• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI LINTAS SEKTOR DAERAH

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013 (Halaman 42-46)

B. Capaian Tahun 2013

4.2. KOORDINASI LINTAS SEKTOR DAERAH

Pelaksanaan koordinasi lintas sektor dan daerah merupakan upaya yang dilakukan Tim Koordinasi untuk mengatasi permasalahan pertanahan aktual yang muncul dan dianggap strategis untuk segera diselesaikan. Koordinasi ini bukan merupakan intervensi kebijakan, namun sebagai upaya sementara bersifat mengkoordinasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Kegiatan koordinasi ini menjadi bagian dari tugas Tim Koordinasi karena melibatkan berbagai stakeholder terkait baik di pusat maupun daerah. Pada tahun 2013 koordinasi dilakukan meliputi: (i) Koordinasi sertifikasi tanah transmigrasi, dan (ii) koordinasi pelaksanaan Proda di Provinsi Kalimantan Timur. Koordinasi ini menjadi perlu dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh Tim koordinasi pada saat penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2013 mengenai adanya kendala koordinasi yang dihadapi selama ini dalam menyelesaikan permasalahan sertifikasi tanah transmigrasi dan juga tidak berlanjutnya pelaksanaan Proda di Kalimantan Timur.

4.2.1. Sertipikasi Tanah Transmigrasi

Pelaksanaan sertifikasi tanah transmigrasi merupakan salah satu dari pelaksanaan sertifikasi tanah lintas kementerian/lembaga (K/L). Pelaksanaan sertipikasi tanah lintas K/L melibatkan beberapa instansi yaitu: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Perumahan Rakyat. Secara umum pelaksanaan kegiatan tersebut bertujuan agar pasca sertipikasi tanah, masyarakat dapat mengakses sumber-sumber permodalan, pelatihan dan pemberdayaan lainnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk tahun 2013 ini koordinasi lintas K/L difokuskan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Hal ini karena teridentifikasi bahwa jumlah target sertipikasi tanah transmigrasi merupakan yang paling besar dikelompok kegiatan sertpikasi tanah lintas K/L. Namun demikian persentase capaian berbanding target tercatat paling rendah.

38 A. Rencana

Berdasarkan uraian di atas terkait sertipikasi tanah transmigrasi, Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria pada tahun anggaran 2013 telah merancang target kegiatan sebagai berikut:

(i) Disepakati penerima manfaat dan jumlah bidang tanah dengan kriteria clean and clear untuk kegiatan sertipikasi tanah transmigrasi

B. Capaian Tahun 2013

Dalam keberjalanannya selama satu tahun pelaksanaan, penyepakatan penerima manfaat maupun jumlah bidang yang sudah clean and clear ternyata masih sulit untuk dilakukan karena terdapat beberapa pra kondisi yang harus dilakukan. Salah satu pra kondisi tersebut yaitu terkait penentuan target sertipikasi dalam satuan luasan-Ha untuk HPL (Hak Pengelolaan) dan bidang untuk HM (Hak Milik). Sehingga capaian kegiatan sampai saat ini adalah hasil identifikasi jumlah target tanah transmigrasi yang harus disertipikatkan.

Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2013) menyebutkan bahwa beban target yang harus diselesaikan terkait dengan sertifikasi tanah transmigrasi terdiri atas: (i) penerbitan sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) seluas 311.291 hektar, dan (ii) jumlah sertipikat hak milik (HM) yang harus diterbitkan sebanyak 342.932 bidang.

Sebelum diterbitkan sertipikat hak milik atas tanah, BPN harus terlebih dahulu menerbitkan sertipikat HPL. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2013 pelaksanaan sertipikasi tanah transmigrasi ditargetkan untuk sertipikat HPL seluas 30.337 hektar dan sertipikat HM 14.901 bidang. Sedangkan tahun 2014 untuk sertipikat HPL ditargetkan seluas 87.016 hektar dan sertipikat HM 73.588 bidang. Dengan demikian jumlah HPL yang perlu diterbitkan sertifikatnya berjumlah sekitar 193.938 hektar. Sedangkan jumlah bidang tanah transmigrasi yang perlu diterbitkan sertifikan Hak Milik adalah 254.443 bidang. Rincian target sertipikasi tanah transmigran pada masing-masing provinsi disajikan dalam Lampiran.

