• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013 (Halaman 28-40)

B. Capaian Tahun 2013

4.1.3. Kebijakan Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan

Secara nasional kasus pertanahan merupakan salah satu kasus dengan jumlah terbanyak yang masuk kedalam pengadilan. Data beberapa tahun terakhir menunjukkan persentase akumulasi perkara bidang pertanahan yang diajukan ke Mahkamah Agung diperkirakan berkisar antara 65% hingga 70% dari keseluruhan perkara yang ditangani setiap tahunnya. Berbagai pihak yang bersengketa adalah antar masyarakat, masyarakat dengan badan hukum, masyarakat dengan pemerintah, antar badan hukum, maupun antar pemerintah. Penyelesaian sengketa atau permasalahan terkait bidang pertanahan di Indonesia dapat melalui beberapa jalur pengadilan yaitu: Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Agama. Dalam prakteknya, ketiga pengadilan tersebut dapat melakukan acara peradilan pada kasus yang sama dengan hasil keputusan yang berbeda-beda, sehingga proses peradilan didalamnya membutuhkan waktu lebih panjang serta tidak terdapat kepastian hukum bagi penyelesaian kasus pertanahan. Dalam hal terjadi perbedaan keputusan di lapangan sangat sulit untuk melaksanakan keputusan pengadilan tersebut. Selain itu, keputusan pada tingkat pertama dapat dilakukan banding pada tingkat Mahkamah Agung sehingga waktu yang diperlukan penanganan kasus sangat lama dan berlarut-larut. Permasalahannya semakin bertambah karena sebagian besar hakim yang mengadili perkara pertanahan tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hukum agraria. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian atas hukum tanah yang berlaku.

Untuk itu maka perlu dilakukan upaya-upaya mendasar di sektor kebijakan penyelesaian permasalahan pertanahan pada acara peradilan dengan memperhatikan praktek selama ini. Secara logis seharusnya Indonesia memiliki pengadilan khusus pertanahan yang paling tidak meliputi: (i) pelibatan hakim khusus yang menguasai permasalahan teknis pertanahan; (ii) pembatasan jenis pengadilan bagi penyelesaian kasus pertanahan; serta (iii) pembatasan banding yang boleh dilakukan.

A. Rencana

Berkenaan dengan kebijakan pembentukan pengadilan khusus pertanahan, khusus pada tahun 2013 Tim Koordinasi telah menyusun beberapa kegiatan dengan target sebagai berikut:

(i) Penyusunan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

(ii) Tercapainya kesepakatan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

B. Capaian Tahun 2013

Pelaksanaan kegiatan koordinasi selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut:

24 (i) Penyusunan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus

pertanahan

Draf TOR yang telah disusun sebagaimana terlampir secara umum meliputi: Latar Belakang; Tujuan dan Sasaran; Manfaat Studi; Ruang Lingkup Kegiatan; Metodologi;

Output Kegiatan; Pelaksana Kegiatan; Kebutuhan Tenaga Ahli; serta Jadwal Pelaksanaan Kegiatan. Secara garis besar, substansi draf TOR berisikan: review pelaksanaan peradilan dari kasus-kasus pertanahan; ruang lingkup kegiatan yang meliputi kajian peraturan perundangan, studi kebijakan peradilan, serta identifikasi sumber daya manusia pengadilan khusus pertanahan.

(ii) Tercapainya kesepakatan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

Kesepakatan draf TOR didapat pada rapat koordinasi tanggal 2 Agustus 2013 dengan beberapa catatan masukan mengenai gambaran awal tata cara penyelenggaraan peradilan serta penggunaan sejumlah istilah bidang hukum. Terkait dengan rencana pembentukan pengadilan khusus pertanahan tersebut perlu dilakukan koordinasi intensif dengan pihak peradilan, Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, maupun dengan Direktorat yang membidangi masalah hukum di Bappenas.

Adapun berdasarkan sejumlah literatur, secara umum beberapa temuan awal terkait pembentukan pengadilan khusus pertanahan di Indonesia memiiki beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu meliputi:

Susunan Pengadilan

Susunan Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri terdiri atas pimpinan, hakim, dan panitera. Pimpinan Pengadilan Pertanahan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan negeri karena jabatannya menjadi ketua dan wakil ketua Pengadilan Pertanahan Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Pertanahan. Dalam hal tertentu ketua dapat mendelegasikan penyelenggaraan administrasi kepada wakil ketua.

Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pertanahan, hakim pada Pengadilan Pertanahan terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc.

Kepaniteraan

Pada setiap pengadilan negeri yang telah ada Pengadilan Pertanahan dibentuk kepaniteraan Pengadilan Pertanahan yang dipimpin oleh seorang panitera muda. Dalam melaksanakan tugasnya, panitera muda dibantu oleh beberapa orang panitera pengganti. Kepaniteraan mempunyai tugas:

a. menyelenggarakan administrasi Pengadilan Pertanahan; dan

b. membuat daftar semua perkara yang diterima dalam buku perkara. Buku perkara paling sedikit memuat nomor urut, nama dan alamat para pihak, dan jenis perkara.

25 Kepaniteraan bertanggung jawab atas penyampaian surat panggilan sidang, penyampaian pemberitahuan putusan dan penyampaian salinan putusan. Untuk pertama kali panitera muda dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan diangkat dari pegawai negeri sipil dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pertanahan.

Hakim Ad-Hoc

Untuk dapat diangkat menjadi hakim hoc pada Pengadilan Pertanahan dan hakim ad-hoc pada Mahkamah Agung, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;

b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;

e. berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter;

f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

g. berpendidikan paling rendah sarjana di bidang hukum atau pertanahan; dan h. berpengalaman di bidang pertanahan paling singkat 5 (lima) tahun.

Hakim ad-hoc Pengadilan pertanahan diangkat dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Calon hakim ad-hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM. Ketua Mahkamah Agung juga dapat mengusulkan pemberhentian hakim ad-hoc pertanahan kepada Presiden. Selama memegang jabatan, Hakim ad-hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai :

a. anggota lembaga negara;

b. kepala daerah/kepala wilayah;

c. lembaga legislatif;

Ketua pengadilan negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim, hakim ad-hoc, panitera muda, dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri sesuai dengan kewenangannya. Ketua Mahkamah Agung melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim kasasi, panitera muda, dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan pada Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya. Dalam melakukan pengawasan ketua pengadilan negeri dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada hakim dan hakim ad-hoc. Dalam melakukan pengawasan ketua Mahkamah Agung dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada hakim kasasi. Petunjuk dan tidak boleh mengurangi kebebasan hakim, hakim ad-hoc dan hakim kasasi Pengadilan Pertanahan dalam memeriksa dan memutus perselisihan.

26 4.1.4. Kebijakan Pembentukan Bank Tanah

Seiring dengan semakin meningkatnya intensitas pelaksanaan pembangunan, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan (tanah) untuk pembangunan. Namun di sisi lain dipahami bahwa ketersediaan tanah semakin terbatas. Hal tersebut menuntut dilakukannya optimalisasi pemanfaatan dan penggunaan tanah khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh negara. Beberapa fakta menunjukkan bahwa telah terjadi penguasaan tanah oleh badan usaha swasta dalam skala luas untuk dimanfaatkan pada waktu yang akan datang. Kondisi seperti ini menyebabkan pihak pemerintah mengalami kesulitan dalam melakukan proses pembebasan lahan terutama terkait eksekusi pembebasan penguasaan lahan dan pembiayaannya yang menjadi sangat mahal. Praktik pencadangan tanah oleh badan usaha swasta ini sebenarnya merupakan praktek spekulasi dan menurut peraturan perundangan termasuk dalam kategori penelantaran tanah, serta dapat dikatakan tidak diusahakan untuk mendorong pembangunan ekonomi tetapi cenderung dimanfaatkan sebagai objek spekulasi dan investasi oleh beberapa pihak tertentu.

UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dimana negara diberi kewenangan untuk melepaskan hak penduduk atas bidang tanah yang diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum, dengan syarat kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah. Berdasarkan gambaran di atas maka diperlukan adanya kebijakan pembentukan bank tanah. Bank Tanah diharapkan agar tanah yang diperlukan dalam pembangunan untuk kepentingan umum tersedia dengan harga yang terjangkau. Oleh sebab itu, konsep Bank Tanah selanjutnya dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai badan hukum yang mewakili negara dalam melakukan pencadangan tanah bagi keperluan negara dengan tanpa mengambil keuntungan dalam proses pencadangan tanah tersebut.

