• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kawasan Ekonomi Khusus Dalam Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kawasan Ekonomi Khusus Dalam Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Sihombing, Jonker. Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal. Bandung : PT. Alumni, 2008.

Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal. Jakarta : RajaGrafindo, 2007.

HS, Salim & Sutrisno, Budi. Hukum Investasi Di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers, 2008.

Sumarprihatiningrum. Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia. Jakarta : Himpunan Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia, 2006.

Maimun. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta : Pradnya Paramita, 2004.

Kunarjo. Glosarium Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Jakarta : UI press, 2003.

Rakhmawati, Rosyidah. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Malang : Media Pulishing, 2004.

Padji, Alimansyah . Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan. Bandung : Yrama Widya, 2003.

Erawaty, A. F. Elly & Badudu, J. S. Kamus Hukum Ekonomi. Jakarta : Proyek ELIPS, 1996.

Shadily, Hasan. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Jakarta.

(2)

Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal, Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007.

Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Rakhmawati, N. Rosyidah. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global. Malang : Penerbit Bayumedia, 2004.

Nasution, Bismar. Hukum Kegiatan Ekonomi. Bandung : Books Terrace & Library, 2007.

Habibie, Bacharuddin Jusuf. Beberapa Pemikiran Tentang Peran Sumber Daya Manusia Dalam Membangun Masa Depan Bangsa. Yogyakarta : UGM, 2004.

B. Jurnal

Syahyu, Yulianto. PertumbuhanInvestasi Asing di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003

Sirait, Ningrum Natasya. Mencermati Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 dalam Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003

Khairandy, Ridwan. Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Alih Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 5, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(3)

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

D. Website

1 Juni 2016.

Basuki Antariksa “Konsep Indonesia Kreatif : Tinjauan Awal Mengenai Peluang

dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia”

(4)

A. Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

1. Pengertian , Bentuk, Kriteria Zona Kawasan Ekonomi Khusus a. Pengertian Zona Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang tercakup dalam daerah atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.48 Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.49

Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, keimigrasian dan ketenagakerjaan. Maksud pengembangan KEK adalah untuk memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.50

Pada dasarnya KEK sebagai kawasan industri, tidak berbeda dengan kawasan industri yang telah ada, yaitu berisi sekumpulan perusahaan yang relatif

49

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus

50

(5)

sejenis. Sehingga dalam konteks ini, KEK tidak berbeda dengan kawasan industri tradisional, kawasan berikat, kawasan ekonomi terpadu, kawasan industri estate, Free Economic Zones, Free Trade Zones, Enterprise Free Zones, Enterprise Trade Zones, Export Processing Zones, Free Trade Zones, New Export Distribution Centers, dan Regional Foreign Trade Zones. Walaupun di beberapa negara seperti India, kawasan industrinya kemudian dikonversi menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) atau special economic zone (SEZ) setelah adanya UU tentang KEK.

Istilah ini telah digunakan di berbagai negara, tetapi tidak setiap negara menggunakan istilah yang sama untuk menamai Kawasan Ekonomi Khusus, seperti ShenZhen Cina menggunakan istilah Industrial Park Zone, Dubai menggunakan istilah Free Zone, India dan Mesir menggunakan istilah Special Economic Zone. Sementara di Indonesia sendiri mengadopsi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup dalam wilayah Hukum RI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi.51

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tujuan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus antara lain adalah: membantu atau mendukung perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki

51

(6)

struktur industri di lokasi tersebut, meningkatkan ekspor dan meningkatkan cadangan devisa. Untuk itu maka pendekatan kawasan untuk pengembangan investasi harus bercirikan pada:

1) Reasonable: Layak secara ekonomi, sosial dan politik, 2) Sustainable: Berorientasi jangka panjang, dan

3) Measurable: Jelas dalam instrumen dan target.52 b. Bentuk zona dalam kawasan ekonomi khusus

Istilah “zona” adalah suatu daerah yang memiliki sifat khusus atau dimanfaatkan untuk kepentingan khusus, dan batas-batas wilayah yang ditentukan berdasarkan kebutuhan.53

Kawasan Ekonomi Khusus terdiri dari beberapa zona.54

a. Pengolahan Ekspor

Adapun zona yang ada di dalam KEK sebagai berikut:

Zona Pengolahan Ekspor diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor.

b. Logistik

Zona Logistik diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan luar negeri.

52

Tumpal Sihaloho dan Naufa Muna, Op.cit.,

53

Basuki Antariksa “Konsep Indonesia Kreatif :

Tinjauan Awal Mengenai Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia”

tanggal 12 April 2016 pukul 10. 17) 54

(7)

c. Industri

Zona Industri diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri.55

d. Pengembangan teknologi

Zona Pengembangan teknologi diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi.

e. Pariwisata

Zona Pariwisata diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait.

f. Energi

Zona Energi diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer.

g. Ekonomi lain

55

(8)

Zona Ekonomi lain diperuntukkan untuk kegiatan lain sebagaimana dimaksud yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

Penambahan dari beberapa zona yang disebutkan diatas, antara lain sebagai berikut:56

a. Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja;

b. Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.

c. Kriteria dalam penentuan zona kawasan ekonomi khusus.

Terdapat beberapa asas yang akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah:57

a. Asas kepastian dan konsistensi kebijakan

Asas kepastian hukum dan konsistensi kebijakan adalah asas dalam pemilihan lokasi Kawasan Ekonomi Khusus yang menggunakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan yang akan diambil untuk memilih lokasi untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus, sehingga dalam penetapannya pemerintah tidak ragu untuk memilih dan tetap dalam kebijakan yang telah diambilnya.

56

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Bab II, Pasal 3 ayat (2).

