• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Suatu penelitian membutuhkan kerangka berpikir untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan. Kerangka berfikir yang dikenal dalam penelitian hukum terdiri dari atas kerangka teoretis dan kerangka konseptual. ‘kerangka teoretis merupakan kerangka dimana masalah di ambil atau di hubungkan’1. Pada umumnya kerangka teoretis disajikan dalam bentuk proposisi atau pernyataan yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu gejala dan selanjutnya dapat membantu kasusu-kasus konkrit yang lebih adil, teori dalam penelitian mempunyai fungsi untuk mengarahkan kepada peneliti apa yang harus dilakukan. Kerangka konseptual adalah kerangka yang lebih menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang melandasi penelitian. Kerangka konseptual lebih mengedapankan definisi-definisi dari suatu permasalahan dengan kata lain konsep merupakan urian-uraian mengenai hubungan- hubungan dalam fakta tersebut2. Landasan teori dan konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang terkait dengan kebijakan konservasi sumberdaya air.

A. Landasan Teori

Dalam menjawab 2 (dua) pokok permasalahan penelitian tersebut, kerangka teori yang disajikan sehingga dengan kerangka teoritik tersebut permasalahan berkenaan dengan “Rekonstruksi Kebijakan Pemerintah dalam Konservasi Sumber Daya Air untuk Mewujudkan Sustainable Development Goals di Indonesia” dapat diperoleh kejelasan sebelum penelitian disertasi dilaksanakan proses pendataan dengan menggunakan teori-teori yang relevan sebagai pisau analisis dalam membedah permasalahan-permasalahan yang

1 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris, Indo-Hill, Jakarta, 1990, hlm 110.

2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.cet.2007, UI Press, Jakarta, 1984, hlm.132.

(2)

commit to user

ada. Adapun teori-teori yang digunakan dalam disertasi di bawah ini yaitu antara lain :

1. Teori Bekerjanya Hukum

Fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan ketertiban.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai sarana pembaharuan masyarakat atau law as a tool of sosial engeneering atau sarana pembangunan dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut3 : Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu.

Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan. Aksentuasi tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi sebagai inti teori hukum pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja4, yaitu : 1) Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau

pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;

2) Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.

3Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1995,hlm. 13.

4 Ibid.

(3)

commit to user

Dalam dimensi teori hukum, Lawrence M. Friedman5 mengatakan sistem hukum tidak saja merupakan serangkaian larangan atau perintah, tetapi juga sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, dan menyungguhkan cara mencapai tujuan. Donald Black menyebutkan hukum adalah kontrol sosial dari pemerintah (law is the governmental sosial control), sehingga sistem hukum adalah sistem kontrol sosial yang didalamnya diatur tentang struktur, lembaga, dan proses kontrol sosial tersebut.6 Walaupun demikian ia mengakui tidak semua kontrol sosial adalah hukum, kontrol sosial yang bukan hukum adalah sifat tidak resmi karena tidak memiliki daya paksa.

Lawrence M. Friedman percaya bahwa hukum tidak saja mengacu pada peraturan tertulis atau kontrol sosial resmi dari pemerintah, tetapi juga menyangkut peraturan tidak tertulis yang hidup ditengah masyarakat (living law), menyangkut struktur, lembaga dan proses sehingga berbicara tentang hukum, kita tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang sistem hukum secara keseluruhan, di Indonesia dikenal ada beberapa sistem hukum yang berlaku seperti sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam, Sistem Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional. Sampai abad ke-14 penduduk dikepulauan Nusantara ini hidup di dalam suasana hukum adat masing-masing daerah. Asas penting dalam kehidupan adat adalah sifat kekeluargaan (komunalitas).

Masuknya agama Islam ke Indonesia, maka banyak daerah adat yang meresap unsur-unsur agama Islam dalam kehidupan hukum adatnya.

Demikian juga ketika abad ke-17 bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda datang, maka selain produk hasil industrinya, mereka juga mempengaruhi masyarakat setempat dengan ajaran agamanya sehingga hukum adat di

5Lawrence M. Friedman,American Law: An Introduction, W.W Norton & Company, New York, 1984, hlm. 5-14.

6Donald Black, The Behaviour of Law, New York, USA, Academic Press, 1976, hlm. 2.

(4)

commit to user

daerah-daerah tersebut diresapi oleh ajaran agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik.7

Dalam penjabarannya Lawrence M. Friedman menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) komponen penting dari sebuah sistem hukum (legal system)8, yaitu structure, substance, dan culture. Untuk nenggambarkan kinerja ketiga komponen tersebut dapat dibayangkan apabila komponen struktur hukum diibaratkan sebagai sebuah mesin, maka substansi hukumnya adalah “apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh mesin itu”, sedangkan budaya hukum adalah apa atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan atau mematikan, menetapkan bagaimana mesin itu digunakan. Friedman menyatakan bahwa yang terpenting adalah fungsi dari hukum itu sendiri yaitu sebagai kontrol sosial (ibarat polisi), penyelesaian sengketa (dispute settlement) skema distribusi barang dan jasa (goods distributing scheme), dan pemeliharaan sosial (sosial maintenance)9. Sedangkan dalam budaya hukum (legal culture) kita berbicara tentang upaya-upaya untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat, membentuk pemehaman masyarakat terhadap hukum, dan memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Komponen sistem hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedman tersebut jika kita kaitkan dengan kondisi sistem Hukum Nasional sangat menyedihkan dan mengalami keterpurukan yang luar biasa. Keterpurukan tersebut tidak akan berhasil diperbaiki apabila sosok-sosok dirty broom (sapu kotor) masih menduduki jabatan diberbagai institusi hukum.10

