• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta Desember 2013"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

(2)

i

KATA PENGANTAR

Kasus, sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia marak terjadi baik skala besar maupun kecil dengan melibatkan berbagai pihak (masyarakat, swasta maupun pemerintah).

Berdasarkan data BPN pada tahun 2012 tercatat dari 7.196 kasus pertanahan baru 4.291 kasus yang telah diselesaikan melalui gelar perkara internal maupun eksternal dengan mengundang berbagai pihak yang berperkara. Untuk itu diperlukan upaya penyelesaian permasalahan pertanahan tersebut. Berkenaan dengan hal itu, pada tahun 2013 Menteri PPN/Kepala Bappenas membentuk Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria melalui Surat Keputusan Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Tim Koordinasi tersebut berusaha menemukenali akar permasalahan sistem pengelolaan pertanahan.

Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional telah melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan dalam sistem pengelolaan pertanahan antara lain: tidak terjaminnya kepastian hukum hak atas tanah serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, telah disusun Rencana Kerja Tim Koordinasi tahun 2013 untuk mempersiapkan perubahan sistem pengelolaan pertanahan Indonesia yang lebih berkeadilan dan dapat mensejahterakan masyarakat. Selain itu, tim juga melakukan koordinasi lintas sektor dan daerah untuk menyelesaikan beberapa permasalahan pertanahan aktual yang dihadapi seperti koordinasi sertipikasi tanah transmigrasi dan koordinasi pelaksanaan Proda di Kalimantan Timur. Melalui pelaksanaan kegiatan sebagaimana tertuang dalam rencana kegiatan tersebut diharapkan dapat dicapai kesepakatan bersama oleh kementerian/lembaga terkait dalam upaya perubahan kebijakan sistem pengelolaan pertanahan nasional. Laporan ini memuat capaian pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional tahun 2013.

Pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi telah melibatkan berbagai pihak terkait dengan pengelolaan pertanahan. Untuk itu Tim Koordinasi menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat, ,akan terjalin kerjasama dalam mewujudkan perubahan sistem pengelolaan pertanahan yang lebih baik.

Jakarta Desember 2013

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas selaku Ketua Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR ISTILAH ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 TUJUAN DAN SASARAN KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL 3 2.1 Identifikasi dan Klarifikasi Akar Permasalahan Pertanahan ... 3

2.2 Penyusunan Rencana Intervensi Kebijakan ... 3

BAB 3 RUANG LINGKUP KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL ... 5

BAB 4 CAPAIAN KERJA TIM KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL TAHUN 2013 ... 7

4.1 Intervensi Kebijakan ... 7

4.1.1 Kebijakan Sistem Publikasi Tanah Stelsel Positif ... 7

4.1.2 Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform ... 16

4.1.3 Kebijakan Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan ... 23

4.1.4 Kebijakan Pembentukan Bank Tanah ... 26

4.1.5 Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan... 35

4.2 Koordinasi Lintas Sektor Daerah ... 37

4.2.1 Sertifikasi Tanah Transmigrasi ... 37

4.2.2 Program Nasional Agraria Daerah (PRODA) Kalimantan Timur ... 39

BAB 5 PENUTUP ... 41

(4)

iii

DAFTAR ISTILAH

1. Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional adalah Tim Koordinasi yang dibentuk oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas yang bertugas untuk memperbaiki kebijakan bidang pertanahan nasional.

2. Pertanahan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pendaftaran, penyediaan, peruntukan, penguasaan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, serta perbuatan mengenai tanah, yang diatur dengan hukum tanah.

3. Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air dalam batas tertentu sepanjang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung dengan permukaan bumi termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi.

4. Tanah Negara adalah Tanah yang tidak dipunyai dengan suatu Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan/atau tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat.

5. Reforma Agraria adalah penataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah yang lebih berkeadilan disertai dengan akses reform.

6. Akses Reform (access reform) adalah pemberian akses bagi penerima tanah obyek reforma agraria untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya secara optimal baik untuk bidang pertanian maupun nonpertanian.

7. Tanah Obyek Reforma Agraria yang selanjutnya disingkat TORA adalah Tanah yang dikuasai oleh negara untuk didistribusikan atau diredistribusikan dalam rangka Reforma Agraria.

8. Penerima TORA adalah orang yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan untuk menerima TORA.

9. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

11. Pengadilan Pertanahan adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan terhadap perkara pertanahan.

12. PRONA (singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal.

(5)

iv

13. PRODA (singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria Daerah) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset pada suatu daerah yang dibiayai oleh pemerintah daerah, dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal.

14. Sertifikasi tanah lintas K/L adalah adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset yang dibiayai pemerintah untuk beberapa target sektor seperti: petani, nelayan, transmigrasi, UKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

(6)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

Selama Tahun 2012 sampai saat ini seringkali muncul kasus-kasus yang terkait dengan bidang pertanahan. Di berbagai daerah marak terjadi sengketa, konflik, maupun perkara pertanahan baik skala besar maupun kecil dan yang gencar diberitakan oleh media massa secara nasional maupun lokal. Data BPN Tahun 2012 mencatat 7.196 kasus pertanahan yang tersebar di seluruh tanah air yang melibatkan berbagai pihak. Dari jumlah tersebut, baru 4.291 kasus yang telah diselesaikan baik itu yang diselesaikan melalui gelar perkara internal baik internal pusat maupun daerah serta gelar perkara eksternal dengan mengundang berbagai pihak yang berperkara. Dengan mekanisme penyelesaian kasus tersebut dihasilkan 2 (dua) keputusan yaitu selesai diluar pengadilan (musyawarah) atau selesai melalui pengadilan. Maraknya terjadi kasus pertanahan tersebut menjadi salah satu gambaran belum baiknya pengelolaan bidang pertanahan.

Perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional diperlukan untuk memberikan arah yang lebih baik bagi upaya pencegahan terjadinya kasus pertanahan. Selain itu agar pengelolaan pertanahan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat lebih menjamin terlaksananya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional tersebut di atas memerlukan koordinasi lintas sektor yang melibatkan kementerian/lembaga terkait. Memperhatikan salah satu tupoksi Kementerian PPN/Bappenas yang mengemban fungsi koordinasi, maka pada tahun 2013 dilaksanakan kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional.

Kegiatan tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pada tanggal 28 Maret 2013. Tim Koordinasi Strategis tersebut beranggotakan Perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perwakilan Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait kegiatan Pertanahan Nasional. Secara umum tujuan kegiatan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas dalam menyelenggarakan fungsi koordinasi dan sinkronisasi serta perumusan kebijakan yang diperlukan dalam pelaksanaan reforma agraria nasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah daerah, dan organisasi non pemerintah.