57

(9)

b. Asas keadilan antar daerah dan antar wilayah

Asas keadilan antar daerah dan antar wilayah adalah asas yang menjunjung tinggi adanya persamaan atau pemerataan dan antar daerah maupun antar wilayah yang di dalam daerah atau wilayah tersebut terdapat lokasi yang akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus.

c. Asas biaya minimum

Asas biaya minimum adalah dalam pemilihan lokasi Kawasan Ekonomi Khusus dilakukan dengan cara efisien, efektif, dengan biaya yang dikeluarkan untuk pemilihan lokasi Kawasan Ekonomi Khusus terjangkau.

d. Asas tertib tata ruang

Asas tertib tata ruang adalah dalam pemilihan lokasi untuk wilayah Kawasan Ekonomi Khusus harus melihat tata ruang daerah wilayah yang akan dibentuk Kawasan Ekonomi Khusus, sebab asas tertib tata ruang ini diartikan dilarang membentuk Kawasan Ekonomi Khusus di tempat yang tidak sebagaimana mestinya.

e. Asas komitmen pemerintahan daerah

Asas komitmen pemerintah daerah adalah asas yang menjunjung tinggi adanya ketegasan yang kuat dari pemerintah daerah untuk memilih lokasi Kawasan Ekonomi Khusus. Hal ini, berkenaan bahwa pemerintah harus menerima resiko dan hasil yang ditanggung apabila didalam wilayahnya terdapat satu lokasi Kawasan Ekonomi Khusus.

(10)

Untuk lokasi yang dapat diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Adapun kriteria tersebut antara lain sebagai berikut:58

a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

b. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung Kawasan Ekonomi Khusus;

c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

d. Mempunyai batas yang jelas.

Usulan lokasi KEK sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus harus memenuhi kriteria sebagai berikut:59

a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

b. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

58

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Bab II, Pasal 4.

59

(11)

d. Mempunyai batas yang jelas.

Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi budidaya yang peruntukkannya berdasarkan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dapat digunakan untuk kegiatan Kawasan Ekonomi Khusus.60

2. Pembentukan KEK

a. Pengusulan kawasan ekonomi khusus

Dalam tahap pengusulan Kawasan Ekonomi Khusus untuk pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh :61

1. Badan usaha;

2. Pemerintah Kabupaten/Kota; 3. Pemerintah Provinsi;

4. Kementrian/lembaga pemerintah non kementrian.

Berdasarkan usulan diatas, haruslah dilengkapi dengan tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh pimpinan yang mewakili badan usaha, bupati/walikota mewakili pemerintah kabupaten/kota dan gubernur yang mewakili dari provinsi. Selanjutnya ada beberapa persyaratan, dimana persyaratan tersebut sebagai berikut:62

a. Peta lokasi pengembangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari pemukiman penduduk;

60

Pasal 8 Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

61

Pasal 4 Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

62

(12)

b. Rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;

c. Rencana dan sumber pembiayaan;

d. Analisis mengenai dampak lingkungan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial; dan f. Jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis. b. Penetapan kawasan ekonomi khusus

Dalam penetapan KEK, Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK tersebut, dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap.63 Kajian tersebut dilakukan terhadap pemenuhan kriteria lokasi KEK dan kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.64 Berdasarkan hasil kajian tersebut Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK.65

63

Pasal 27 ayat (1) Bab III Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

64

Pasal 27 ayat (2) Bab III Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

65

(13)

c. Pembangunan dan Pengoperasian kawasan ekonomi khusus

Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus meliputi bagian tentang Pembebasan tanah untuk lokasi KEK dan pelaksanaan pembangunan fisik KEK.66

a. Badan Usaha dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha;

Pembebasan tanah untuk lokasi Kawasan Ekonomi Khusus dilakukan oleh:

b. Pemerintah provinsi dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah provinsi c. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah

kabupaten/kota.

d. Kementrian atau lembaga pemerintah non kementrian dalam hal KEK diusulkan oleh kementrian atau lembaga pemerintah non kementrian. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal tanah, yang digunakan sebagai lokasi KEK dibebaskan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah provinsi pemerintah kabupaten/kota, atau kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementrian/lembaga pemerintah non kementrian dapat diberikan hak atas tanah berupa hak pakai atau hak pengelolaan.67

Dalam pelaksanaan pembangunan fisik Kawasan Ekonomi Khusus, berdasarkan penetapan KEK, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,

66

Pasal 30 Bab IV Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

67

(14)

atau kementrian/lembaga pemerintah non kementrian menetapkan Badan Usaha untuk melakukan pembangunan KEK.68 Untuk ditetapkan usulan Badan Usaha, Badan Usaha Pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus oleh:69

a. Pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten/kota; atau

b. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang KEK yang dimaksud.

Selanjutnya dalam penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun KEK diatas, maka Badan Usaha pengusul sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola KEK dan Badan Usaha tersebut bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan dan pengelolaan KEK.70

(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan pemerintah provinsi, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi secara terbuka dan transparan berdasarkan:

Pada Pasal 34 Peraturan Pemerintah adanya perubahan isi terkait tentang pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus, dimana perubahan tersebut adalah:

68

Pasal 33 Bab IV Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

69

Pasal 33 A ayat (1) Bab IV Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

70

(15)

a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; atau

b. ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha.

(2) Dalam penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.

Kemudian pada Pasal 34 ada ditambahkan pasal lagi yaitu menjadi Pasal 34 A dan Pasal 34 B dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus sehingga berbunyi:71

(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan pemerintah provinsi, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi secara terbuka dan transparan berdasarkan:

a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; atau

71

(16)

b. ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah provinsi dengan Badan Usaha.

(2) Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha pembangunan sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.

Pasal 34 B menyatakan sebagai berikut:72

(1) Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh Kementrian/lembaga pemerintah non kementrian secara terbuka dan transparan berdasarkan:

a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; atau

b. ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama kementrian/lembaga pemerintah non kementrian dengan Badan Usaha. (2) Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, Badan Usaha pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola.

72

(17)

Ketentuan Pasal 35 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus ini diubah dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus berbunyi:73

(1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33A melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota.

(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. lingkup pekerjaan;

b. jangka waktu;

yang dimaksud dengan jangka waktu adalah dalam ketentuan ini tidak melebihi batas waktu 3 (tiga) tahun setelah penetapan Kawasan Ekonomi Khusus. c. penyelesaian perselisihan; dan

Mengenai penyelesaian perselisihan dilakukan berdasarkan hubungan industrial mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hubungan industrial.

