Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
dan Pengelolaan Keuangan Daerah
di Gerbang Indonesia Timur
Analisis Keuangan Publik
Provinsi Sulawesi Selatan 2012
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA
Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53
Jakarta – 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Faks (+6221) 5299 3111
Laporan ini dicetak pada Bulan Juni 2012
Foto tengah pada halaman sampul, foto pada halaman Ringkasan Eksekutif, foto pada Bab 4, dan foto pada Bab 5 merupakan Hak Cipta © Guntur Sutiyono; foto kanan pada halaman sampul serta foto pada Bab 1, Bab 2 dan Lampiran merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini; foto kiri pada halaman sampul dan foto pada Bab 3 serta Bab 6 merupakan Hak Cipta © World Bank Photo Collection; foto pada Bab 7 merupakan Hak Cipta © Governance and Decentralization Survey 2.
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012. Meningkatkan kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah
di Gerbang Indonesia Timur merupakan kerjasama tim peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Manajemen (P3KM)
Universitas Hasanuddin, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut.
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini (bzaini@worldbank.org).
Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
dan Pengelolaan Keuangan Daerah
Ucapan Terima Kasih
Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, CIDA, AUSAid, dan
Bank Dunia. Terima kasih kami ucapkan kepada tim peneliti yang dikepalai oleh A. Madjid Sallatu,
beranggotakan Agussalim, Darmawan Salman, St. Bulkis Oesman, Budimawan, Rahim Darma, Nursini,
Sultan Suhab, A. Tawakkal, Muhammad Yunus, dan Djunaidi M. Dachlan. Terima kasih pula kepada tim
data P3KM yang beranggotakan Sanusi Fattah, A. Amrullah, Abdullah Sanusi, A.Nixia Tenriawaru, dan A.
Abdul Azis Ishak. Pengelolaan penelitian oleh P3KM dikoordinasi oleh Djunaidi M. Dahlan, dibantu oleh
Agussalim sebagai sekretaris, dan Nursini yang membantu untuk administrasi. Tim Bank Dunia dipimpin
oleh Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan Haerudin, Indira Maulani Hapsari,
Chandra Sugarda, Andhika Maulana, dan A. M. Rezky Mulyadi. Terima kasih kepada Luna Vidya yang telah
mengkoordinasikan kegiatan komunikasi PEACH di Sulawesi Selatan.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada anggota Project Management Committe (PMC)
yang telah aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Tim
menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan,
Bapak Tan Malaka Guntur sebagai Ketua PMC. Terima kasih dan apresiasi kami berikan kepada Kepala Biro
Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Bapak Muhammad Firda sebagai Sekretaris PMC, dan
Bapak Rusmin dari PMC.
Arahan pembuatan laporan ini diberikan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany dan Amin Subekti. Terima kasih
kepada Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, serta rekan-rekan dari Bank Dunia dan CIDA atas saran
dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada Sarah Sagitta Harmoun atas dukungan logistiknya.
Tak lupa apresiasi kami sampaikan untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI yang memfasilitasi PEACH
di Sulawesi Selatan.
Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memegang peranan penting di kawasan timur Indonesia. Ibu
Kotanya, Makassar sudah menjadi jantung perdagangan dan distribusi di kawasan ini secara turun temurun.
Sebagai provinsi yang selama ini berperan sebagai salah satu lumbung pangan nasional dengan produk
utama seperti beras, jagung, dan kakao, kini Provinsi Sulawesi Selatan bergerak maju dengan produksi ternak
sapi dan rumput lautnya. Dalam lima tahun terakhir, Sulawesi Selatan menikmati pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional, capaian tersebut didorong oleh pertumbuhan pada
sektor konstruksi, Jasa keuangan, dan Pengangkutan.
Walaupun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kapasitas fi skal yang semakin besar, Provinsi
Sulawesi Selatan masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan, salah satunya adalah tantangan
kemiskinan. Selain itu, pendidikan dan kesehatan juga merupakan tantangan dalam upaya meningkatkan
angka Indeks Pembangunan Manusianya. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan perlu
berupaya keras dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi
akan mendorong arus perpindahan sehingga investasi di sektor infrastruktur dan penyediaan layanan dasar
akan menjadi sangat penting.
Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan
dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan
penganggaran, dan berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama
yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin, serta dukungan dari CIDA, AusAID, dan Bank
Dunia. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan
laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi
Selatan. Kami juga berharap laporan ini dapat menjadi sumbangsih pengetahuan bagi pemerintah
daerah di provinsi lain, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah, serta pemerhati keuangan dan
pembangunan daerah. Di masa yang akan datang, peran Provinsi Sulawesi Selatan akan menjadi semakin
penting, dan kami berharap laporan ini dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan daerah dan tata
kelola pemerintahan yang lebih baik.
DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH
Stefan G. Koeberle
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Gambar
v
Daftar Tabel
viii
Daftar Kotak
ix
Daftar Istilah
x
Ringkasan Eksekutif
1
Bab 1 Pendahuluan
9
1.1
Perkembangan
Daerah
10
1.2
Kondisi Perekonomian Daerah
11
1.3
Kondisi
Demografi dan Ketenagakerjaan
15
1.4
Kondisi Pembangunan Manusia
18
1.5
Arah Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah
20
Bab 2 Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Keuangan Daerah
23
2.1
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah
24
2.2
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
27
2.3
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
29
2.4
Perencanaan Pembangunan dan Penyusunan Anggaran Daerah
30
2.5
Pengukuran Kinerja dan Pengelolaan Keuangan Daerah
32
2.6
Hasil Analisa Pengelolaan Keuangan Daerah
35
2.7
Kesimpulan dan Rekomendasi
37
Bab 3 Pendapatan Daerah
39
3.1
Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan
40
3.2
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
42
3.3
Dana
Perimbangan
43
3.4
Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah
45
3.5
Pembiayaan
Daerah
45
3.6
Kesimpulan dan Rekomendasi
46
Bab 4 Belanja Daerah
49
4.1
Gambaran Umum Belanja Daerah
50
4.2
Belanja Menurut Klasifi kasi Ekonomi
51
4.3
Belanja Menurut Sektor
52
4.4
Belanja Terkait Kesetaraan Gender di Sulawesi Selatan
54
4.5
Kesimpulan dan Rekomendasi
57
Bab 5 Analisis Sektor Strategis
59
5.1
Analisis Sektor Pendidikan
60
5.1.1 Belanja Sektor Pendidikan
60
5.1.2 Kinerja Hasil dan Keluaran Sektor Pendidikan
62
5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
65
5.1.4 Kebijakan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan
70
5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi
74
5.2
Analisis Sektor Kesehatan
75
5.2.1 Belanja Sektor Kesehatan
75
5.3.1 Belanja Sektor Infrastruktur
85
5.3.2 Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Infrastruktur
86
5.3.3
Analisis
Kabupaten/Kota
90
5.3.4 Kesimpulan dan Rekomendasi
92
Bab 6 Analisis Komoditas Unggulan
95
6.1
Belanja Sektor Pertanian
96
6.2
Kinerja Keluaran dan Hasil Sektor Pertanian
98
6.3
Komoditas
Jagung
99
6.4
Komoditas
Kakao
101
6.5
Komoditas
Sapi
104
6.6
Komoditas Rumput Laut
105
6.7
Komoditas
Udang
107
Bab 7 Analisis Isu Spesifi k
111
7.1
Analisis
Kemiskinan
112
7.1.1 Gambaran Umum Kemiskinan di Sulawesi Selatan
112
7.1.2 Gambaran Kemiskinan di Kabupaten/Kota
113
7.1.3 Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Di Sulawesi Selatan
117
7.1.4 Kesimpulan dan Rekomendasi
118
7.2
Analisis Lingkungan Hidup
118
7.2.1 Belanja Urusan Lingkungan Hidup
119
7.2.2 Gambaran Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan
120
7.2.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
121
7.3
Analisis
Gender
122
7.3.1 Gambaran Umum Gender di Sulawesi Selatan,
122
7.3.2 Perspektif Gender di Wilayah Pesisir
124
7.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi
126
Lampiran
129
Lampiran A. Apakah yang Dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Selatan?