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas, Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional melakukan rapat koordinasi pada Bulan Juni 2013 untuk menyusun dan menyepakati Rencana Kerja tahun 2013. Rencana kerja tersebut menjadi acuan dan pegangan bagi masing-masing stakeholder terkait.

Untuk menggambarkan berbagai capaian dan progres kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional sampai dengan Bulan September 2013 tim koordinasi telah menyusun Laporan Antara (midterm report). Memasuki akhir tahun 2013 telah disusun laporan akhir tim koordinasi yang memuat capaian kegiatan sepanjang tahun 2013.

Penyusunan laporan akhir dilakukan melalui rangkaian rapat anggota tim, focus group discussion (FGD), lokakarya yang melibatkan berbagai stakeholder terkait untuk

(7)

2 mendapatkan pemahaman yang sama mengenai reforma agraria (perbaikan sistem pengelolaan pertanahan). Secara umum laporan akhir ini memuat tujuan dan sasaran kegiatan, ruang lingkup kegiatan, rencana kebijakan, capaian, dan penutup.

(8)

3 BAB 2

TUJUAN DAN SASARAN

KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL

Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas dan TOR, kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional bertujuan untuk melakukan koordinasi dan penyusunan kebijakan serta rencana program dan kegiatan dalam mengawal pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia. Adapun sasaran yang akan dicapai, antara lain:

a. Melaksanakan pengkajian, perumusan dan pengembangan kebijakan pertanahan nasional yang mendukung pelaksanaan reforma agraria;

b. Melaksanakan koordinasi penyusunan rencana, program dan kegiatan (RPK) terkait reforma agraria nasional serta pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan RPK tersebut;

c. Melaksanakan diseminasi kebijakan pertanahan, membangun konsensus, dan mendapatkan dukungan komitmen dari pelaku terkait pelaksanaan reforma agraria.

Khusus untuk Tahun Anggaran 2013 dibatasi pada beberapa pokok bahasan/penyelesaian sebagaimana diuraikan berikut:

2.1. Identifikasi dan Klarifikasi Akar Permasalahan Pertanahan

Dari beberapa akar permasalahan di bidang pertanahan yang teridentifikasi, terutama untuk aspek rendahnya kepastian hukum hak atas tanah, memerlukan identifikasi lebih lanjut sekaligus klarifikasi atas informasi spasial yang berbeda-beda. Sasaran kegiatan dimaksud meliputi penyusunan informasi spasial pada wilayah nasional daratan bukan hutan tentang:

a. Cakupan peta dasar pertanahan;

b. Cakupan bidang tanah yang telah bersertipikat;

c. Potensi sumber tanah obyek reforma agraria (TORA);

d. Tanah yang telah diredistribusi.

Sasaran yang ingin dicapai adalah disepakatinya informasi spasial di atas sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan rinci dan juga instrumen dasar monitoring- evaluasi kegiatan reforma agraria nasional.

2.2. Penyusunan Rencana Intervensi Kebijakan

Rencana intervensi kebijakan yang terdapat pada draf Kebijakan Pertanahan Nasional sebagian merupakan perubahan kebijakan dasar dan sebagian lagi merupakan kebijakan baru yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Dengan demikian rencana tersebut memerlukan elaborasi identifikasi kebutuhan persiapan penyusunan kebijakan, meliputi:

Perubahan kebijakan publikasi tanah dari Stelsel Negatif menjadi Stelsel Positif;

Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform;

Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan;

Pembentukan Bank Tanah;

Kebijakan Perbaikan Proporsi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Pertanahan;

(9)

4 Sasaran yang ingin dicapai adalah tersusunnya rencana tindak rinci meliputi persiapan- persiapan yang perlu dilakukan pada lima tahun pertama ke depan.

(10)

5 BAB 3

RUANG LINGKUP

KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL

Reforma agraria secara menyeluruh merupakan upaya perbaikan sistem pengelolaan pertanahan nasional. Perbaikan tersebut memerlukan koordinasi antara Kementerian Lembaga (K/L) terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Berkenaan dengan fungsi koordinasi yang strategis dan penting dalam menyusun kebijakan pada pelaksanaan reforma agraria tersebut maka Kementerian PPN/Bappenas berinisiatif untuk membantu mengkoordinasikan, khususnya dalam konteks perumusan rencana kebijakan pada pelaksanaan reforma agraria nasional. Secara teknis, diharapkan Kementerian PPN/Bappenas dapat menyelenggarakan kegiatan fungsi koordinasi serta sinkronisasi dalam perumusan kebijakan reforma agraria nasional yang melibatkan K/L terkait, Pemerintah Daerah, dan organisasi non pemerintah. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas juga perlu melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria nasional yang sedang berjalan. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan koordinasi strategis reforma agraria nasional, beberapa lingkup kegiatan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran meliputi:

o Rapat Koordinasi Kebijakan, dilakukan di tingkat Eselon I dan Eselon II untuk mewujudkan kesepahaman antar sektor terkait dengan melakukan review terhadap berbagai kebijakan pertanahan eksisting. Hal ini bertujuan untuk menemukenali dan melakukan klarifikasi atas akar permasalahan bidang pertanahan nasional untuk selanjutnya bersama-sama membangun konsensus dalam menentukan arah kebijakan pelaksanaan reforma agraria nasional.

o Rapat Koordinasi Teknis, dilakukan di tingkat tim teknis dan kesekretariatan yang melibatkan sektor-sektor terkait dengan pelaksanaan kegiatan, baik didalam Kementerian PPN/Bappenas maupun dengan K/L dan Pemerintah Daerah. Secara khusus kegiatan ini dilakukan secara intensif bersama dengan BPN, terkait dengan sasaran penyusunan informasi spasial cakupan peta dasar pertanahan, bidang tanah yang bersertipikat, serta potensi sumber tanah obyek reforma agraria (TORA).

o Kunjungan lapangan, berupa kunjungan ke beberapa daerah yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reforma agraria nasional maupun dalam menyusun kebijakan dan rencana di bidang pertanahan. Instansi yang akan dikunjungi antara lain Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kantor Pertanahan BPN Kabupaten/Kota, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) di tingkat provinsi dan Kabupaten/kota. Selain instansi pemerintah, kunjungan lapangan dapat juga dilakukan ke penerima manfaat program reforma agraria, tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian diharapkan melalui kunjungan lapangan, utamanya dapat ditarik pembelajaran (lesson learned) untuk menjadi masukan dalam penyusunan rencana kebijakan.