Berdasarkan temuan awal dari sejumlah literatur, bank tanah sendiri pada pelaksanaannya akan sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang terkait dengan manajemen kelembagaan serta regulasi yang menaunginya. Secara umum beberapa temuan awal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Manajemen Bank Tanah

Akuisisi tanah publik yang dilakukan bank tanah diadakan untuk penggunaan masa depan dan dalam rangka menerapkan kebijakan tanah publik.1 Bank tanah mengacu pada proses akuisisi tanah masyarakat yang belum dikembangkan atau tidak produktif untuk tujuan pengembangan di masa mendatang.2 Efektifitas penerapan konsep bank tanah sangat tergantung pada regulasi yang mengaturnya, kelembagaan, dukungan pendanaan,

1 Van Dijk, T. and D Kopeva, Land Banking And Central Europe: Future Relevance Current Initiatives, Western European Past Experience, Land Use Policy, 23, 3, 286-301, 2006, hlm. 290

2 Frank S. Alexander, Land Banking As Metropolitan Policy, Brookings Intitution Metropolitan Policy Program, 2008

27 dan bagaimana kegiatan bank tanah itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern.

Manajemen bank tanah berhubungan dengan bagaimana perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan serta pengawasan terhadap kegiatan bank tanah dalam mewujudkan tujuan bank tanah. Didukung oleh regulasi yang memadai dan kelembagaan yang kuat, manajemen bank tanah pada akhirnya bisa mewujudkan enam fungsi bank tanah, yaitu penghimpun tanah (land keeper); sebagai pengaman tanah (land warrantee); sebagai pengendali penguasaan tanah (land purchase); sebagai pengelola tanah (land management); sebagai penilai tanah (land appraisal); dan sebagai penyalur tanah (land distributor). Kegiatan bank tanah secara konseptual harus memuat kebijakan dan strategi optimalisasi pemanfaatan dan penggunaan tanah.

Regulasi Bank Tanah

Regulasi bank tanah seyogyanya mengakomodasi aspek-aspek hukum berikut, yakni:

1. Bank tanah harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kemakmuran rakyat;

2. Bank tanah harus berkontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan melalui pendistribusian tanah;

3. Bank tanah harus berkontribusi dalam menyediakan tanah secara fisik dan administrasi guna menjamin keberlanjutan pembangunan dengan kebijakan alokasi tanah, baik untuk kegiatan sosial maupun untuk kegiatan komersial; dan

4. Bank tanah harus mampu menyempurnakan sistem pengendalian atas nilai-nilai tanah sehingga dapat terjangkau oleh kemampuan seluruh lapisan masyarakat.

Dalam rangka mengakomodasi aspek-aspek hukum tersebut, maka pembuat regulasi perlu memperhatikan struktur regulasi dan pelibatan pemangku kepentingan dalam membuat regulasi bank tanah.

1. Struktur Regulasi : regulasi berbentuk undang-undang, keputusan penerapan bank tanah memilki kekuatan hukum yang mengikat. Secara materiil, substansi regulasi bank tanah harus mengatur beberapa aspek penting seperti tujuan dan asas, kewenangan, mekanisme penyediaan-pematangan-pendistribusian tanah, kelembagaan, pelaku atau penyelenggara, sumber pembiayaan, pelibatan para pihak (swasta atau masyarakat)

a. Tujuan dan asas : Bank tanah publik, baik jenis bank tanah umum maupun khusus/proyek, harus mempublikasikan tujuan pembentukannya untuk kepentingan umum. Dalam hal ini, regulasi mengharuskan tanah-tanah milik bank tanah umum ditujukan pada pemanfaatan tanah yang bersifat umum dimasa depan. Bank tanah khusus publik harus menjelaskan kepada publik tujuan/proyek yang akan dibangun diatas tanah yang dimiliki atau diakuisisi.

Sedangkan bank tanah swasta harus dibatasi tujuan akuisisi dan sasaran pendistribusian tanah.

