dan meningkatkan mutu pendidikan di Afghanistan.142

Sedangkan Mohammad Ashraf Ghani beserta Abdullah Abdullah, yang tergabung dalam National Unity Government (NUG), telah melakukan upaya serius untuk meningkatkan partisipasi perempuan di pemerintahan. Presiden Ashraf Ghani telah menunjuk tiga Duta Besar perempuan untuk Afghanistan dan memilih empat perempuan untuk menduduki jabatan menteri di kabinetnya. Bahkan untuk pertama kalinya dalam sejarah Afghanistan, presiden memperkenalkan seorang wanita yang menjadi calon Mahkamah Agung. Meskipun gagal memperoleh jabatan tersebut karena tidak mendapatkan cukup suara untuk diratifikasi oleh Parlemen Afghanistan, tetapi sudah ada upaya untuk memperkenalkan seorang perempuan sebagai pengganti Mahkamah Agung.143

142 Catarina Mega Amelia, “Upaya United Nation dalam Penyetaraan Gender di Afghanistan”, ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Vol. 4 No. 1, (2016: 89-102), h. 90.

143 Ariana News, “Ashraf Ghani Warns to Fight Violence, Discrimination Against Women”, artikel ini diakses dari http://ariananews.af/ghani-warns-to-fight-violence-discrimination-against-women/ pada 22 Maret 2017.

74

Menurut Mawaya dan Kabeer, hal tersebut merupakan sebuah pemberdayaan gender (gender empowerment). Menurutnya, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perempuan untuk menggunakan kemampuannya dalam mengenali masalah-masalah sosial, termasuk juga kemampuan untuk mengambil tindakan dan pilihan strategis bagi kehidupan mereka. Ini juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berpatisipasi dalam ranah publik melalui kemampuannya mengakses sumber daya (resources) ekonomi dan kekuasaan, menjadi bagian dari pengambil keputusan (agency).144

Seperti halnya kondisi yang sudah dibentuk oleh Mohammad Ashraf Ghani dalam menambah peran perempuan merupakan sebuah kemajuan bagi perempuan di Afghanistan. Mereka yang sejak dulu bermimpi untuk bekerja menjadi menteri atau hakim, akhirnya punya kesempatan untuk mewujudkannya. Namun, bagi perempuan yang tinggal di luar Provinsi Kabul, mereka tentu harus menempuh pendidikan dan dianggap terpelajar untuk mampu merealisasikannya. Namun, saat ini berbagai sekolah dan universitas di Afghanistan telah membuka pendaftaran untuk perempuan. Terbukti, lebih dari 8 juta siswa dan siswi terdaftar di sekolah, termasuk lebih dari 2,5 juta adalah perempuan.145

Di balik peningkatan terhadap kesetaraan perempuan di Afghanistan, Ahmad Nadeem Kakar memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat persoalan human rights atau women rights di Afghanistan. Menurutnya:146

144 Alfirdaus, “Bukan Untuk Angka, Apalagi Pemberdayaan: Kebijakan Setengah Hati Kuota Perempuan”, Jurnal Konstitusi, Vol. 5 No.5 (2008: 145-159), h. 148.

145World Education News and Reviews, “Education in Afghanistan”, artikel ini diakses dari http://wenr.wes.org/2016/09/education-afghanistanhttp://wenr.wes.org/2016/09/education-afghanistan pada 22 Maret 2017.

75

“The idea of human rights in current Afghanistan is suffering from one

problem which also cause human right to stagnate. It was associated with the foreigner ideology. It means many ordinary people in Afghanistan think ideas like human rights, women rights, and democracy are mottos to firstly break down our traditional values, perspectives, and even faith. Like i heard about some colleagues who teach the value of women rights in public and academics but they put many restrictions on their own wives.”

