• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 5.6. Capaian Indikator Dasar Kesehatan di Sulawesi Tahun 2009

Kotak 5.4: Kebijakan Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan

Implementasi kebijakan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan berpedoman pada Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis. Peraturan Daerah ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan. Di dalam berbagai peraturan tersebut disebutkan bahwa kebijakan kesehatan gratis memiliki tujuan yang dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum kebijakan kesehatan gratis adalah meningkatnya akses pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh penduduk Sulawesi Selatan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efi sien dan efektif. Sedangkan tujuan khususnya adalah: (1) membantu meringankan beban masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan; (2) meningkatnya cakupan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di rumah sakit milik pemerintah dan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi; (3) meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Sulawesi Selatan; (4) meningkatnya pemerataan kesehatan bagi masyarakat Sulawesi Selatan; dan (5) terselenggaranya pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat dengan pola jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat di Sulawesi Selatan.

Program pelaksanaan kesehatan gratis menggunakan metode resource sharing antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota. Resource sharing dimaksud terkait dengan alokasi anggaran untuk masing-masing provinsi dan kabupaten/kota dimana pemerintah provinsi mengalokasikan dana untuk program tersebut sebesar 40 persen dan 60 persen disiapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Di dalam Pedoman Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gratis tertuang jenis layanan yang digratiskan. Adapun jenis layanan yang digratiskan pada tingkat Puskesmas antara lain: (1) Kegiatan rawat jalan tingkat pertama (RJTP) yang terbagai dalam delapan item; (2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) yang terbagi dalam enam item; (3) Pelayanan gawat darurat; (4) Pelayanan luar gedung yang dilaksanakan puskesmas; dan (5) Operasional dan majemen Puskesmas. Sedangkan layanan kesehatan di rumah sakit/balai kesehatan terdiri atas: (1) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL); (2) Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL); dan (3) Pelayanan gawat darurat. Namun demikian ada pelayanan-pelayanan tertentu yang tidak ditanggung dengan layanan gratis seperti: operasi jantung, katerisasi jantung, pemasangan cincing jantung, CT Scan dan MRI, cuci darah, bedah syaraf, bedah plastik, penyakit kelamin dan penyakit akibat hubungan seksual serta alat bantu kesehatan.

5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi

Angka Harapan Hidup Sulawesi Selatan masih lebih rendah dari nasional dan Angka Kematian Ibu dan Bayi masih lebih tinggi. Untuk mencapai target Angka Harapan Hidup 73,7 tahun dan Angka Kematian Bayi 20 per 1.000 kelahiran. Direkomendasikan untuk melakukan (i) sosialisasi secara intensif kepada rumah tangga miskin tentang pentingnya perbaikan gizi pada balita; (ii) penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk dan daerah-daerah yang terbanyak jumlah balita yang menderita gizi buruk; (iii) pemerataan cakupan pemeriksaan kehamilan dan perawatan pasca melahirkan antara di perdesaan dan kepada kelompok profesi sebagai petani, nelayan, dan buruh; dan (iv) sosialisasi gender secara intensif bagi masyarakat khususnya ibu hamil (istri) dan suami.

Proporsi belanja kesehatan terhadap belanja daerah hanya berkisar 8 sampai 10 persen per tahun.

Jika dilihat dari komposisi belanja kesehatan, belanja pegawai masih mendominasi total belanja kesehatan, dibandingkan dengan belanja modal dan belanja barang dan jasa. Oleh karena itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik di masa yang akan datang, proprosi belanja kesehatan terhadap total belanja daerah perlu dinaikkan serta mengupayakan proporsi yang lebih seimbang antara belanja pegawai dengan belanja modal dan belanja barang dan jasa. Belanja kesehatan juga diharapkan untuk program yang tidak hanya bersifat pengobatan, tetapi juga program yang bersifat pencegahan.

Masih ditemukan adanya kendala pembiayaan dalam program Kesehatan Gratis. Khususnya pada pembiayaan pasien yang lintas batas karena kendala geografi s, disamping itu masih beragamnya pembiayaan jasa layanan pada masing-masing kabupaten/kota. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu model pembiayaan lintas batas baik antar provinsi maupun antar kabupaten/kota. Selain itu perlu dilakukan penyeragaman terhadap biaya jasa layanan kesehatan gratis yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota.

Fasilitas kesehatan di Sulawesi Selatan tersebar merata di kabupaten, sementara tenaga kesehatan justru terkonsentrasi di perkotaan. Beberapa daerah seperti Maros, Pare-pare, dan Luwu Timur mengalami penurunan rasio fasilitas kesehatan. Untuk mengurangi kesenjangan tenaga kesehatan, direkomendasikan untuk mendistribusi ulang tenaga kesehatan dari daerah perkotaan. Serta memberikan insentif tambahan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di pelosok.

5.3 Analisis Sektor Infrastruktur

Sulawesi Selatan memiliki tingkat aksesibilitas yang baik di Pulau Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia.

