• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido dilakukan melalui pendekatan analisis A’WOT, yaitu suatu analisis yang mengintegrasikan Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) ke dalam kerangka Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis dilakukan dalam dua tahapan. Pertama, identifikasi faktor- faktor komponen SWOT dan merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Gugus Pulau Padaido. Kedua, melakukan AHP terhadap faktor- faktor komponen SWOT dan alternatif kebijakan untuk menentukan prioritas kebijakan. Proses AHP dilakukan dengan program komputer.

Identifikasi Faktor-Faktor Komponen SWOT

Identifikasi faktor-faktor komponen SWOT sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido didasarkan pada hasil survei lapangan, wawancara dengan masyarakat, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta kajian hasil penelitian ini dan hasil penelitian dari pemerintah, LSM maupun peneliti lain. Hasil identifikasi faktor-faktor komponen SWOT dijelaskan di bawah ini.

Komponen Kekuatan (strength, S)

Komponen Strength (S) merupakan faktor-faktor kekuatan atau potensi sumberdaya alam, sosial budaya dan politik yang dapat didayagunakan untuk kepentingan pengelolaan. Faktor-faktor meliputi adanya dukungan pemerintah dan masyarakat adat, potensi sumberdaya perikanan, potensi pariwisata pesisir dan laut, potensi perkebunan kelapa serta masih terpeliharanya kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Komponen Kelemahan (weaknesses,W)

Secara internal, GPP Padaido memiliki faktor-faktor kelemahan dalam hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penegakan hukum, degradasi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir, kurangnya sarana dan prasarana sosial serta kurang terpadunya

program pembangunan merupakan unsur- unsur yang dapat melemahkan proses pengelolaan. Oleh karena itu perlu ada upaya atau tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas unsur-unsur tersebut.

Komponen Peluang (opportunities, O)

Selain unsur kekuatan dan kelemahan, GPP Padaido memiliki komponen peluang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Peluang pengelolaan sumberdaya mencakup pengembangan ekonomi kawasan yang dilakukan melalui pengembangan sektor perikanan, pariwisata dan perkebunan. Pengembangan sektor-sektor dilakukan melalui Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak. Peluang pengembangan juga didukung oleh adanya undang-undang Otonomi Khusus dan pemerintahan daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alamnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain pengembangan ekonomi, GPP Padaido memiliki pelua ng pengelolaan sumberdaya dalam aspek konservasi melalui Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) dan program-program konservasi dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Dalam kaitan dengan pengelolaan sumberdaya, program-program tersebut dapat meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat GPP Padaido (pengetahuan dan ketrampilan) dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut dalam aspek ekonomi, sosial dan ekologis (konservasi).

Komponen Ancaman (threats, T)

Seiring dengan munc ulnya aspek peluang pengelolaan sumberdaya, GPP Padaido memiliki ancaman, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut oleh masyarakat, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasan Padaido, masih menggunakan bom dan bahan kimia sianida untuk menangkap dan membius jenis-jenis ikan tertentu yang bernilai ekonomis. Kegiatan tersebut berlangsung di sekitar terumbu karang. Hal ini secara langsung maupun tidak akan mengancam kelestarian ekosistem dan sumberdaya terumbu karang. Demikian pula pemanfaatan sumber daya ikan yang berlebihan

(overfishing) yang dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan. Konflik pemanfaatan ruang pesisir dan laut dapat mengancam proses pengelolaan sumberdaya. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka tekanan terhadap sumberdaya ikan akan semakin meningkat pula. Oleh karena itu perlu ada pengelolaan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang dapat diterima oleh semua komponen masyarakat melalui pengelolaan yang berbasis masyarakat. Anca man lain bagi pengelolaan sumberdaya GPP Padaido adalah bencana alam gempa dan tsunami karena kawasan terletak dalam wilayah rawan bencana alam. Hasil identifikasi komponen dan faktor- faktor SWOT secara keseluruhan disajikan pada Tabel 57.

Tabel 57 Komponen dan faktor-faktor SWOT pengelolaan Gugus Pulau Padaido

Kekuatan (strength) Kelemahan (weaknesses)

1. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat adat.