130
Lampiran B. Catatan Metodologi
131
Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi
132
Lampiran D. Master Table
141
Daftar Gambar
Gambar 1.1.
Posisi Makassar Berada di Tengah-Tengah Indonesia (Center Point of Indonesia)
10
Gambar 1.2.
Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat dan Lebih Tinggi
dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional
11
Gambar 1.3.
PDRB per Kapita Sulawesi Selatan Masih Berada di Bawah Angka Nasional
14
Gambar 1.4.
Perkembangan Infl asi di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010
14
Gambar 1.5.
Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan Rata-Rata 1,3 Persen
15
Gambar 1.6.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010
16
Gambar 1.7.
Tenaga Kerja Perempuan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan, 2009
18
Gambar 1.8.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010
18
Gambar 1.9.
IPM Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat Tetapi Masih Dibawah Rata-Rata
Gambar 1.10. Posisi IPM Sulawesi Selatan Menempati Posisi Relatif Rendah Dibanding IPM Provinsi
Lain di Indonesia Tahun 2009
20
Gambar 2.1.
Konsistensi Proses dan Tahapan Penyusunan Dokumen Perencanaan RPJMD dan
Renstra SKPD di Sulawesi Selatan
27
Gambar 2.2.
Alur Pelaksanaan Musrenbang antar Tingkatan Pemerintahan Daerah
29
Gambar 2.3.
Proses dan Tahapan Penyusunan RAPBD (Perspektif Permendagri 59/2007, dari RKPD
Menuju
RAPBD)
31
Gambar 2.4.
Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Kerangka Konsistensi Perencanaan Penganggaran
33
Gambar 2.5.
Kerangka Capaian Kinerja Pemerintah Daerah
33
Gambar 2.6.
Skor PKD Pemerintah Daerah yang Disampel di Sulawesi Selatan
36
Gambar 3.1.
Perkembangan Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011
40
Gambar 3.2.
Komposisi Pendapatan Daerah Riil Sulawesi Selatan, 2005-2011
41
Gambar 3.3.
Komposisi Pendapatan per Kapita Daerah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan,
2010
42
Gambar 3.4.
Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011
42
Gambar 3.5.
Perbandingan Komposisi PAD per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010
43
Gambar 3.6.
Komposisi Dana Perimbangan Sulawesi Selatan, 2005-2011
43
Gambar 3.7.
Perbandingan DAU di Sulawesi Selatan Berdasarkan Tingkat Pemerintahan
44
Gambar 3.8.
Perbandingan Komposisi Dana Perimbangan per Kapita Menurut Kabupaten/Kota
di Sulawesi Selatan, 2010
44
Gambar 3.9.
Perkembangan Bagian Lain-lain Pendapatan yang Sah provinsi dan Kabupaten/Kota
di Sulawesi Selatan, 2005-2010
45
Gambar 3.10. Perkembangan Surplus/Defi sit APBD Sulawesi Selatan, 2005-2011
46
Gambar 4.1.
Perkembangan Belanja Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011
50
Gambar 4.2.
Perkembangan Dana APBN/PHLN yang Dikelola Oleh Instansi Vertikal di
Sulawesi Selatan, 2007-2010
50
Gambar 4.3.
Belanja per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010
51
Gambar 4.4.
Belanja Pegawai Mendominasi Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011
51
Gambar 4.5.
Porsi Belanja Klasifi kasi Ekonomi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan,
2005-2011
52
Gambar 4.6.
Belanja Daerah (Provinsi + Kabupaten/Kota) di Sulawesi Selatan Berdasarkan Sektor,
2007-2011
53
Gambar 4.7.
Belanja Sektor Strategis Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
54
Gambar 4.8.
Perkembangan Anggaran Responsif Gender Badan Pemberdayaan Perempuan
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2007-2011
55
Gambar 4.9.
Belanja Klasifi kasi Ekonomi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak di Sulawesi Selatan, 2010-2011
56
Gambar 4.10. Besaran Alokasi Belanja pada Program-Program yang Terkait Dengan PUG Ditingkat
Provinsi
Bervariasi
56
Gambar 5.1.
Total Belanja Pendidikan dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan, 2005-2011
60
Gambar 5.2.
Komposisi Belanja Pendidikan Riil Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan,
2005-2011
61
Gambar 5.3.
Komposisi Belanja Pendidikan Riil Kabupaten/Kota dan Provinsi di Sulawesi Selatan,
2005-2011
61
Gambar 5.4.
Rasio Sekolah dan Guru Terhadap Murid Menurut Jenjang Pendidikan di
Sulawesi Selatan, 2005-2010
62
Gambar 5.5.
Komparasi Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2010*)
62
Gambar 5.6.
Komparasi Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Sulawesi Selatan dan Nasional,
2006-2010
63
Gambar 5.7.
Komparasi Angka Melek Huruf di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005-2010
64
Gambar 5.8.
Angka Melek Huruf Laki-Laki Lebih Tinggi Dibandingkan Perempuan, 2005-2010
64
Gambar 5.12. Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009
68
Gambar 5.13. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009
68
Gambar 5.14. Skema Alur Kebijakan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan
71
Gambar 5.15. Total Belanja Kesehatan dan Total Belanja Daerah Sulawesi Selatan, 2005-2011
75
Gambar 5.16. Perbandingan Komposisi Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja Antara Provinsi
dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2010
76
Gambar 5.17. Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan per 10.000 Penduduk di
Sulawesi Selatan, 2005-2009
76
Gambar 5.18. Komparasi Angka Harapan Hidup di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010
76
Gambar 5.19. Angka Kematian Bayi di Sulawesi Selatan, 2005-2009
77
Gambar 5.20. Angka Kematian Ibu di Sulawesi Selatan, Tahun 2005-2009 per 100.000 Penduduk
77
Gambar 5.21. Belanja kesehatan riil per kapita menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, 2011
78
Gambar 5.22. Belanja Kesehatan Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan,
2010
79
Gambar 5.23. Total Belanja Sektor Infrastruktur dan Total Belanja Daerah di Sulawesi Selatan,
2005-2011
85
Gambar 5.24. Belanja Sektor Infrastruktur Menurut Klasifi kasi Ekonomi di Sulawesi Selatan,
2005-2011
85
Gambar 5.25. Belanja Infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun 2010 Berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi 86
Gambar 5.26. Jumlah Penumpang dan barang yang Melalui Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta
Makassar
87
Gambar 5.27. Perbandingan Ketersediaan Prasarana Jalan di Sulawesi Selatan, 2007 dan 2010
87
Gambar 5.28. Proporsi Panjang dan Kondisi Jaringan Jalan di Sulawesi Selatan, 2005-2010
88
Gambar 5.29. Capaian Indikator Infrastruktur Dasar di Pulau Sulawesi, 2009
88
Gambar 5.30. Akses Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Sulawesi Selatan
89
Gambar 5.31. Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan, 2006-2010
89
Gambar 5.32. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi di Sulawesi Selatan, 2007-2011
90
Gambar 5.33. Belanja Infrastruktur per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tahun 2010
90
Gambar 5.34. Kabupaten Pemekaran Luwu Utara dan Luwu Timur Memiliki Kualitas Jalan yang
Lebih
Baik
91
Gambar 5.35. Daerah Perkotaan Memiliki Cakupan Infrastruktur Dasar yang Lebih Baik
91
Gambar 6.1.
Belanja Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan
96
Gambar 6.2.
Belanja Sektor Pertanian Menurut Klasifi kasi Ekonomi (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
di Sulawesi Selatan, 2005-2011
97
Gambar 6.3.
Alokasi Belanja Sektor Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota Berdasarkan Klasifi kasi
Ekonomi di Sulawesi Selatan, 2010
97
Gambar 6.4.
Belanja Pertanian Riil Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan
98
Gambar 6.5.
Perkembangan Produksi Jagung pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 99
Gambar 6.6.
Luas Areal Pertanaman Jagung pada Sentra Produksi di Sulawesi Selatan, 2005-2010 100
Gambar 6.7.