73

(18)

d. pemutusan atau pengakhiran perjanjian.

Diperlukannya perjanjian74

74

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dimana, orang-orang tersebut berjanji untuk melakukan sesuatu. Perjanjian, baik dituju dari sudut hukum privat maupun hukum publik, sama-sama memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang memperjanjikan jika sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan untuk dinyatakan sah. Namun, berbeda dengan perjanjian yang berlaku dalam lapangan hukum privat yang hanya mengikat kedua belah pihak. Namun, di dalam lapangan hukum publik perjanjian mengikat bukan hanya kedua belah pihak namun juga pihak ketiga. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: Intermasa, 1996), hlm. 1.

(19)

kegiatan usaha di dalam KEK sehingga jelas mengenai tanggung jawab masing-masing yang melakukan perjanjian tersebut.

Kemudian, diantara 35 dan Pasal 36 ditambahkan 3 (tiga) Pasal yakni Pasal 35 A, Pasal 35 B, dan Pasal 35 C.

Pasal 35A berbunyi sebagai berikut:75

(1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a melakukan pembangunan KEK berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.

(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan pemerintah kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota menetapkan badan usaha untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus secara terbuka76 dan transparan77

75

Pasal 35A Bab IV Undang-Undang Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

76

Terbuka merupakan tidak tertutup atau tidak terbatas pada orang tertentu saja dan tidak dirahasiakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa: Departemen Pendidikan Nasional RI.

77

Transparan yaitu nyata jelas, contohnya adalah dalam Era Reformasi segala sesuatunya harus bersifat Transparan. Ibid

(20)

pembangunan KEK dan pengelolaan KEK harus berdasarkan perjanjian dengan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 35B berbunyi sebagai berikut:78

(1) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1) huruf a melaksanakan pembangunan KEK berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.

(2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan pemerintah provinsi.

Pemerintah provinsi memberikan usulan badan usaha untuk dapat mengelola KEK, sehingga badan usaha yang diusulkan tersebut, ditetapkan untuk mengelola dan untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus dengan cara terbuka dan transparan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi. Untuk melakukan pembangunan KEK, haruslah berdasarkan kepada perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah. Atau dengan cara yang kedua yaitu, berdasarkan dengan ketentuan yang tercantum dalam lampiran Peraturan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus dalam hal pembangunan KEK yang dibiayai dari kerjasama pemerintah provinsi dengan Badan Usaha. Kemudian, untuk melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK harus berdasarkan perjanjian dengan pemerintah provinsi.

78

(21)

Pasal 35 C berbunyi sebagai berikut:79

(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34B ayat (1) huruf a melaksanakan pembangunan KEK berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.

(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34B ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian.

Dalam hal Kawasan Ekonomi Khusus yang ditetapkan merupakan usulan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, penetapan badan usaha untuk membangun KEK yang dilakukan oleh kementrian/lembaga pemerintah non kementrian secara terbuka dan transparan berdasarkan dua cara yakni dengan pertama, ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan untuk melakukan pembangunan KEK tersebut, haruslah berdasarkan kepada perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah atau kedua, dengan ketentuan yang tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus dalam hal pembangunan KEK yang dibiayai dari kerjasama kementrian/lembaga pemerintah non kementrian dengan Badan Usaha. Kemudian, untuk melaksanakan pembangunan KEK dan pengelolaan KEK harus berdasarkan perjanjian dengan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian.

Kemudian, Badan usaha yang melaksanakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus harus menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan

79

(22)

pembangunan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementrian/lembaga non kementrian setiap 12 (dua belas) bulan. Selanjutnya juga badan usaha harus menyampaikan laporan atas status kesiapan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementrian/lembaga pemerintah non kementrian untuk dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan. Selanjutnya, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementrian/lembaga pemerintah non kementrian yang dimaksud tadi meneruskan laporan perkembangan pelaksanaan dan laporan status kesiapannya kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan.80

Selanjutnya Dewan Nasional akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan KEK setiap tahun dan akan disampaikan kepada pengusul untuk ditindaklanjuti. Apabila setelah 3 (tiga) tahun sejak KEK ditetapkan, KEK belum siap beroperasi maka akan diberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK paling lama 2 (dua) tahun atau melakukan langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK tersebut. Setelah pemberian perpanjangan waktu KEK juga belum siap beroperasi dikarenakan adanya force majeure atau bukan karena kelalaian maka Dewan Kawasan menyampaikan pertimbangan perpanjangan waktu kepada Dewan Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan. Di dalam evaluasi, Dewan Nasional dapat memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK atau menyampaikan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden

80

(23)

serta mencabut Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK tersebut.

KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun , Dewan Nasional melakukan evaluasi setiap tahun. Hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pengusul untuk ditindaklanjuti.81

B. Bentuk-Bentuk Fasilitas dan Kemudahan yang diterima oleh Investor

di Kawasan Ekonomi Khusus

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumantoro:82

Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia.

“Motif dari investor dalam menanamkan modal adalah mencari untung. Untuk itu, perlu dicari hubungaan antara motif investor mencari untung dengan tujuan negara penerima modal yakni usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasionalnya. Agar investor mau menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya. Sebagai konsekuensi, maka pemerintah perlu menyelenggarakan perencanaan dengan mantap, termasuk menetapkan kebijakan pelaksanaan dan pengawasan yang efektif, sehingga tercapai tujuan pembangunan nasional. Dengan pendekatan ini, maka peran investor dapat diarahkan ke prioritas pembangunan. Dengan pendekatan semacam ini, maka teori pembangunan merupakan satu proses kerja sama dan bukan masalah ketergantungan dan bukan pula masalah pertentangan kepentingan.”

83

Untuk menyatukan antara kepentingan investor dengan negara penerima-penerima modal harus disadari tidak mudah. Artinya, apabila negara penerima-penerima

81

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 11,12,13.