(11)

6 o Studi kebijakan nasional, dilakukan untuk menggali, melakukan analisis dan

mendapatkan masukan mengenai kebijakan dan pelaksanaan RAN;

o Konsinyasi, dilakukan melalui diskusi antar sektor dalam rangka pematangan dan finalisasi konsep kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan RAN;

o Lokakarya. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan diseminasi hasil studi kebijakan yang telah dilaksanakan oleh tim dan dibantu oleh konsultan individu. Dalam pelaksanaannya, lokakarya menghadirkan pakar yang terkait dengan kebijakan tersebut dan mengundang berbagai sektor terkait di tingkat pusat dan daerah, serta organisasi non pemerintah;

o Seminar. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mensosialisasikan dan menginformasikan kebijakan, khususnya dalam bentuk peraturan perundangan yang terkait dengan reforma agraria nasional. Dalam pelaksanaannya, seminar juga akan menghadirkan narasumber yang kompeten dan mengundang berbagai sektor terkait, instansi pemerintah serta organisasi non pemerintah.

(12)

7 BAB 4

CAPAIAN KERJA

TIM KOORDINASI STRATEGIS REFORMA AGRARIA NASIONAL TAHUN 2013

Berdasarkan hasil assessment terhadap berbagai permasalahan bidang pertanahan termasuk terjadinya kasus-kasus pertanahan diperlukan paling tidak 5 (lima) intervensi kebijakan bidang pertanahan yaitu:

1) Kebijakan sistem pendaftaran tanah stelsel positif;

2) Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform;

3) Kebijakan Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan;

4) Kebijakan Pembentukan Bank Tanah;

5) Kebijakan Sumber Daya Manusia Bidang Pertanahan.

Kelima intervensi kebijakan tersebut di atas diharapkan dapat menjamin kepastian hukum hak atas tanah masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaannya intervensi kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan tanpa dipenuhinya pre- requisite condition yang mendukung perubahan kebijakan tersebut. Dengan demikian perbaikan kebijakan harus dilakukan secara bertahap dan massif serta menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan pertanahan nasional pada periode perencanaan pembangunan nasional. Selain itu perlu mendapat dukungan dari berbagai stakeholders terkait melalui Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional dan dimasukan kedalam forum-forum seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan sebagainya untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan aktual bidang pertanahan.

Pada tahun 2013, pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional tahun 2013 secara umum meliputi dua substansi yaitu intervensi kebijakan bidang pertanahan, dan koordinasi lintas sektor dan daerah. Intervensi kebijakan yang dilakukan merupakan rincian dari kelima kebijakan di atas. Sedangkan koordinasi lintas sektor dan daerah yang dilakukan meliputi: Koordinasi Sertipikasi Tanah Transmigrasi; dan koordinasi pelaksanaan Program Nasional Agraria Daerah (PRODA) di Kalimantan Timur. Bagian berikut akan dijelaskan secara rinci masing-masing capaian intervensi kebijakan dan koordinasi lintas sektor dan daerah yang dicapai sepanjang tahun anggaran 2013.

4.1. INTERVENSI KEBIJAKAN

4.1.1. Kebijakan Sistem Publikasi Tanah Stelsel Positif

Secara umum sistem publikasi tanah terdiri atas sistem publikasi negatif dan sistem publikasi positif. Sistem publikasi tanah yang dianut oleh Indonesia saat ini adalah sistem publikasi tanah negatif atau dikenal juga dengan sistem stelsel negatif. Dalam sistem stelsel negatif ini Negara tidak menjamin kebenaran informasi yang tercantum di dalam sertipikat hak atas tanah. Dengan demikian sistem ini tidak dapat menjamin kepastian hukum hak atas tanah karena masih terdapat peluang pembatalan hak atas tanah. Untuk meningkatkan

(13)

8 kepastian hukum diperlukan perubahan sistem publikasi tanah nasional dari sistem publikasi negatif menuju sistem publikasi positif. Pada sistem publikasi positif setiap informasi dijamin kebenarannya oleh negara sehingga jika terjadi kesalahan informasi yang dilakukan oleh negara, negara sebagai bentuk tanggung jawabnya mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan.

Namun demikian perubahan menjadi sistem publikasi posisitif tidak dapat dilakukan saat ini mengingat ketersediaan cakupan peta dasar pertanahan baru mencapai 13,31% dari luas wilayah nasional di luar kawasan hutan dan cakupan bidang tanah yang bersertipikat baru mencapai 47% dari total jumlah bidang tanah yang berjumlah sekitar 87 juta bidang. Jumlah cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah yang bersertifikat letaknya pun tidak diketahui dengan pasti. Kondisi ini memungkinkan terjadinya kesalahan informasi dalam publikasi menjadi amat besar sehingga diperkirakan kemampuan finansial APBN belum mampu menanggung beban potensi ganti rugi apabila terjadi kesalahan dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah.

Perubahan sistem publikasi stelsel positif diperkirakan dapat dilakukan apabila ketersedian cakupan peta dasar pertanahan dan cakupan wilayah yang bersertifikat telah mencapai 80% dari luas wilayah Indonesia. Dengan demikian diperlukan upaya untuk menyusun rencana identifikasi sebaran lokasi ketersediaan peta pertanahan dan cakupan wilayah yang telah bersertifikat. Bebeberapa langkah yang diperlukan untuk mencapai pre- requisite condition perubahan sistem pendaftaran tanah menjadi stelsel positif meliputi: (i) Percepatan Sertipikasi Tanah; dan (ii) Percepatan Penyediaan Peta Dasar Pertanahan.

Selain itu, konsekuensi logis penjaminan kebenaran informasi batas bidang tanah, maka perlu juga dilakukan upaya memastikan batas hutan dan non hutan. Publikasi batas kawasan hutan dan non hutan harus terdaftar (teregistrasi) dan terukur pada skala rinci yang sama pada setiap bidang (persil) yang berkaitan. Hal tersebut berimplikasi kepada diperlukannya pengukuran batas kawasan hutan dan non hutan pada skala yang sama untuk dapat memberikan kepastian hukum hak atas bidang tanah yang berbatasan dengan kawasan hutan.