Lahan, produksi, dan Produktivitas Kakao Sulawesi Selatan 2010
101
Gambar 6.8.
Perkembangan Populasi Sapi Potong/ Perah di Sulawesi Selatan, 2005-2009.
104
Gambar 6.9.
Produksi Rumput Laut Jenis G. Verrucosa dan E. Cottoni, 2006-2010
105
Gambar 6.10. Produksi Rumput Laut di Lima Kabupaten Tahun 2010.
106
Gambar 6.11. Kontribusi Lima Kabupaten Penghasil Utama Cenderung Menurun Hingga 2009,
Tetapi Meningkat Pesat di Tahun 2010.
106
Gambar 6.12. Produksi Udang Menurut Kategori Jenis, 2006-2010
108
Gambar 7.2.
Komparasi Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Indonesia, 2010
112
Gambar 7.3.
Komparasi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Pulau
Sulawesi,
2010
113
Gambar 7.4.
Penyebaran Penduduk Miskin Menurut Wilayah di Sulawesi Selatan, 2010
113
Gambar 7.5.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
di Sulawesi Selatan, 2006-2010
114
Gambar 7.6.
Angka Koefi sien Gini di Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2010
114
Gambar 7.7.
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2009
115
Gambar 7.8.
Persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan Berdasarkan Kelompok Pendapatan
di Sulawesi Selatan
117
Gambar 7.9.
Belanja Urusan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan, 2007-2009
120
Gambar 7.10. Terumbu karang di Sulawesi Selatan dan Indonesia Sebagian Besar Dalam
Kondisi
Rusak.
121
Gambar 7.11. Perkembangan IPM dan IPG Sulawesi Selatan, 2005-2010
122
Gambar 7.12. Perkembangan IDG Sulawesi Selatan dan Nasional, 2005 – 2009
123
Gambar 7.13
Indeks Pembangunan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota diProvinsi Sulawesi Selatan
123
Gambar 7.14
Indeks Pemberdayaan Gender Pada 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 124
Gambar 7.15. Tingkat Serapan Angkatan Kerja Perempuan di Sulawesi Selatan 2005 - 2009
124
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan Terus
Meningkat Nilainya Tetapi Transformasi Strukturalnya Lambat
12
Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan di Sulawesi Selatan 2005-2010
Didominasi oleh Konsumsi Rumah Tangga Dimana Konsumsi Swasta Masih Rendah
12
Tabel 1.3. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga Konstan
13
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sulawesi Selatan 2005-2010
15
Tabel 1.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2009
16
Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha
di Sulawesi Selatan, 2005-2009
17
Tabel 1.7. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Panjang Dikerangkakan Untuk
Mewujudkan Sulawesi Selatan Sebagai Daerah Terkemuka Dengan Pendekatan
Kemandirian Lokal dan Bernafaskan Keagaman
20
Tabel 1.8. Misi dan Kebijakan Umum Pembangunan Jangka Menengah Sulawesi Selatan
Dikerangkakan Untuk Mewujudkan Kinerja Pemenuhan Hak Dasar Masyarakat yang
Terkemuka di Indonesia
21
Tabel 2.1. Penjabaran Agenda Pembangunan RPJMN Dalam RPJMD Sulawesi Selatan
24
Tabel 2.2. Penjabaran Prioritas Pembangunan Dalam RPJMN kepada RPJMD Sulawesi Selatan
25
Tabel 2.3. Katerkaitan Agenda Pembangunan dalam RPJMN dan RPJMD Provinsi/Kabupaten/Kota
di Sulawesi Selatan
26
Tabel 2.4. Keterkaitan Prioritas Pembangunan Dalam RPJMD Sulawesi Selatan 2008-2013 dengan
Renstra SKPD Dinas Kesehatan dan SKPD Dinas Pertanian
28
Tabel 2.5. Program Prioritas dalam Renja Dinas Kesehatan 2010 dan APBD Sulawesi Selatan 2010
32
Tabel 2.6. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan,
2005-2010
34
Tabel 2.7. Capaian Skor PKD Daerah yang Disampel Dalam 9 Bidang yang Dianalisa
36
Tabel 5.1. APS Menurut Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2006-2009
63
Tabel 5.2. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Pendidikan Menurut Kelompok Pendapatan
di Sulawesi Selatan, 2005-2009
65
Tabel 5.3. Rasio Murid-Sekolah dan Rasio Murid-Guru Menurut Jenjang Pendidikan Berdasarkan
Tabel 5.6. Capaian Indikator Dasar Kesehatan di Sulawesi Tahun 2009
77
Tabel 5.7. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Kesehatan Menurut Kelompok Pendapatan
di Sulawesi Selatan, 2005-2009
78
Tabel 5.8.
Fasilitas Kesehatan per 10.000 Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan,
2005-2009
80
Tabel 5.9. Rata-Rata Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kesehatan Menurut Kelompok Pendapatan
di Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan, 2009
81
Tabel 5.10. Alokasi Anggaran Bantuan Pelayanan Kesehatan Gratis untuk Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan, 2009-2011
82
Tabel 5.11. Frekuensi Penerbangan, Jumlah Penumpang, dan Barang yang Melalui Bandar Udara
Sultan Hasanuddin Meningkat
86
Tabel 6.1. Target Produksi Komoditas Prioritas yang Direncanakan Hingga Tahun 2013
98
Tabel 6.2. Tingkat Produktivitas Komoditas Jagung di Sulawesi Selatan, 2005-2010
100
Tabel 6.3. Produksi Kakao Sulawesi Selatan Tahun 2006 Hingga 2010 Berfl uktuasi
102
Tabel 6.4. Program Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan, 2006 – 2010
102
Tabel 6.5. Belanja Anggaran Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan Mayoritas Berasal dari APBN 103
Tabel 6.6. Produksi, Luas Tambak dan Produktivitas Udang di Sulawesi Selatan, 2010
107
Tabel 7.1. Persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan Berdasarkan Kelompok Pendapatan di
Sulawesi Selatan, 2005 -2009
115
Tabel 7.2. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, 2005-2009
116
Tabel 7.3. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga dan Persentase Kontribusi Perempuan Dalam
Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan
125
Tabel 7.4. Rata-rata Alokasi Tenaga Kerja Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kegiatan Nafkah
Rumah Tangga Dalam Sehari, 2011
125
Tabel C.1. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Perencanaan dan Pengelolaan
Keuangan
Daerah
132
Tabel C.2. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Pendapatan dan Belanja Daerah
133
Tabel C 3. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral
135
Tabel C.4. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Komoditas Unggulan
138
Tabel C.5. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Isu-Isu Strategis
139
Tabel D.1. Penerimaan Berdasarkan Sumber
141
Tabel D.2. Belanja berdasarkan Klasifi kasi Ekonomi
143
Tabel D.3. Belanja berdasarkan Sektor
144
Tabel D.4. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Selatan
145
Tabel D.5. Pendapatan Per Kapita Kabupaten/Kota Di Sulawesi Selatan berdasarkan APBD
Perubahan Tahun 2010
146
Tabel D.6. Belanja per Kapita Urusan Strategis Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan berdasarkan
APBD Perubahan Tahun 2010
147
Daftar Kotak
Kotak 5.1. Aturan Variabel Perhitungan Besaran Bantuan Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan, 2011 71
Kotak 5.2. Aturan Penggunaan Dana Pendidikan Gratis di Sulawesi Selatan, 2011
72
Kotak 5.3. Kabupaten Luwu Timur dan Pendidikan Gratis
73
Daftar Istilah
ABK Anggaran Berbasis Kinerja
AHH Angka Harapan Hidup
AKB Angka Kematian Bayi
AKI Angka Kematian Ibu
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APS Angka Partisipasi Sekolah
COREMAP Coral Reef Rehabilitation and Management Program
BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
DAK Dana Alokasi Khusus
DAS Daerah Aliran Sungai
DAU Dana Alokasi Umum
DBH Dana Bagi Hasil
DPA Daftar Pengisian Anggaran
Gerbang Emas Gerakan Pengembangan Ekonomi Masyarakat Gerhan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Gernas Gerakan Nasional. Bagian dari Gerakan Nasional Kakao Grateks-2 Gerakan Ekspor Dua Kali Lipat
IPM Indeks Pembangunan Manusia
KUA/PPA Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran
LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangungan
P3KM Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Manajemen
PAD Pendapatan Asli Daerah
PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto
PMA Penanaman Modal Asing
Renstra Rencana Strategis
RKA Rencana Kerja Anggaran
RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RMS Rasio Murid Sekolah
RMG Rasio Murid Guru
RPJMD/N Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/Nasional
SKPD Satuan Kerja Perangkat Dinas
SiLPA Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
SPPD/N Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah/Nasional
TAPD Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TKPKD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
TPT Tingkat Pengangguran Terbuka
UMKM Usaha Masyarakat Kecil Menengah
UKL Upaya Pengelolaan Lingkungan
UPL Upaya Pemantauan Lingkungan
1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan
Sulawesi Selatan semakin memainkan peran penting dan strategis bagi perkembangan Kawasan
Timur Indonesia (KTI) dan Indonesia.