82

Hendrik Budi Untung, Op.cit.,hlm. 4-5. 83

(24)

modal terlalu ketat dalam menentukan syarat penanaman modal investor, mungkin saja para investor tidak akan datang lagi bahkan bagi investor yang sudah ada pun bisa jadi akan merelokasi perusahaannya.84

a. perpajakan, kepabeanan, dan cukai;

Dilatarbelakangi faktor tersebut telah ada upaya promotif untuk menarik banyak perhatian para investor agar mau berinvestasi di Indonesia yakni dengan keluarnya kebijakan dari pemerintah yang di dalamnya pelaku dan badan usaha di KEK diberikan sejumlah fasilitas dan kemudahan yang ada di dalam kawasan ekonomi khusus. Kebijakan tersebut dibuat dengan ketentuan tentang fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015. Bahwa dalam rangka meningkatkan penanaman modal pada kawasan ekonomi khusus yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu serta untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja perlu diberikan fasilitas dan kemudahan-kemudahan kawasan ekonomi khusus yakni meliputi :

Pasal 2, yaitu:

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha serta Pelaku Usaha di KEK meliputi:

b. lalu lintas barang; c. ketenagakerjaan; d. keimigrasian; e. pertanahan; dan

84

(25)

f. perizinan dan nonperizinan;

Untuk memperoleh fasilitas dan kemudahan di KEK terdapat 2 jenis penggolongan bidang usaha yaitu bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama dan Kegiatan Lainnya di luar KEK. Kegiatan Utama ditetapkan oleh Dewan Nasional. Contoh Kegiatan Utama yang ditetapkan dalam KEK A adalah sawit dan/atau turunannya. Dengan demikian selain sawit dan/atau turunannya merupakan Kegiatan Lainnya.

a. Fasilitas dan Kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai

Jenis fasilitas yang diberikan kepada badan usaha dan pelaku usaha berupa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan kepabeanan dan/atau cukai.

Agar mendapatkan fasilitas tersebut badan usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/ atau mengelola KEK dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota atau Kementrian/lembaga pemerintah nonkementrian sesuai dengan kewenangannya;

(26)

c. membuat batas tertentu areal kegiatan KEK.

Selain syarat yang disebutkan di atas terdapat ketentuan syarat lainnya seperti merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri dan telah mendapatkan Izin Prinsip Penanaman Modal dari administrator KEK serta pelaku usaha harus memiliki sistem informasi yang tersambung dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

b. Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang

Di dalam Kawasan Ekonomi Khusus berlaku ketentuan larangan impor dan ekspor sesuai dengan peraturan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. Pemasukan barang impor ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sebaliknya apabila ingin melakukan pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam daerah pabean berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor. Dan apabila barang yang terkena ketentuan larangan seperti disebutkan diatas dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang diatur selanjutnya oleh peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

c. Fasilitas dan Kemudahan Ketenagakerjaan

(27)

melakukan komunikasi, konsultasi, deteksi dini terhadap suatu isu permasalahan ketenagakerjaan dengan memberikan saran dan pertimbangan dalam langkah penyelesaian isu permasalah tersebut.

Badan usaha dan pelaku usaha di KEK yang merupakan pemberi kerja dan akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA), harus memiliki rencana penggunaan TKA dan izin mempekerjakan TKA. Perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja dengan pengusaha didaftarkan pada administrator KEK dan diterbitkan dalam waktu tidak lebih dari 4 (empat) hari.

Dalam pengupahan para tenaga kerja Gubernur membentuk Dewan Pengupahan. Tugas dan fungsi Dewan Pengupahan KEK dicantumkan pada Pasal 55 ayat (2) yakni sebagai yang memberikan masukan dan saran untuk penetapan pengupahan dan membahas permasalahan pengupahan yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan bagi Gubernur untuk dapat memberikan Upah Minimum Provinsi.

d. Fasilitas dan Kemudahan Keimigrasian

Fasilitas dan kemudahan keimigrasian, Untuk orang asing yang akan melakukan kunjungan ke KEK dapat diberikan visa kunjungan untuk 1 (satu) kali perjalanan dan beberapa kali perjalanan dalam rangka melakukan tugas pemerintah, bisnis, dan/atau keluarga.

(28)

a. Penanaman modal;

b. Bekerja sebagai tenaga ahli;

c. Mengikuti suami/istri pemegang izin tinggal terbatas;

d. Mengikuti orang tua bagi anak sah berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun; atau

e. Memiliki rumah bagi orang asing.

Bagi orang asing yang bekerja di KEK dan telah memiliki izin tinggal sementara, diberikan izin tinggal tetap, dengan ketentuan;

a. Sebagai pengurus badan usaha atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal paling kurang Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau

b. Melakukan penanaman modal paling kurang Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Untuk wisatawan asing yang lanjut usia dan telah memiliki izin tinggal sementara, dapat diberikan izin tinggal tetap.

e. Fasilitas dan Kemudahan Pertanahan

(29)

diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta diperbarui untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun, dan untuk hak pakai diberikan untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta diperbarui untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Perpanjangan dan pembaharuan tersebut diberikan pada saat pelaku usaha telah beroperasi secara komersial.

Orang asing/badan usaha asing di KEK pariwisata dapat memiliki hunian/properti yang berdiri sendiri dibangun atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah seperti;

a. Hak pakai selama 25 (dua puluh lima) tahun dan diperbarui atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian; atau

b. Hak milik satuan rumah susun di atas hak pakai. f. Fasilitas dan Kemudahan Perizinan dan Nonperizinan

(30)

C. Pengawasan Pemerintah dalam Pemberian Fasilitas dan Kemudahan

di Kawasan Ekonomi Khusus.

Dalam penanaman modal pemerintah berperan serta dalam hal memberikan pengawasan terhadap berlangsungnya kegiatan tersebut. Pemerintah menyediakan beberapa hal terkait penanaman modal akan dapat berjalan lancar yakni dengan adanya pemantauan, pembinaan serta pengawasan. Pengawasan dijelaskan dalam Pasal 6c Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Selanjutnya disebut Perka BKPM No. 13 Tahun 2009) yaitu pengawasan melalui:85

1. penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan;

2. pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal;

3. tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.

