• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 31-52)

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.69 Sedangkan menurut Wiliiam N.

Dunn70, Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Disamping itu kebijakan publik juga kebijakan yang dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah71.

Teori Sistem dalam kebijakan publik yang dikemukakan oleh Wiliiam N. Dunn, dalam pembuatan kebijakan publik melibatkan tiga elemen yaitu pelaku kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan kebijakan yang semuanya saling terhubung dan terkait72. Ilustrasi elemen kebijakan publik digambarkan di bawah ini:

68 I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, “Hak Menguasasi Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Air sebagai Perwujudan Doktrin Negara Hukum Kesejahteraan”, Maslah-Masalah Hukum, Jilid 44, No.2. April 2015. 130-139.

69 Leo Agustino. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung. Hlm.7.

70William N. Dunn 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta. Hlm. 132.

71 James E. Anderson 1979. Public Policy Making. Boston: Houghton Mifflin., hlm.3.

72 William N. Dunn. Loc. Cit.

commit to user

Gb. 05. Elemen Kebijakan (Wiliiam N. Dunn (2003:132)

Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan73. Dalam praktiknya kebijakan publik baiknya harus mengandung unsur-unsur, antara lain sebagai berikut74:

1) Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu;

2) Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;

3) Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan;

4) Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5) Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Bentuk-bentuk Kebijakan Publik, Kebijakan publik dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, antara lain yaitu75:

73 Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.16.

74 Joko Widodo. 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.190.

75 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.2.

commit to user

1) Kebijakan Publik Makro, kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar.

Contohnya: (a). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b). Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (c). Peraturan Pemerintah; (d). Peraturan Presiden;

(e) Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian, kebijakan publik makro dapat langsung diimplementasikan.

2) Kebijakan Publik Meso, kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Wali kota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan Bupati atau Wali kota.

3) Kebijakan Publik Mikro, kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang di atasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada di bawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali kota.

Tahapan Kebijakan Publik, Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kebijakan Publik yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu 76 :

1) Penyusunan Agenda, penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan

76 Budi Winarno. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. 32-34.

commit to user

berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder;

2) Formulasi Kebijakan, masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan Masalah-masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada;

3) Adopsi Kebijakan, tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah;

4) Implementasi Kebijakan, dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak;

5) Evaluasi Kebijakan, evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Wiliam N. Dunn mengatakan bahwa “istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment)77. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada target; dan evaluasi memberikan sumbangan

77 Riant Nugroho. 2009. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.53.

commit to user

pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Dampak dari suatu kebijakan tidak lain pada akhir bermuara kepada bagaimana kebijakan itu dapat terlaksana dengan baik dan dapat memuaskan masyarakat. Evaluasi Kebijakan Publik terdir dari 3 (tiga) macam78, yaitu:

1) Evaluasi Administratif, yaitu evaluasi kebijakan publik yang dilakukan sebatas dalam lingkungan pemerintahan atau instansi pemerintah.

Evaluasi ini biasanya berkaitan dengan masalah keuangan dan sebagai alat mengetahui apakah proyek pemerintah itu sudah sesuai dengan yang direncanakan (the expected goals), evaluasi ini dilakukan lembaga-lembaga audit seperti BPK, BPKP dan Inspektorat;

2) Evaluasi Yudisial, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan adminstrasi negara dan hak asasi manusia. Evaluasi ini yang melaksanakan adalah lembaga-lembaga hukum dan pengadilan;

3) Evaluasi Politik, pada umumnya evaluasi politik dilakukan oleh lembaga politik, misalnya: parlemen, parpol, atau masyarakat.

Pertimbangan politik apa saja dan bagaimana yang seharusnya mungkin dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi suatu kebijakan.

Kebijakan Negara dalam mencapai tujuannya sangat dipengaruhi oleh berbagai fakto, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya tujuan kebijakan Negara79, yaitu :

1) Keterbatasan sumber-sumber daya (tenaga, biaya, alat, material);

2) Kesalahan dalam mengadministrasikan kebijaksanan-kebijaksanaan Negara;

78 Abdul Wahab, Solichin. 2012. Analisis kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta, hlm.48.

79 Irfan M. Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara, 2004.

hlm.117-118.

commit to user

3) Problema-problema publik disebabkan pelbagai faktor, sedangkan kebijaksanaan Negara dirumuskan berdasarkan sejumlah factor yang terbatas;

4) Masyarakat memberikan respon atau melaksanakan kebijaksanaan Negara dengan caranya sendir, sehingga mengurangi atau menghilangkan dampaknya;

5) Adanya kebijaksanaan Negara yang mempunyai tujuan bertentangan satu sama lain;

6) Adanya usaha-usaha untuk memecahkan masalah tertentu yang memakan biaya lebih besar dari yang seharusnya;

7) Banyaknya problema-problema politik yang tidak dapat dipecahkan secara tuntas;

8) Terjadinya perubahan sifat permasalahan ketika kebijaksanaan sedang dirumuskan atau dilaksanakan;

9) Adanya masalah-masalah baru yang lebih menarik dan dapat mengalihkan perhatian orang dari masalah-masalah yang ada.

