• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PEMBAHASAN

5.3 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan Desa

Kegagalan pembangunan yang selama ini terjadi salah satunya disebabkan karena ketidak jelasan identifikasi dan pemetaan permasalahan yang menonjol di masyarakat, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, tidak sinkron dengan kondisi yang sesungguhnya.

Kemiskinan merupakan sesuatu yang subyektif dan karenanya senantiasa harus disikapi melalui strategi dan kebijakan secara terpadu dan komprehensif sampai pada akar permasalahan. Dengan demikian maka konsep penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu tolak ukur pemecahan persoalan kemiskinan

Kondisi Sosial Ekonomi masyrakat Desa Tioua serta ketersediaan sumber daya alam sektor Kelautan dan Perikanan menjadi salah satu modal dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Jenis ikan yang dominan ditangkap oleh nelayan Desa Tioua adalah jenis ikan-ikan permukaan (pelagis kecil) maupun ikan demersal. Hasil produksi hingga saaat ini langsung dipasarkan ke konsumen akhir. Belum ada pengolahan hasil produksi menjadi produk yang memberikan nilai tambah (value added), misalnya pengolahan industri berbahan dasar ikan, padahal jumlah produksi ikan di Desa Tioua tergolong cukup tinggi, apalagi pada musim panen tiba, ikan hampir tidak ada harganya. Kebanyakan ikan dibuang tepi pantai karena tidak ada yang mau membeli. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengenalan inovasi baru kepada masyarakat Desa Tioua untuk mengolah produksi ikan menjadi produk yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Optimalisasi terhadap sumber daya ikan Desa Tioua akan memberi nilai tambah terhadap pendapatan masyarakatnya. Hasil tangkapan yang tidak terjual dapat diolah oleh para nelayan dan memberikan pendapatan saat tidak dijual pada waktu tersebut.

Untuk menjaga stabilitas harga ikan pada musim panen, peranan pemerintah dalam membuka pasar baru bagi nelayan sangat diperlukan. Nelayan tidak memiliki kemampuan untuk mencari sendiri pasar atas produksinya. Sinergi antara pengusaha perikanan dengan nelayan sangat diperlukan, baik pengusaha lokal maupun pengusaha nasional. Hal ini seiring dengan upaya untuk memodernisasikan nelayan Desa Tioua. Semakin moderen alat tangkap yang digunakan, maka produksi ikan akan semakin banyak, harus diimbangi dengan pemasaran yang seimbang untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Seperti program bantuan seperangkat alat tangkap moderen yang pernah diberikan dari pemerintah kepada sekelompok masyarakat nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan. Program ini telah berlangsung dua kali, namun semuanya tidak ada yang bertahan lama. Gejolak mulai terasa ketika masing- masing anggota merasa memiliki hak yang sama atas bantuan tersebut. Setiap orang tidak mau diperintah, pengurus mulai tidak jujur, kemudian muncul ketidakpercayaan antar sesama anggota nelayan, sehingga keutuhan kelompok tidak bisa dipertahankan. Dalam hal inilah diperlukan seorang yang mampu memberikan pemahaman kepada sesama anggota kelompok nelayan. Seorang tokoh yang mau didengar oleh masyarakatnya.

Istilah nelayan pajeko disini adalah pemilik kapal, namun mereka tidak ikut langsung melaut. Kontribusi pendapatan tonaas dari hasil berkebun terhadap pendapatan total nelayan tonaas sangat kecil yaitu sebesar 36% dari total pendapatan. Karena dari tiga klasifikasi nelayan di Desa Tioua, pemilik pajeko merupakan klasifikasi nelayan yang memiliki pendapatan paling tinggi. Rata-rata jumlah masanae yang ikut dalam kelompok nelayan pajeko adalah sebanyak 15 - 25 orang setiap kali melaut. dengan demikian, terjadi ketimpangan jumlah pendapatan yang cukup signifikan diantaran struktur nelayan pajeko. Hasil penelitian sebelumya yang pernah dilakukan oleh Saskia (1996) mengatakan bahwa ketimpangan terjadi pada nelayan motor dengan buruh nelayan. Dengan menggunakan gini ratio (GR) diketahui bahwa sebanyak 40% nelayan mendapatkan 40,1% pendapatan dari total pendapatan nelayan.