Efektivitas kebijakan pemerintah daerah kabupaten kuningan dalam konservasi sumber daya air menurut penulis dapat diukur berdasarkan Teori Efektivitas Hukum sesuai dengan pendapat Soerjono

7Sunarjati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm 57-60

8Lawrence M. Friedman, 2001, American LawAn Introduction,Op.cit. hlm 5-14

9Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barakatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum (Pikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat), Rajawali Press, Jakarta,hlm.41

10 Ahmad Ali, 2001, Lo’cit, hlm 10-11

(5)

commit to user

Soekanto11 adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang);

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas perundang-undangan menurut Achmad Ali:12

1. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.

2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam masyarakatnya.

4. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang- undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

11Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 8.

12Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm.378-379.

(6)

commit to user

Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang pekerjaan hukum. Berkaitan dengan hal tersebut Robert B. Seidman dalam Esmi Warassih mengatakan bahwa setiap Undang-undang, sekali dikeluarkan akan berubah, baik melalui perubahan normal, maupun melalui cara-cara yang ditempuh birokrasi ketika bertindak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya13. Adapun pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum ini, secara jelas dapat dilihat dari diagram WJ.Chambliss dan Robert B. Seidman sebagai berikut ini :

Gambar.03 : Teori Bekerjanya Hukum (William J. Chambliss dan Robert B Seidman, 1972)

13 Esmi Warassih, Pranata Hukum Suatu Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 4.

(7)

commit to user

Dapat terlihat bahwa, dari bagan bekerjanya hukum tersebut William J.

Chambliss dan Robert B Seidman dirumuskan beberapa pernyataan teoritis sebagai berikut:

1. Setiap peraturan hukum itu menunjukkan aturan-aturan tentang bagaimana seseorang pemegang peran diharapkan untuk bertindak;

2. Tindakan apa yang akan diambil oleh seseorang pemegang peran sebagai respon terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dari aktivitas pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks kekuataan sosial, politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas dirinya;

3. Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana sebagai respon terhadap peraturan-peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dan dari seluruh kompleks kekuataan sosial, politik, dan lain sebagainya serta umpan balik yang datang dari pemegang peran dan birokrasi;

4. Tindakan apa yang akan diambil oleh pembuat undang-undang sebagai respon terhadap peraturan hukum sangat tergantung dan dikendalikan oleh berfungsinya peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dan dari seluruh kompleks kekuataan sosial, politik, dan lain sebagainya serta umpan balik yang dating dari pemegang peran dan birokrasi.

2. Teori Kewenangan

Teori Kewenangan yang berkaitan dengan otonomi daerah terdiri yaitu terdiri dari14 :

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah;

b. Delegasi (delegatie) adalah penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah;

14Yuslim, “Gagasan Pengaturan Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945”, Jurnal Yustisia, Edisi 86 Mei - Agustus 2013, hlm. 82.

(8)

commit to user

c. Mandat (mandaat) adalah pelimpahan wewenang atau perintah yang diberikan oleh seorang pejabat atas nama jabatannya kepada pihak ketiga untuk melaksanakan sebagian tugas pejabat itu atas jabatan.

Menurut I Made Arya Utama, mengemukakan bahwa ada 3 hal dasar dalam pengelolaan lingkungan yaitu15

a. Kegiatan dalam pengelolaan lingkungan hidup berupa kegiatan adanya kegiatan penataan, kegiatan pemanfaatan, kegiatan pengembangan, kegiatan pemeliharaan, kegiatan pengawasan, kegiatan pengendalian;

b. Pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada prinsip pelestarian

“fungsi lingkungan hidup”;

c. Bahwa pengelolaan lingkungan hidupdilakukan melalui pendekatan terpadu dengan adanya penataan ruang maupun perlindungan unsur- unsur lingkungan hidup.

Perubahan hukum akan terjadi apabila anggota-anggota masyarakat tidak lagi menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara16.Pemerintahan derah dalam menyelenggarakan pemerintahannya tidak bisa dilepaskan dari asas legalitas sebagai pijakan dasar dalam membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintahan darah sehingga kewenangan jelas17. Izin adalah persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan Pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan umum tersebut.

Izin adalah persetujuan defenisi menurut Ten Berger. Izin menurut pengertiannya dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Izin dalam arti sempit yaitu izin saja;

b. Dalam arti luas yaitu :

1) Izin merupakan Persetujuan;

15 Mukhlis dan Mustafa Lutfi, Hukum Adminisrasi Lingkungan Konteporer, Setara Press, Malang, 2010, hlm. 29.

16Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahaan Sosial, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 51.

17Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia, Jakarta, 2014, hlm. 93.

(9)

commit to user 2) Dispensasi yaitu pembebasan;

3) Lisensi yaitu digunakan dalam bidang perdagangan;

4) Konsensi yaitu perjanjian antara pemerintah dan swasta dalam bidang pertambangan untuk menyerahkan tugas-tugas pemerintah kepada pihak swasta yang menyangkut kepentingan umum.

