• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 50-56)

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Prospek ekonomi Indonesia pada tahun 2013-2014 menurut Bappenas akan lebih baik dari tahun 2012. Dalam kerangka ekonomi makro RPJMN 2010-2014, diupayakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dapat tumbuh mencapai 7 %. Sementara pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 6,23 %. Sementara itu, PDB per kapita pada tahun 2013 diharapkan mencapai USD 3.445 dan pada tahun 2014 ditargetkan akan naik lagi menjadi USD 3.811.

Target peningkatan PDB ini diharapkan dapat tercapai dengan menargetkan penurunan tingkat pengangguran menjadi 5-6 % dan tingkat kemiskinan menjadi minimal 8-10 % pada tahun 2014. Pada tahun 2012, tingkat pengangguran 6,1 % (Agustus 2012) dan tingkat kemiskinannya di tingkat 11,7 % (September 2012). Tingkat kemiskinan nasional diharapkan dapat diturunkan lagi pada kisaran 9,5-10,5 % pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang merupakan komponen utama dari permintaan domestik, dan investasi serta ekspor barang dan jasa. Peningkatan konsumsi masyarakat tersebut akan terjadi apabila daya beli masyarakat meningkat, karenanya perlu diupayakan pengendalian inflasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok.

Pertumbuhan ekonomi juga dipacu oleh pertumbuhan tingkat ekspor. Beberapa faktor yang dapat menunjang pertumbuhan ekspor tersebut, di antaranya, perlu adanya peningkatan akses pasar internasional terutama pasar nontradisional, peningkatan kualitas dan diversifikasi produk ekspor, dan peningkatan fasilitas ekspor. Terkait dengan penurunan tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan, kualitas pekerja terus membaik.Itu terlihat dari struktur lapangan kerja formal yang mengalami peningkatan berarti sepanjang periode 2010-2012. Pada tahun 2012, struktur pekerja formal meningkat menjadi 40%. Jumlah ini naik cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 31,4 % dan tahun 2009 yang sebesar 30,5 %. Peningkatan jumlah pekerja formal ini diikuti pula dengan

III-2

adanya peningkatan struktur pekerja non-pertanian yang pada tahun 2011 mencapai 61,8 %, namun pada tahun 2012 ini naik menjadi 65 %. MP3EI akan mendorong peningkatan investasi di Indonesia. Indikasi nilai investasi berdasarkan investor terbesar memang datang dari sektor swasta sebesar 49 %, sedangkan dari pemerintah sebesar 12 %. Dalam hal terjadinya perlambatan ekonomi dunia yang semakin serius dan pemulihan ekonomi dunia yang tidak sekuat tahun 2010 dan 2011, sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan perlu disesuaikan terutama pada sisi ekspor, yang pada tahun 2012 tingkat ekspor Indonesia sebesar 1,8 %. Diharapkan pada tahun 2013 ditingkatkan menjadi 8,5 % lalu pada tahun 2014 ditargetkan menjadi 12 %. Dengan penyesuaian ini, basis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 menjadi 6,3 %, tahun 2013 menjadi 6,6 % dan tahun 2014 menjadi 6,9 %.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2012 sebesar 6,23% dengan konsumsi domestik dan investasi menjadi penyumbang utama pertumbuhan. Sementara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa migas, tercatat 6,4% pada 2012. Besaran PDB Indonesia pada 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 8.241,9 triliun, sementara atas dasar harga konstan mencapai Rp 2.618,1 triliun. Pertumbuhan terjadi di semua sektor ekonomi terutama dalam bidang pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 9,98% serta perdagangan, hotel dan restoran (8,11 %) dan konstruksi (7,5 %). Sumber pertumbuhan terbesar pada 2012 berasal dari industri pengolahan yang mencapai 1,47%, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (1,44 %) serta sektor pengangkutan dan komunikasi (0,98 %).

Pertumbuhan ekonomi pada 2012 menurut sisi penggunaan terjadi pada komponen pembentukan modal tetap bruto 9,81 %, pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,28 %, ekspor 2,01 % dan pengeluaran konsumsi pemerintah 1,25 %. Komponen impor sebagai faktor pengurang mengalami pertumbuhan sebesar 6,65%. Struktur PDB pada 2012 digunakan untuk memenuhi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 54,56 %, pembentukan modal tetap bruto 33,16 %, pengeluaran konsumsi pemerintah 8,89 %, ekspor 24,26 % dan impor 25,81 %.