Melihat penghasilan nelayan pajeko lebih besar dibandingkan dengan nelayan perorangan, maupun buruh nelayan. Kondisi ini belum mampu meransang

nelayan perorangan (katinting) maupun masanae untuk melakukan hal yang sama dengan nelayan pajeko,meskipun dana untuk membeli peralatan yang lebih moderen dengan kapasitas yang lebih tinggi tersedia di beberapa lembaga keuangan seperti koperasi nelayan dan koperasi union, fasilitas ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan, jika jumlah pemilik kapal pajeko semakin banyak di Desa Tioua, otomatis akan meningkatkan pendapatan nelayan Desa Tioua pada khususnya, dan masyarakat Desa Tioua pada umumnya. Permasalahannya adalah mereka tidak mampu mengambil resiko terjadinya kredit macet. Selain itu, faktor lainnya adalah karena masyarakat nelayan belum memiliki kemampuan manajerial dan kemampuan teknis yang memadai untuk menjadi nelayan pajeko. Diketahui upah minimum provinsi (UMP) Maluku Utara tahun 2008 sebesar Rp770.000,- perbulan, sedangkan UMP pada tahun 2009 naik sebesar 10% menjadi Rp.770.000,- perbulan. Jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan nelayan katinting, nelayan pajeko, maupun buruh nelayan di Desa Tioua, maka pendapatan nelayan katinting, nelayan pajeko, dan buruh nelayan di Desa Tioua sebagian berada diatas UMP Provinsi Maluku Utara. Sistem bagi hasil yang diterapkan selama ini belum ideal dan perlu dilakukan perbaikan untuk membagikan keuntungan pemilik, tonaas dan masanae sesuai dengan peran masing-masing. Sistem bagi hasil yang sudah berjalan adalah sebesar 50% pemilik dan 50% untuk seluruh ABK. Selajutnya 50% dari ABK dibagi menjadi 10% untuk tonaas dan 40% untuk para masanae yang berjumlah 15 – 25 orang. Jumlah persentase yang ideal bagi hasil tersebut adalah 35% pemilik dan 65% untuk seluruh nelayan. Pembagian antar nelayan sudah baik dan perlu dipertahankan.

Keberadaan lembaga pemberi kredit juga belum sepenuhnya di ketahui oleh masyarakat nelayan. Meskipun ada yang tahu, hanya sebatas tahu fungsi sebagai tempat menyimpan uang saja. Manfaat lebih jauh mengenai pemberian kredit bagi nelayan belum dilakukan sosialisasi oleh pengurus koperasi.

Menurut Kurniadi. K., 2002, keuangan mikro adalah suatu alternatif yang amat dibutuhkan bagi usaha mikro, karena mereka tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal: Bank, BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Dalam Keuangan mikro, para pihak yang terkait adalah:

1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang menyediakan dana yang berkesinambungan dan makin besar dananya.

2. Lembaga Pendampingan Usaha Mikro (LPUM), yang secara berkelanjutan mendampingi kelompok usaha mikro maupun satu persatu anggota kelompok. 3. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang membentuk kelompoknya sesuai dengan kebutuhan mereka dan terdiri dari anggota-anggota yang mereka kenal satu sama lain termasuk usaha-usahanya yang beraneka rupa. Berkelompok itu penting karena:

(1) Motivasi dan spirit berusaha dapat terpelihara dengan baik, dan mereka dapat belajar satu sama lain.

(2) Pada kelompok yang solid, dapat diterapkan sistem “tanggung renteng”.

Sistem ini sebagai pengganti kolateral (dikenal sebagai collateral substitute), sehingga resiko tidak membayar kembali pinjaman, menjadi kecil.

(3) Kebiasaan menabung dapat dibina dengan baik serta dikembangkan dan apabila jumlah tabungan sudah memadai, anggota dapat meminjam dari kelompoknya. Kemudian kelompok yang jumlah tabungannnya sudah besar (Ada kelompok yang jumlah tabungannya lebih dari Rp 30 juta, lho!) melebihi kebutuhan anggota kelompok mereka, dapat menjadi Lembaga Keuangan Mikro yang melayani kebutuhan dari kelompok yang lain.