Pemerintah melakukan pengawasan sebagaimana pada poin (1) di atas dengan melakukan penelitian dan evaluasi pada kawasan ekonomi khusus dalam hal pemberian fasilitas dan kemudahan dalam upaya menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pemerintah bertanggungjawab dalam memberikan kenyamanan berinvestasi kepada para investor dengan menggunakan aturan yang jelas.

85

(31)

Selanjutnya pada Pasal 9 ayat (1) menjelasan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c diatas dilakukan oleh:

a. PDKPM terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota; b. PDPPM terhadap penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas

kabupaten/kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan pemerintahan provinsi;

c. BKPM terhadap penggunaan fasilitas penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah;

d. instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas, PDKPM melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan PDPPM melakukan koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di mana BKPM melakukan koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah terkait.

(32)

A. Perkembangan Kemudahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing di

Indonesia.

Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya. Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan, maka Pemerintah harus cermat menentukan policy yang akan di ambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing (modal asing) dengan tenaga tenaga kerja dalam negeri. Pengaturan mengenai tenaga kerja asing telah mengalami banyak perubahan sebagai bentuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman guna menarik investor ke dalam negeri.

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing (LN No. 8 Tahun 1958).

(33)

kepada seorang yang disebut majikan. Majikan diartikan sebagai setiap orang atau badan hukum, yang mempekerjakan orang lain, atau jika majikan berkedudukan di luar Indonesia wakilnya yang sah atau yang menurut kenyataan bertindak sebagai wakilnya, yang berkedudukan di Indonesia.

Dalam aturan ini, Majikan dilarang mempekerjakan orang asing tanpa izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang bertindak atas nama Menteri. Selanjutnya terdapat beberapa hal yang berkaitan pemberian izin dalam peraturan ini, yakni; (1) Dalam mengambil keputusan untuk memberi izin atau tidak, Menteri atau

pejabat tersebut berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan majikan atau orang-orang yang dipandangnya perlu.

(2) Izin diberikan dengan memperhatikan keadaan keadaan dan perkembangan pasar kerja serta aspirasi nasional untuk menduduki tempat-tempat yang penting dalam segala lapangan masyarakat yang disesuaikan dengan rencana pendidikan kejuruan dan rencana pembangunan yang konkrit. (3) Izin tersebut berlaku untuk waktu yang ditentukan dalam izin itu, waktu

mana tiap-tiap kali dapat diperpanjang.

(4) Izin tersebut dapat diberikan untuk satu atau beberapa orang yang akan menjalankan pekerjaan-pekerjaan atau untuk jabatan-jabatan tertentu. (5) Dalam izin itu dapat ditetapkan syarat-syarat tertentu.

(6) Izin dapat dicabut kembali sewaktu-waktu, bilamana majikan melanggar syarat-syarat yang ditetapkan.

(34)

Di dalam Pasal 7 ayat (1) dijelaskan “Barangsiapa diminta bantuannya oleh pejabat termaksud pada pasal 2 atau dewan termaksud pada pasal 5, berkewajiban untuk memberikannya, jika perlu di bawah sumpah”.

Kemudian daripada itu terdapat ketentuan pidana kepada seorang Majikan yang apabila tidak menjalankan tugas sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (4) yaitu majikan berkewajiban memberi laporan tentang orang-orang asing yang dipekerjakannya serta pekerjaan mereka masing-masing dalam waktu dan menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri, maka akan dikenai sanksi hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (LN. No 1 Tahun 1967)

Ketentuan mengenai tenaga kerja asing dalam peraturan ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 13. Pada dasarnya, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Perusahaan-perusahaan wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga warga Indonesia kecuali perusahaan modal asing belum dapat mengisi dengan tenaga warga negara Indonesia sehingga perusahaan harus mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga ahli warga negara asing pada posisi-posisi tertentu.

(35)

negara asing tersebut. Sebagaimana dalam Pasal penjelasan dikatakan bahwa adanya pembatasan bidang pendidikan yakni dikecualikan bidang teknik, maka perusahaan modal asing diwajibkan menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan dalam bidang management serta business administration, terutama di bidang pemasaran dalam dan luar negeri.

3. Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (LN. No. 33 Tahun 1968)

Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri pengaturan tenaga kerja dimuat pada Bab VII, Pasal 18 sampai dengan Pasal 20. Pengaturan menyebutkan pemilik modal mempunyai wewenang untuk menentukan direksinya, karena pemilik modal ingin menyerahkan pengurusan modalnya kepada orang yang dipercayainya. Apabila ketentuan yang mengharuskan penggunaan tenaga kerja Indonesia belum dapat diisi maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk Indonesia harus memenuhi ketentuan-ketentuan Pemerintah. Dan sama halnya dengan aturan yang sebelumnya, diwajibkan untuk melakukan pelatihan dan pendidikan kepada tenaga kerja warga negara Indonesia.

4. Instruksi Dirjen Binaguna No. 173/DDI/K/72 tentang Prosedur Pemberian Izin Bagi Tenaga Asing Pemegang Visa.

(36)

kepentingan pembangunan, keimigrasian, keamanan dan lain-lain. Maka, dirasa perlu adanya koordinasi yang harmonis dengan instansi-instansi lain yang bersangkutan pada tingkat nasional sebagaimana diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Yang berwenang memberikan izin kerja bagi tenaga asinng pemegang visa adalah Direktur Direktorat Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja, yang bertindak atas nama Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. 2. Setiap kali Kantor Pusat memberikan izin untuk memperkejakan tenaga

asing pemegang visa, tembusan dari kutipan Surat Keputusan pemberian izin kerja itu segera dikirimkan kepada Kantor Daerah dan Kantor Resort yang bersangkutan di mana tenaga asing tersebut melakukan pekerjaan sehari-hari. Berdasarkan tembusan kutipan Surat Keputusan ini Kantor Daerah dan Kantor Resort dapat melakukan follow up serta pengawasan seperlunya sesuai dengan wewenang yang ada pada Kantor Daerah/Kantor Resort dalam hal pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 1958.