Provinsi ini terletak di tengah wilayah Indonesia dengan luas
45.764,53 kilometer persegi, jumlah penduduk 8.032.551 jiwa (2010), terdiri dari 21 kabupaten dan tiga kota.
Posisi tersebut menempatkannya sebagai pintu gerbang bagi KTI melalui perhubungan laut (Pelabuhan
Soekarno-Hatta di Makassar), perhubungan darat (Kota Makassar sebagai titik awal jalur darat
trans-Sulawesi kearah trans-Sulawesi Utara), dan perhubungan udara (Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin di
Makassar). Provinsi ini juga berperan penting sebagai lumbung pangan nasional dan pusat perkembangan
kakao di Indonesia.
Sulawesi Selatan mengalami perkembangan sosial ekonomi yang pesat dalam lima tahun terakhir.
Dalam kurun waktu tersebut telah terjadi peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
pergeseran struktur PDRB, pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, perbaikan penanaman modal,
penurunan angka kemiskinan dan penurunan angka pengangguran, dalam kondisi pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi. Perkembangan ini berlangsung dalam kondisi membaiknya pelayanan
publik, meningkatnya belanja pemerintah daerah, dan meningkatnya pembangunan infrastruktur.
Kualitas manusia merupakan tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi Selatan.
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Selatan sebagai salah satu indikator kualitas sumber daya manusia,
telah meningkat secara signifi kan dan telah bergeser dari urutan 23 ke urutan 19 secara nasional. Capaian
ini tetap membutuhkan perbaikan terus menerus, seperti halnya indikator sosial ekonomi yang lain guna
mencapai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
Perekonomian Sulawesi Selatan didorong oleh sektor pertanian melalui komoditas unggulannya.
Dalam lima tahun terakhir, sektor pertanian menyumbang 27 persen PDRB provinsi dan menyerap separuh
tenaga kerja (2009). Ini menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Selatan masih ditopang oleh produk
primer dan sumber daya manusia di pertanian tradisional. Tantangan dalam mengelola komoditas unggulan
seperti kakao, komoditas pangan (padi dan jagung), serta komoditas kelautan (perikanan dan rumput laut)
harus dihadapi dengan berorientasi pada agro industri dan agribisnis.
Konsistensi dan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan penganggaran menunjukkan
arah yang semakin membaik.
Secara umum, alokasi anggaran pemerintah daerah sejalan dengan
perencanaannya. Meski demikian, beberapa aspek perencanaan dan penganggaran masih perlu
ditingkatkan. Pemerintah daerah untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek penganggaran
dibandingkan perencanaan dan konsistensinya. Beberapa inkonsistensi ditemukan pada tingkat yang
berbeda, keterlambatan penyusunan RPJPD, dan masih adanya penetapan indikator dan target kinerja
yang belum cermat.
2. Pendapatan dan Belanja Daerah
Antara tahun 2005 hingga 2010, pendapatan pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
meningkat dua kali lipat, tetapi masih sangat bergantung pada transfer dari pusat.
Selama periode
tersebut, pendapatan tumbuh sebesar 76 persen mencapai hampir Rp. 16 triliun. Pendapatan pemerintah
kabupaten/kota tumbuh 11 persen per tahun, sementara pendapatan pemerintah provinsi tumbuh 9 persen
per tahun. Transfer pusat menyumbang 76 persen pendapatan di Sulawesi Selatan, hingga mencapai Rp.
11 triliun pada tahun 2010. Hanya 7 persen dari pendapatan pemerintah kabupaten/kota yang bersumber
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara 58 persen pendapatan pemerintah provinsi berasal dari PAD.
Sulawesi Selatan perlu meningkatkan kualitas komposisi anggarannya.
Hampir separuh belanja
pemerintah di Sulawesi Selatan (44 persen) digunakan untuk belanja pegawai, sementara belanja modal
menghabiskan 26 persen dari total anggaran. Belanja terbesar pemerintah provinsi adalah transfer ke
daerah bawahan (37 persen), belanja ini sebagian besar digunakan untuk Program Kesehatan Gratis dan
Pendidikan Gratis. Belanja pendidikan mendominasi belanja pemerintah kabupaten/kota, sebesar 33
persen dari total belanja. Alokasi belanja untuk program-program terkait kesetaraan gender di Sulawesi
Selatan juga masih rendah.
3. Kinerja Sektor Strategis
Sektor Pendidikan
Peningkatan belanja pendidikan diikuti pula dengan peningkatan capaian
. Belanja pendidikan
tumbuh sebesar 27 persen per tahun, di mana tiga perempatnya digunakan untuk belanja pegawai. Rasio
guru-murid dan rasio sekolah-murid telah membaik di semua jenjang pendidikan. Angka melek huruf
meningkat dari 85 (2005) menjadi 88 (2010), meskipun masih jauh tertinggal dari angka nasional, 93 (2010).
Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di perkotaan lebih baik dibanding di kabupaten di mana
Makassar, Palopo, dan Pare-pare memiliki angka yang tertinggi. Siswa perempuan cenderung memiliki
lama sekolah yang lebih sedikit ketimbang siswa laki-laki, meskipun angka partisipasi sekolah perempuan
sedikit lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan bawa Sulawesi Selatan menghadapi tantangan
dalam penyediaan layanan pendidikan di pedesaan dan kepada siswa perempuan.
Kebijakan pendidikan gratis telah meningkatkan sinergi provinsi dengan kabupaten/kota dalam
pembiayaan pendidikan.
Kebijakan pendidikan gratis telah meningkatkan kapasitas provinsi dan
kabupaten/kota dalam bersinergi membiayai pelayanan pendidikan. Kebijakan pendidikan gratis, sesuai
dengan tujuannya, telah meringankan beban anak usia sekolah yang sudah mengakses pendidikan,
meskipun belum efektif menarik yang belum terjangkau untuk masuk ke bangku sekolah. Kebijakan ini
telah memenuhi amanah untuk memenuhi hak dasar rakyat atas akses pendidikan, khususnya penduduk
usia sekolah yang telah mengakses bangku sekolah, tetapi belum mendorong secara efektif anak usia
sekolah yang terhalang ke sekolah karena membantu mencari nafkah keluarga atau karena faktor geografi s.
Sektor Kesehatan
Indikator dasar kesehatan membaik seiring dengan peningkatan belanja kesehatan.
Belanja
kesehatan di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 mencapai Rp. 1,7 triliun, di mana 48 persennya digunakan
untuk belanja pegawai. Proporsinya terhadap total belanja tidak berubah (9 persen). Beberapa perbaikan
telah dicapai. Rasio fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan per 10.000 penduduk meningkat dari 2,2 (2005)
menjadi 2,7 (2009) dan dari 15 (2005) menjadi 16,5 (2009). Angka harapan hidup meningkat dari 70,2 (2007)
menjadi 70,8 (2010), mendekati angka nasional sebesar 70,9. Angka kematian bayi berhasil diturunkan dari
30 (2005) menjadi 26,6 (2009) per 1.000 kelahiran. Angka kematian ibu turun dari 133 (2006) menjadi 118
(2009) per 100.000 kelahiran.