Berdasarkan hasil koordinasi bersama Kemenakertrans dan BPN diketahui beberapa hal yang menyebabkan capaian pelaksanaan sertifikasi tanah transmigrasi rendah antara lain sebagai berikut:

a. Ketidakakuratan data rencana sertifikasi tanah transmigrasi;

b. Beberapa lokasi belum diterbitkan Hak Pengelolaan (HPL) karena SK penetapan lokasi ada yang hilang dan tidak terdapat peta batas lokasi sehingga BPN tidak dapat diproses lebih lanjut untuk penerbitan HPL;

c. Di lapangan batas-batas lokasi transmigrasi sering tidak dapat diketahui;

d. Lokasi transmigrasi belum ditetapkan oleh Bupati;

e. Data spasial lokasi tidak akurat sehingga tidak diketahui dengan pasti lokasi objek sertipikasi tanah transmigrasi.

39 f. Beberapa lokasi yang sudah ditempati oleh transmigran merupakan kawasan hutan

yang belum dilepaskan menjadi kawasan non hutan.

4.2.2. Program Nasional Agraria Daerah (PRODA) Provinsi Kalimantan Timur

Secara nasional, data dari Badan Pertanahan Nasional menunjukan bahwa jumlah total bidang tanah yang telah bersertipikat di Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 42.754.257 bidang tanah atau sekitar 49,23% dari jumlah keseluruhan 86.845.839 bidang tanah yang ada di Indonesia. Salah satu program pemerintah di bidang pertanahan adalah penerbitan sertipikat tanah bagi masyarakat melalui kegiatan Program Nasional Agraria (PRONA) yang dibiayai melalui APBN, namun keterbatasan alokasi anggaran APBN menyebabkan jumlah target sertipikasi melalui PRONA masih sangat terbatas sehingga masih banyak tanah masyarakat yang belum bersertipikat. Untuk membantu percepatan pelaksanaan kegiatan sertipikasi tanah secara massal maka beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki program seperti PRONA yang dikenal dengan PRODA. Program Agraria Daerah (PRODA) merupakan program bantuan pemerintah daerah untuk warga di wilayahnya yang memiliki lahan tetapi belum memiliki sertipikat. Bantuan ini menggunakan alokasi anggaran APBD yang diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu, atau berpenghasilan rendah. Salah satu daerah yang memiliki program tersebut adalah Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini terungkap pada saat pelaksanaan Pramusrenbangnas tahun 2013 yang lalu.

Mengingat pentingnya kegiatan PRODA, selain dapat membantu masyarakat yang tidak mampu untuk mendapatkan sertipikat tanah tetapi juga dapat meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah maka program ini perlu dikoordinasikan dan didukung oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PRODA antara lain : (i) BPN Pusat; (ii) BPN Kanwil Provinsi Kalimantan Timur;

(iii) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur; (iv) BPKP Perwakilan Wilayah Kalimantan Timur, dan (v) BPN Kantah yang ada di Provinsi Kalimantan Timur. Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam pelaksanaan program tersebut adalah sulitnya melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah BPN (Kanwil) dan Kantor Pertanahan BPN (Kantah) yang ada di Kalimantan Timur sebagai instansi teknis yang menerbitkan sertipikat.

A. Rencana

Salah satu rencana kerja Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional pada tahun 2013 adalah melakukan kegiatan koordinasi Program Nasional Agraria Daerah (PRODA) di Provinsi Kalimantan Timur, dengan target capaian meliputi:

(i) Disepakatinya penerima manfaat dan jumlah bidang tanah dengan kriteria clean and clear untuk kegiatan PRODA Provinsi Kalimantan Timur.

40 B. Capaian Tahun 2013

Hampir sama halnya dengan kegiatan sertipikasi tanah transmigrasi, pada pelaksanaan koordinasi, penyepakatan penerima manfaat maupun jumlah bidang yang sudah clean and clear ternyata masih sulit untuk dilakukan karena terdapat beberapa pra kondisi yang harus dipenuhi, antara lain data subyek dan obyek belum tersedia dengan baik.