Izin adalah instrumen pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dalam mengatur kepentingan umum. Izin adalah seperangkat peraturan yang berisi tentang perkenaan atau izin. Wewenang lahir karena adanya UU / hukum yang tertulis. Norma ialah isi dari hukum yaitu yang terdiri dari tiga hal : Norma perintah misalnya dalam hal Pajak, Norma larangan misalnya dalam pasal KUHP, dan Norma membolehkan misalnya dalam KUHPerdata. Kekuasaan merupakan hak Jabatan, yang berbeda dengan Kewenangan yang merupakan hak yang dijalankan karena adanya tanggung jawab. Izin dalam istilah asing (Belanda) disebut Verguming.

Bentuk Izin itu harus tertulis. Izin adalah suatu keputusan administratif negara yang memeperkenankan sesuatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi dapat diperkenankan dan bersifat konkrit. Izin mempunyai sifat mengendalikan suatu kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif seperti dispensasi, izin dan konsesi. Dispensi adalah keputusan administrasi yang membebaskan suatu perbuatan dan kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbutan itu. Konsesi adalah suatu perbutan yang penting bagi umum, tetapi pihak swasta dapat turut serta dengan syarat pemerintah ikut campur18.

Menurut Syachran Basah19 memberikan pengertian mengenai izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ahmad Sobana20 mekanisme perizinan dan izin yang ditertibkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa

18 Nomensen Sinamo. Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Jala Permata aksara, 2010, Hlm.77.

19 Ibid., hlm.79.

20 Ibid. hlm. 80.

(10)

commit to user

digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah.

Pengertian izin adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.

a. Dispensasi adalah keputusan pejabat pemerintah yang bebas suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut;

b. Lisensi adalah izin untuk menyelenggarakan perusahaan;

c. Konsesi adalah suatu izin yang berhubungan besar dimana kepentingan umum dimana sebenarnya ada tugas pemerintah tetapi pemerintah memberikan hak kepada konsesi yang bukan pejabat pemerintah.

Tujuan izin dalam arti luas yaitu untuk mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti keinginan pemerintah.

a. Mengarahkan aktifitas tertentu (Sturen);

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan;

c. Keinginan melindungi objek tertentu;

d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit;

e. Mengarahkan dengan meyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas Pengertian Izin: (salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi negara). Izin dalam arti luas: suatu persetujaun dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hal ini menyangkut tindakan demi kepentingan umum. Izin dalam arti sempit yaitu pembebasan, dispensasi,konsesi. Izin dalam arti sempit adalah izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat UU untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan buruk, seperti pembebasan/ dispensasi adalah pengecualian atas larangan sebagai aturan umum yang

(11)

commit to user

berhubungan erat dengan keadaan-keadaan khusus. Konsesi adalah izin yang berkaitan dengan usaha diperuntukkan untuk kepentingan umum21.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo yang dikuti Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa izin (vergunning) adalah dispensasi dari suatu larangan. Hal ini berarti bahwa dalam keadaan tertentu suatu ketentuan hukum dinyatakan tidak berlaku untuk hal tertentu yang ditetapkan dalam suatu keputusan tata usaha negara22. Aktifitasnya (misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu Adapun tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam peraturan perizinan ada berbagai sebab:

a. Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu (misalnya izin bangunan);

b. Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin lingkungan)

c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin tebang, izin membongkar monumen);

d. Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya (misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk);

e. Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitas.

Sistem perizinan diharapkan mencapai tujuan tertentu diantaranya yaitu adanya suatu kepastian hukum, perlindungan kepentingan umum, pencegahan keruksakan atau pencemaran lingkungan dan pemeratan distribisi barang-barang tertentu. Macam-macam sanksi dalam hukum administrasi negarahukum perizinan merupakan bagian dari hukum administrasi.Untuk itu terhadap hukum perizinan akan diterapkan pula sanksi administrasi23. Adapun macam dari sanksi dalam hukum administrasi adalah sebagai berikut :

21Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Perss, 1999, hal 2-3.

22 Ibid, hlm, 142-143.

23 Indradefi. Rezim Perijinan Penanaman Modal di Era Otonomi Daerah. Yogjakarta: Genta Publishing, 2016, hlm,101

(12)

commit to user a. Bestuur dwang (paksaan pemerintah);

b. Penarikan kembali keputusan;

Keputusan akan ditarik kembali oleh Pemerintah, apabila :

1) Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan pembatasan, syarat-syarat, atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan menggunakan data yang tidak benar atau tidak lengkap;

c. Pengenaan denda administratif;

d. Pengenaan uang paksa.

3. Teori Kebijakan

Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Rekonstruksi dalam penelitian ini adalah membangun kembali kebijakan pemerintah dalam konservasi sumber daya air yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan konservasi sumber daya air yang sudah ada saat ini menjadi lebih kuat lagi sehingga pembanguan berkelanjutan yang berkeadilan tercapai

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino24 mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan,

24Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UMM Pres, 2008, hlm 7.

(13)

commit to user

karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Amara Raksasataya mengemukakan Kebijaksanaan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Suatu kebijaksanaan menuntut 3 (tiga) elemen yaitu :

a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik strategi25.