A. Rencana

Berdasarkan uraian di atas terkait perubahan sistem pendaftaran tanah menuju stelsel positif, Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria pada tahun anggaran 2013 telah merancang beberapa target kegiatan sebagai berikut:

(i) Teridentifikasinya informasi spasial peta dasar pertanahan;

(ii) Teridentifikasinya informasi spasial peta cakupan wilayah bersertipikat;

(iii) Penyusunan draf TOR background study pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan;

(iv) Tercapainya kesepakatan draf TOR background study pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan.

(14)

9 B. Capaian Tahun 2013

Pelaksanaan kegiatan koordinasi yang telah dilakukan selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut:

(i) Informasi spasial peta dasar pertanahan

Informasi spasial peta dasar pertanahan diperlukan untuk mengidentifikasi cakupan wilayah nasional yang telah memiliki peta dasar pertanahan. Total luas wilayah nasional diperkirakan mencapai sekitar 191,09 juta hektar. Dari jumlah luasan tersebut, data citra satelit yang telah tersedia mencapai 102,51 juta hetar (53,64%), sedangkan sisanya belum tersedia data cita satelit. Kemudian dari data citra satelit yang tersedia dan telah diolah menjadi Peta Dasar Pertanahan serta tersedia dengan format digital dengan cakupan seluruh wilayah nasional sampai dengan Bulan November 2013 adalah sekitar 25,44 juta Ha atau sekitar 13,31% dari total luas wilayah nasional secara keseluruhan (191,09 juta hektar). BPN melalui Direktorat Pemetaan Dasar telah menyusun peta dasar pertanahan tersebut pada 3 (tiga) besaran skala berbeda, yakni sekitar 19 Juta ha dipetakan pada peta skala 1:10.000, sekitar 4 Juta hektar pada peta skala 1:2.500, dan sekitar 2 Juta hektar pada skala 1:1.000. Data tersebut mencakup wilayah kabupaten/kota di seluruh Indonesia sedangkan 77,07 juta hektar sisanya belum diolah menjadi peta dasar pertanahan.

Namun dari jumlah tersebut yang kemungkinan dapat diolah menjadi peta dasar pertanahan hanya sekitar 65,09 juta hektar dan siasanya 11,98 juta hektar kemungkinan tidak dapat diolah karena tertutup awan dan teridentifikasi sebagai kawasan hutan. Secara sistematis, lingkup ketersediaan informasi mengenai peta dasar pertanahan secara nasional disajikan pada bagan berikut.

(15)

10 Gambar 1. Bagan Lingkup Informasi Peta Dasar Pertanahan secara Nasional

Data ketersediaan cakupan wilayah yang telah tersedia peta dasar pertanahan tersebut telah disusun dan diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (c.q.

Direktorat Pemetaan Dasar) sebagai instansi yang mengolah dan bertanggung jawab atas peta dasar pertanahan pada tanggal 3 September 2013. Gambaran cakupan peta dasar pertanahan tersebut disajikan sebagai berikut.

(16)

11

Data yang dipetakan: 25,437 Juta Ha (13,31%) Total Luas Wilayah Nasional: 191,093 Juta Ha

(17)

12 (ii) Informasi spasial peta cakupan wilayah bersertipikat

Informasi spasial peta cakupan wilayah bersertipikat diperlukan untuk memberikan informasi cakupan wilayah nasional yang telah dilakukan penerbitan sertipikat hak atas tanah nasional. Secara keseluruhan jumlah bidang tanah di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 86 juta bidang. Dari jumlah tersebut 40-45 juta diantaranya sudah bersertipikat yang tersebar di seluruh wilayah, sedangkan sisanya 41-46 juta belum bersertipikat. Dari jumlah bidang tanah yang telah bersertipikat, 32 juta diantaranya terdata di BPN Pusat (data center), sedangkan sisanya 8-13 juta bidang data hanya tersedia di Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia. Data yang tersedia di BPN pusat tersebut sebagian besar (sekitar 27 juta bidang) sudah terdigitasi pada sistem informasi geografis sedangkan 5 juta bidang belum terdigitasi pada sistem informasi geografis. Selanjutnya berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Pertanahan, BPN hanya sekitar 2 juta bidang data yang terdigitasi yang memiliki referensi koordinat yang sesuai dan 25 juta bidang sisanya belum memiliki referensi koordinat yang sesuai. Adapun ketelitian data tersebut didapatkan sampai pada tingkat kabupaten/kota. Secara skematis informasi mengenai ketersedian bidang tanah bersertipikat secara nasional disajikan sebagai berikut.

Gambar 2. Bagan Lingkup Informasi Bidang Tanah Bersertipikat secara Nasional

(18)

13 Data spasial ketersediaan cakupan wilayah yang bersertipikat bersumber dari Pusat Data dan Informasi Pertanahan (Pusdatin) Badan Pertanahan Nasional namun belum mendapat persetujuan dan verifikasi atas data yang disajikan. Gambaran cakupan peta wilayah yang telah bersertipikat tersebut disajikan sebagai berikut.

(19)

14 (i)

Data yang dipetakan: 27 Juta Bidang (31,40%) Total Luas Wilayah Nasional: 86 Juta Bidang

(20)

15 (iii) Penyusunan draft TOR background study pilot project publikasi tata batas hutan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, diperlukan publikasi tata batas antara kawasan hutan dan non hutan untuk memberikan jaminan kepastian hak atas tanah pada seluruh wilayah nasional. Untuk itu direncanakan akan dilaksanakan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan di Provinsi Bangka- Belitung dan Provinsi Bali. Pada tahun 2013, Tim Koordinasi telah menyusun draf kerangka acuan kerja (term of reference/TOR) rencana pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan sebagaimana terlampir. Beberapa garis besar substansi draf TOR tersebut memuat antara lain: urgensi publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan sebagai implikasi logis pengukuran antar bidang tanah pada skala sama pada seluruh wilayah dalam upaya perubahan menuju sistem publikasi tanah stelsel positif; ruang lingkup kegiatan yang meliputi perumusan konsep penentuan tata batas maupun instrumen publikasi tata batas kawasan hutan dengan non hutan serta rencana penyempurnaan konsep publikasi tata batas kawasan hutan. Dalam penyusunan TOR, Tim koordinasi telah mengidentifikasi beberapa calon lokasi hutan kegiatan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan melakukan kunjungan lapangan pendahuluan ke Provinsi Bangka-Belitung pada 19 September 2013 dan Provinsi Bali pada 25 September 2013. Kunjungan tersebut juga bertujuan untuk melakukan koordinasi awal dengan BPN Kanwil dan Kantah setempat maupun pemerintah daerah. Adapun calon lokasi tersebut dipilih karena memenuhi 3 kriteria sebagai berikut: (1) luasan wilayah terjangkau secara aksesibilitas serta tidak terlalu luas, agar kegiatan pilot project dapat dilaksanakan dalam waktu 1 tahun; (2) corak pemanfaatan lahan disekitarnya yang tergolong beragam, untuk lebih menunjukkan bahwa kegiatan pilot project menjadi penting untuk dilakukan, serta (3) lokasi di provinsi yang tergolong kecil luas wilayahnya, agar penyelesaian pilot project (terhitung 1 provinsi) dapat dilakukan dalam kurun waktu 3-5 tahun. Lokasi yang teridentifikasi adalah Kawasan hutan Yeh-Ayeh di Provinsi Bali, Kawasan hutan Pantai Rebo dan Kawasan hutan Gunung Mangkol di Provinsi Bangka-Belitung.