28 b. Kewenangan Bank Tanah : kewenangan bank tanah harus diatur karena pada bank tanah juga melekat tanggungjawab yang besar menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Karena itu, regulasi dan kontrol pemerintah memegang peran penuh dalam setiap proses kegiatan bank tanah. Dalam hal ini, lembaga yang bertanggungjawab mengawasi perusahaan bank tanah publik maupun swasta ialah BPN sebagai pelaksana pemerintah di bidang pertanahan. Beberapa pembatasan yang eprlu diatur diantaranya sumber-sumber tanah bank tanah, mengenai luas tanah, waktu pemakaian atau sewa / kontrak (HGU, IUP, HGB), kepatuhan pada tata ruang dan tujuan bank tanah. Bank tanah swasta, misalnya, harus ada pembatasan yang jelas tentang tujuan akuisisi tananh dan luas maksimum pencadangan tanah agar tidak terjadi ketimpangan penguasaan tanah dan meredam praktek spekulasi

c. Pelaku Bank Tanah : Pelaku bank tanah bisa berbentuk bank tanah publik umum, bank tanah publik khusus, dan bank tanah swasta. Bank tanah swasta umumnya menjadi unit dari perusahaan yang sudah ada. Pihak swasta yang secara khusus mau mendirikan bank tanah harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ketat, terutama terkait tujuan bank tanah, batas maksimal luas tanah, masa sewa atau hak pakai, dan sumber pembiayaan. Selain menghindari konsentrasi kepemilikan tanah yang membatasi akses rakyat banyak ke tanah, hal itu bisa memicu spekulasi dan mafia tanah yang semakin kompleks. Khusus bank tanah asing, komposisi kepemilikan saham pihak asing harus dibatasi secara ketat, misalnya tidak boleh lebih dari 50% dan harus melakukan kerjasama minimal dengan 2 perusahaan lokal.

d. Mekanisme Akuisisi, Distribusi, dan Pembiayaan Bank Tanah : Sumber-sumber pembiayaan dimaksud antara lain dana APBN/APBD, peminjaman bank jangka panjang berbunga rendah, bantuan atau hibah, dan penerimaan pajak. Peran Pemerintah adalah menyediakan dana sebagai modal awal program bank tanah lokal dan regional untuk memperoleh dan mengelola persediaan tanah yang lebih mendorong inisiatif dan entitas bank tanah, dan menciptakan insentif untuk kolaborasi regional. Disisi lain, Negara (regulasi) harus memastikan bahwa bank tanah diberi wewenang untuk menghasilkan pendapatan seperti kontrak sewa dan menerbitkan obligasi. Kebutuhan pembiayaan spesifik akan tergantung pada persediaan bank tanah dan prioritas program.

e. Kebijakan Insentif dan Sanksi : Regulasi bank tanah juga mebdorong perngambangan bank tanah yang memenuhi ketentuan yanga da berupa mekanisme disinsentif. Bank tanah yang memenuhi ketentuan diberikan keringanan pajak barang modal, pembangunan infrastruktur dasar, atau kebijakan bunga rendah. Regulasi juga harus mengatur sanksi hukum atau administratif bagi pelaku bank tanah yang melanggar seperti (1) ketidaksesuaian antara tujuan peruntukan lahan dan pelaksanaannya (2) pembayaran pajak jual beli, pajak properti; (3) pelanggaran luas tanah maksimum; (4) pelanggaran

29 rencana tata ruang wilayah / kota; (5) kewajiban mengenai amdal; ketentuan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka publik sebesar 30% dari luas lahan. Dalam kasus tertentu, pihak otoritas barhak mengambil alih tanah milik bank tanah jika dianggap melakukan pelanggaran berat.

2. Pelibatan Pemangku kepentingan

Secara umum, stakeholder yang harus dilibatkan sedari awal, mencakup :3 pemerintah daerah dan masyarakat bisnis. Pemerintah daerah dilibatkan dalam rangka mendukung bank tanah dalam mengambil alih properti yang ditelantarkan. Pemerintah daerah harus memastikan kontrol terhadap peraturan penggunaan tanah lokal. Pelibatan masyarakat bisnis, termasuk para pemimpin ekonomi dan bisnis, kamar dagang dan pengembang diperlukan dalam hal melihat sisi keuntungan keuangan dan investasi bank tanah.

Khusus untuk bank tanah pemerintah, kelembagaan bank tanah dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu: (1) bank tanah BUMN, (2) bank tanah departemen atau lembaga, (3) bank tanah BPN, (4) bank tanah BPN, (4) bank tanah pemerintah daerah, (5) bank tanah pemerintah kota, (6) bank tanah BUMD. Bentuk lembaga bank tanah yang paling ideal dikembangkan di Indonesia adlah bank tanah BUMN. Pembentukan lembaga bank tanah berupa BUMN telah dilaksanakan di sejumlah Negara seperti Singapura dan Jepang.