Menurut Carl L. Friedrich adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasihambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.26

Adanya permasalah yang timbul di masyarakat merupakan agenda tetap bagi pemerintah untuk mencari solusi yang terbaik dalam pemecahannya berupa kebijakan. Ciri-ciri khusus yang melekat dalam pada kebijakan yaitu27 :

a. Kebijakan lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan, dan merupakan tindakan yang direncanakan;

b. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang salin terkait dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan- keputusan yang berdiri sendiri;

25Sri Hartini dan Abdul Aziz Nassihudin, “Pengisian Jabatan Sekretaris Desa Di Kabupaten Banyumas (Studi Tentang Kebijakan Pengisian Jabatan Sekretaris Desa)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 8 Nomor 1 Januari 2008, hlm. 18

26Ibid, hlm. 19.

27Ibid, hlm 21.

(14)

commit to user

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidnag-bidang tertentu;

d. Kebijakan mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan negara mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara dalam bentuknya yang negatif, kebijakan kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah- masalah di mana campur tangan pemerintah justrus diperlukan.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab memberikan beberapa pedoman sebagai berikut28 :

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi;

c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;

e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implicit;

g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu;

h. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi;

i. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah;

j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

28 Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UMM Pres, 2008, hlm 40.

(15)

commit to user

Sementara itu Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Wahab mengelompokkan pengertian kebijakan dalam 10 arti, yaitu 29:

a. Policy as a label for a field of activity (kebijakan sebagai sebuah label atau merk bagi suatu bidang kegiatan pemerintah);

b. Policy as an expression of general purpose desired state of affairs (kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau keadaan tertentu yang dikehendaki);

c. Policy as spesific proposals (kebijakan sebagai suatu usulan khusus);

d. Policy as decision of government (kebijakan sebagai keputusan- keputusan pemerintah);

e. Policy as formal authorization (kebijakan sebagai bentuk otorisasi atau pengesahan formal);

f. Policy as programme (kebijakan sebagai program);

g. Policy as output (kebijakan sebagai keluaran);

h. Policy as outcome (kebijakan sebagai hasil akhir);

i. Policy as a theory or model (kebijakan sebagai teori atau model);

j. Policy as process (kebijakan sebagai proses).

Menurut W.I Jenkins30, yang memandang kebijakan sebagai “a set of interrelative decision..concerning the selection of goal and the means of achieving them within a specified situation”. (rangkaian keputusan yang saling terkait dengan pilihan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapainya dalam situasi tertentu)” . sedangkan menurut J.K. Friend dan kawan- kawannya31 menyebutkan kebijakan adalah “policy is essentiallly a stance which, once articulated, contributes to the context within which a succession of future decision will be made”.(kebijakan pada hakekatnya adalah suatu bentuk penyikapan tertentu yang sekali dinyatakan, akan mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang akan dibuat).

29Ibid , hlm 18

30Ibid , hlm 15

31 Ibid , hlm 40

(16)

commit to user

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan- kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.32 Sedangkan menurut Wiliiam N.

Dunn33, Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Disamping itu kebijakan publik juga kebijakan yang dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah34.

Teori Sistem dalam kebijakan publik yang dikemukakan oleh Wiliiam N. Dunn, dalam pembuatan kebijakan publik melibatkan tiga elemen yaitu pelaku kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan kebijakan yang semuanya saling terhubung dan terkait35. Ilustrasi elemen kebijakan publik digambarkan di bawah ini:

Gb.04 : Elemen Kebijakan (Wiliiam N. Dunn (2003:132)

32 Leo Agustino. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung. Hlm.7.

33William N. Dunn 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta. Hlm. 132.

34 James E. Anderson 1979. Public Policy Making. Boston: Houghton Mifflin. Hlm.3.

35 William N. Dunn. Loc. Cit.

(17)

commit to user

Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan36. Dalam praktiknya kebijakan publik baiknya harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut37:

1) Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

2) Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3) Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

4) Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5) Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Bentuk-bentuk Kebijakan Publik, Kebijakan publik dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu38:

1) Kebijakan Publik Makro, Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar.

Contohnya: (a). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

(b). Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang;©. Peraturan Pemerintah;(d). Peraturan Presiden;(e) Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian, kebijakan publik makro dapat langsung diimplementasikan.

2) Kebijakan Publik Meso, Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan.

Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri,

36 Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.16.

37 Joko Widodo. 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.190.

38 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.2.

(18)

commit to user

Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Wali kota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan Bupati atau Wali kota.

3) Kebijakan Publik Mikro, Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang di atasnya.

Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat- aparat publik tertentu yang berada di bawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali kota.

Tahapan Kebijakan Publik, Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kebijakan Publik yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan.

Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu 39 :

1) Penyusunan Agenda, Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem).

Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.

2) Formulasi Kebijakan, Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik.

Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.

3) Adopsi Kebijakan, Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.

39 Budi Winarno. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. 32-34.

(19)

commit to user

4) Implementasi Kebijakan, Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.

5) Evaluasi Kebijakan, Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Penemuan hukum dikenal metode penemuan hukum melalui interpretasi hukum dan konstruksi hukum. Interpretasi hukum dilakukan dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit, sedangkan konstruksi hukum dilakukan dalam hal peraturannya memang tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) atau tepatnya kekosongan undang-undang (wet vacuum40).