2. Memiliki potensi sumber daya perikanan (tangkap dan budidaya). 3. Memiliki potensi pariwisata

4. Memiliki potensi perkebunan kelapa. 5. Memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam.

1. Rendahnya kualitas sumber daya ma - nusia.

2. Degradasi Sumber daya alam dan lingkungan pesisir. 3. Rendahnya penegakan hukum.

4. Kurangnya dukungan sarana dan pra - sarana sosial dan transportasi umum 5. Kurangnya keterpaduan program pem - bangunan.

Peluang (opportunities) Ancaman (threats)

1. Termasuk wilayah pengembangan eko- nomi terpadu (Kapet) Biak.

2. Adanya otonomi khusus (UU No. 21 Tahun 2000), pemerintahan daerah (UU No. 22 Tahun 1999).

3. Merupakan kawasan Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido.

4. Merupakan wilayah kajian Coremap dan Yayasan Kehati.

5. Merupakan kawasan pengembangan perikanan dan pariwisata daerah.

1. Penggunaan bom dan bahan pembius kimia (sianida) dalam penangkapan sumber daya ikan.

2. Pemanfaatan sumber daya ikan yang berlebihan (overfishing).

3. Konflik pemanfaatan ruang pesisir dan laut.

4. Termasuk wilayah rawan bencana alam gempa dan tsunami.

Prioritas Komponen dan Faktor-Faktor SWOT

Berdasarkan hasil analisis A’WOT, prioritas komponen SWOT dalam hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido berturut-turut adalah : (1) Kekuatan dengan bobot 0,4167; (2) Peluang dengan bobot 0,4167; (3) Kelemahan dengan bobot 0,0833; dan (4) Ancaman dengan bobot 0,0833. Hasil menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido bertumpu pada unsur Kekuatan dan Peluang bila dibandingkan dengan Kelemahan dan Ancaman. Potensi sumberdaya alam dan sosial budaya GPP Padaido menjadi basis pengelolaan sumberdaya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis A’WOT untuk komponen-komponen SWOT dalam hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido disajikan pada Tabel 58.

Tabel 58 Prioritas komponen SWOT pengelolaan sumberdaya alam GPP Padaido

Komponen S W O T Bobot Prioritas Relatif

Kekuatan (S) 0,4167 P1

Kelemahan (W) 0,0833 P3

Peluang (O) 0,4167 P2

Ancaman (T) 0,0833 P4

Sumber: Hasil Analisis A’WOT.

Faktor-faktor komponen Kekuatan (strength) dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido adalah adanya dukungan pemerintah dan masyarakat, potensi sumberdaya perikanan, potensi pariwisata, potensi perkebunan kelapa, dan adanya kearifan tradisional. Berdasarkan hasil analisis ternyata bahwa kearifan tradisional masyarakat merupakan faktor kekuatan yang utama dengan bobot 0,1683, diikuti oleh dukungan pemerintah dan masyarakat dengan bobot 0,1249, potensi sumberdaya perikanan dengan bobot 0,0485, potensi pariwisata dengan bobot 0,0485, dan terakhir potensi perkebunan kelapa dengan bobot 0,0266.

Faktor utama dari komponen peluang (opportunities) adalah penetapan kawasan sebagai Taman Wisata Alam Laut dengan bobot 0,1694. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh penetapan kawasan sebagai wilayah kajian COREMAP dan KEHATI dengan bobot 0,0868, penetapan kawasan untuk Pengembangan Perikanan dan

Pariwisata Daerah dengan bobot 0,0868, berada dalam wilayah KAPET Biak dengan bobot 0,0369 dan terakhir kawasan merupakan Wilayah Otonomi Khusus dan Pemerintah Daerah dengan bobot 0,0369.

Walaupun mempunyai kekuatan dan peluang yang kuat dalam mendukung pengelolaan sumberdaya , kawasan pesisir dan laut GPP Padaido memiliki faktor-faktor kelemahan dan ancaman yang perlu diantisipasi dalam hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya . Faktor utama dari komponen kelemahan yang menonjol adalah Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) dengan bobot 0,0336, kemudian berturut-turut diikuti oleh Degradasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan dengan bobot 0,0182, Kurangnya Dukungan Sarana dan Prasarana dengan bobot 0,0123, Kurangnya Keterpaduan Program Pembangunan dengan bobot 0,0112 dan Rendahnya Penegakan Hukum dengan bobot 0,0079. Hasil ini memperlihatkan bahwa faktor Rendahnya K ualitas Sumberdaya Manusia merupakan faktor kelemahan utama dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido.