Keberhasilan pelaksanaan bank tanah mensyaratkan dukungan dari berbagai factor, antara lain: (1) Political Will sekaligus Political Action dari pemerintah, (2) rencana tata ruang wilayah yang tuntas, (3) Tertib administrasi pertanahan, (4) sumber daya manusia dan supporting system yang memadai, dan partisipasi masyarakat yang aktif.

A. Rencana

Terkait dengan Kebijakan Pembentukan Bank Tanah sebagai salah satu upaya perbaikan pengelolaan pertanahan nasional, pada tahun anggaran 2013 Tim Koordinasi telah melakukan beberapa kegiatan dengan target sebagai berikut:

(i) Teridentifikasinya model bank tanah di negara lain;

(ii) Tercapainya kesepahaman konsep awal pembentukan bank tanah.

B. Capaian Tahun 2013

Pelaksanaan kegiatan koordinasi selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut:

(i) Model bank tanah di negara lain

Bank tanah adalah akuisisi tanah secara sistematis terhadap tanah yang belum dikembangkan, tanah terlantar atau yang ditinggalkan kosong dan dianggap memiliki potensi untuk pengembangan tujuan Bank Tanah dari segi pemerintahan adalah untuk i) membentuk pertumbuhan regional masyarakat, ii) menata perkembangan kota, iii)

3 Alexander, F. Bank tanah Authorities. A Guide for the creation and Operation of Bank tanahs. Local Initiatives Support Corporation

30 Mengurangi spekulasi tanah, iv) Menurunkan biaya perbaikan oleh masyarakat, v) Menurunkan biaya pelayanan publik akibat pola pembangunan.

Manfaat adanya Bank Tanah, antara lain sebagai berikut: i) Selalu tersedianya lahan untuk pembangunan sehingga rencana pembangunan oleh pemerintah dan swasta tidak terhambat, ii) Efisiensi kegiatan pembebasan lahan, iii) Mampu menjaga stabilitas harga tanah, iv) Mampu membantu pengembangan dan peremajaan wilayah perkotaan, v) Mampu mendukung program ketahanan pangan, vi) Mampu menyediakan perumahan bagi rakyat dan Menjamin pelaksanaan reforma agraria dan modernisasi.

Secara umum Bank Tanah terdiri atas: Bank tanah publik, bank tanah swasta, dan bank tanah campuran. Berikut dijelaskan masing-masing konsep bank tanah dimaksud.

A. Bank Tanah Publik

a. Bank Tanah Publik merupakan bank tanah yang penyelenggaraannya dijalankan oleh sebuah lembaga publik atau badan hukum publik.

b. Bank Tanah Publik bersifat independen dengan tugas murni bersifat layanan publik yang tanggung jawabnya sepenuhnya berada di pemerintah

 Bank Tanah Umum : melayani perolehan yang belum dikembangkan dan membaginya untuk semua jenis penggunaan lahan

 Bank Tanah Khusus : membagi tanah yang belum dikembangkan untuk penggunaan lahan tertentu

B. Bank Tanah Swasta

a. Bank tanah swasta terbentuk apabila satu atau lenih pelaku swasta mengambil inisiatif untuk mendanai bank tanah

b. Bank tanah swasta dapat dijalankan oleh perorangan maupun perusahaan swasta C. Bank Tanah Campuran

a. Bank tanah campuran adalah bank tanah yang dijalankan secara bersama sama oleh pemerintah dan swasta.

b. Praktek Bank Tanah Campuran dilakukan terutama untuk menyiasati keterbatasan pembiayaan dalam akuisisi lahan.

c. Bank tanah campuran harus tetap berorientasi pada publik sehingga kepemilikan saham perusahaan harus didominasi pemerintah.

Kegiatan desk study terkait model bank tanah di negara lain telah dilakukan, sebagai bahan dasar dalam pembahasan yang diharapkan dapat menjadi gambaran dalam menciptakan kesepahaman suatu konsep awal pembentukan bank tanah. Berikut capaian terindikasinya model bank tanah di Negara lain.