Penilaian atau evaluasi kebijakan bertujuan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan public yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan, adapun alternatif rekomendasi terhadap kebijakan publik80 yaitu :

1) Kebijakan program atau proyek perlu diteruskan;

2) Kebijakan program atau proyek diteruskan dengan suatu perbaikan;

3) Kebijakan program atau proyek perlu direplikasikan ditempat lain atau memperluas berlakunya;

4) Kebijakan program atau proyek harus dihentikan.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino81 mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan

80 Irwan Suntoro dan Hasan Hariri, Kebijakan Publik, Graha Ilmu : Yogyakkarta, 2015, hlm 83-84.

81Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UMM Pres, 2008, hlm 7.

commit to user

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Amara Raksasataya mengemukakan Kebijaksanaan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Suatu kebijaksanaan menuntut 3 (tiga) elemen yaitu :

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik strategi82.

Menurut Carl L. Friedrich adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasihambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.83

Adanya permasalah yang timbul di masyarakat merupakan agenda tetap bagi pemerintah untuk mencari solusi yang terbaik dalam pemecahannya berupa kebijakan. Ciri-ciri khusus yang melekat dalam pada kebijakan yaitu84 :

a. Kebijakan lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan, dan merupakan tindakan yang direncanakan;

82Sri Hartini dan Abdul Aziz Nassihudin, “Pengisian Jabatan Sekretaris Desa Di Kabupaten Banyumas (Studi Tentang Kebijakan Pengisian Jabatan Sekretaris Desa)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 8 Nomor 1 Januari 2008, hlm. 18

83Ibid, hlm. 19.

84Ibid, hlm 19.

commit to user

b. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang salin terkait dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan- keputusan yang berdiri sendiri;

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu;

d. Kebijakan mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan negara mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara dalam bentuknya yang negatif, kebijakan kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah di mana campur tangan pemerintah justrus diperlukan.

Menurut Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab memberikan beberapa pedoman sebagai berikut85 :

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi;

c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;

e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implicit;

g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu; 8). Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi;

85 Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UMM Pres, 2008, hlm 40.

commit to user

h. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah;

i. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Sementara itu menurut Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Wahab mengelompokkan pengertian kebijakan dalam 10 (sepuluh) arti, yaitu 86:

a. Policy as a label for a field of activity artinya kebijakan sebagai sebuah label atau merk bagi suatu bidang kegiatan pemerintah;

b. Policy as an expression of general purpose desired state of affairs artinya kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau keadaan tertentu yang dikehendaki;

c. Policy as spesific proposals artinya kebijakan sebagai suatu usulan khusus;

d. Policy as decision of government artinya kebijakan sebagai keputusan-keputusan pemerintah;

e. Policy as formal authorization artinya kebijakan sebagai bentuk otorisasi atau pengesahan formal;

f. Policy as programme artinya kebijakan sebagai program;

g. Policy as output artinya kebijakan sebagai keluaran;

h. Policy as outcome artinya kebijakan sebagai hasil akhir;

i. Policy as a theory or model artinya kebijakan sebagai teori atau model;

j. Policy as process artinya kebijakan sebagai proses.

Meunurut W.I Jenkins87, yang memandang kebijakan sebagai “a set of interrelative decision..concerning the selection of goal and the means of achieving them within a specified situation”. Artinya rangkaian keputusan yang saling terkait dengan pilihan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapainya dalam situasi tertentu. Sedangkan menurut J.K. Friend dan

86Ibid , hlm 18

87Ibid , hlm. 15

commit to user

kawan-kawannya88 menyebutkan kebijakan adalah “policy is essentiallly a stance which, once articulated, contributes to the context within which a succession of future decision will be made”. Artinya kebijakan pada hakekatnya adalah suatu bentuk penyikapan tertentu yang sekali dinyatakan, akan mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang akan dibuat.

Pengelolaan sumber daya air sudah mulai pada masa kolonial Belanda, otoritas yang terkait dengan sumber daya air diatur dalam Algemeen Water Reglement (AWR) pada tahun 1936. Pada saat ini pengembangan sumber daya air lebih didefinisikan sebagai pengembangan irigasi teknis untuk mendukung perkebunan tebu yang dibangun sejak pertengahan abad ke-19. Prinsip pengelolaan sumber daya air bersifat monopolistik. Sumber Daya Air dimiliki oleh pemerintah dan dimaksudkan untuk mendukung kepentingan bisnis pemerintah kolonial Belanda. Pada periode setelah kemerdekaan Indonesia, pada masa lalu masalah air masih diatur oleh Algemeen Water Reglement (AWR) 1936.