Menurut Rudolph von Jhering, ada 3 (tiga) syarat utama untuk melakukan konstruksi hukum, yaitu41 :

1. Konstruksi hukum harus mampu meliputi semua bidang hukum positif yang bersangkutan.

2. Dalam pembuatan konstruksi tidak boleh ada pertentangan logis di dalamnya atau tidak boleh membantah dirinya sendiri.

3. Konstruksi itu mencerminkan faktor keindahan (estetika), yaitu konstruksi itu bukan merupakan sesuatu yang dibuat-buat dan

40 Alef Musyahadah Rahmah, “Hermeneutika Hukum Sebagai Alternatif Metode Penemuan Hukum Bagi Hakim Untuk Menunjang Keadilan Gender”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013, 293-306.

41 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Chandra Pratama, Jakarta, 1993, hlm. 191-192.

(20)

commit to user

konstruksi harus mampu memberi gambaran yang jelas tentang sesuatu hal, sehingga dimungkinkan penggabungan berbagai peraturan, pembuatan pengertian-pengertian baru, dan lain-lain.

Selama ini, hukum hanya dipahami sebagai aturan-aturan yang bersifat kaku dan terlalu menekankan pada aspek the legal system tanpa melihat kaitan antara ilmu hukum tersebut dengan persoalan-persoalan yang harus ditangani, seperti dalam hal ini masalah-masalah sosial.

Hukum identik dengan ketertiban sebagai cermin pengaturan dari penguasa, di sisi lain ada juga pemahaman mengenai hukum yang menekankan aspek legitimasi dari peraturan-peraturan itu sendiri. Padahal semestinya teori hukum hendaknya tidak buta terhadap konsekuensi sosial dan tidak kebal terhadap pengaruh sosial. Memahami kenyataan itu, mereka kemudian mencoba memasukkan unsur-unsur dan pengaruh ilmu sosial ke dalam ilmu hukum dengan menggunakan strategi ilmu sosial.

Ada perspektif ilmu sosial yang harus diperhatikan untuk bekerjanya hukum secara keseluruhan sehingga hukum tidak hanya mengandung unsur pemaksaan dan penindasan. Pendekatan ilmu sosial memperlakukan pengalaman hukum sebagai sesuatu yang berubah-ubah dan kontekstual.

Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Selznick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu: hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif)42. Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum. Dalam hukum responsif, tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui subordinasi.

Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan. Dalam model hukum responsif ini, mereka

42 Philippe Nonet dan Philip Selznick. Hukum Responsif : Pilihan di Masa Transisi, Jakarta : HuMa, 2003, hlm. 61-63.

(21)

commit to user

menyatakan ketidaksetujuan terhadap doktrin yang dianggap mereka sebagai interpretasi yang baku dan tidak fleksibel.

Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis. Teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan. Hukum tidak hanya rules (logic & rules), tetapi juga ada logika-logika yang lain. Bahwa memberlakukan jurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial.

Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum, mulai dari pembuat kebijakan maupun pelaksana seperti aparatur pemerintah untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan hukum murni yang kaku dan analitis.

Produk hukum yang berkarakter responsif proses pembuatannya bersifat partisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat. Artinnya produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Pada kajian hukum responsif, hukum yang memposisikan diri menjadi fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial.

Penulis dalam penulisan disertasi ini mengunakan definisi Kebijakan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Rekonstruksi kebijakan dalam penelitian ini adalah membangun kembali kebijakan pemerintah dalam konservasi sumber daya air yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan konservasi sumber daya air yang sudah ada saat ini menjadi lebih kuat lagi sehingga pembanguan berkelanjutan yang berkeadilan tercapai.

(22)

commit to user B. Tinjauan Pustaka

1. Hak Asasi Manusia atas Air

Hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya43. Hak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: pemilik hak, ruang lingkup pemilik hak dan pihak yang bersedia dalam penerapan hak. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak44. Hak merupakan kata yang tidak asing bagi umat manusia di seluruh dunia, karena hak merupakan intisari yang paling karib dengan kebenaran dan keadilan dalam konteks dinamika dan interaksi kehidupan manusia beserta makhluk ciptaan Tuhan. Hak telah terpatri sejak manusia dilahirkan dan melekat pada siapa saja, salah satunya adalah hak untuk hidup (rights to live)45. Pengertian hak asasi manusia (HAM) sendiri secara etimologis, merupakan terjemahan langsung dari human rights dalam bahasa Inggris,46 “droits de l’home” dalam bahasa Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Namun ada juga yang menggunakan istilah HAM sebaga terjemahan dari basic raights dan fundamental rights dalam bahasa Inggris, serta grondrechten dan fundamental rechten dalam bahasa Belanda47. Kemudian secara terminologis, HAM lazimnya diartikan sebagai hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir, sebagai anugerah atau karunia dari Allah Yang Maha Kuasa48.

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata- mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena

43 Habib Shulton Asnawi, Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati, Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1, Juni 2012.25-48.

44 James W. Nickel, Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Titi S., dan Eddy Arini (alih bahasa), Jakarta: Gramedia, 1996, p. 12.

45 Mansor Faqih dkk., Panduan Pendidikan Politik Untuk Rakyat, Yogyakarta: Insist, 1999, p 17.

46 John Locke, Two Treatises of Civil Government, (ed. J.W. Gough, Blackwell), New York:

Oxford, 1964, P 28.