1. Bank Tanah Di Taiwan

Land Bank of Taiwan adalah bank milik negara bermarkas di Taipei, Taiwan (Republik Cina), didirikan pada tahun 1946. Bank ini dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Taiwan sebelum perampingan pada 21 Desember 1998, ketika bank dipindahkan ke yurisdiksi di Eksekutif Yuan. Land Bank of Taiwan adalah satu-satunya bank yang ditunjuk oleh pemerintah Republik Cina sebagai bank khusus

31 untuk menangani kredit pertanian dan lahan. Tujuannya untuk mengembangkan pembangunan ekonomi nasional dalam koordinasi dengan implementasi di kebijakan perumahan, pertanian, dan tanah pemerintah.

Pada saat ini, Land Bank of Taiwan memiliki 5 kantor cabang bisnis di bangsa:

Taipei, Hsinchu, Taichung, Tainan, dan Kaohsiung. Bank Tanah di Taiwan bertindak sebagai badan financial yang memainkan peranan penting dalam pembelian tanah-tanah dari tuan tanah-tanah dan menjualnya kembali kepada para penyewa tanah-tanah dan buruh tani.

2. Otoritas Pembangunan Delhi , India

Delhi Land Bank , yang dikenal sebagai Otoritas Pembangunan Delhi (Delhi Development Authority (DDA) , adalah pemilik tanah terbesar di Delhi, India.

Didirikan pada tahun 1950 untuk memastikan bahwa negara India mampu mengendalikan penggunaan lahan di kota. DDA telah mengakuisisi lahan-lahan raksasa di kota lebih dari 50 tahun. Salah satu tujuan dari DDA adalah untuk mencegah konsentrasi kepemilikan tanah oleh sedikit swasta dan melindungi kepentingan masyarakat miskin dan tidak mampu.

Efisiensi keberadaan DDA dipertanyakan oleh beberapa peneliti maupun oleh PBB (UNESCAP). Keberadaan DDA dianggap malah menaikkan harga tanah secara dramatis. Tidak ada tujuan yang khusus, memiliki proses yang rumit, tidak efisien, kurangnya arah yang jelas dalam proses akuisisi tanah. Pada tahun 1982 , hanya 44 persen dari bidang tanah didistribusikan untuk kelompok berpenghasilan rendah.

Keluarga berpenghasilan rendah belum menerima akses ke perumahan yang terjangkau karena kategori pendapatan yang diperlukan untuk penjatahan diabaikan. Sebaliknya, keluarga menengah dan berpenghasilan tinggi adalah penerima perumahan sehingga melemahkan tujuan ekuitas perbankan tanah.

3. MetroVivienda, Bogota (Kolombia)

The MetroVivienda adalah lembaga Bank Tanah Bogota. Didirikan untuk mengatasi masalah kurangnya perumahan yang terjangkau di kota dan mitigasi terhadap perkembangan informal pasar perumahan. Fungsi MetroVivienda adalah untuk membeli ruang terbuka di pinggiran kota untuk pembangunan perumahan. Badan ini menyiapkan bidang tanah yang besar dan menjual kepada pengembang swasta untuk membangun perumahan yang terjangkau. Badan ini secara finansial mandiri dan ditujukan untuk pembangunan perumahan murah.

The MetroVivienda melakukan pembelian tanah di pinggiran Bogota dan tidak pada lokasi yang lebih strategis pada tanah di kota. Serangkaian kritik ditujukan pada MetroVivienda meliputi :

o Perumahan yang dibuat ditujukan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, bukan ditujukan pada kaum miskin kota; dan

32 o Tanah yang diperoleh dibagi menjadi penggunaan seperti komersial, perumahan, dengan dominasi pembangunan gedung komersil tanpa mempertimbangkan akses dan layanan publik.

4. Genesee County and City of Flint Land Bank, Michigan (USA)

Pembentukan Land Bank Genesee pada tahun 2003 berusaha untuk mengubah wajah kota. Bank Tanah dengan dukungan legislasi, melakukan perubahan sistem perencanaan kota yang semula memiliki konsep aset non-performing diubah menjadi performing. Salah satu perubahan legislatif yang paling berguna adalah kewenangan yang diberikan kepada Bank Tanah untuk mempercepat pembebasan tanah.

Tanah diperoleh yang kemudian kembali digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sejak berdirinya Bank Tanah, telah mengakuisisi 3.600 bidang tanah

Tanah diperoleh yang kemudian kembali digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sejak berdirinya Bank Tanah, telah mengakuisisi 3.600 bidang tanah

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013 (Halaman 28-40)

Dokumen terkait