(iv) Kesepakatan draft TOR background study pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan

Pelaksanaan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan harus melibatkan Kementerian Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam upayanya untuk mendapatkan kesepahaman mengenai rencana kegiatan tersebut, telah dilakukan pertemuan bersama antara Bappenas-Kementerian Kehutanan-BPN pada 14 November 2013. Dalam pertemuan tersebut, baik Kementerian Kehutanan maupun BPN pada dasarnya menyetujui konsep publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan. Lokasi Pilot Project juga disepakati untuk dilakukan di 3 lokasi yaitu:

1) Hutan Yeh Ayeh (Provinsi Bali), untuk kategori review publikasi tata batas; serta

(21)

16 2) Hutan Lindung Pantai Rebo (Provinsi Bangka Belitung) dan 3) Hutan Konservasi Gunung Mangkol (Provinsi Bangka Belitung) untuk kategori pemetaan sekaligus publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan. Namun untuk mendapatkan beberapa kesepakatan yang mengarah pada konsep secara lebih khusus maupun mekanisme operasional pelaksanaan sebagaimana diharapkan, disusun TOR background study. Namun, masih dibutuhkan diskusi pembahasan terhadap mekanisme penentuan tata batas yang saat ini digunakan baik oleh Kementerian Kehutanan dan BPN untuk kemudian secara bersama-sama dapat menemukenali pokok-pokok permasalahan dalam pelaksanaan tata batas kawasan hutan dan non hutan.

4.1.2. Kebijakan Redistribusi Tanah dan Access Reform

Kebijakan Redistribusi Tanah dan access reform bertujuan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).

Pelaksanaan reforma agraria tersebut merupakan amanat dari UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Selain itu juga sebagaimana dimuat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan. Ini berarti kegiatan Reforma Agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) telah menjadi komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya memperbaiki permasalahan utama pada ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).

Secara umum Reforma Agraria yang dilaksanakan oleh BPN saat ini memiliki tujuan antara lain:

a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ke arah yang lebih adil;

b. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

c. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah;

d. Mengurangi kemiskinan;

e. Menciptakan lapangan kerja;

f. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan g. Menguatkan ketahanan pangan dan energi.

Namun dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah dan access reform terdapat beberapa permasalahan seperti (1) kelangkaan sumber tanah obyek reforma agria (TORA) dimana dari jumlah 11 sumber TORA yang teridentifikasi, sebagian besar hanya tinggal berasal dari tanah kawasan hutan yang dapat dikonversi dan tanah terlantar; (2) Data subjek penerima redistribusi tanah belum tersedia dengan baik; (3) Ketentuan tentang tata cara pengaturan (delivery mechanism) pelaksanaan redistribusi tanah belum jelas secara operasional; dan (4)

(22)

17 Pengukuran kadastral dan identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) yang belum mencakup seluruh wilayah nasional.

Selain itu, permasalahan lainnya adalah adanya kemungkinan pengalihan hak atas tanah yang telah diredistribusikan kepada pihak lain dikarenakan masyarakat miskin penerima tidak memiliki akses terhadap sumberdaya yang cukup untuk mengolah dan memanfaatkan tanah tersebut seperti permodalan, sarana produksi pertanian, pelatihan dan sebagainya. Sehingga pada akhirnya program redistribusi tanah sebagai bagian dari reforma agraria belum dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat sebagaimana tujuan awal dalam mensejahterakan rakyat. Pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform harus dilakukan bersama BPN dan K/L terkait. BPN akan me-redistribusi tanah dengan menerbitkan sertipikat hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk mendapatkan sumber permodalan. Sedangkan K/L terkait akan melaksanakan pemberdayaan pasca redistribusi tanah dalam bentuk pendampingan usaha, pelatihan, pemberian modal usaha, bantuan pemasaran dan sebagainya.

A. Rencana

Terkait dengan kebijakan redistribusi tanah dan access reform Tim Koordinasi Strategis reforma Agraria Nasional pada tahun 2013 telah menyusun beberapa kegiatan dengan target sebagai berikut:

(i) Teridentifkasinya Tanah Objek Landreform (TOL);

(ii) Teridentifikasinya Potensi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA);

(iii) Teridentifikasinya Jumlah Bidang Tanah yang telah Diredistribusi;

(iv) Teridentifikasnya berbagai kegiatan institusi (K/L) yang mendukung upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat dijadikan access reform;

(v) Tersusunnya dan disepakatinya draf TOR background study pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform.

B. Capaian Tahun 2013

Pelaksanaan kegiatan koordinasi selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut:

(i) Tanah Objek Landreform (TOL Tahun 1961-2007)

Pelaksanaan landreform (reforma agraria) melalui program redsitribusi telah dilakukan di Indonesia semenjak tahun 1961. Secara umum program tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan pemilikan, penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah (P4T). Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan landreform yang telah dilakukan selama ini, pada tahun 2013 Tim Koordinasi melakukan identifikasi terhadap tanah-tanah yang menjadi objek landreform (TOL) yang meliputi luas tanah, lokasi dan jumlah penerima manfaat.

Pada tahun 2013 Tim Koordinasi telah memperoleh data Tanah Objek Landreform dari Direktorat Landreform, Badan Pertanahan Nasional sejak tahun 1961 s.d 2007 jumlah tanah yang telah diredistribusi sebanyak 2.498.340 ha yang tersebar di

(23)

18 seluruh Indonesia. Namun tidak diperoleh data lokasi dari pelaksanaan redistribusi tanah tersebut. Dengan ketersediaan data dalam bentuk tabular maka identifikasi data spasial belum dilakukan. Tabel berikut merupakan data hasil inventarisasi Tanah Objek Landreform dari tahun 1961-2007.