47 Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan Internasional, Bandung: Patma, 1977, p. 10

48 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987, p. 39.

(23)

commit to user

diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia49. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbedabeda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hakhak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun negatifnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut.

Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani50. Berdasarkan pengertian di atas kemudan lahirlah paham persamaan kedudukan dan hak antara umat manusia berdasarkan prinsip keadilan, persamaan, yang memberikan pengakuan bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, ketidaksempurnaan fisik, ras suku, agama dan status sosial.51

Hak asasi manusia di Indonesia diatur dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yang sudah diamendemen memberikan kita semua norma- norma hak asasi manusia yang lumayan lengkap, tidak kalah dengan apa yang tertulis di Universal Declaration of Human Rights' Lebih dari itu kita juga sudah memiliki UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan kelanjutan (follow up) dari Tap MPR No XVII/MPR/I998.

Dari sinilah 'standard setting' hak asasi manusia bergulir sampai akhirnya menuju ke amendemen UUD NRI Tahun 1945. Kita juga telah meratifikasi berbagai instrument hak asasi internasional, yang terpenting diantaranya adalah Covenant on Civil and Political Rights (1966) dan

49 Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003, p. 7-21

50 Knut D. Asplund dan Rhona K. M. Smith, Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam Suparman Marzuki, Eko Riyadi (ed.), Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, p. 8.

51 Udiyo Basuki, “Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia (Ulasan terhadap Beberapa Ketentuan UUD 1945)” Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 8 Tahun 2001, p. 96

(24)

commit to user

Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (1965)52.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagaimana bunyi pada Pasal 1 menyatakan bahwa: Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia53. Hak asasi manusia terbentuk dari tiga kata, yaitu hak, asasi, manusia. Hak berarti milik atau kepunyaan. Hak juga didefinisikan sebagai kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Asas berarti pokok, dasar atau utama. Asasi berarti yang dasar atau yang pokok. Manusia didefinisikan sebagai orang insan atau makhluk yang berakal budi54.

Air juga merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan.

Mengingat keberadaannya di suatu tempat dan suatu waktu tidak tetap, artinya bisa berlebih atau berkurang, maka air harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan yang terpadu dan menyeluruh. Terpadu mencerminkan keterikantannya dengan berbagai pihak (stake holder) yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, menyeluruh mencerminkan cakupan yang sangat luas (board coverage). Cakupannya melintasi batas antar sumber daya, antar lokasi, antar banyak aspek, antar pihak hulu dan hilir, antar mutidisiplin, antat kondisi dan antar berbagai jenis tata guna lahan.

Dengan kata lain, pendekatan pengelolaan sumber daya air harus holistik dan berwawasan lingkungan55. Ketersediaan air menjadi masalah ketika kebutuhan akan air terus bertambah, sedangkan penyediaan air tetap dan

52 Todung Mulya Lubis, “Menegakkan Hak Asasi Manusia, Menggugat Diskriminasi”. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-39 No.1 Januari-Maret 2009.58-73.

53 Riswan Munthe, Perdagangan Orang (Trafficking) sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, Vol.7,No.2, 2015. 184-192.

54 El-Muhtaj, M., 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.hlm.25.

55 Kodoatie, R. J., Roestam, S. Pengelolaan Sumber Daya Alam Terpadu. Yogyakarta:Andi Ofset, 2008, hlm.36.

(25)

commit to user

cenderung menurun, serta kemampuan alam menahan air semakin berkurang. Permasalahan ini dapat menyebabkan konflik antar penduduk yang membutuhkan air. Kebutuhan akan air pada saat ini tidak hanya disesuaikan dari pertumbuhan masyarakat, tetapi juga dari kebijakan di masa lalu. Keputusan yang tepat dalam membuat pilihan yang lebih baik untuk masa depan akan diperoleh melalui analisis kebijakan dengan menggunakan informasi terbaik dan alat-alat analisis yang tersedia.

Dengan demikian dapat dipahami dampak dari pilihan saat ini untuk kebutuhan air generasi mendatang56.

Ketersediaan air pada suatu daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh kondisi penutupan lahan (vegetasi). Perubahan tutupan lahan memiliki hubungan yang erat terhadap perubahan iklim terutama curah hujan57, hal ini disebabkan karena tajuk vegetasi hutan dapat menangkap dan mengembunkan uap air di tempat tersebut dan mengubahnya menjadi butiran-butiran hujan. Semakin tinggi tingkat perubahan lahan maka semakin tinggi pula tingkat perubahan curah hujan. Disamping itu, masing-masing penggunaan lahan akan memengaruhi sistem hidrologi suatu daerah, hal ini berkaitan dengan besar-kecilnya aliran permukaan (surface runoff). Proses perjalanan air di daratan terjadi dalam simpul- simpul komponen yang terkait dengan siklus hidrologi di dalam Sistem Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di permukaan bumi secara umum relatif tetap, yang berubah adalah wujud, tempat dan waktu distribusinya. Siklus hidrologi natural merupakan salah satu contoh yang menunjukkan secara kualitatif struktur dari berbagai fenomena yaitu terbentuknya curah hujan, aliran air pada permukaan tanah, aliran air yang meresap ke dalam tanah, dll. Memahami siklus hidrologi berarti meyakini bahwa jumlah air tawar di daratan relatif konstan. Namun di lain pihak kebutuhan masyarakat yang akan air makin bertambah, dengan demikian ketersediaan air per kapita per