3. Setiap kali Kantor Pusat akan memberikan perpanjangan izin kerja bagi tenaga asing pemegang visa, pendapat Kantor Daerah/Resort dijadikan sebagai salah satu badan pertimbangan yang penting.

(37)

setempat kepentinngan perusahaan, kepentingan keamanan, kebijaksanaan pemerintah daerah setempat serta keadaan tenaga asing itu sendiri.

4. Khusus terhadap permohonan yang diajukan kepada Kantor Pusat untuk mendapatkan izin mempekerjakan tenaga asing pada jabatan-jabatan yang diperkirakan telah dapat diisi dengan tenaga-tenaga bangsa Indonesia setempat seperti: pengemudi truk/alat-alat besar atau jabatan-jabatan lainnya yang seperti itu; sebelum Kantor/Pusat memberikan keputusan atas permohonan itu, dimintakan surat pertimbangan dari Kantor Resort yang bersangkutan terlebih dahulu.

Dalam hal ini Kantor Resort harus segera membuatkan surat pertimbangan dan mengirimkan ke Kantor Pusat dengan tembusan kepada Kantor Daerah dalam waktu paling lambat 2 minggu sesudah surat permintaan dari Kantor Pusat diterima oleh Kantor Resort.

5. Dalam hal pemohon izin kerja tenaga asing itu tidak mempunyai Kantor Pusat atau Perwakilannya di Jakarta, surat permohonan dapat diajukan melalui Kantor Resort setempat. Sesudah Kantor Resort meneliti apakah pengisian formulir permohonan sudah benar, serta surat-surat lain yang harus dilampirkan pada permohonan itu sudah lengkap maka Kantor Resort harus segera meneruskan permohonan tersebut ke Kantor Pusat dengan sekaligus disertai surat pertimbangan dari Kantor Resort.

(38)

kutipan Surat Keputusan serta surat-surat pertimbangan pada Kantor Daerah/Resort harus diatur sebaik-baiknya.

7. Semua surat-surat pertimbangan dari Kantor Daerah/Resort adalah bersifat rahasia, dan karenanya kerahasiaan itu harus terjamin dengan baik dalam pengiriman dan penerimaan surat-surat tersebut.

5. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1974 tentang Pembatasan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang

Keppres No. 23 Tahun 1974 tentang Pembatasan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang membatasi penggunaan tenaga kerja warga negara asing di Indonesia. Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi mengatur penggunaan tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang dengan mengadakan pembatasan-pembatasan sebagai berikut:

a. menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang tertutup sama sekali bagi tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang karena sudah tersedia tenaga kerja Warga Negara Indonesia;

b. menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang untuk jangka waktu tertentu dapat diisi oleh tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang sementara menyiapkan tenaga kerja Warga Negara Indonesia untuk menggantinya; c. menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang untuk jangka waktu tertentu

terbuka bagi tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang sehubungan dengan penanaman modal dan kepercayaan yang diperlukan untuk itu.

(39)

negara Indonesia. Namun, pada Pasal 2 ayat (2) menyebutkan apabila pengusaha atau perusahaan yang masih menggunakan tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang sesudah lewat batas waktu yang ditentukan, dikenakan Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan, tanpa membebaskan pengusaha dan perusahaan tersebut dari kewajiban untuk menyelenggarakan program pendidikan dan latihan tersebut. 6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1984 tentang

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

Pemohon izin wajib memenuhi beberapa persyaratan dalam rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang yakni :

1. Setiap pemohon izin tersebut pasal 1 yang akan menggunakan tenaga kerja warga asing pendatang wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

2. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja tersebut ayat (1) menggunakan daftar isian sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini.

3. Pengajuan permohonan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja tersebut pada ayat (1) wajib memperhatikan Keputusan-keputusan Menteri Tenaga Kerja di Sektor/Sub Sektor yang bersangkutan sesuai dengan bidang usahanya mengenai pekerjaan/jabatan yang masih terbuka sementara waktu, pekerjaan/jabatan yang diizinkan untuk waktu tertentu dan pekerjaan/jabatan yang tertutup.

(40)

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri maka permohonan izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang bagi pemohon disampaikan kepada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sedangkan, apabila berasal dari perusahaan swasta nasional nasional maupun asing, BUMN, Lembaga-lembaga Sosial, Ekonomi, Pendidikan, Kebudayaan dan Keagamaan, dan lain-lain (lih. Pasal 1) disampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.

Pemegang izin wajib menyampaikan laporan penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang dan pelaksanaan rencana pengunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang dan pelaksanaan rencana penggunaan tenaga kerja kepada Menteri Tenaga Kerja setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan kepada Departemen Teknis yang bersangkutan dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal bagi pemohon dari Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri. Sejak dikeluarkannya peraturan ini Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-64/Men/1984 dinyatakan tidak berlaku lagi.

7. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1981 tentang Petunjuk Penggunaan Dana Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan

Dikeluarkannya peraturan ini bahwa Dana Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan yang dikenakan kepada Pengusaha dan Perusahaan yang masih menggunakan tenaga kerja warga negara asing pendatang harus digunakan untuk mendidik tenaga kerja Indonesia.

(41)

terkumpul pada Instansi Teknis untuk mendidik dan melatih tenaga kerja Indonesia dalam rangka penggantian tenaga kerja asing pendatang. Selanjutnya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus melaporkan kepada presiden mengenai jenis dan tempat latihan yang telah diberikan, jumlah tenaga kerja yang dilatih dan jenis latihan yang diberikan, jumlah tenaga kerja yang telah telah ditempatkan sebagai pengganti tenaga kerja warga negara asing, jumlah dan jenis biaya yang telah dipergunakan dalam penyelenggaraan latihan, serta program/rencana latihan yang akan dilaksanakan pada waktu mendatang.

8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-350/MEN/85 tentang Pencabutan Keputusan Pelaksanaan Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan.

Seiring berjalannya waktu keluarlah Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-350/MEN/85 tentang Pencabutan Keputusan Pelaksanaan Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan dikarenakan agar perusahaan benar-benar dapat melaksanakan kewajiban mendidik dan melatih tenaga kerja Indonesia dalam rangka penggantian tenaga Kerja asing pada waktunya sesuai dengan ketentuan pembatasan penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang, maka pembebanan Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan perlu ditiadakan.