Pengeluaran konsumsi pemerintah rendah karena ada efisiensi pengeluaran barang dan moratorium pegawai negeri sipil, sehingga belanja tidak tinggi. Tapi investasi tumbuh dibandingkan tahun lalu yang hanya 8,77 %. PDB per kapita atas dasar harga berlaku pada 2012 mencapai Rp33,3 juta atau 3.562,6 dolar AS, meningkat dibandingkan PDB per kapita pada 2011

III-3

yang sebesar Rp30,4 juta atau 3.498,2 dolar AS. Wilayah Jawa masih menjadi penyumbang utama pembentukan PDB nasional 2012. Sumbangannya mencapai 57,63%. Setelah Jawa ada Sumatera dengan sumbangan 23,77%, dan Kalimantan yang menyumbang 9,3 %.Sementara sumbangan Sulawesi terhadap pembentukan PDB sebesar 4,73%, Bali dan Nusa Tenggara 2,51 % serta Maluku dan Papua 2,06 %. Secara kuantitatif, kegiatan di sektor sekunder dan tersier masih terkonsentrasi di Jawa, sedangkan kegiatan sektor tersier lebih diperankan oleh luar Jawa.

Di sisi inflasi, perkembangan di berbagai daerah pada akhir 2012 cenderung mulai menunjukkan adanya peningkatan. Realisasi inflasi yang terjadi pada akhir 2012 di hampir seluruh wilayah cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam tiga tahun terakhir. Hal ini terutama dipicu oleh kenaikan harga sembako yang cukup signifikan karena berkurangnya pasokan dan tertahannya penurunan harga beras karena bergesernya waktu puncak panen raya. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan turut mempengaruhi perkembangan harga di akhir 2012.

Ke depan, prospek ekonomi di daerah akan dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global yang hingga saat ini belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal ini menjadi faktor risiko yang dapat menurunkan kinerja ekspor daerah. Berbagai informasi yang dihimpun dari kalangan pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya mengindikasikan kekhawatiran dunia usaha terhadap kondisi ketidakpastian permintaan ekspor dapat terjadi hingga akhir 2012. Meski demikian, kuatnya permintaan domestik dan persepsi terhadap iklim investasi nasional menjadi peluang yang perlu dimanfaatkan secara optimal agar perekonomiaan nasional tetap dapat tumbuh tinggi. Hal lain yang perlu dicermati adalah meningkatnya intensitas permasalahan terkait penetapan upah minimum, terutama di daerah basis industri, yang perlu segera di atasi agar prospek iklim usaha tetap positif.

Sejumlah faktor risiko juga diperkirakan membayangi perkembangan harga di berbagai daerah. Hal ini antara lain terkait rencana kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan rencana penerapan kebijakan pengendalian impor hortikultur. Mencermati berbagai risiko tersebut, langkah penguatan komunikasi kebijakan melalui forum koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat penting untuk meredam eskalasi ekspektasi inflasi masyarakat. Selain itu, langkah tersebut perlu disertai upaya

III-4

untuk menjamin ketersediaan pasokan dan pengawasan terhadap distribusi bahan pokok dan BBM bersubsidi.

Gambaran beberapa indikator kinerja utama provinsi Jawa Timur, dapat disampaikan sebagai berikut:

Pertama, Kinerja Ekonomi yang diukur dengan indikator pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2012 mencatat pertumbuhan sebesar 7,27% dan diatas nasional sebesar 6,23 %. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB). Dari sisi penawaran, sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi, serta sektor Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Jatim. Inflasi Jawa Timur (Jatim) tahun 2012 sebesar 4,5% atau berada di atas inflasi nasional 2012 sebesar 4,3 %.