56 Dole, David dan Ernie Niemi. 2004. “Future Water Allocation and In-Stream Values in the Willamette River Basin: A Basin-Wide Analysis." Ecological Applications 14(2): 355-67

57 Igbawua, T. dkk. 2016. “Vegetarian Dynamics in Relation with Climate Over Nigeria from 1982 to 2011”, Environmental Earth Science, 75:518

(26)

commit to user

pulau di Indonesia kian hari tentu kian mengecil58. Air hujan yang jatuh dalam siklus hidrologi, ada yang langsung mengalir di atas permukaan tanah dan ada yang meresap ke dalam tanah (air infiltrasi). Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya membentuk kelembaban tanah. Apabila kelembaban air tanah telah jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam tanah bergerak secara horisontal dan pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow). Alternatif lainnya air bergerak secara vertikal ke dalam tanah yang lebih dalam dan menjadi air tanah (groundwater) dan pada musim kemarau air tersebut akan mengalir ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya yang disebut base flow59.

Daerah yang tidak memiliki kemampuan menyerap dan tidak bisa menahan laju aliran maka pada waktu musim penghujan air akan mengalir langsung ke laut, sedangkan pada musim kemarau karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air di suatu tempat tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan penahan air pada waktu musim penghujan. Resapan maupun penahan air yang baik dan optimal maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau karena masih ada air yang tertampung dan terhenti, misalnya : waduk, danau, retensi dan cekungan, serta yang meresap di dalam tanah sehingga membentuk air tanah, sumur, spring, dan lain-lain60. Sumber daya air (SDA) ialah suatu persediaan yang berupa cadangan air, sumber air dan daya yang terkandung di dalamnya yang bersangkut paut dengan kepentingan atau kebutuhan manusia.

Indonesia merupakan Negara Hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”61. Secara konstitisonal hak dalam mendapatkan lingkungan yang baik khususnya air terdapat dalam

58 Anshori, Imam. 2018. Membumikan Konsepsi IWRM di Indonesia. Jakarta: PT Medisa.15.

59 Asdak, Chay. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Air Sungai: Edisi Revisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Yogyakarta. 75.

60 Kodoatie, R. J., Roestam, S. Loc.Cit. hlm.36.

61 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm, 17.

(27)

commit to user

Pasal 28H ayat 1(satu) yang berbunyi “setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Penegakan hukum lingkungan merupakan instrumen untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat.

Ketersediaan sumber daya alam khususnya air untuk kehidupan sangat penting dan berpengaruh terhadap katahanan suatu bangsa. Air merupakan komponen kehidupan yang sangat penting, pengelolaan sumberdaya air secara professional dan berkelanjutan berguna untuk menjaga kualitas dan kuantitas air serta menjamin air dapat bermanfaat secara optimal bagi mahluk hidup di dunia. Kesepakatan internasional hak mendapatkan air adalah Hak Asasi Manusia yang disahkan dalam Sidang PBB pada tahun 2002 yaitu The human right to water is indispensable for leading a life in human dignity . It is a prerequiste for the realization of other human right artinya Setiap negara bertanggung jawab menyediakan air bersih, buat minum maupun buat sanitasi kepada semua warga negara mereka. Tanpa air maka hak asasi lainnya tidak bisa dijalankan.62 UNESCO tahun 2002 menetapkan bahwa hak dasar manusia atas air adalah 60 liter/orang/hari baik untuk konsumsi dan kebutuhan sanitasi63. Badan Standardisasi Nasional menyatakan bahwa penggunaan air untuk keperluan domestik diperhitungkan dari jumlah penduduk di daerah perkotaan dan pedesaan.

Penduduk perkotaan memerlukan 120 liter/hari/kapita, sedang penduduk

62Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air, Yogyakarata : Pustaka Pelajar, 2016, hlm, 34.

63 Gentur Jalunggono dan Rian Destiningsih, Model Pemberdayaan dan Evaluasi Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (Pamsimas) Studi Kasus Pada Badan Pengelola Sarana Pengadaan Air Minum Dan Sanitasi (Bp-Spams) Andanawarih Desa Sudimara Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, ACCOUNTHINK: Journal of Accounting and Finance, Vol. 3 No. 02 2018, 574-588.

(28)

commit to user

pedesaan memerlukan 60 liter/hari/kapita maka kebutuhan air dapat dikalkulasi dan direncanakan64.

2. Penguasaan Negara atas Air

Aspek publik ini tercermin dari adanya kewenangan negara untuk mengatur bumi, air, maupun ruang angkasa di seluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara yang dirumuskan dalam Pasal 2, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 194565. Bumi dan air dan kekayaan alam adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kewenangan negara dalam menjalankan hak bangsa Indonesia atas bumi, air dan kekayaan alam lainnya dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria sebagai berikut : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Sampai dengan saat ini, pengertian “penguasaan air oleh Negara” telah mengalami perubahan makna. Sebagaimana ditetapkan dalam Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 memberikan penafsiran mengenai hak penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Penguasaan negara tersebut berarti negara diberi mandat untuk membuat kebijakan (beleid), pengurusan (bestuurs daad), tindakan

64 Suroso, Implementasi Kebijakan Pamsimas Dalam Penyediaan Air Bersih Bagi Masyarakatdi Kabupaten Pati, Jurnal Litbang Vol. Xii, No.1 Juni 2016: 3-13.