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-03/MEN/90 tentang Pemberian Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang

(42)

memperoleh izin penggunaan TKA yakni setiap pemohon izin wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk dan Ketua BKPM, serta mendapat pertimbangan lebih dahulu dari Instansi Teknis yang bersangkutan.

Selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 4 ayat ini RPTKA harus memuat lampiran :

1. Identitas Pemohon IKTA;

2. Jumlah dan jangka waktu TKWNAP yang diperlukan pada setiap Jabatan; 3. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang ditempatkan sebagai pendamping

untuk pengganti setiap TKWNAP;

4. Uraian pekerjaan/jabatan dan persyaratan minimum untuk jabatan yang akan diisi oleh TKWNAP;

Permohonan IKTA yang diajukan oleh pemohon tersebut pada Perusahan dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri disampaikan kepada Ketua BKPM.

10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-416/MEN/90 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-03/MEN/1990 tentang Pemberian Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang

(43)

Teknis yang bersangkutan dengan menggunakan bentuk RPTKA-1 dan melampirkan:

1. Surat Persetujuan Tetap (SPT) dari Presiden RI; 2. Akte pendirian perusahaan;

3. Bagan/Struktur organisasi perusahaan;

4. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1981.

Ketua BKPM, Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja dan Instansi Teknis yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan sebagaimana dimaksud di atas sudah membuat penilaian dengan menggunakan bentuk RPTKA-2.

Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari Instansi Teknis belum menyampaikan penilaiannya, Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja menyampaikan penilaiannya kepada Ketua BKPM.

Setelah menerima penilaian sebagaimana dimaksud di atas, Ketua BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja mengesahkan RPTKA dengan menggunakan bentuk RPTKA-3 dan segera menyampaikannya kepada pemohon dengan tembusan kepada Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja dan Instansi Teknis yang bersangkutan. RPTKA yang telah disahkan tadi dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengajukan permohonan IKTA.

(44)

mengajukan permohonan IKTA kepada Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja, dengan mengisi daftar permohonan TA/2 dan melampirkan:

a. Foto Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA; b. Daftar Riwayat Hidup TKWNAP;

c. Foto Copy ijazah atau bukti pengalaman kerja TKWNAP; d. Pas Foto ukuran 4x6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;

e. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1981, apabila belum menyampaikannya;

f. Nama pendamping serta program pendidikan dan pelatihan bagi calon pengganti TKWNAP yang bersangkutan.

TKWNAP yang akan mengajukan permohonan IKTA sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mempunyai keahlian dalam jabatan yang akan diisi;

2. Bersedia dan mampu mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia khususnya pendamping;

3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris; 4. Bersedia untuk diuji kemampuannya.

(45)

ketentuan seluruhnya di atas, Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja mengeluarkan surat rekomendasi pengurusan Visa untuk maksud kerja kepada Direktur Jenderal Imigrasi dengan menggunakan bentuk TA-01. Pemohon IKTA wajib melaporkan kedatangan TKWNAP dan menyampaikan foto copy paspor dan visa TKWNAP yang bersangkutan. Selanjutnya Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja setelah menerima foto copy paspor dan visa TKWNAP sebagaimana dimaksud ayat (6) mengeluarkan surat keterangan IKTA sementara dengan menggunakan bentuk TA-04 yang berlaku paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak kedatangan TKWNAP yang bersangkutan. Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja atas nama Menteri Tenaga Kerja setelah menerima foto copy Kartu Izin Masuk Sementara (KIMS), mengeluarkan IKTA dengan menggunakan bentuk TA/4 disertai buku legitimasi IKTA. Pemohon wajib menyampaikan perjanjian kerja antara perusahaan dengan TKWNAP yang bersangkutan kepada Direktur Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja pada waktu mengambil IKTA. Selanjutnya pemohon wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja, Kantor Dinas Pendapatan Daerah, Kantor Kependudukan di mana TKWNAP dipekerjakan.

(46)

Pasal 1:

Perusahaan yang akan menanam modalnya di wilayah Indonesia Bagian Timur baik dalam rangka PMA maupun PMDN yang sebagian besar hasil produksinya (sekurang-kurangnya 65%) diekspor, dapat memperoleh kemudahan dalam menggunakan tenaga kerja warga negara asing pendatang, mengenal jumlah, jangka waktu dan jabatan yang akan diisi oleh Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.

Pasal 2 :

Untuk memperoleh kemudahan menggunakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, Pengusaha mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja cq. Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dengan melampirkan rencana ekspor hasil produksinya yang diketahui oleh instansi yang berwenang.

Pasal 3 :

Prosedur Rencana Penggunaan Tenaga Kerja dan Pemberian Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-03/Men/1990 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 416/Men/1990.

Pasal 4 :

Wilayah Indonesia Bagian Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi wilayah-wilayah :

a. Propinsi Kalimantan Barat; b. Propinsi Kalimantan Timur;

(47)

e. Propinsi Sulawesi Utara; f. Propinsi Sulawesi Selatan; g. Propinsi Sulawesi Tengah; h. Propinsi Sulawesi Tenggara; i. Propinsi Nusa Tenggara

Timur;

(48)

Dalam Keputusan Presiden ini dijelaskan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) adalah warga negara asing yang memiliki Visa Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Terabatas atau Izin Tinggal Tetap untuk maksud bekerja di dalam wilayah Republik Indonesia.

Didalam ketentuan pasal 3 ada perbedaan tentang jabatan Direksi dan Komisaris pada perusahaan penanaman modal yang didirikan dengan seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan atau badan hukum asing dapat diisi oleh Tenaga Kerja Warga Negara Asing, sedangkan perusahaan yang modalnya dimiliki seluruhnya oleh Warga Negara Indonesia terbuka bagi TKWNAP. Jabatan Komisaris sebagaimana di atas tidak berlaku bagi perusahaan penanaman modal yang didirikan dengan seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Kemudian, Pemilik modal perusahaan penanaman modal yang didirikan dengan seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing, dapat menunjuk sendiri TKWNAP sebagai Direksi dan Komisaris perusahaannya.