Mencermati persoalan kemiskinan pada masyarakat nelayan umumnya disebabkan oleh karakter usaha mikro yang individual, tradisional dan subsistem juga pengaruh keterbatasan akses permodalan dan kultur wirausaha yang belum kondusif serta lemahnya akses dan ketersediaan pasar. Fenomena ini harus disikapi melalui strategi yang memungkinkan peningkatan taraf hidup masyarakat miskin. Dari pengalaman yang dijumpai dalam penelitian ini, ada peluang untuk penciptaan kondisi masyarakat yang lebih mapan yakni konsep strategi penanggulan kemiskinan masyarakat nelayan dengan melakukan pendampingan secara komprehensif. Dalam artian bahwa secara paripurna dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi tepat guna serta bantuan modal usaha bagi pelaku usaha mikro. Hal lain yang perlu disikapi yakni pemberian bantuan kepada masyarakat senantiasa dilakukan kajian dan

identifikasi secara transparansi dengan melibatkan semua komponen atau stakeholder di desa.

Dinamika pembangunan sebagai bagian dari proses perubahan, juga selalu diperhadapkan pada pilihan pengentasan kemiskinan. Akses lainnya yang dipahami dapat menjadi suatu strategi penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan yakni topangan modal usaha melalui lembaga penjaminan. Hal ini sangat terkait dengan upaya penumbuhan jiwa kewirausahaan bagi pelaku usaha mikro yang pada akhirnya menjadi suatu proses pembelajaran bagi masyarakat untuk menjadi wirausahawan. Pandangan peneliti bahwa sesungguhnya salah satu rantai kemiskinan adalah ketidakmampuan masyarakat nelayan untuk memiliki sarana oprasional penangkapan yang memadai, hal mana ketersediaan modal usaha akan menjamin peningkatan taraf hidup masyarakat itu sendiri sehingga lambat laun permasalahan kemiskinan akan dapat teratasi takkala masyarakat sudah dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri.

Agar program yang telah direncanakan berjalan sesuai dengan rencana, maka program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan.

Tabel 9 Kebijakan penanggulangan kemiskinan masyarakat Desa Tioua

Strategi Kebijakan Program Kerja

Penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan Desa Tioua Mengembangkan lembaga keuangan mikro yang dapat memberikan pinjaman modal usaha yang mudah dan bunga rendah

Pengadaan infrastruktur dan kebutuhan nelayan.

Modernisasi alat tangkap.

Pengembangan diversifikasi usaha pengolahan ikan, (pengadaan alat pengolah pasca panen)

Optimasi fungsi dan peran lembaga keuangan mikro dan koperasi nelayan

Meningkatkan

kemampuan teknis dan manajerial bagi

masyarakat nelayan

Fasilitasi pembinaan teknis dalam usaha ekonomi mikro.

Bimbingan sosial dan motivasi bagi nelayan dan keluarganya.

Pengembangan pasar

Membangun kemitraan dengan dunia usaha dalam rangka link and match.

Pembangunan coldstorage dan pabrik es untuk nelayan.

Melibatkan tokoh-tokoh

masyarakat yang

berpengaruh di desa

Pelatihan bagi tokoh-tokoh masyarakat dalam upaya pengembangan usaha perikanan. Maksud utama dari penyusunan rencana kebijakan penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Tioua adalah untuk menggagas strategi utama dan program kerja yang perlu diambil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Tioua. Hal ini juga dapat memberikan arahan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan guna peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat nelayan Desa Tioua.

Argumentasi utama dalam merumuskan rencana kebijakan ini, didasarkan pada kenyataan bahwa Kabupaten Halmahera Utara memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang cukup besar. Salah satu kunci keberhasilan dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan Desa Tioua adalah partisipasi aktif dan dukungan penuh dari tokoh masyarakat lokal yang sumber kehidupannya secara langsung bergantung pada hasil laut, serta bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam suatu pengaturan yang disepakati bersama.

6 KESIMPULAN DAN SARAN