Tabel Hasil Inventarisasi Tanah Objek Landreform Tahun 1961-2007

Tahun Luas (Ha) Rata-rata (Ha) / Tahun

1961-2004 2.398.001 54.500

2005 5.842 5.842

2006 2.346 2.346

2007 92.151 92.151

Jumlah 2.498.340 52.745

Sumber: BPN RI, 2013

(ii) Potensi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) (2008-Saat ini)

Identifikasi terhadap data potensi tanah objek reforma agraria (TORA) dilakukan berkenaan dengan rencana pelaksanaan redistribusi tanah yang akan dilakukan pada tahun berikutnya. Secara umum potensi objek TORA yang masih hanya berasal dari penertiban tanah terlantar dan konversi kawasan hutan menjadi kawasan budidaya. Pada tahun 2013, Tim Koordinasi hanya memperoleh data TORA yang berasal dari penertiban tanah terlantar pada tahun 2012 dan 2013. Data dari Direktorat Landreform, BPN menunjukkan bahwa luas tanah terlantar tahun 2012 berjumlah 41.078,78 hektar, sedangkan data tahun 2013 jumlah tanah terlantar seluas 27.124,41 hektar. Dengan demikian jumlah total tanah terlantar tahun 2012 dan 2013 adalah seluas 68.203,20 hektar yang tersebar pada 11 provinsi seluruh Indonesia. Sedangkan data TORA tahun 2008 s.d 2011 tidak tersedia. Demikian halnya data jumlah konversi kawasan hutan menjadi kawasan budidaya yang dapat dijadikan TORA juga tidak tersedia. Gambaran rincian luas tanah terlantar pada masing-masing provinsi yang merupakan data potensi tanah objek reforma agraria (TORA) tahun 2012-2013 disajikan pada tabel berikut.

(24)

19 Tabel Potensi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)

Berdasarkan SK Penetapan Tanah Terlantar Tahun 2012-2013

Tahun No. Provinsi Jumlah

SK Luas Hak (Ha) Luas Terlantar (Ha) 2012 1 Bangka Belitung 2 508,40 463,40

2 Riau 1 726,25 726,25 3 Kepulauan Riau 1 2.787,15 2.787,15 4 Lampung 2 636,08 560,28 5 Banten 4 302,04 302,04 6 Kalimantan Timur 3 7.248,18 7.236,18 7 Kalimantan Selatan 2 141,40 141,40 8 Kalimantan Tengah 3 47.492,27 3.834,08 9 Sulawesi Selatan 2 23.718,00 23.712,00 10 Sulawesi Tengah 1 539,00 539,00 11 NTT 1 777,00 777,00 JUMLAH SK Th 2012 22 84.875,78 41.078,78

2013 1 Sumatera Selatan 2 7.748,24 1.338,25

2 Jambi 1 11.419,20 5.352,80

3 Bangka Belitung 4 20.854,59 4.869,00 4 Jawa Tengah 1 89,84 82,44 5 Jawa Timur 45 160,96 159,96 6 Kalimantan Barat 3 4.852,33 2.771,86 7 Kalimantan Tengah 10 104.932,40 10.457,58 8 Sulawesi Barat 2 1.594,30 226,53 9 Sulawesi Selatan 1 805,06 805,06

10 NTT 3 1.060,90 1.060,90

JUMLAH SK Th 2013 72 153.517,86 27.124,41

JUMLAH TOTAL 94 238.393,65 68.203,20 Sumber: BPN RI, 2013

Data yang tersedia masih dalam bentuk tabular, sehingga data lokasi sebaran tanah tersebut belum dapat diketahui secara pasti dikarenakan data yang tersedia tidak dalam data spasial (GIS). Kedepan perlu koordinasi lebih lanjut bersama BPN untuk mengidentifikasi letak tanah TORA secara lebih jelas untuk memudahkan pelaksanaan program access reform.

(iii) Tanah yang telah Diredistribusi

Identifikasi terhadap tanah yang telah diredistribusi diperlukan untuk mengetahui lokasi pelaksanaan program tersebut selama ini. Data tersebut akan menjadi basis data K/L yang akan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat yang telah

(25)

20 menerima redistribusi tanah. Dalam pelaksanaannya diharapkan K/L dapat memberikan pendampingan pada lokasi (daerah) dimana masyarakat telah menerima sertifikat hak atas tanah. Pada tahun 2013 Tim Koordinasi telah memperoleh data luas tanah yang telah diredistribusi pada tahun 1961 s.d. 2012 adalah 2.177.550 hektar dengan jumlah penerima sebanyak 2.339.626 kepala keluarga (KK). Dengan demikian rata-rata setiap kepala keluarga mendapatkan tanah redistribusi seluas 0.93 hektar. Tabel berikut menjelaskan jumlah tanah yang telah diredistribusikan dan jumlah kepala keluarga penerima manfaat. Namun demikian data yang diperoleh Tim Koordinasi sampai saat ini hanya dalam bentuk tabulasi dan tidak tersedia data spasial. Kedepan perlu dilakukan koordinasi lebih lanjut untuk memperoleh data lokasi pelaksanaan redistribusi tanah secara spasial.

Tabel Jumlah Tanah Yang Telah Diredistribusi dan Jumlah Penerimanya (KK) Pada Tahun 1961-2012

Tahun Luas

(Ha)

Jumlah Penerima (KK)

1961-2004 1.153.685 1.504.572

2005 5.560 6.510

2006 7.527 4.924

2007 91.969 78.311

2008 284.087 220.212

2009 176.198 169.110

2010 150.499 152.538

2011 181.429 111.762

2012 126.662 91.687

Jumlah 2.177.550 2.339.626

Sumber: BPN RI, 2013

(iv) Kegiatan institusi yang mendukung upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat dijadikan access reform

Identifikasi program dan kegiatan K/L dan Pemda yang mendukung pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk mengidentifikasi K/L dan Pemda berikut program dan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai access reform pasca pelaksanaan redistribusi tanah. Langkah awal yang dilakukan Tim Koordinasi pada tahun 2013 adalah melakukan identifikasi kegiatan institusi yang dapat mendukung kegiatan access reform menggunakan data Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang kemudian dilanjutkan dengan berkoordinasi dengan K/L terkait, Pemda dan Direktorat mitra K/L di Bappenas. Beberapa indikator yang digunakan dalam proses identifikasi program K/L yang dapat mendukung kegiatan access reform diantaranya:

1. Memberikan dampak langsung kepada masyarakat;

2. Merupakan program yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan;

3. Merupakan program yang mendukung kegiatan pemanfaatan lahan.

(26)

21 Berdasarkan indikator tersebut, dapat dilakukan identifikasi terhadap kegiatan beberapa K/L yang dapat mendukung pelaksanaan access reform, yaitu meliputi lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian Perumahan Rakyat. Kegiatan-kegiatan K/L yang dipilih baru terbatas pada kegiatan yang dilakukan di Provinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah, karena kegiatan Pilot Project pada tahun 2014 hanya akan dilakukan di 2 provinsi tersebut. Provinsi Bangka Belitung dipilih karena terdapat program Pemda yang juga diperkirakan akan dapat diintegrasikan dengan access reform, yaitu program “Satam Emas”, dengan beberapa jenis kegiatan seperti revitalisasi lada, revitalisasi rumput laut, bedah rumah dan sebagainya. Adapun Provinsi Jawa Tengah dipilih karena sebelumnya di lokasi tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan BPN Kanwil maupun Pemda yang teridentifikasi sebagai access reform, sehingga diharapkan pelaksanaan Pilot Project nantinya akan mendapat dukungan kemudahan dari BPN Kanwil serta Pemda. Kegiatan-kegiatan K/L yang teridentifikasi tersebut yaitu antara lain:

o Kementerian Kelautan dan Perikanan

Program dan kegiatan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang terkait pemberdayaan, meliputi:

1. Pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil;

2. Pengembangan sistem usaha pembudidayaan ikan;

3. Fasilitasi pembinaan dan pengembangan sistem usaha dan investasi perikanan;

4. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengembangan usaha;

5. Pengawalan dan penerapan teknologi terapan adaptif perikanan budidaya;

6. Penyuluhan kelautan dan perikanan;

7. Pelatihan kelautan dan perikanan.

o Kementerian Koperasi dan UKM

Program dan kegiatan Kementerian Koperasi dan UKM yang terkait pemberdayaan, meliputi:

1. Peningkatan dan perluasan akses permodalan bagi koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah;

2. Pemasyarakatan dan pengembangan kewirausahaan;

3. Revitalisasi sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perkoperasian;

4. Perluasan KUR;

5. Peningkatan produktivitas dan mutu KUMKM;

6. Revitalisasi dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan KUMKM;

7. Pengembangan Koperasi dan UMKM;

8. Peningkatan kualitas ketatalaksanaan UMKM.

(27)

22 o Kementerian Pertanian

Program dan kegiatan Kementerian Pertanian yang terkait pemberdayaan, meliputi:

1. Pelayanan pembiayaan pertanian, pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) (Prioritas nasional dan bidang);

2. Perluasan areal dan pengelolaan lahan pertanian;

3. Pengelolaan air irigasi untuk pertanian;

4. Penanganan pasca panen tanaman pangan;

5. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman buah berkelanjutan;

6. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman sayuran dan tanaman obat berkelanjutan;

7. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman semusim;

8. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman rempah dan penyegar;

9. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal;

10. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal;

11. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan;

12. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal;

13. Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan.

o Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Program dan kegiatan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terkait pemberdayaan, meliputi:

1. Pengembangan sarana dan prasarana kawasan transmigrasi;

2. Pengembangan usaha di kawasan transmigrasi.

(v) Penyusunan dan penyepakatan draft TOR background study pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform

Dalam mendukung pelaksanaan kegiatan access reform yang didahului pilot project pada tahun 2014 di Provinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah, Tim Koordinasi telah menyusun draf TOR background study pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform. Pembelajaran dari pelaksanaan redistribusi tanah dan access reform pada tahun 2014 akan dijadikan masukan dalam penyusunan pedoman umum pelaksanaan kebijakan dimasa mendatang. Secara umum TOR background study pelaksanaan redistribusi dan access reform meliputi rencana kegiatan penyusunan background study mengenai redistribusi tanah dan access reform yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2014, serta tujuan dan sasaran kegiatan. TOR background study yang telah disusun dan disepakati oleh anggota Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional pada saat dilakukan konsinyering tim koordinasi strategis

(28)

23 reforma agraria nasional pada tanggal 2 Agustus 2013 di Swissbell-Hotel Kemang, Jakarta.

4.1.3. Kebijakan Pembentukan Pengadilan Khusus Pertanahan

Secara nasional kasus pertanahan merupakan salah satu kasus dengan jumlah terbanyak yang masuk kedalam pengadilan. Data beberapa tahun terakhir menunjukkan persentase akumulasi perkara bidang pertanahan yang diajukan ke Mahkamah Agung diperkirakan berkisar antara 65% hingga 70% dari keseluruhan perkara yang ditangani setiap tahunnya. Berbagai pihak yang bersengketa adalah antar masyarakat, masyarakat dengan badan hukum, masyarakat dengan pemerintah, antar badan hukum, maupun antar pemerintah. Penyelesaian sengketa atau permasalahan terkait bidang pertanahan di Indonesia dapat melalui beberapa jalur pengadilan yaitu: Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Agama. Dalam prakteknya, ketiga pengadilan tersebut dapat melakukan acara peradilan pada kasus yang sama dengan hasil keputusan yang berbeda-beda, sehingga proses peradilan didalamnya membutuhkan waktu lebih panjang serta tidak terdapat kepastian hukum bagi penyelesaian kasus pertanahan. Dalam hal terjadi perbedaan keputusan di lapangan sangat sulit untuk melaksanakan keputusan pengadilan tersebut. Selain itu, keputusan pada tingkat pertama dapat dilakukan banding pada tingkat Mahkamah Agung sehingga waktu yang diperlukan penanganan kasus sangat lama dan berlarut-larut. Permasalahannya semakin bertambah karena sebagian besar hakim yang mengadili perkara pertanahan tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hukum agraria. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian atas hukum tanah yang berlaku.

Untuk itu maka perlu dilakukan upaya-upaya mendasar di sektor kebijakan penyelesaian permasalahan pertanahan pada acara peradilan dengan memperhatikan praktek selama ini. Secara logis seharusnya Indonesia memiliki pengadilan khusus pertanahan yang paling tidak meliputi: (i) pelibatan hakim khusus yang menguasai permasalahan teknis pertanahan; (ii) pembatasan jenis pengadilan bagi penyelesaian kasus pertanahan; serta (iii) pembatasan banding yang boleh dilakukan.