Faktor utama dari komponen ancaman yang menonjol di kawasan pesisir dan laut GPP Padaido adalah Penggunaan Bom dan Sianida dalam penangkapan ikan dengan bobot 0,0304, selanjutnya diikuti oleh Konflik Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut dengan bobot 0,0304, Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Secara Berlebihan (overfishing) dengan bobot 0,0143 dan terakhir adalah termasuk Wilayah Rawan Bencana Alam Gempa dan Tsunami dengan bobot 0,0082. Hasil analisis menunjukkan bahwa ancaman terbesar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Gugus Pulau Padaido adalah aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan dengan bom dan sianida. Tabel 59 menyajikan hasil analisis A’WOT prioritas faktor-faktor kompo nen SWOT.

Tabel 59 Prioritas faktor- faktor komponen SWOT

Faktor-Faktor Komponen S W O T

Kekuatan (S) Bobot Prioritas Relatif

Dukungan Pemerintah dan Masyarakat 0,1249 P2

Potensi Sumberdaya Perikanan 0,0485 P3

Potensi Pariwisata 0,0485 P4

Potensi Perkebunan Kelapa 0,0266 P5

Adanya Kearifan Tradisional 0,1683 P1

Kelemahan (W) Bobot Prioritas Relatif

Rendahnya Kualitas SDM 0,0336 P1

Degradasi sumber daya alam dan lingkungan 0,0182 P2

Rendahnya Penegakan Hukum 0,0079 P5

Kurang Dukungan Sarana & Prasarana 0,0123 P3

Kurangnya Keterpaduan Program Pembangunan 0,0112 P4

Peluang (O) Bobot Prioritas Relatif

Termasuk Wilayah Kapet Biak 0,0369 P4

Adanya Otonomi Khusus dan Pemerintahan Daerah 0,0369 P5

Merupakan Taman Wisata Alam Kep.Padaido 0,1694 P1

Termasuk wilayah Kajian Coremap & Yayasan Kehati 0,0868 P2 Merupakan Kawasan Pengembangan Perikanan & Pariwisata 0,0868 P3

Ancaman (T) Bobot Prioritas Relatif

Penggunaan Bom dan Sianida 0,0304 P1

Pemanfaatan berlebihan (overfishing) 0,0143 P3

Konflik Pemanfaatan Ruang 0,0304 P2

Termasuk wilayah rawan bencana alam gempa dan tsunami 0,0082 P4

Sumber: Hasil analisis A’WOT.

Perumusan Alternatif Kebijakan Pengelolaan

Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor komponen SWOT maka dirumuskan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido. Perumusan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya menggunakan pendekatan strategi strength-opportunities (SO), strength-threats (ST), weaknesses-opportunities (WO) dan weaknesses-threats (WT). Pendekatan didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). (Rangkuti, 2003). Berdasarkan pendekatan tersebut diperoleh alternatif kebijakan pengelolaan sebagai berikut:

(1) Pengelolaan berbasis masyarakat (2) Pengelolaan perikanan pesisir dan laut (3) Pengelolaan pariwisata pesisir dan laut (4) Pengelolaan perkebunan kelapa

(5) Konservasi sumber daya alam pesisir dan laut (6) Peningkatan kapasitas kelembagaan

(7) Mitigasi bencana alam gempa dan tsunami (8) Peningkatan sa rana dan prasarana pendukung.

Prioritas Alternatif Kebijakan Pengelolaan

Berdasarkan hasil analisis A’WOT diperoleh prioritas alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido. Prioritas kebijakan pengelolaan kawasan yang tertinggi (utama) adalah Pengelolaan Berbasis Masyarakat dengan bobot 0,2173, diikuti berturut-turut oleh Pengelolaan Pariwisata dengan bobot 0,1542, Konservasi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut dengan bobot 0,1316, Pengelolaan Perikanan Pesisir dan Laut dengan bobot 0,1274, Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dengan bobot 0,1169, Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendukung dengan bobot 0,1106, Pengelolaan Perkebunan Kelapa dengan bobot 0,0857, dan terakhir Mitigasi Bencana Alam Gempa dan Tsunami dengan bobot 0,0416. Secara rinci prioritas alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut GPP Padaido disajikan pada Tabel 60.