(49)

yang didirikan dalam rangka penanaman modal maupun tidak, wajib menggunakan Tenaga Kerja Indonesia.

Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing tersebut dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing.

13. Instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor: 02//MEN/1995 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing (Expatriate) Di Perusahaan.

Di era ini Tenaga Kerja Asing di Perusahaan mulai diberikan jaminan sosial dimana perusahaan yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing diwajibkan mengikutsertakan Tenaga Kerja Asing tersebut dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992.

14. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(50)

dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukkan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.

UUK menegaskan bahwa setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin tanpa izin tertulis dari Menteri. Pengertian Tenaga Kerja Asing juga dipersempit yaitu warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan. Pemerintah mengeluarkan sejumlah perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh UUK antara lain :

1) Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5));

2) Keputusan Menteri tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4));

(51)

4) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2));

5) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3));

6) Peraturan Pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4);

7) Keputusan Menteri tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).

Sejak UUK diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang tersebut, antara lain :

1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/ 2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.

3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

(52)

Peraturan Menteri ini dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini yakni: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Pengguaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing pada Jabatan Direksi atau Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).

(53)

Sebelum pemberi kerja harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 3 menyebutkan bahwa “pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA”. Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis yang dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan :

a. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi; b. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;

c. akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

d. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat; e. bagan struktur organsisasi perusahaan;

f. surat penunjukkan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan; g. copy bukti lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan; dan

h. rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila diperlukan.

Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat : a. Identitas pemberi kerja TKA;

b. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan;

(54)

d. Jumlah TKA; e. Lokasi kerja TKA;

f. Jangka waktu penggunaan TKA;

g. Penunjukkan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan; dan

h. Rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia. 2) Pengesahan RPTKA

Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai prosedur yang ditetapkan, Dirjen atau Direktur harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Penerbitan keputusan pengesahan RPTKA dilakukan oleh Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih. serta Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang. Keputusan pengesahan RPTKA ini memuat :

a. Alasan penggunaan TKA;

b. Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalamm struktur organisasi yang bersangkutan;

c. Besarnya upah TKA; d. Jumlah TKA;

e. Lokasi kerja TKA;

f. Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping TKA; dan g. Jumlah TKI yang dipekerjakan.

(55)

Pemberi kerja TKA dapat mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA. Perubahan RPTKA tersebut meliputi :

a. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA; b. perubahan jabatan; dan/atau

c. perubahan lokasi kerja. 4) Persyaratan TKA

Bagi Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan yakni: memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pendamping; dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.

5) Perijinan

Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada pemberi kerja tenaga kerja asing, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi visa (TA-01) dengan melampirkan (Pasal 23);

a. Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA; b. Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;

(56)

d. Copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;

e. Copy surat penunjukkan tenaga kerja pendamping; dan f. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.

Dalam hal Ditjen Imigrasi telah mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan (Pasal 24):

a. copy draft perjanjian kerja;

b. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;

c. copy polis asuransi;

d. copy surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visal; dan e. foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar.

Dalam perkembangannya tampak seperti tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengaturan mengenai penggunaan.

B. Kewajiban Perusahaan Dalam Pengajuan Kemudahan Tenaga Kerja

Asing.

(57)

perusahaan atau pemberi kerja atau pemohon izin sebelum mendatangkan dan mempekerjakan TKA terkhusus di KEK.

Pada prinsipnya berdasarkan upaya dalam pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945. Maka, peraturan mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing yang lama hingga terbaru selalu menekankan untuk setiap pengguna atau pemberi kerja Tenaga Kerja Asing wajib mengutamakan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia. Namun, jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja indonesia, maka TKA dapat dipekerjakan di bidang dan jenis pekerjaan itu, selama jenis pekerjaan tersebut tidak termasuk jabatan-jabatan yang dilarang untuk diduduki oleh TKA.

(58)

1. Sebelum mendatangkan dan mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing, perusahaan diwajibkan untuk :

Mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disampaikan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus. RPTKA digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).

Tata cara permohonan sebagaimana Pasal 39 jelaskan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini peraturan yang dimaksud merujuk kepada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing disebutkan sebagaimana yang berlaku saat ini. Di dalam Pasal 5 disebutkan tata cara penggunaan TKA yakni sebagai berikut :

(1) Pemberi kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.

(3) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan IMTA.

RPTKA adalah memuat rencana kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan untuk jangka waktu yang diinginkan yang memuat :

(59)

d. nama jabatan yang akan diduduki oleh TKA; e. uraian jabatan TKA;

f. jumlah TKA; g. lokasi kerja TKA;

h. jangka waktu penggunaan TKA; i. upah / gaji TKA;

j. tanggal mulai dipekerjakan;

k. jumlah TKI yang dipekerjakan dan peluang kesempatan kerja yang diciptakan;

l. penunjukkan TKI sebagai TKI pendamping; m. rencana program pendidikan dan pelatihan TKI. 2. Sesudah memperoleh izin :

Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib :

a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan

b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.

Gambar

Tabel 2. Realisasi Investasi Semester I Periode 2011-2015
Tabel 1. Perkembangan Tenaga Kerja Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pembuktian kualifikasi yang akan dilakukan Pokja pengadaan barang/jasa Kantor SAR Timika ULP Basarnas, maka kami mengundang perusahaan saudara

[r]

[r]

Dalam pengembangan aplikasi website ini menggunakan pengumpulan data materi-materi kimia yang sesuai dengan standar kurikulum SMP, dari data materi yang dikumpulkan

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini, Penulis membuat situs e-learning dengan menggunakan kombinasi perangkat lunak yang mendukung pembangunan situs yang dinamis dan interaktif, yaitu

[r]

Namun walaupun gratis, Linux menyuguhkan performa dan kemampuan yang sangat baik, tidak kalah dengan Windows, bahkan disisi lain Linux lebih mengungguli Windows, seperti bebas