A. Rencana

Berkenaan dengan kebijakan pembentukan pengadilan khusus pertanahan, khusus pada tahun 2013 Tim Koordinasi telah menyusun beberapa kegiatan dengan target sebagai berikut:

(i) Penyusunan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

(ii) Tercapainya kesepakatan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

B. Capaian Tahun 2013

Pelaksanaan kegiatan koordinasi selama satu tahun menghasilkan beberapa pencapaian sebagai berikut:

(29)

24 (i) Penyusunan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus

pertanahan

Draf TOR yang telah disusun sebagaimana terlampir secara umum meliputi: Latar Belakang; Tujuan dan Sasaran; Manfaat Studi; Ruang Lingkup Kegiatan; Metodologi;

Output Kegiatan; Pelaksana Kegiatan; Kebutuhan Tenaga Ahli; serta Jadwal Pelaksanaan Kegiatan. Secara garis besar, substansi draf TOR berisikan: review pelaksanaan peradilan dari kasus-kasus pertanahan; ruang lingkup kegiatan yang meliputi kajian peraturan perundangan, studi kebijakan peradilan, serta identifikasi sumber daya manusia pengadilan khusus pertanahan.

(ii) Tercapainya kesepakatan draft TOR background study pembentukan pengadilan khusus pertanahan

Kesepakatan draf TOR didapat pada rapat koordinasi tanggal 2 Agustus 2013 dengan beberapa catatan masukan mengenai gambaran awal tata cara penyelenggaraan peradilan serta penggunaan sejumlah istilah bidang hukum. Terkait dengan rencana pembentukan pengadilan khusus pertanahan tersebut perlu dilakukan koordinasi intensif dengan pihak peradilan, Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, maupun dengan Direktorat yang membidangi masalah hukum di Bappenas.

Adapun berdasarkan sejumlah literatur, secara umum beberapa temuan awal terkait pembentukan pengadilan khusus pertanahan di Indonesia memiiki beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu meliputi:

Susunan Pengadilan

Susunan Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri terdiri atas pimpinan, hakim, dan panitera. Pimpinan Pengadilan Pertanahan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan negeri karena jabatannya menjadi ketua dan wakil ketua Pengadilan Pertanahan Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Pertanahan. Dalam hal tertentu ketua dapat mendelegasikan penyelenggaraan administrasi kepada wakil ketua.

Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pertanahan, hakim pada Pengadilan Pertanahan terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc.

Kepaniteraan

Pada setiap pengadilan negeri yang telah ada Pengadilan Pertanahan dibentuk kepaniteraan Pengadilan Pertanahan yang dipimpin oleh seorang panitera muda. Dalam melaksanakan tugasnya, panitera muda dibantu oleh beberapa orang panitera pengganti. Kepaniteraan mempunyai tugas:

a. menyelenggarakan administrasi Pengadilan Pertanahan; dan

b. membuat daftar semua perkara yang diterima dalam buku perkara. Buku perkara paling sedikit memuat nomor urut, nama dan alamat para pihak, dan jenis perkara.

(30)

25 Kepaniteraan bertanggung jawab atas penyampaian surat panggilan sidang, penyampaian pemberitahuan putusan dan penyampaian salinan putusan. Untuk pertama kali panitera muda dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan diangkat dari pegawai negeri sipil dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pertanahan.

Hakim Ad-Hoc

Untuk dapat diangkat menjadi hakim ad-hoc pada Pengadilan Pertanahan dan hakim ad- hoc pada Mahkamah Agung, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;

b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;

e. berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter;

f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

g. berpendidikan paling rendah sarjana di bidang hukum atau pertanahan; dan h. berpengalaman di bidang pertanahan paling singkat 5 (lima) tahun.

Hakim ad-hoc Pengadilan pertanahan diangkat dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Calon hakim ad-hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM. Ketua Mahkamah Agung juga dapat mengusulkan pemberhentian hakim ad-hoc pertanahan kepada Presiden. Selama memegang jabatan, Hakim ad-hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai :

a. anggota lembaga negara;

b. kepala daerah/kepala wilayah;

c. lembaga legislatif;

d. pegawai negeri sipil;

e. anggota TNI/Polri;

f. anggota partai politik;

g. advokat.

Pengawasan

Ketua pengadilan negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim, hakim ad-hoc, panitera muda, dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri sesuai dengan kewenangannya. Ketua Mahkamah Agung melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim kasasi, panitera muda, dan panitera pengganti Pengadilan Pertanahan pada Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya. Dalam melakukan pengawasan ketua pengadilan negeri dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada hakim dan hakim ad-hoc. Dalam melakukan pengawasan ketua Mahkamah Agung dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada hakim kasasi. Petunjuk dan tidak boleh mengurangi kebebasan hakim, hakim ad-hoc dan hakim kasasi Pengadilan Pertanahan dalam memeriksa dan memutus perselisihan.

Gambar

Gambar  2. Bagan Lingkup Informasi Bidang Tanah Bersertipikat secara Nasional
Tabel Hasil Inventarisasi Tanah Objek Landreform Tahun 1961-2007
Tabel Jumlah Tanah Yang Telah Diredistribusi dan Jumlah Penerimanya (KK)   Pada Tahun 1961-2012  Tahun  Luas   (Ha)  Jumlah Penerima (KK)  1961-2004  1.153.685  1.504.572  2005  5.560  6.510  2006  7.527  4.924  2007  91.969  78.311  2008  284.087  220.212

Referensi

Dokumen terkait

Indikator kinerja sasaran strategis yang melampaui target diantaranya adalah Jumlah Provinsi yang Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) yang baik, Persentase Tenaga Kerja

menjadi forum diskusi dan koordinasi untuk membahas isu-isu nasional dan regional untuk pengendalian penyakit hewan strategis dan zoonosis, penurunan angka

Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2020-2024 disusun untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional selama 5 (lima)

Berbagai penetapan fungsi dan kawasan pengembangan dalam RTRWN dan kebijakan nasional lain yang ditetapkan serta memberikan pengaruh eksternal bagi Kota Kupang antara lain : 

Berdasarkan arah, strategi dan kebijakan serta 11 prioritas pembangunan nasional, maka kebijakan – kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang yang di arahkan

Mengacu pada Kebijakan Umum USU, Rencana Induk Kampus USU, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN), Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta perkembangan

Rencana Strategis (Renstra) Balai Perkeretaapian Sumatera Bagian Utara tahun 2020-2024 memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program, kegiatan, target dan indikator sesuai

Rancangan Akhir Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perhubungan Kabupaten Serang Tahun 2016-2021 memuat sasaran, arah kebijakan, strategi, program, kegiatan, target