Hal ini diyakini Ahmad Nadeem Kakar sebagai permasalahan utama yang membuat kesetaraan perempuan di Afghanistan tidak menyuluruh, yakni karena lazimnya, masyarakat Afghanistan masih berpandangan bahwa gagasan mengenai human rights atau women rights merupakan slogan untuk menghancurkan nilai-nilai tradisional dan kepercayaan yang sudah melekat sejak dahulu di Afghanistan. Seperti ia melihat sebuah contoh terdekat, di mana mereka yang paling massive mengkampanyekan hak-hak perempuan justru ialah mereka yang mengekang istri-istri dan keluarganya sendiri.

Ahmad Nadeem Kakar menambahkan bahwa persoalan ini semestinya diselesaikan dengan metode yang yang tidak terburu-buru. Sebab menurutnya, human rights maupun women rights activist di Afghanistan telah melakukan prosedur yang keliru, yang mana mereka memberitahukan kepada orang-orang di lingkungan sekitar untuk segera berjuang melawan tindakan diskriminatif terhadap perempuan, tanpa memahami bahwa betapa hal tersebut juga berguna bagi kebaikan mereka. Ahmad Nadeem Kakar mengatakan, “Remember, humanity is not simple and neutral as the machine and vehicle.”147

Melihat dari persoalan tersebut, Mohammad Ashraf Ghani tidak berdiam diri. Ia berupaya untuk mengubah mindset masyarakat Afghanistan, karena

76

menurutnya sikap tradisional masyarakat yang akan menghambat kemajuan dan kesetaraan perempuan di Afghanistan. Tidak seperti kebanyakan pemerintah pada umumnya, Mohammad Ashraf Ghani bersama National Unity Government (NUG) tidak hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial dengan terus melakukan langkah-langkah persuasif dalam meluruskan pandangan masyarakat Afghanistan.

Adapun di tingkat lokal, National Unity Government bekerja sama dengan beberapa pemuka agama dan masyarakat sipil di beberapa wilayah. Tokoh atau pemuka agama memberikan pemahaman mengenai perlunya sikap menghargai dan melindungi perempuan dengan ikut bergabung di komunitas Program Solidaritas Nasional.148 Hal ini dilakukan guna untuk melakukan pendekatan sosial dan agama kepada masyarakat di wilayah terpencil Afghanistan. Melalui Program Solidaritas Nasional, lebih dari 22.000 perempuan Afghanistan secara aktif melakukan berbagai kegiatan bermanfaat tanpa adanya diskriminasi gender.

Dalam hal ini, demokrasi mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan, persamaan, kesetaraan dan keadilan bagi semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan kesetaraan perempuan adalah salah satu upaya mewujudkan demokratisasi, karena dengan kesetaraan gender akan

148

Program Solidaritas Nasional (NSP) didirikan pada pertengahan tahun 2003. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat Afghanistan untuk mengurangi kemiskinan melalui pembentukan dan penguatan jaringan lembaga nasional. NSP dibentuk dalam membuat masyarakat Afghanistan bekerjasama untuk membangun fasilitas umum secara kolektif, membantu untuk memecahkan masalah dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, kesetaraan dan keadilan. Dilihat dari Afghanistan Reconstruction Trust Fund, “Active Portofolio Investment Projects”, artikel ini diakses dari http://www.artf.af/portfolio/active-portfolio-investment-projects/rural-development/national-solidarity-program-iii pada 22 Maret 2017.

77

membuka peluang dan kesempatan bagi seluruh masyarakat dari segala lapisan untuk ikut serta dalam proses demokratisasi itu sendiri.

Proses demokratisasi telah membuat pemerintah Afghanistan memberikan aksesibilitas terhadap kaum perempuan yang selama ini dianggap inferior dan tidak mampu memangku jabatan penting di pemerintahan. Perempuan Afghanistan sangat antusias dalam partisipasi politik, dibuktikan dengan banyaknya keikutsertaaan perempuan Afghanistan dalam pesta demokrasi (pemilu), seperti, pemungutan suara dan ikut andil dalam komunitas sosial, bahkan ambil bagian dalam kursi-kursi pemerintahan.

Dalam dokumen ADILAH YASMIN HATTA FISIP (Halaman 83-90)

Dokumen terkait