Baru dalam tatanan rezim sumber daya air diatur dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Sistem manajemen sumber daya air berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, jika terkait dengan pengelolaan lingkungan dan pengendalian polusi, belum merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dan komprehensif.89

Prinsip-prinsip yang berpotensi digunakan sebagai prinsip dasar untuk mengatur dan melindungi sumber daya air tanah yaitu pemanfaatan umum, keseimbangan, kekekalan, hak mengelola air ada pada otoritas pemerintah, peserta aktif sosial anggota dalam upaya membuat air abadi, harus dibebankan biaya untuk mengubah kembali, menggunakan air bawah tanah harus mempertimbangkan kondisi lingkungan yang bersangkutan sehingga pemerintah perlu menyusun peraturan tentang

88 Ibid , hlm. 40

89 Nadia Astriani, “Legal Politics Of Water Resources Management In Indonesia: Environmental Perspective”, Mimbar Hukum Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, hlm. 187-201

commit to user

tindakan yang mengatur penggunaan air di bawah permukaan air untuk kegiatan industri90. Perlindungan hukum yang dapat digunakan atau melindungi air dan sumber dayanya adalah skema pelestariannya adalah model-model: mengizinkan, membimbing, mengendalikan, mengawasi dan melaksanakan sanksi administratif atau hukuman pidana. Pemerintah perlu membuat peraturan tentang tindakan yang mengatur penggunaan air, terutama air bawah tanah untuk kegiatan industri91.

Berdasarkan Pasal 13 (1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan: a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air; b. Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumbersumbernya dan daerah sekitarnya; c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya; d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

Rekonstruksi adalah membangun kembali92. Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Rekonstruksi dalam penelitian ini adalah membangun kembali kebijakan pemerintah dalam

90 Moch Najib Imanullah, “Asas-Asas Hukum Perlindungan Air Bawah Tanah dari Dampak Kegiatan Industri”. Yustisia, Vol 63 (2003).

91 Moch Najib Imanullah, “Identifikasi Pola Perlindungan Hukum Air Bawah Tanah Dari Kerusakan Sebagai Dampak Industrialisasi”. Yustisia, Vol 62 (2003).

92Purnawan Dwikora Negara, “Rekonstruksi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Kontribusi Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam Yang Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Vol. IV, No. 2, November 2011, hlm.101.

commit to user

konservasi sumber daya air yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dalam kebijakan konservasi sumber daya air yang sudah ada saat ini menjadi lebih kuat lagi sehingga pembanguan berkelanjutan yang berkeadilan tercapai. Faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap politik sudah banyak diketahui.

Namun, hanya ada sedikit penelitian tentang faktor-faktor yang menentukan struktur dan kualitas teori kebijakan, faktor-faktor penentu struktur dan kualitas teori kebijakan dapat ditemukan yaitu: (a) subkultur politik; (d) peran seseorang; (c) karakteristik proses politik; (d) bidang kebijakan; dan (e) pengaruh informasi baru93.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menjadi landasan konstitusional mengenai penguasaan negara atas sumber daya air. Frase “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” dalam pasal ini menjadi frasa doktrinal yang menjadi landasan filosofis dan yuridis dalam pengelolaan sumber daya air94. Rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandate kepada Negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurs daad), pengaturan (regelen daad), pengelolaan (beheers daad) dan pengawasan (toezichthoudens daad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat95.

Pengeloaan sumber daya air dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Pusat berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

93 Andries Hoogerwerf, Reconstructing Policy Theory, Evoluation and Program Planning. Vol.

13. 1990. 285-291

94 Al Sentot Sudarwanto, Loc.Cit.hlm.462.

95 Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya ALam dalam Sektor Kehutanan. Jakarta Timur:Sinar Grafika, 2014,hlm.9

commit to user

Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Dearah berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang besar untuk merencanakan, merumuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.Sekarang Pemerintah daerah tidak lagi sekedar sebagai pelaksana operasional kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh pusat, tetapi lebih dari itu diharapkan dapat menjadi agen penggerak pembangunan di tingkat daerah atau lokal.

Adapun dalam pengelolaan pemerintahan masing-masing mempunyai kewenangan berdasarkan perundang-undangan. Teori Kewenangan yaitu antara lain terdiri dari96 :

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah;

96Yuslim, “Gagasan Pengaturan Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945”, Jurnal Yustisia, Edisi 86 Mei - Agustus 2013, hlm. 82.

commit to user

b. Delegasi (delegatie) adalah penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah;

c. Mandat (mandaat) adalah pelimpahan wewenang atau perintah yang diberikan oleh seorang pejabat atas nama jabatannya kepada pihak ketiga untuk melaksanakan sebagian tugas pejabat itu atas jabatan.

Berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah urusan Pemerintahan Absolut terdiri dari :

a. politik luar negeri;

b. pertahanan;

c. keamanan;

d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu urusan pemerintahan konkuren terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terbagi lagi menjadi Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah sebagai berikut :

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;

e. ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat;

f. sosial.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 31-52)

Dokumen terkait