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Saat ini melayani hampir semuajalur penerbangan udara yang menuju dan dari kawasan timur Indonesia, selain rute internasional ke Kuala Lumpur, Singapura, dan menjadi embarkasi haji. Transportasi laut di Sulawesi Selatan didukung oleh Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta di Kota Makassar dan Pelabuhan Laut Nusantara di Kota Pare-Pare. Pelabuhan di Kota Makassar, secara turun temurun telah menjadi pelabuhan utama arus barang di kawasan timur Indonesia. Kota Makassar dan banyak daerah lainnya terhubung dengan lintas jalan Trans Sulawesi.

Infrastruktur dasar dan jalan masih menjadi tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi Selatan. Akses penduduk terhadap infrastruktur dasar yakni air bersih, sanitasi yang layak dan listrik meskipun menunjukkan posisi relatif yang cukup baik di Pulau Sulawesi, namun capaiannya masih berada di bawah angka rata-rata nasional. Untuk infrastruktur jalan, lebih dari sepertiga dalam kondisi rusak ringan dan berat, serta jalan dengan kondisi moderat menunjukkan proporsi yang terus menurun. Untuk jaringan irigasi, perbandingan antara cakupan saluran irigasi dengan luas lahan sawah cenderung menurun meskipun secara absolut lahan sawah yang dialiri cenderung meningkat.

Pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan diarahkan untuk mendukung terwujudnya dua agenda pembangunan daerah yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Agenda tersebut adalah perwujudan keunggulan lokal untuk memacu laju pertumbuhan   perekonomian dan agenda perwujudan Sulawesi Selatan sebagai entitas sosial ekonomi yang berkeadilan. Kedua agenda tersebut memandatkan kebijakan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan bertumpu

pada pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur wilayah (transportasi udara, laut, dan darat), peningkatan kualitas sarana dan prasarana wilayah (air bersih, listrik, dan telekomunikasi), dan pembangunan sarana dan prasarana perdesaan (jaringan irigasi).

5.3.1 Belanja Sektor Infrastruktur

Belanja sektor infrastruktur di Sulawesi Selatan meningkat lebih dari dua kali lipat selama periode 2005-2010.

Peningkatan ini paralel dengan peningkatan total belanja daerah yang juga meningkat lebih dari dua kali lipat. Secara riil, belanja infrastruktur di Sulawesi Selatan meningkat dari Rp. 1 triliun tahun 2005 menjadi Rp. 2,1 triliun tahun 2010. Tetapi proporsinya terhadap total belanja daerah hanya meningkat pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009, pada APBD Perubahan 2010 dan APBD Rencana 2011, proporsi belanja infrastruktur turun menjadi 15 persen dan 13 persen. Pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang selesai pada tahun 2008 merupakan sumber pembelanjaan infrastruktur yang besar di Sulawesi Selatan.

Gambar 5.23. Total Belanja Sektor Infrastruktur dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011

1,0 1,7 2,5 2,7 2,7 2,5 2,1 8,0 10,3 14,0 15,3 14,8 16,7 16,3 13% 17% 18% 18% 18% 15% 13% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16% 18% 20% 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Proporsi B elanja R iil dengan Belanja D aera h Rp Trliun

Sumber: Diolah dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota.

Catatan: 2007-2009 APBD Realisasi; 2010 APBD Perubahan; 2011 APBD Pokok.

Komposisi belanja sektor infrastruktur didominasi belanja modal. Belanja modal sektor cenderung meningkat selama periode 2005-2010. Proporsi belanja modal terhadap total belanja infrastruktur mencapai 64 persen pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 73 persen pada tahun 2010. Sebaliknya, proporsi belanja pegawai terhadap total belanja infrastruktur hanya sebesar 15 persen pada tahun 2005 berfl uktuasi sampai juga menjadi 15 persen pada tahun 2010. Karakteristik belanja sektor infrastruktur yang lebih menekankan pada pembangunan fi sik menjadi alasan utama mengapa belanja modal mendominasi struktur belanja sektor infrastruktur.

Gambar 5.24. Belanja Sektor Infrastruktur Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2005-2011

157 215 239 280 298 291 309 211 310 209 225 252 231 239 0,7 1,2 2,0 2,2 2,2 1,9 1,5 64% 70% 82% 82% 80% 79% 73% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 Rp T riliun

Sumber: Diolah dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota.

Total belanja infrastruktur, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, didominasi oleh belanja modal. Proporsi belanja modal terhadap total belanja infrastruktur di tingkat kabupaten/kota relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2010, di tingkat kabupaten/kota,proporsi belanja modal terhadap total belanja infrastruktur mencapai 82 persen, sedangkan untuk tingkat provinsi hanya sebesar 60 persen. Sebaliknya, proporsi belanja pegawai pada tingkat provinsi relatif lebih tinggi dibanding tingkat kabupaten/kota, yaitu masing-masing sebesar 23 persen dan 10 persen.

Dokumen terkait