Tabel 60 Prioritas alternatif k ebijakan pengelolaan

Alternatif Kebijakan Pengelolaan Bobot Prioritas Relatif

Pengelolaan Berbasis Masyarakat 0,2173 P1

Pengelolaan Perikanan Pesisir dan Laut 0,1274 P4 Pengelolaan Pariwisata Pesisir dan Laut 0,1542 P2

Pengelolaan Perkebunan Kelapa 0,0857 P7

Konservasi Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut 0,1316 P3

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan 0,1169 P5

Mitigasi Bencana Alam Gempa dan Tsunami 0,0416 P8 Peningkatan Sarana & Prasarana Pendukung 0,1106 P6 Sumber: Hasil analisis A’WOT

Kebijakan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM)

Kebijakan PBM merupakan kebijakan yang memiliki prioritas utama dalam pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut di GPP Padaido. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selama ini pengelolaan sumberdaya gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat potens ial untuk pembangunan ekonomi kurang mendapat sentuhan dan perhatian dari pemerintah. Akibatnya kondisi masyarakat di pulau-pulau menjadi “tertinggal” dan bahkan miskin baik secara kultural maupun struktural.

Dilain pihak, pendekatan kebijakan PBM sebagai salah satu alternatif dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pulau-pulau kecil telah terbukti berhasil melindungi dan melestarikan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan, meningkatkan pertumbuhan desa, dan menjamin pendistribusian hasil secara adil dan bijaksana di antara sesama anggota masyarakat desa di beberapa negara (Panayatou, 1992 yang diacuh oleh Pomeroy dan Williams, 1994).

Bagi masyarakat GPP Padaido, kebijakan PBM memiliki arti yang sangat penting. Selama ini, orientasi pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh pemerintah tidak menempatkan masyarakat sebagai subjek tetapi objek pengelolaan. Masyarakat dianggap tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Dengan adanya kebijakan PBM, praktek-praktek kearifan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan hak ulayat masyarakat pada kawasan pesisir dan laut yang selama ini tidak berfungsi dan terakomodasi menjadi diakui dan dihidupkan kembali dalam kehidupan masyarakat.

Kebijakan PBM di GPP Padaido bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat melalui pemanfaatkan potensi sumberdaya pesisir dan laut secara bertanggungjawab, memelihara praktek-praktek kearifan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan dan sumberdaya alam pesisir dan laut yang telah ada di dalam masyarakat, menjaga hak ulayat laut (marine tenure) masyarakat di kawasan pesisir dan laut, merevitalisasi hukum adat dan budaya yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan sumberdaya alam serta memberdayakan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka kebijakan PBM yang ditempuh dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut diarahkan pada tiga hal pokok. Pertama, pembentukan institusi PBM di tingkat pulau, gugusan pulau dan kawasan. Kedua, revitalisasi kearifan tradisional dan hukum adat serta praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut di GPP Padaido. Ketiga, pemberdayaan masyarakat GPP Padaido.

Pada dasarnya agar kegiatan PBM dapat berjalan dengan efektif, diperluka n pembentukan institusi PBM di tingkat pulau, gugusan pulau dan kawasan. Pembentukan ini dimaksudkan agar pelaksanaan PBM dapat berjalan secara efektif dan terpadu serta sesuai dengan kondisi masyarakat di pulau, gugusan pulau dan kawasan. Di tingkat kawasan dibentuk institusi PBM yang meliputi seluruh gugusan pulau-pulau Padaido. Institusi ini berkedudukan di ibukota Distrik Padaido, yaitu Pai, Pulau Pai. Di tingkat gugus pulau dibentuk 2 institusi PBM, yaitu institusi PBM Padaido Bawah dan institusi PBM Padaido Atas. Untuk institusi PBM Padaido Bawah berkedudukan di Wundi, Pulau Wundi, karena letaknya di tengah GPP Padaido Bawah, sedangkan institusi PBM Padaido Atas berkedudukan di Pasi, Pulau Pasi. Di tingkat pulau dibentuk institusi PBM sebanyak jumlah pulau yang dihuni penduduk, yaitu Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi dan Pulau Mangguandi. Masing-masing institusi PBM memiliki unsur-unsur seperti kepemimpinan, program, sumberdaya dan struktur inter nal. Dalam pelaksanaannya, institusi PBM tidak bertentangan tetapi bersinegri dengan institusi lokal, seperti pemerintah distrik dan desa, gereja dan adat.

Revitalisasi kearifan lokal, hukum adat dan hak ulayat laut merupakan upaya mengfungsikan kembali praktek-praktek dan aturan-aturan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang masih dipertahankan dan dilakukan oleh masyarakat hingga kini serta diakui oleh adat. Dalam kaitan dengan pelaksanaan PBM, praktek dan aturan adat yang dapat direvitalisasi adalah sasisen, tawek, orwarek, apyeper, dan faknik. Praktek dan aturan adat tersebut dilakukan di tingkat desa dan pulau dalam GPP Padaido. Selain itu, di tingkat gugus pulau terdapat peraturan adat tentang pengelolaan sumberdaya alam darat, pesisir dan laut ya ng dapat disetujui oleh

pemerintah kabupaten sehingga dapat diimplementasikan di tingkat gugus dan kawasan.. Dalam kenyataan, revitalisasi praktek dan peraturan adat tersebut tidak mudah dalam pelaksanaannya, diperlukan kerjasama dengan institusi lokal, seperti pemerintah (distrik dan kabupaten), gereja dan adat.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PBM, pemberdayaan masyarakat GPP Padaido bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang tersedia secara optimal dan berkelanjutan. Upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dapat dilaksanakan melalui beberapa tingkatan sebagai berikut : 1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan alternatif usaha yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak merusak lingkungan; 2) memberi masyarakat akses terhadap informasi sumberdaya alam, pasar dan perlindungan hukum; 3) menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran akan arti pelestarian ekosistem pesisir dan laut serta pulau-pulau kecil; 4) menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil; dan 5) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola da n melestarikan ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil. Tingkatan-tingkatan tersebut di atas dapat dicapai melalui pemberian bantuan modal usaha dari perbankan dan pemerintah, pendidikan dan pelatihan dari instansi pemerintah terkait dan LSM, serta kemitraan dengan pengusaha lokal dan pemerintah.

Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pesisir dan Laut

GPP Padaido memiliki potensi pariwisata pesisir dan laut yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain hamparan pulau-pulau kec il yang hijau dan lautnya yang biru bening dengan panorama bawah laut yang indah, GPP Padaido juga memiliki pantai pasir putih dan tebing pulau karang yang indah serta kekayaan budaya masyarakat dan sejarah peninggalan perang dunia ke-2. Karena semua aset-aset yang berharga tersebut, pemerintah pusat menetapkan kawasan GPP Padaido sebagai Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido pada

Pebruari 1997. Berdasarkan penetapan tersebut kawasan GPP Padaido dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi. Penetapan ini sangat strategis karena bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat Padaido terutama dalam perolehan devisa dan pendapatan tambahan.

Hasil penelitian Yayasan Diakonia Gloria (2002) menunjukkan bahwa pengelolaan pariwisata bahari (pesisir dan laut) yang dilakukan di GPP Padaido telah memberikan dampak positip terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pariwisata. Dampak positip yang diperoleh masyarakat ditunjukkan dari peningkatan wawasan dan perilak u ekonomi masyarakat yang semakin bertambah, jenis imbalan yang diterima dari jasa wisatawan bervariasi, penggunaan pendapatan untuk sektor lain, penyewaan sarana akomodasi yang berkualitas, peningkatan penyediaan makanan dan minuman lokal, serta peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor wisata bahari.

Walaupun demikian, pengembangan pariwisata pesisir dan laut di GPP Padaido belum sepenuhnya berhasil karena meninggalkan sejumlah permasalahan sosial dan lingkungan, seperti rendahnya akses masyarakat dalam pengelolaan pariwisata, terbatas dan tidak amannya infrastruktur transportasi, tidak tersedianya fasilitas telekomunikasi, kerusakan objek wisata bawah air yang berupa terumbu karang, lemahnya koordinasi diantara stakeholders (pemerintah, swasta dan masyarakat), tidak memadainya sarana akomodasi, serta penutupan jalur penerbagan Bali- Biak-Honolulu (Hawai). Semua permasalahan diatas terjadi karena pengelolaan pariwisata di kawasan Taman Wisata Alam Laut Padaido belum optimal dan tidak terpadu karena semua kepentingan stakeholder yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata belum terakomodasi. Oleh karena itu, pengelolaan pariwisata pesisir dan laut di kawasan Taman Wisata Alam GPP Padaido ke depan perlu mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terlibat sehingga manfaatnya dapat dinikmati baik oleh masyarakat, pemerintah maupun pengusaha.

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan di kawasan Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya GPP Padaido secara optimal dan berkelanjutan, kebijakan pengembangan pariwisata

pesisir dan laut di GPP Padaido bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan, pemeliharaan, dan perlindungan lingkungan kawasan wisata secara optimal, terpadu dan berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus utama dalam kebijakan pengembangan pariwisata pesisir dan laut di GPP Padaido diarahkan pada pengembangan objek wisata, peningkatan fasilitas wisata dan rekreasi, peningkatan pengawasan di lokasi wisata, peningkatan partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kegiatan promosi pariwisata dan revitalisasi jalur penerbangan Bali-Biak-Honolulu.

Wilayah GPP Padaido memiliki potensi objek-objek wisata yang dapat dikembangkan untuk kegiatan pariwisata pesisir dan laut. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian terhadap potensi sumberdaya alam dan buatan yang dimiliki, objek-objek wisata yang dapat dikembangkan adalah wisata pantai, wisata bawah air, wisata sejarah, wisata budaya, wisata alam dan wisata olah raga. Wisata pantai, alam dan bawah air merupakan objek-objek wisata yang banyak diminati dan dikunjungi oleh wisatawan. Wisata pantai, wisata bawah air dan alam dapat dikembangkan di Pulau Auki dan sekitarnya, Pulau Wundi dan sekitarnya, Pulau Nusi dan Pulau Pai untuk kawasan GPP Padaido Bawah. Untuk kawasan GPP Padaido Atas pengembangan wisata dapat dilakukan di Pulau Pakreki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi, Pulau Mangguandi dan sekitarnya, serta Pulau Dauwi dan sekitarnya. Untuk wisata sejarah dapat dikembangkan di Pulau Wundi dan wisata budaya dapat dikembangkan di semua pulau-pulau yang berpenduduk.

Fasilitas pariwisata dan rekreasi yang tersedia di kawasan Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido sangat terbatas. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan TWAL Padaido. Fasilitas pariwisata dan rekreasi yang perlu ditingkatkan adalah sarana transportasi laut, sarana rekreasi, sarana penginapan, toko penyewaan peralatan renang dan selam, sarana telekomunikasi, rumah makan dan toko cinderamata. Pengembangan fasilitas pariwisata pesisir dapat dilakukan di pulau-pulau yang menyediakan objek wisata, sedangkan banyaknya fasilitas pariwisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan pulau dimana lokasi wisata tersebut berada.

Pengawasan terhadap kegiatan pariwisata dan rekreasi serta aktivitas masyarakat di sekitar kawasan wisata sangat rendah. Rendahnya pengawasan mengakibatkan kerusakan objek wisata terutama terumbu karang. Dampak yang ditimbulkan berupa penurunan kualitas objek wisata. Peningkatan pengawasan yang dapat dilakukan di sekitar lokasi wisata adalah peningkatan jumlah personil pengawas (watcher), pemasangan papan peringatan dan peningkatan sarana penga wasan seperti perahu atau kapal patroli.

Gambar 10 Pondok wisata di Pulau Dauwi.

Partisipasi masyarakat GPP Padaido dalam pengelolaan kegiatan pariwisata dan rekreasi di kawasan Taman Wisata Alam Laut sangat rendah. Kerusakan objek wisata bawah laut, tidak terawatnya objek wisata sejarah, kurangnya sarana transportasi laut dan akomodasi wisata merupakan dampak dari kurangnya partisipasi masyarakat.

Dokumen terkait