Kebijakan kesehatan gratis, telah berhasil membantu meringankan beban masyarakat
dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan
. Kebijakan kesehatan gratis juga berkontribusi terhadap perluasan
cakupan layanan kesehatan, perbaikan kualitas layanan kesehatan, dan perluasan pola jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Namun kebijakan kesehatan gratis tampak lebih menekankan pada
pemberian layanan dan pengobatan penyakit (bersifat jangka pendek) dan belum menyentuh investasi
kesehatan secara jangka panjang seperti imunisasi, gizi, kesehatan lingkungan dan air bersih.
Sektor Infrastruktur
Peningkatan belanja infrastruktur juga meningkatkan peran Makassar dalam konektivitas,
khususnya di kawasan timur Indonesia.
Belanja infrastruktur Sulawesi Selatan tumbuh secara substansial
menjelang pembangunan bandar udara baru. Di tahun 2010, belanja infrastruktur mencapai Rp. 2,5 triliun,
atau 15 persen dari total belanja. Lebih dari 85 persennya dibelanjakan pada tingkat kabupaten/kota.
Sulawesi Selatan memiliki aksesibilitas yang terbaik di kawasan timur Indonesia. Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin, Makassar melayani hampir semua
jalur penerbangan udara yang menuju kawasan timur
Indonesia. Pelabuhan laut Soekarno-Hatta di Kota Makassar adalah pelabuhan peti kemas yang terbesar di
KTI.
Infrastruktur dasar dan jalan masih menjadi tantangan utama pembangunan daerah Sulawesi
Selatan.
Akses penduduk terhadap infrastruktur dasar yakni air bersih, sanitasi yang layak dan listrik
meskipun menunjukkan posisi relatif yang cukup baik di Pulau Sulawesi, namun capaiannya masih berada
di bawah angka rata-rata nasional. Untuk infrastruktur jalan, lebih dari sepertiga dalam kondisi rusak ringan
dan berat. Untuk jaringan irigasi, perbandingan antara cakupan saluran irigasi dengan luas lahan sawah
cenderung menurun meskipun secara absolut lahan sawah yang dialiri cenderung meningkat.
Sektor Pertanian
Belanja pertanian meningkat dua kali lipat, walaupun kontribusinya terhadap perekonomian
menurun.
Belanja pertanian tumbuh sebesar 24 persen per tahun, mencapai Rp. 491 miliar pada tahun
2010. Separuh dari belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pegawai
.
Sulawesi Selatan tetap menjadi
lumbung pangan nasional, dengan komoditas utama seperti beras, jagung, ternak, rumput laut, dan kakao.
Komoditas tersebut diproyeksikan mampu memenuhi target produksi masing-masing pada tahun 2013.
Terlepas dari hal itu, kontribusi pertanian terhadap PDRB turun dari 31 persen (2005) menjadi 28 persen
(2009), meski demikian pertanian masih menjadi penyumbang terbesar PDRB di Sulawesi Selatan.
4. Gender dan Isu Strategis Lainnya
Performa Sulawesi Selatan dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan indikator gender
cukup baik.
Angka kemiskinan turun dari 15 persen di tahun 2006 menjadi 12 persen di tahun 2010, sebanyak
87 persen masyarakat miskin tinggal di pedesaan. Indeks pembangunan gender (IPG) meningkat dari tahun
ke tahun, dari 50 di tahun 2005 menjadi 54 di tahun 2009. Indeks pemberdayaan gender (IDG) meningkat
dari 57,4 (2005) menjadi 61,2 (2009). Perbaikan ini perlu dipertahankan, terlebih dikarenakan keberlanjutan
program-program terkait gender masih kurang, dan belum konsisten dalam penganggarannya.
5. Rekomendasi
Pembangunan
Meningkatkan kualitas anggaran lewat perencanaan dan komposisi anggaran yang lebih baik
Meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
Pemerintah daerah
perlu memberi perhatian serius pada penguatan kapasitas perencanaan dan penganggaran melalui
peningkatan kompetensi aparat tenaga perencana dan pengelola keuangan daerah serta menciptakan
kesepahaman persepsi di kalangan para
stakeholder
pembangunan daerah mengenai proses dan mekanisme
perencanaan dan penganggaran. Secara spesifi k, pemerintah daerah perlu lebih fokus memberi perhatian
pada penyediaan dokumen dan peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran tahunan, baik pada
level daerah dan terutama pada tingkat SKPD.
Meningkatkan kapasitas fi skal pemerintah daerah yang bersumber dari PAD.
Meskipun penerimaan
daerah yang bersumber dari PAD memperlihatkan nilai riil yang meningkat, namun kontribusinya terhadap
total penerimaan daerah masih lebih kecil dibandingkan dengan transfer fi skal dari pemerintah pusat.
Untuk itu, upaya peningkatan PAD masih perlu terus dilakukan melalui: (i) pengkajian dan perluasan potensi
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (meskipun nilainya) kecil dengan tetap memperhatikan undang-undang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terbaru; (ii) perbaikan sistem administrasi pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah untuk menekan kebocoran; dan (iii) pelatihan aparat pemerintah daerah di bidang
perpajakan terutama terkait dengan penetapan target yang berbasis pada potensi.
Memperbaiki komposisi dan kualitas alokasi belanja pemerintah untuk sektor-sektor strategis dan
gender
. Porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah mendominasi jenis belanja lainnya, baik
pada level provinsi maupun kabupaten/kota. Proporsi alokasi belanja untuk sektor strategis (pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, dan pertanian) masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor pemerintahan
umum. Demikian halnya, alokasi belanja untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender juga masih
rendah. Beberapa upaya untuk memperbaiki komposisi dan kualitas belanja pemerintah daerah adalah:
(i) melakukan moratorium (tidak melakukan penambahan pegawai baru) dalam 2 - 3 tahun kedepan; (ii)
sekiranya harus merekrut pegawai baru, harus diprioritaskan pada pegawai teknis seperti tenaga akuntan,
tenaga guru, tenaga kesehatan dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun; (iii)
meningkatkan proporsi alokasi belanja untuk sektor kesehatan dan pertanian serta sektor-sektor terkait
dengan fungsi ekonomi, (iv) meningkatkan komitmen penentu kebijakan dalam pengimplementasian
pengarusutamaan gender; dan (v) merumuskan program dan kegiatan strategis yang responsif gender
yang disertai dengan peningkatan alokasi anggaran.
Meningkatkan kualitas layanan dasar untuk memperbaiki kualitas capaian
Memperbaiki indikator-indikator komposit IPM, terutama indikator pendidikan.
Rendahnya angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah berkontribusi besar terhadap rendahnya capaian IPM Sulawesi
Selatan. Pemerintah daerah perlu memberi perhatian yang lebih dengan mengalokasikan anggaran yang
lebih signifi kan untuk pemberantasan buta huruf serta mengupayakan peningkatan akses penduduk
terhadap pendidikan menengah dan tinggi. Upaya pemberantasan buta huruf perlu difokuskan pada
perempuan dengan lokus wilayah bagian selatan Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng,
Takalar dan Gowa. Sedangkan upaya peningkatan rata-rata lama sekolah diarahkan pada kabupaten
dengan kinerja jauh di bawah rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Wajo, dan Takalar.
Menajamkan alokasi anggaran kesehatan pada investasi kesehatan yang berdimensi jangka panjang
.
Kebijakan kesehatan selama ini yang lebih bertumpu pada pengobatan (tindakan kuratif ) dengan dimensi
jangka pendek perlu diimbangi dengan upaya pencegahan (tindakan preventif ) dengan dimensi jangka
panjang. Tindakan-tindakan dimaksud dapat berupa imunisasi, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan dan
air bersih. Investasi kesehatan semacam ini potensial meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dalam
jangka panjang dan memperbaiki indikator kesehatan IPM secara berkelanjutan.
Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dasar
. Meskipun secara relatif, infrastruktur dasar (sanitasi, air
bersih, dan listrik) di Sulawesi Selatan menempati urutan terbaik kedua di Pulau Sulawesi setelah Sulawesi
Utara, namun jika dibandingkan dengan angka nasional, capaian indikator tersebut masih relatif lebih
rendah. Pembangunan sanitasi dan peningkatan akses air bersih perlu mendapat perhatian, terutama di
kabupaten dengan tingkat capaian yang rendah. Sedangkan untuk peningkatan akses listrik, meskipun
kewenangan penyediaan listrik masih melekat di pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu terus
mendorong upaya peningkatan kapasitas energi listrik di Sulawesi Selatan.
Pembangunan sektor pertanian harus tetap menempatkan peningkatan nilai tambah komoditas
unggulan sebagai prioritas utama.
Komoditas beras dan jagung harus diarahkan pada perbaikan kualitas
melalui pengembangan produk organik. Pengembangan produk pertanian organik dapat dilakukan melalui
intergrasi dengan pengembangan ternak. Integrasi padi dan jagung dengan ternak sapi akan menghasilkan
pupuk organik, pakan ternak dari sisa tanaman, dan sumber energi (biogas) sehingga biaya produksi ketiga
komoditas tersebut dapat ditekan dan akan didapatkan kualitas dan tingkat harga produk yang lebih baik.
Untuk komoditas udang, pengembangan udang organik dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
permintaan internasional dan sekaligus memulihkan atau memperbaiki ekosistem pertambakan agar
kegiatan budidaya udang dapat lestari dan berkelanjutan. Sedangkan pengembangan komoditas kakao
dan rumput laut seyogyanya diarahkan untuk menghasilkan produk olahan yang siap dikonsumsi.
Memperbaiki indikator pembentuk IPG dan IDG.
Dengan mencermati indikator capaian IPG, penyumbang
terbesar rendahnya IPG terutama disebabkan oleh rendahnya sumbangan pendapatan perempuan dan
laki-laki dan rendahnya angka melek huruf laki-laki dan perempuan. Rendahnya sumbangan pendapatan
perempuan terutama terjadi di wilayah pesisir. Upaya untuk lebih meningkatkan peran perempuan baik
terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga maupun berkiprah di ruang publik, perlu dilakukan
beberapa hal seperti: (i) melakukan pendampingan pengelolaan usaha kaum perempuan dan laki-laki
untuk meningkatkan kontribusi pendapatan mereka dalam rangka meningkatkan IDG dan IPG; (ii) membina
pendidikan keaksaraan fungsional; (iii) Melakukan sosialisai secara intensif dan penyadaran kepada
masyarakat tentang Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun dan 12 Tahun yang responsif gender; dan
(iv) melakukan pembinaan dan pendampingan kepada perempuan pesisir dalam hal teknis dan manajemen
usaha.
1.1 Perkembangan Daerah
Sulawesi Selatan memainkan peran penting dan strategis bagi perkembangan wilayah Pulau
Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia.
Sulawesi Selatan secara geografi s terletak pada titik tengah
wilayah Indonesia dengan luas wilayah 45.764,53 km persegi. Posisi tersebut menempatkannya sebagai
pintu gerbang bagi daerah Sulawesi lainnya bahkan KTI melalui perhubungan laut (Pelabuhan
Soekarno-Hatta), darat (titik awal trans-Sulawesi) dan udara (Bandara Sultan Hasanuddin). Dimasa lalu, Makassar
merupakan pelabuhan internasional baik sebelum maupun pada jaman penjajahan, dan ketika Provinsi
Sulawesi terbentuk pada jaman kemerdekaan, Makassar menjadi ibu kota provinsi tersebut. Dengan
demikian, dari rentang waktu masa lalu hingga masa kini, posisi sebagai pintu gerbang Sulawesi dan KTI,
bahkan posisi sebagai
center point
of Indonesia, melekat pada provinsi ini.
Gambar 1.1. Posisi Makassar Berada di Tengah-Tengah Indonesia (Center Point of Indonesia)
Sumber: Peta olahan staf Bank Dunia, 2011.
Sulawesi Selatan termasuk daerah yang mengalami pemekaran wilayah secara signifi kan pada era
desentralisasi dan otonomi daerah
. Sulawesi Selatan awalnya merupakan hasil pemekaran Provinsi
Sulawesi pada tahun 1950-an menjadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Provinsi Sulawesi Selatan
dan Tenggara selanjutnya mekar menjadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Saat
gelombang desentralisasi dan otonomi daerah bergulir di Indonesia pada 2000-an; Provinsi Sulawesi Selatan
mengalami pemekaran kabupaten melalui pemecahan Kabupaten Luwu menjadi Kabupaten Luwu sendiri,
Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur; selain itu Kabupaten Polewali Mamasa
termekarkan menjadi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa; serta Kabupaten Mamuju mekar
menjadi Kabupaten Mamuju sendiri dan Kabupaten Mamuju Utara. Pada tahun 2004, Provinsi Sulawesi
Selatan mekar dan melahirkan Provinsi Sulawesi Barat yang didalamnya tergabung Kabupaten Polewali
Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara. Pada dasarnya acuan pemekaran wilayah adalah
untuk mendekatkan pelayanan kepada publik, maka demikian pula Sulawesi Selatan sangat berhasrat
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat luas di wilayah ini.
1.2 Kondisi Perekonomian Daerah
Perekonomian Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan yang fl uktuatif namun terus meningkat
dengan pencapaian di atas rata-rata nasional.
Sebagaimana ditunjukkan dalam kurun waktu 2005-2010,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,
namun dengan laju yang lebih tinggi. Pesatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan dalam
tahun-tahun terakhir ini menjadikan perekonomian wilayah ini akan memburu ketertinggalannya. Disamping
itu, dengan pertumbuhan tinggi tersebut, Sulawesi Selatan diharapkan mampu menghela perekonomian
wilayah Pulau Sulawesi dan KTI.
Gambar 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Cenderung Meningkat dan Lebih Tinggi dari
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
5,2 6,72 6,84 7,78 6,2 8,08 5,7 5,19 6,8 6,1 4,5 5,9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Persen Sulsel Indonesia
Sumber: Diolah dari data BPS.
PDRB Sulawesi Selatan menurut lapangan usaha ditandai oleh pertumbuhan nilai yang signifi kan
dan masih didominasi oleh sektor pertanian.
Nilai PDRB Sulawesi Selatan tumbuh signifi kan selama
periode 2005-2010, tetapi transformasi struktur perekonomian belum berjalan signifi kan. Ini ditandai
oleh masih tertingginya kontribusi bidang usaha pertanian dibanding bidang usaha lainnya terhadap
PDRB meskipun pertumbuhannya sudah relatif melambat. Di sisi lain, kontribusi bidang usaha industri
pengolahan masih kecil dan pertumbuhannya juga lambat. Lambatnya transformasi pertanian menuju
industri di Sulawesi Selatan disebabkan oleh kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang memang
lebih mengutamakan pertanian dibanding industri mengingat posisi provinsi ini sebagai lumbung pangan
nasional.
Transformasi perekonomian dari pertanian ke industri yang berjalan lambat tersebut, berakibat
pada lambatnya penyerapan tenaga kerja di industri.
Lambatnya pergeseran dari pertanian ke industri
pada struktur PDRB Sulawesi Selatan berimplikasi pada lambatnya pergeseran serapan tenaga kerja dari
pertanian ke industri manufaktur. Ini mengakibatkan transformasi sumber daya manusia dari ciri
sosial-ekonomi tani-tradisional menjadi industrial-modern juga berjalan lambat. Hal ini disebabkan oleh kurang
berkembangnya agroindustri, hasil-hasil tani lebih banyak terpasarkan dalam bentuk produk primer.
Kebijakan untuk mendorong agroindustri yakni “petik-olah-jual”, “gerakan ekspor dua kali lipat/Grateks-2”,
“Gerakan Pengembangan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas)” dan “pengembangan industri lokal” telah
dijalankan dalam 20 tahun terakhir tetapi dampaknya belum signifi kan. Dengan kurang berkembangnya
agroindustri, masyarakat perdesaan tidak memiliki wahana sosial-ekonomi untuk beralih dari pertanian
tradisional ke industri terlatih/terdidik, dan ini berarti pula bahwa sumber daya manusia perdesaan tidak
memiliki wahana pembelajaran untuk transformasi kapasitas dari menjadi tenaga kerja yang lebih terlatih
atau terdidik.