Pada tahun 2013, Tim Koordinasi telah melaksanakan Rapat Koordinasi Program Agraria Daerah (PRODA) pada tanggal 11 Juli 2013 dan 19 Juli 2013 bertempat di Bappeda Provinsi Kalimantan Timur. Secara umum rapat koordinasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang valid mengenai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PRODA di Kaltim. Selain itu, mendapatkan masukan dari berbagai stakeholder terkait mengenai rencana pelaksanaan PRODA kedepan. Berikut beberapa temuan yang didapatkan dalam rapat koordinasi PRODA di Kaltim diantaranya:

a. Kegiatan PRODA di Provinsi Kalimantan Timur difokuskan kepada sertipikasi lahan pertanian yang sudah dimulai sejak tahun 2011 untuk mengembangkan usaha pertanian di Provinsi Kalimantan Barat. Hingga tahun 2012 program tersebut telah dilaksanakan di 10 kabupaten, namun terhenti di tahun 2013 karena adanya beberapa hambatan/permasalahan.

b. Permasalahan umum yang terjadi dalam pelaksanaan sertipikasi tanah pertanian, yaitu : (i) keterbatasan juru ukur yang ada di kantor wilayah BPN baik di kabupaten maupun di provinsi; (ii) alokasi dana yang disediakan pemerintah kabupaten/kota tidak mencukupi untuk biaya pelaksanaan sertipikasi tanah sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang ada di BPN; dan (iii) kriteria subyek dan objek sertifikasi tanah tidak jelas (tidak ‘clean and clear’).

c. Untuk mengatasi permasalahan di atas, telah dirumuskan beberapa kesepakatan sebagai berikut: (i) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyepakati untuk menyediakan bantuan keuangan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk biaya sertifikasi dan juga akan menyusun kesepakatan/MoU dengan Kanwil BPN setempat; (ii) Pemerintah Kabupaten/Kota menyanggupi dan berkomitmen melanjutkan program sertipikasi tanah pertanian. Pada tahun 2013 Gubernur Kaltim sudah menyampaikan surat kepada bupati/walikota untuk mempersiapkan kegiatan PRODA. Selanjutnya pada tahun 2014 akan dilakukan kegiatan pra-sertipikasi tanah pertanian dan proses sertipikasi tanah akan dilanjutkan pada tahun 2015; (iii) Kegiatan pra-sertifikasi tanah pertanian dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan mempersiapkan data subjek dan objek tanah yang ‘clean and clear’ dan juga data yudiris yang valid untuk disertipikatkan di tahun anggaran berikutnya; dan (iv) Pemerintah Kabupaten/Kota perlu berkoordinasi dengan pihak yanga terkait dengan pajak untuk menyepakati solusi bagi permasalahan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) serta biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

41 BAB 5

PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain:

1. Intervensi terhadap 5 kebijakan yaitu: Kebijakan perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi stelsel positif, kebijakan redistribusi tanah dan access reform, kebijakan pembentukan pengadilan khusus pertanahan, kebijakan pembentukan bank tanah, dan kebijakan pemenuhi SDM bidang pertanahan bersifat jangka panjang sehingga perlu terus dipantau terhadap pencapaian kegiatan untuk memenuhi target jangka panjang;

2. Data cakupan peta pertanahan dan cakupan wilayah bersertifikat masih relatif kecil, untuk mencapai target 80% dari seluruh wilayah nasional kedepan perlu ada penetapan target dan update tiap tahun.

3. Tim Koordinasi harus melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan yang mendukung pelaksanaan tahapan kebijakan pengelolaan pertanahan nasional dalam setiap perencanaan pembangunan.

4. Berbagai program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan K/L perlu diidentifikasi lebih lanjut sebagai access reform pasca redistribusi tanah.

5. Konsep kebijakan pembentukan pengadilan khusus pertanahan dan pembentukan bank tanah perlu dikoordinasikan dengan berbagai stakeholder terkait untuk mendapat kesepahaman dan dukungan dalam pembentukannya.

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013 (Halaman 42-46)

Dokumen terkait