• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENANAMAN MODAL

C. Kebijakan Dasar Penanaman Modal

Masuknya modal asing dalam perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik. Penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman luar negeri.36

Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan ekonomi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya suplai teknologi dan investor baik dan bentuk proses produksi maupun permesinan dan penciptaan lapangan kerja.37

Washington Post dalam artikelnya menyebutkan kurangnya sistem hukum yang pasti di Indonesia merupakan faktor utama mengapa investor pergi. Kurangnya kepercayaan investor membuat perginya modal asing yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang belum pulih akibat krisis finansial Asia tahun 1997-1998. Investor asing juga sering mengeluh bahwa mereka sering kali dijadikan subjek tuntutan sewenang-wenang oleh pejabat pemerintah, petugas pajak, dan mitra lokal.38

Kepastian hukum itu sendiri bagi investor adalah tolok ukur untuk menghitung risiko. Bagaimana risiko dapat dikendalikan dan bagaimana

36

DeiissaA.,Ridgway, & MariyaA., Talib, Spring 2003, Globalization and Development:

37

Yulianto Syahyu, PertumbuhanInvestasi Asing di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), him. 46.

38

penegakan hukum terhadap risiko. Jika penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat dipastikan investor tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Berbagai peraturan perundang-undangan tidak akan berarti tanpa ada jaminan legal certainty atau kepastian hukum atas keputusan yang ditetapkan. Dalam dunia usaha, pelaku usaha memerlukan syarat esensial ketika berbisnis; dan prasyarat bagi setiap transaksi bisnis, yaitu adanya kepastian hukum (legal certainty).39

Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, atau aturan yang dibuat tidak mengindahkan peraturan atau tidak mencabut peraturan sebelumnya untuk aspek yang sama. Terkadang juga peraturan dibuat berlaku surut, proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten dan tidak transparan. Semua hal tersebut membuat pengusaha atau investor merasa berada di persimpangan jalan, menimbulkan perasaan tidak hanya kepastian hukum dan ketidakpastian usaha.40

39

Ningrum Natasya Sirait, Mencermati Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 dalam Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hlm .60.

40

Ridwan Khairandy, Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Alih Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 5, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003) hlm. 51.

Pada Pasal 4 ayat (1) UUPM Bab III tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal dinyatakan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :

a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan

b. mempercepat peningkatan penanaman modal

Sebagaimana dalam menetapkan kebijakan dasar berdasarkan pada ayat (1) diatas, maka Pemerintah:

a. memberikan perlakuan yang sama bagi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanaman modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.41

Apa yang dimaksud dengan “perlakuan yang sama” adalah bahwa Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Penanaman Modal.

Undang-Undang Penanaman Modal juga mengatur tentang penerapan perlakuan yang sama dalam pengertian the most favoured nations, sebagaimana

41

ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) yakni pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, pada prinsipnya pemerintah Indonesia tidak akan memberikan perlakuan khusus atau perlakuan yang lebih baik terhadap satu investor dari negara tertentu dibandingkan dengan investor dari negara lainnya. Namun, perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Artinya, hak istimewa yang dimaksud antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal. Maka, apabila Indonesia menandatangani/meratifikasi sebuah perjanjian/konvensi dengan negara lain khususnya dibidang perdagangan maka the most favoured nations tersebut tidak berlaku bagi negara yang menjadi partner dalam penanaman modal.

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak kepastian hukum sebagaimana tertera dalam Pasal 3 ayat (1) UUPM mengandung persamaan dengan supremasi hukum. Supremasi hukum yang memiliki makna sebagai pimpinan dalam menjalankan kehidupan yang apabila tercapai akan menghasilkan beberapa hal seperti menciptakan keadilan sosial, menjaga nilai moral bangsa, serta

memberikan jaminan perlindungan. Isu supremasi hukum yang berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum pada dasarnya bertujuan: pertama, mewujudkan keadilan (teoretis). Dalil-dalil Aristoteles menunjukkan, keadilan tercapai karena setiap orang diberikan bagian sesuai jasanya dan diberikan bagian yang sama tanpa memperhatikan jasanya; kedua, dalam rangka memberikan manfaat (teori utilitas). Dalam hal ini hukum bertujuan mewujudkan kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Kebahagiaan ini terwujud apabila setiap orang memperoleh kesempatan sama dibarengi penciptaan ketertiban. Syarat terakhir ini melahirkan kebutuhan mengenai kepastian hukum.42

Dokumen terkait