Tabel 1.1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Sulawesi Selatan Terus Meningkat
Nilainya Tetapi Transformasi Strukturalnya Lambat
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 11.337,55 11.802,56 12.181,82 12.923,42 13.528,69 13.809,80 2 Pertambangan dan Penggalian 3.649,05 3.891,34 4.157,15 4.034,94 3.852,79 4.491,34 3 Industri Pengolahan 5.112,43 5.481,51 5.741,39 6.241,44 6.468,79 6.869,43 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 342,43 368,27 400,88 451,00 490,45 529,82
5 Bangunan 1.712,29 1.787,87 1.942,09 2.328,42 2.656,77 2.900,27
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.386,35 5.770,90 6.322,43 7.034,56 7.792,10 8.698,81 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2.757,78 2.945,64 3.244,61 3.651,37 4.023,68 4.619,93 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 2.152,68 2.340,47 2.610,48 2.881,07 3.203,98 3.742,09
9 Jasa-jasa 3.970,80 4.479,10 4.731,58 5.003,60 5.308,83 5.535,55
PDRB DENGAN MIGAS 36.421,36 38.867,66 41.332,43 44.549,82 47.326,08 51.197,03
Sumber: Diolah dari data BPS.
Catatan: Angka dalam miliar rupiah.
PDRB Sulawesi Selatan berdasarkan penggunaan ditandai oleh dominasi konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah
. Selama periode 2005-2010 penggunaan PDRB Sulawesi Selatan signifi kan
untuk konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sementara konsumsi swasta masih sangat
rendah. Ini berarti pertumbuhan PDRB Sulawesi Selatan masih lemah dari sisi peran dunia usaha dan
entrepreneurship
yang mengkondisikan inovasi-teknologi dan efektivitas-efi siensi.
Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Penggunaan di Sulawesi Selatan 2005-2010
Didominasi oleh Konsumsi Rumah Tangga Dimana Konsumsi Swasta Masih Rendah
No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Konsumsi Rumahtangga 20.707,93 22.145,28 22.263,51 24.344,17 25.877,60 27.475,81
2 Konsumsi Lembaga Swasta 222,64 236,58 259,66 274,58 316,43 341,38
3 Konsumsi Pemerintah dan
Pertahanan 5.427,12 5.834,15 6.075,87 6.740,98 7.087,11 7.466,20
4 Pembentukan Modal Tetap
Bruto 6.168,58 6.304,06 6.973,39 8.414,11 9.783,91 11.142,66
5 Perubahan Stok 407,04 200,53 332,84 649,62 734,74 64,13
6 Ekspor Luar Negeri dan Antar
Pulau 15.019,83 15.629,99 19.988,89 19.706,96 15.656,04 23.535,45
7 Impor dari Luar Negeri dan
Antar Pulau 11.531,36 11.482,91 15.561,74 15.580,60 12.141,81 18.828,59
PDRB 36.421,79 38.867,68 41.332,43 44.549,82 47.314,02 51.197,03
Sumber: Diolah dari data BPS.
PDRB per kapita di Sulawesi Selatan menunjukkan kesenjangan yang tinggi.
Kabupaten dengan PDRB
per kapita tertinggi adalah Luwu Timur yang terdampak dengan nilai kontribusi pertambangan nikel. Secara
nominal, nilai PDRB Kota Makassar adalah yang tertinggi di Sulawesi Selatan, tetapi PDRB per kapitanya
berada di urutan kedua, dengan nilai separuh dari PRDB per kapita Luwu Timur. Hal ini menunjukkan
kesenjangan antara Luwu Timur dengan kabupaten/kota lainnya, PDRB per kapita terendah di provinsi
terdapat di Jeneponto yang nilainya sepersepuluh dari Luwu Timur. Kabupaten Pangkep yang juga memiliki
pertambangan semen berada di posisi ketiga. Ini memperlihatkan bahwa sektor pertambangan tidak
terbarukan memegang peranan besar dalam PDRB kabupaten/kota.
Tabel 1.3. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga Konstan
Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Luwu Timur 19,5 19,6 20,2 19,2 17,9 20,3 Makassar 8,8 9,3 9,9 10,9 11,6 12,1 Pangkep 6,6 6,8 7,2 7,6 7,9 8,2 Pinrang 5,6 5,8 6,1 6,4 6,8 7,2 Wajo 5,0 5,2 5,5 5,9 6,1 6,4 Palopo 5,1 5,2 5,4 5,6 5,9 6,2 Pare Pare 4,6 4,9 5,3 5,6 6,0 5,9 Sidrap 4,5 4,9 5,1 5,5 5,8 5,6 Soppeng 3,9 4,2 4,4 4,7 5,0 5,4 Luwu Utara 3,7 3,9 4,1 4,3 4,5 5,3 Luwu 4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 5,1 Sinjai 3,6 3,8 4,0 4,3 4,5 4,7 Bone 3,3 3,5 3,7 4,0 4,2 4,5 Bulukumba 3,4 3,5 3,7 4,0 4,2 4,4 Barru 3,5 3,6 3,8 4,0 4,2 4,4 Bantaeng 3,2 3,4 3,5 3,7 4,0 4,2 Enrekang 3,2 3,3 3,4 3,6 3,8 4,0 Kep. Selayar 3,0 3,0 3,2 3,3 3,5 3,8 Maros 3,0 3,1 3,2 3,4 3,5 3,6 Takalar 2,7 2,8 3,0 3,1 3,3 3,4 Tana Toraja 2,4 2,4 2,5 1,3 2,6 3,0 Gowa 2,4 2,5 2,6 2,7 2,9 2,9 Jeneponto 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6
Sumber: Diolah dari data BPS.
Catatan: Kabupaten Toraja Utara yang baru mekar tahun 2008 tidak diikutsertakan. Angka dalam tabel adalah dalam juta rupiah.
PDRB per kapita memperlihatkan peningkatan yang relatif stabil, namun masih berada jauh di
bawah rata-rata nasional.
Pada tahun 2006, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan mencatat angka
Rp 8 juta, dan kemudian meningkat menjadi Rp 12,6 juta pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan
rata-rata 19 persen per tahun. Namun angka ini masih jauh di bawah angka nasional. Laju pertumbuhan
pendapatan per kapita nasional pun bergerak lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan per kapita
Sulawesi Selatan. Nasional bergerak dengan rata-rata 20,5 persen per tahun, sedangkan Sulawesi Selatan
hanya 19,4 persen per tahun. Kondisi ini secara implisit mengesankan: (i) secara rata-rata, provinsi lainnya
mengalami peningkatan pendapatan per kapita yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan Sulawesi
Selatan; (ii) pendapatan per kapita Sulawesi Selatan akan terus berada di bawah angka nasional dengan
jarak (
gap
) yang semakin lebar; dan (iii) di masa depan, kontribusi pendapatan per kapita Sulawesi Selatan
terhadap perbaikan posisi relatif IPM, sulit diharapkan.
Gambar 1.3.PDRB per Kapita Sulawesi Selatan Masih Berada di Bawah Angka Nasional
15 18 22 24 26,90 8 9 11 13 14,67 0 5 10 15 20 25 30 Rp. Juta
Sumber: Diolah dari data BPS, Tahun 2009 angka sementara; tahun 2010 angka sangat sementara.
Laju infl
asi perekonomian Sulawesi Selatan
cukup tinggi dengan komponen utama harga
bahan makanan dan sandang.
Laju infl asi Sulawesi
Selatan berfl uktuasi mengikuti tren infl asi nasional.
Infl asi nasional tahun 2005 salah satunya diakibatkan
kenaikan harga bahan bakar, tampak tidak terlalu
mempengaruhi infl asi Sulawesi Selatan. Komponen
tertinggi pembentuk infl asi Sulawesi Selatan adalah
pangan dan sandang. Kondisi ini menjadikan
pendapatan per kapita masyarakat selalu berkorelasi
dengan daya beli yang turun karena direduksi oleh
infl asi yang cukup tinggi tersebut.