65 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 21.

(29)

commit to user

pengaturan (regelen daad), tindakan pengelolaan (beheers daad), dan tindakan pengawasan (toezichthoudens daad).

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 menetapkan 6 (enam) pembatasan dalam pengusahaan sumber daya air, sebagai berikut :

1 Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air karena bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya selain harus dikuasai oleh negara, juga peruntukannya adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

2 Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Sebagaimana dipertimbangkan di atas, akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri maka Pasal 28I ayat (4) menentukan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah;

3 Harus mengingat kelestarian lingkungan hidup, sebab sebagai salah satu hak asasi manusia, Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menentukan,

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”;

4 Sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai oleh negara [vide Pasal 33 ayat (2) UUD 1945] dan air yang menurut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat maka pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak; Menimbang bahwa pembatasan

5 Sebagai kelanjutan hak menguasai oleh negara dan karena air merupakan sesuatu yang sangat menguasai hajat hidup orang banyak maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan,

(30)

commit to user

6 Apabila setelah semua pembatasan tersebut di atas sudah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

Peraturan sumber daya air di Indonesia setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah menimbulkan banyak perdebatan dan penolakan organisasi masyarakat sipil dan warga negara mengajukan petisi untuk peninjauan kembali ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pertarungan ideologi nasionalis dengan ideologi neoliberal. Neo-liberalis dapat membuat negara hanya menjadi penentu sumber daya air. Hukum yang berat dalam nilai ekonomi dan tidak memenuhi perlindungan hak asasi manusia akan ditolak oleh warga negara. UU Sumber Daya Air Indonesia belum menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia atas air66.

Indonesia terjadi juga privatisasi terhadap sumber daya air yang menjadi puncaknya adalah dibatalkanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar NRI 1945 oleh Mahkamah Konstitusi RI dengan putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 cenderung menyebabkan kemunduran khususnya tanggung jawab Negara dalam penyediaan air minum rumah tangga yang bersih dan sehat. Konsekuensi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 adalah batalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, sehingga Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan berlaku kembali.

Dengan adanya konsekuensi tersebut maka perlu dibentuk undang-undang tentang sumber daya air baru beserta peraturan pelaksananya yang lebih komprehensif serta mampu mengakomodir kepentingan rakyat67.

66 Dwi Agus Susiloa, Sarwititi Sarwoprasodjob, Musa Hubeisc dan Basita Gintingd, “Discourse of Water Resources Law in Indonesia”, International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR) (2016) Volume 28, No 3, pp 168-180.

67 Santi Puspitasari dan Utari Nindyaningrum, “Implikasi Putusan Makhamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 Terhadap Sistem Penyediaan Air Minum”, Jurnal Penelitian Hukum Volume 2, Nomor 1, Maret 2015, hlm. 45-61

(31)

commit to user

Keterbatasan sumber daya air menjadikan air komoditas yang sangat penting dan pengelolaan akan sumber daya air menjadi tanggung jawab negara dalam menyediakan sumber daya air, negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menguasai sumber daya air untuk kepentingan rakyat68.

3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan- kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.69 Sedangkan menurut Wiliiam N.

Dunn70, Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Disamping itu kebijakan publik juga kebijakan yang dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah71.

Teori Sistem dalam kebijakan publik yang dikemukakan oleh Wiliiam N. Dunn, dalam pembuatan kebijakan publik melibatkan tiga elemen yaitu pelaku kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan kebijakan yang semuanya saling terhubung dan terkait72. Ilustrasi elemen kebijakan publik digambarkan di bawah ini:

68 I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, “Hak Menguasasi Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Air sebagai Perwujudan Doktrin Negara Hukum Kesejahteraan”, Maslah-Masalah Hukum, Jilid 44, No.2. April 2015. 130-139.

69 Leo Agustino. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung. Hlm.7.

70William N. Dunn 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta. Hlm. 132.

71 James E. Anderson 1979. Public Policy Making. Boston: Houghton Mifflin., hlm.3.

72 William N. Dunn. Loc. Cit.

(32)

commit to user

Gb. 05. Elemen Kebijakan (Wiliiam N. Dunn (2003:132)

Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan73. Dalam praktiknya kebijakan publik baiknya harus mengandung unsur-unsur, antara lain sebagai berikut74:

1) Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu;

2) Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah;

3) Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan;

4) Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5) Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Bentuk-bentuk Kebijakan Publik, Kebijakan publik dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, antara lain yaitu75:

73 Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.16.

74 Joko Widodo. 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.190.

75 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.2.

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Dengan pemanfaatan controller SDN, administrator jaringan dapat mengubah sifat dan prilaku jaringan secara riil time dan mendeploy aplikasi baru dan layanan

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji

Kerjasama dan musyawarah merupakan kebiasaan yang baik yang harus dilakukan oleh semua anggota organisasi agar tujuan dan kepentingan bersama dalam organisasi dapat tercapai

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan kebijaksanaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

titik Q yang ada pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau.. ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus..

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter berbasis potensi diri di MTs Madinatunnajah kota Cirebon sudah cukup baik hal itu terbukti

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis seperti yang telah diuraikan, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut. Pertama , terdapat perbedaan pemahaman konsep