Sedangkan Tahun 2013 ditargetkan pertumbuhan ekonomi Jawa timur akan menggeser kota Jakarta yang selama ini dikenal memiliki pertumbuhan tertinggi di Indonesia. Saat ini pertumbuhan ekonomi di Jatim hanya memiliki sedikit selisih angka dengan Jakarta. Adapun tiga provinsi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia di Pulau Jawa yakni DKI Jakarta sebesar 16,5 %, Jawa Timur sebesar 14,7 % dan Jawa Barat sebesar 14,3 %. Tingginya sumbangsih dari Jakarta untuk rata-rata nasional, dikarenakan jumlah penduduk Jawa Timur jauh lebih besar daripada Jakarta. Menurut perhitungan standar internasional keputusan Menpan No. 9 tahun 2007, indeks pengukuran kinerja ada 5, di antaranya pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, disparitas dan indeks pembangunan manusia. Menurut indeks pengukuran kinerja, suatu wilayah dinyatakan gagal jika kinerja tumbuh tetapi ada kemiskinan, tidak menyerap tenaga kerja atau disperitas antar daerah masih tinggi. Mengenai disparitas, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya beberapa wilayah di antaranya Banyuwangi, Jombang, dan Malang. Perkembangan baru juga terjadi di Tuban, Gresik, Lamongan dan Probolinggo. Dalam upaya mencapai target menggeser posisi Jakarta pada 2013, Pemprov Jatim terus mengupayakan peningkatan dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi prioritas. Selama ini, sektor koperasi dan UMKM memegang peranan sangat penting dalam pembangunan ekonomi dengan menyumbang sekitar 53,82% terhadap PDRB Jawa Timur.

Kedua, Pembangunan Manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan capaian kinerja pembangunan manusia dari instrumen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 71,62

III-5

dari tahun 2010 menjadi 72,18 tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012 pada posisi 72,54.

Ketiga, Penurunan Kemiskinan yang diukur dengan prosentase penurunan penduduk miskin. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Jawa Timur pada periode 2009-2012 dari tahun ke tahun menurun. Jumlah penduduk miskin nampak terjadi penurunan dari 16,68 % pada tahun 2009 turun menjadi 15,26 % pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011 turun menjadi 14,23% dan pada tahun 2012 menjadi 13,08 %.

Keempat, Penurunan Pengangguran yang diukur melalui Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur Agustus 2011 sebesar 4,16 persen mengalami penurunan yang cukup lambat yaitu sebesar 0,04 persen point/angka hingga keadaan Agustus 2012 menjadi 4,12 persen. Sejalan dengan hal tersebut, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami peningkatan sejak Agustus 2011 hingga Agustus 2012 dari 69,49 menjadi 69,62.

Kelima, Kesenjangan antar wilayah yang diukur dengan Indeks Disparitas Wilayah. Untuk melihat apakah pembangunan di Jawa Timur benar adanya dilihat dari keadilan terkait dengan pemerataan, dapat dilihat bahwa Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur pada tahun 2009 mencapai 115,85 sedangkan pada tahun 2010 disparitas wilayah semakin mengecil dan mencapai sebesar 115,14. Pada tahun 2011 disparitas wilayah semakin mengecil dan mencapai sebesar 112,53. Pada tahun 2012 Indeks Disparitas Wilayah menurut angka sementara BPS mencapai 112,92.

III-6

Indikator Kinerja Utama Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

no Indikator Kinerja 2010 2011 2012 Target

Target Capaian Target Capaian Target Capaian 2013 2014

1 Pertumbuhan Ekonomi (%/th) 4.00-4.50 6.68 5.00-5.50 7.22 5.00-5.50 7.27** 5.50-6.00 5.50-6.00 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 6.00-6.20 4.25 5.80-6.00 4.16 5.60-5.80 4.12** 5.40-5.50 5.20-5.40 3 Indeks Pembangunan Manusia 69.00-69.50 71.62 69.50-70.10 72.18 69.90-70.10 72.54** 70.10-70.50 70.50-71.00 RKP Nas 2013 menetapkan, AHH=72, Rata2 lama sekolah= 7.6 angka kematian bayi = 24

RPJM Prop Jatim 2009 – 2014 , AHH = 69.15, Rata2 lama sekolah = 7.07, Angka Kematian Bayi = 28 (2010=25), AKI(nas) = 224; (jatim) =118= MDGs; Pendapatan/Org/Bln = 1 US$

4 Angka Kemiskinan (%) 15.50-16.50 15.26 15.00-15.50 14.23 14.50-15.00 13.08** 14.00-14.50 13.50-14.00 5 Indeks Disparitas Wilayah 114.7-115.1 115.14 114.4-114.7 112.53 114.1-114.4 112,92** 113.8-114.1 113.5-113.8 Sumber : - BPS Prov Jatim

III-7

TABEL 3.2

EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2011 DAN 2012 SERTA TARGET 2013 DAN 2014

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 50-56)

Dokumen terkait