Kondisi investasi Sulawesi Selatan berfl uktuasi
tetapi cenderung meningkat dalam dua tahun
terakhir.
Meskipun terjadi fl uktuasi dalam hal jumlah
investor dan nilai investasi, dalam tiga tahun terakhir
terdapat kecenderungan perbaikan pada investasi
di Sulawesi Selatan, baik dalam Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) maupun dalam Penanaman Modal Asing (PMA). Lapangan usaha yang banyak
menyerap PMDN adalah pertanian, peternakan, industri makanan, bangunan serta pengangkutan dan
telekomunikasi; sedangkan yang menyerap PMA adalah pertanian, perkebunan, industri makanan, industri
kayu, listrik, gas dan air bersih serta bangunan. Hal ini terkait dengan daya saing daerah yang semakin
membaik khususnya dalam hal keamanan, selain itu pelayanan investasi tingkat provinsi dan kabupaten/
kota juga mengalami kemajuan, sementara promosi investasi terus didorong.
Gambar 1.4. Perkembangan Infl asi di Sulawesi
Selatan dan Nasional, 2005-2010
17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 6,96 7,45 7,21 5,71 11,79 3,24 6,82 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Persen Indonesia Sulsel
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMDN dan PMA Sulawesi Selatan 2005-2010
Tahun Nilai PMDN (Ribu Rp) Nilai PMA (US $)
2010 3.212.295.181 441.796.125 2009 1.137.863.414 76.982.850 2008 110.524.937 27.696.510 2007 244.670.640 141.430.870 2006 2.362.627.000 679.965.000 2005 940.544.000 53.558.000
Sumber: Diolah dari data BPS.
1.3 Kondisi Demografi dan Ketenagakerjaan
Kondisi demografi Sulawesi Selatan ditandai pertumbuhan penduduk yang positif dan populasi
yang terus bertambah.
Dalam enam tahun terakhir pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan rata-rata di
atas satu persen kecuali pada tahun 2007 (0,92 persen). Pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan rata-rata
sebesar 1,3 persen. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Sulawesi Selatan mencapai 8
juta jiwa, terdiri atas 3,9 juta penduduk laki-laki dan 4,1 juta penduduk perempuan.
Gambar 1.5. Pertumbuhan Penduduk Sulawesi Selatan Rata-Rata 1,3 Persen
7.489.696 7.595.000 7.700.255 7.805.024 7.908.519 8.032.551 7.200.000 7.300.000 7.400.000 7.500.000 7.600.000 7.700.000 7.800.000 7.900.000 8.000.000 8.100.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jiwa
Sumber: Diolah dari data BPS.
Catatan: 2010 merupakan hasil Sensus Penduduk.
Penduduk usia produktif lebih besar dibanding usia tidak produktif dan populasi perempuan lebih
besar dari populasi laki-laki.
Pada tahun 2009, jumlah penduduk usia tidak produktif (usia dibawah 14
tahun ditambah usia diatas 65 tahun) sebesar 2,9 juta jiwa (36 persen dari populasi), sementara jumlah
penduduk usia produktif (usia 15 sampai 64 tahun) sebesar 5 juta jiwa (64 persen dari populasi). Rasio
beban tanggungan sebesar 0,57 yang berarti satu orang usia tidak produktif ditanggung oleh dua orang
usia produktif. Jumlah perempuan usia produktif lebih besar dari laki-laki usia produktif, yang berarti jumlah
perempuan pada angkatan kerja di Sulawesi Selatan lebih besar.
Tabel 1.5. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Sulawesi Selatan, 2009
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin
0-4 375.198 352.040 727.238 106,58 5-9 447.014 407.851 854.865 109, 60 10-14 431.498 409.938 841.437 105, 26 15-19 351.712 362.508 714.220 97, 02 20-24 291.052 309.477 600.529 94, 05 25-29 301.980 343.087 645.067 88, 02 30-34 275.764 311.959 587.723 88, 40 35-39 296.539 327.183 623.722 90, 63 40-44 237.824 266.303 504.127 89, 31 45-49 210.957 228.271 439.227 92, 42 50-54 168.401 195.258 363.660 86, 25 55-59 135.327 144.647 279.973 93, 56 60-64 106.189 144.438 250.627 73, 52 65+ 207.515 268.586 476.104 77, 26 Total 3.836.971 4.071.548 7.908.519 94, 24
Sumber: Diolah dari data BPS.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) terus meningkat dibalik pertumbuhan angkatan kerja
yang fl uktuatif
. Pada tahun 2010, TPAK mencapai 64 persen ketika angkatan kerja sebesar 3,6 juta jiwa dari
5,6 juta jiwa penduduk usia kerja. Angka ini meningkat dari kondisi 2005 dimana TPAK sebesar 54 persen
ketika angkatan kerja hanya 3,2 juta jiwa dan penduduk usia kerja sebanyak 6 juta jiwa. Peningkatan TPAK
ini lebih disebabkan oleh kecenderungan penduduk usia produktif untuk memasuki dunia kerja dibanding
masuk bangku sekolah mengingat porsi TPAK cukup banyak pada usia 15-20 tahun.
Gambar 1.6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Selatan, 2005-2010
54,20 57,17 61,07 62,02 62,48 64,14 48 50 52 54 56 58 60 62 64 66 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Persen Sumber: Data BPS.
Terdapat kesenjangan antara TPAK perempuan dengan TPAK laki-laki.
TPAK perempuan di Sulawesi
Selatan pada tahun 2009 hanya 45 persen sementara TPAK laki-laki sebesar 82 persen. Kondisi ini sudah
mengalami perbaikan dibanding tahun 2000 di mana TPAK perempuan hanya sebesar 28 persen sedang
laki-laki 70 persen. Ini menunjukkan bahwa meskipun telah terjadi perbaikan tetapi kesetaraan laki-laki dan
perempuan dalam akses lapangan kerja masih jauh dari ideal.
Mayoritas angkatan kerja masih terserap di sektor pertanian meskipun persentasenya cenderung
menurun.
Pada tahun 2009, angkatan kerja yang bekerja pada bidang usaha pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan mencapai 49 persen turun dari 55 persen pada tahun 2005. Porsi ini sangat besar
dibanding serapan tenaga kerja bidang usaha lain, terutama industri pengolahan yang hanya 7 persen pada
tahun 2009 dan hanya sedikit meningkat dari 6 persen pada tahun 2005. Bertahannya tenaga kerja pada
sektor pertanian terutama dikontribusi oleh berkembangnya aktivitas budidaya rumput laut, revitalisasi
kakao yang, serta agribisnis jagung yang menyerap tenaga kerja perdesaan atau pesisir, selain yang secara
tradisional telah diserap oleh kegiatan padi sawah.
Tabel 1.6. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Berdasarkan Bidang Usaha di
Sulawesi Selatan, 2005-2009
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 1.678.884 (54,70%) 1.469.418 (55,76%) 1.580.962 (53,78%) 1.613.949 (51,46%) 1.588.626 (49,30%) 2. Industri Pengolahan 197.729 (6,44%) 128.966 (4,89%) 147.391 (5,01%) 183.430 (5,85%) 214.668 (6,66%) 3. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 457.530 (14,91%) 439.047 (16,66%) 566.397 (19,27%) 578.961 (18,46%) 636.714 (19,76%) 4. Jasa Kemasyarakatan,Sosial dan Perorangan
361.471 (11,78%) 302.040 (11,46%) 170.135 (5,79%) 352.573 (11,24%) 362.460 (11,25%) 5. Lainnya* 373.607 (12,17%) 295.943 (11,23%) 374.578 (12,74%) 407.198 (12,98%) 419.788 (13,03%) Jumlah 3.069.221 (100%) 2.635.414 (100%) 2.939.463 (100%) 3.136.111 (100%) 3.222.256 (100%)
Sumber: Diolah dari data BPS.
Lainnya*: Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, Keuangan,
Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan.