• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis dan Batasan Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis dan Batasan Wilayah"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Batasan Wilayah

Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau Rurbasbeba dan Pulau Rurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian selanjutnya, pulau-pulau ini disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido).

Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak dengan posisi astronomi 1o7’ – 1o22’ LS dan 136o10’ – 136o46’BT. Luas wilayah GPPP sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Pai, Pulau Nusi, Pulau Warek, Pulau Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau atol, kecuali Pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi, Pulau Mangguandi, Pulau Kebori, Pulau Rasi, Pulau Workbondi, Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi, Pulau Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya (adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Lampiran 12).

(2)

Lingkungan BioGeoFisik Terestrial Topografi dan Relief Pantai

GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan bergelombang dengan kemiringan antara 0 – 5%. Topografi datar dijumpai pada daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada bagian tengah- utara pulau, kira 200 – 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar antara lain Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo, Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit bergelombang adalah Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan Mangguandi.

Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang surut dan angin.

Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adala h pantai berpasir, pantai berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan langsung dengan laut dalam.

GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain. Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau

(3)

yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan Pulau Samakur memiliki topografi pantai curam.

Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode waktu yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di Kabupaten Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo Biak, iklim di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan antara 2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas 150 mm/bulan dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya. Jumlah jam penyinaran matahari rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara rata-rata tiap bulan 27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin bertiup rata-rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.

Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim, yaitu :

1) Musim Barat

Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.

2) Musim Timur

Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans

(4)

Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama, perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak. Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002). Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.

Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 – 2001). Namun demikian, arah angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember – Maret dimana angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan Juni – Agustus dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubah-ubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 16).

Geologi

Tipe dan Asal Pembentukan Pulau

GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau

(5)

tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.

GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral (formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki, Yumni, Warek, mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya. Tabel 16 Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido tahun 2002

Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan Suhu Udara Rata-Rata (Celcius) Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Kelembaban Udara Rata-Rata (%) Arah dan Kecepatan Angin Rata-Rata (%) Januari 219.0 27 26.8 60 87 270/03 Februari 126.0 19 27.0 62 85 270/03 Maret 164.7 26 27.2 61 83 270/04 April 172.9 21 27.2 45 85 270/04 Mei 250.8 16 27.4 77 84 270/04 Juni 295.6 22 27.2 38 84 090/06 Juli 111.5 10 27.4 78 83 090/04 Agustus 200.0 7 27.3 63 81 225/06 September 155.4 14 27.1 76 83 270/04 Oktober 126.7 8 27.5 74 82 315/04 November 198.2 16 27.2 99 85 270/04 Desember 194.9 21 26.8 40 84 270/04 Rata-Rata 192.96 17.3 27.2 64.4 83.8 240/04 Jumlah 2315.7 207 326.1 773 1006 2001 3350.2 285 26.9 58 88 090/04 2000 3167.5 256 26.8 33 85 270/05 1999 3416.0 270 26.6 50 85 270/04 1998 4381,0 256 27.1 49 88 045/05 Sumber : Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002.

GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan rawan gempa.

(6)

Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu periode 1965–1970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman < 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).

Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya. Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 – 300 meter dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.

Tanah

Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak Numfor, 1995), yaitu :

1) Jenis tanah Regosol.

Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai

(7)

sedang dengan kandungan N rendah. Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi, Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan Wo rkbondi.

2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning

Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.

3) Jenis tanah Rendzina

Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan. Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur. Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi.

4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent)

Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan relief datar, bertekstur lempung berpasir, berstruktur berbutir tunggal, berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan tana man. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.

Air Tanah

Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk,

(8)

penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu :

1) Sumur Air Minum

Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau. Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1 – 2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh gerakan pasang-surut air laut.

2) Sumur MCK

Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 – 2 meter dan berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.

Vegetasi

Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder, semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir, pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai

Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur (Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus), mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius),

(9)

kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram (Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp), biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katang-katang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung (Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan Yeri.

Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter dan tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan Pulau Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan semak belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi, Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh dengan baik di hutan sekunder maupun primer.

Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemuk an di GPP Padaido adalah pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong (Manihot uttilissima), keladi (Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk (Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.

Fauna

Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut (Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons), betet raja ambon (Alisterus

(10)

amboinensis), merpati hutan (columba domestica), kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki.

Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar. Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.

Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung, itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Lingkungan Biofisik Perairan Batimetri

GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam, berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada dibawah 500 meter (Lampiran 13). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan berkisar antara 1 sampai 25 meter.

Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan

Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari

(11)

gejala-gejala fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang berperan adalah cur ah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 29 – 30oC. Pada kedalaman 50 meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean, et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 – 300C.

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air. Faktor- faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34 – 35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 – 100 meter (Hutahaean, et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34 ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.

Gelombang dan Arus

Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Besar kec ilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 – 1.21 meter. Gelombang tinggi biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18 – 38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 – 75 cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

(12)

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda, yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 - 2 meter.

Kimia Perairan

Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang menunjang proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan perairan GPP Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai 3.39 mg/l. Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 µgat/l. Konsentrasi nitrat berkisar pada nilai 0.460 µgat/l sampai 3.450 µgat/l. Nilai konsentrasi fosfat dan oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman sedangkan nilai konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50 meter (Hutahaean, et al., 1995).

Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l, konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.

Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis. Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki

(13)

keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang tergolong scleractinia ya ng kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin (Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang dari dasar laut yang belum mencapai permukaan).

Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi maup un masyarakat (lembaga swadaya masyarakat) selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997; Souhoka dan Lorwens, 2001; COREMAP 2001; COREMAP, 2003; dan Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000). Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu karang atol dan terumbu karang go song. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah yaitu Atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau, sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido Atas.

Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum, Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido

(14)

Bawah berkisar antara 0 – 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 – 25.9 % pada kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 – 70.7 % pada kedalaman 3 m dan 9.6 – 66.7 % pada kedalaman 10 m. (Souhoka dan Lorwens, 2001; COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000). Lampiran 14 menunjukkan kondisi karang di GPP Padaido tahun 2003.

Ikan Karang

Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenis-jenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae, Caesionidae, Carangidae, Ephipidae, Haemullidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Mullidae, Nemipteridae, Scaridae, Serranidae, Siganidae dan Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34 jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikan-ikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong Ikan-ikan hias. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae, Blennidae, Cirrhitidae, Diodontidae, Gobiidae, Holocentridae, Labridae, Monacanthidae, Ostraciidae, Pinguipedidae, Pomacanthidae, Pomacentridae,

(15)

Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003). Lampiran 15 menunjukkan kondisi ikan karang di GPP Padaido tahun 2003.

Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target (konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali dengan mudah di sekitar terumbu karang.

Rumput Laut

Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap atau melekat pada dasar laut ya ng keras, seperti karang mati atau fragmen karang yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik, bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al, 1990).

Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen- fragmen karang. Kurang lebih 58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella, Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia, 2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.

(16)

Moluska, Echinodermata dan Krustasea

Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda (jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi, sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan. Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi dalam lima golonga n utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut (Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting. Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).

Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus spp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenis-jenis krus tase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap pada malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan kepiting dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami habitat hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus), udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus).

(17)

Di pulau Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.

Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik, kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus affinis), Tenggiri (Scomberomorus spp), layar (Istiophorus spp) dan jenis-jenis ikan tuna. Ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran kecil, seperti ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp), make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).

Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa- masa mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki, pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).

Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome). Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.

Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau

(18)

lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. rotundata, Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium isoetifolium,

Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.

Mangrove

Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan paya u atau hutan bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian barat dan timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove terdapat di pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi (bagian barat). Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis, yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba, Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.

Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Hingga kini kerusakan tersebut belum direboisasi. Jenis mangrove yang mengalamani kerusakan/kematian adalah Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis tersebut diduga disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama ketika terjadi tsunami.

Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya Kependudukan

Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di

(19)

19 desa dalam 8 pulau. Penduduk laki- laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar 1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 17.

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001).

Sarana Sosial

Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9 bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak dijumpai di Distrik Padaido.

Tabel 17 Kondisi pendud uk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor Penduduk (jiwa) No Pulau Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Keluarga 1 Auki Auki 130 108 238 59 Sandidori 58 50 108 38 2 Wundi Wundi 154 129 283 70 Sorina 83 80 163 36 3 Nusi Nusi 167 156 323 71 Nusi Babaruk 140 89 229 55 4 Pai Pai 157 122 279 69 Imbeyomi 97 78 175 43 5 Padaidori Sasari 147 170 317 79 Mnupisen 51 56 107 29 Yeri 59 57 116 34 6 Mbromsi Nyansoren 119 130 249 61 Saribra 124 106 230 49

(20)

Mbromsi 131 121 252 63 Karabai 18 14 32 16 7 Pasi Pasi 207 178 385 87 Samber Pasi 85 77 162 35 8 Mangguandi Mangguandi 72 75 147 36 Suprima 98 82 180 45 Jumlah 2097 1878 3975 975

Sumber : Hasil sensus pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2 bangunan, masing- masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori, sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung.

Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk, sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik Padaido sebanyak 12 bangunan. Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk. Kios-kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula, kopi, beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang berpenduduk.

Tabel 18 Tingkat pendidikan penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.

Pulau Kampung Tidak

Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Auki Auki Sandodori 112 92 60 37 Wundi Wundi Sorina 138 106 86 46 Nusi 110 82 59 27 Nusi Nusi Babaruk 94 71 48 25 Pai Pai Imbeyomi 145 127 73 36 Mangguandi Meomangguandi Supraima 113 89 58 26 Samber Pasi 59 45 22 2 Pasi Pasi 129 108 63 31 Nyansoren 85 63 47 21 Mbromsi Mbromsi Karabai 101 82 51 15

(21)

Saribra 78 62 40 18 Mnupisen Yeri 79 60 33 14 Sasari 114 79 57 28 Padaidori Jumlah 1357 1066 697 336 Prosentase 39.20% 30.79% 20.13% 9.71% Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.

Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini dikelola oleh masyarakat.

Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa, kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergi-pulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas. Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000-Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.

Perekonomian dan Industri

Berdasarkan sensus pertanian 2003, perekonomian penduduk GPP Padaido berasal dari bidang pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap dan budidaya rumput laut (Tabel 19).

Tabel 19 Keadaan keluarga pertanian GPP Padaido, Biak Numfor No Pulau Desa Tanaman

Pangan Perkebu nan Peterna kan Penang- kap ikan Budidaya laut 1 Auki Auki - 23 8 30 - Sandidori - 18 8 32 - 2 Wundi Wundi - 42 7 50 14 Sorina - 23 6 32 - 3 Nusi Nusi - 60 14 70 15 Nusi Babaruk - 41 10 50 17

(22)

4 Pai Pai - 51 10 56 - Imbeyomi - 32 11 43 - 5 Padaidori Sasari 26 50 13 65 - Mnupisen 25 18 11 20 - Yeri 26 12 10 32 - 6 Mbromsi Nyansoren 12 45 12 55 - Saribra 14 30 12 41 - Mbromsi 21 41 7 76 - Karabai - 10 4 13 - 7 Pasi Pasi 27 62 20 80 - Samber Pasi - 16 7 33 - 8 Mangguandi Mangguandi - 30 8 32 - Suprima - 43 5 34 - Jumlah 151 647 183 844 46 15.49% 66.36% 18.77% 86.56% 4.72% Sumber : Hasil sensus pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

Perekonomian sebagian besar penduduk bertumpu pada perikanan tangkap dan perkebunan (kelapa), sedangkan sebagian kecil berasal dari peternakan (babi, ayam kampung dan itik), pertanian tanaman pangan (ketela pohon dan umbi-umbian) dan budidaya laut (rump ut laut). Hanya penduduk di Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi yang berusaha di pertanian tanaman pangan, sementara penduduk di Pulau Wundi dan Pulau Nusi berusaha di perikanan budidaya laut (BPS Biak, 2003).

Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit, sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan ya ng umum digunakan adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).

Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).

(23)

Tabel 20 Sarana perikanan tangkap di Kepulauan Padaido

No Pulau Perahu Tak Bermotor Perahu Motor Tempel Jumlah 1 Auki 67 8 75 2 Wundi 83 7 90 3 Nusi 114 9 123 4 Pai 85 9 94 5 Padaidori 82 11 93 6 Mbromsi 122 18 140 7 Pasi 106 10 116 8 Mangguandi 69 6 75 Jumlah 728 78 806

Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.

Sosial Budaya

Penduduk yang mendiami GPP Padaido berasal dari Pulau Biak, beretnis Biak yang termasuk ras Irian dan Melanesia Negroid. Orang Biak bertubuh tipe Pyeknis, yaitu tegap, berotot, serasi dan tinggi. Karena terjadi perang suku, mereka yang berasal dari suku Anobo, yaitu dari Biak Utara-Saba-Mnurwa, pindah dan menetap di Pulau Mbromsi dengan kampung bernama Saribra. Setelah aman di Saribra, mereka menyebar ke pulau-pulau lain untuk berkebun dan menetap. Penduduk pertama ini merasa sebagai pemilik pulau-pulau yang berada di GPP Padaido Atas.

Pada tahap selanjutnya, ketika Belanda berkuasa, mereka mendatangkan penduduk dari desa-desa di Pesisir Timur Biak ke GPP Padaido untuk membuka perkebunan kelapa dengan sistem kerja paksa. Sistem ini dikenal dengan nama landscap. Penduduk pendatang diharuskan menanam kelapa di Pulau Wundi, Pulau Pai, Pulau Auki dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Setelah kekuasaan Belanda berakhir, beberapa dari mereka yang berasal dari Pesisir Timur Biak tidak kembali lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, dkk., 2001).

(24)

Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar sesama orang Biak. Dalam kondisi tertentu seperti ibadah gereja, pertemuan-pertemuan, proses belajar-mengajar di sekolah dan pertemuan dengan orang bukan Biak digunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di GPP Padaido.

Penduduk GPP Padaido memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan nama “keret” (mata rumah). Sifat-sifat yang menonjol dari sistem ini yaitu perkawinan harus dengan marga lain (eksogam), mengambil garis keturunan ayah/laki- laki (patrilineal) dan tempat tinggal sesudah menikah di lingkungan laki-laki (patrilokal). Keret sebenarnya berarti suatu tempat yang tinggi yang terletak di tengah-tengah perahu besar. Keluarga inti terletak di keret dan memiliki sistem sosial ekonomi dan politik yang berdiri sendiri.

Dalam kehidupan sehari- hari, seorang paman (saudara laki- laki ibu atau bapak) memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang biak. Seorang paman menjadi pemimpin dan pelaku upacara insiasi yang merupakan tahapan penting dalam kehidupan masyarakat. Upacara insiasi tersebut antara lain upacara perkawinan adat (yakyaku), upacara mengenakan baju pada anak kecil (farmawas), upacara memberi gelar (sab -sider) sistem kekerabatan dan kepemimpinan tradisional, sistem kepemimpinan yang diwariskan (manseren mau) serta lembaga peradilan adat (kankin karkara).

Seorang laki- laki yang telah menikah akan mendapatkan bagian tanah sebagai lahan untuk berkebun untuk menghidupi keluarganya. Lahan yang diberikan kepada laki- laki adalah tanah yang dimiliki oleh keret.

Rumsram adalah tempat tinggal bujangan yang berfungsi sebagai tempat atau pusat pendidikan dan pemujaan roh-roh nenek moyang. Di tempat tersebut anak-anak belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelak akan dilakukan bila sudah dewasa dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat

(25)

ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan.

Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini berada dibawa h wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan juga ketika berperang.

Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda. Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan budha masing- masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat Biak pada umumnya adalah:

(1) Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat

(2) Pranata ekonomi dari sistem barter menjadi sistem ekonomi uang

(3) Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa (4) Dalam acara-acara adat, seperti orang harus melaksanakan Sababu

(upacara turun tanah) menjadi upacara gerejawi, upacara Kapanakniki (pengguntingan rambut) menjadi permandian gerejawi dan acara Kbor menjadi sidi. Dengan demikian peranan rumsram telah diambil oleh peranan gereja.

(26)

Pandangan, Penguasaan dan Kepemilikan Laut

Pada umumnya, penduduk yang mendiami GPP Padaido menganggap laut mempunyai nilai religio - magis, sosio-kultural dan ekonomis. Dalam memanfaatkan potensi laut harus sesuai dengan norma, perilaku atau aturan-aturan yang telah dianut sejak jaman nenek moyang agar tidak mendatangkan bencana. Jika laut dimanfaatkan tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik). Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas masyarakat terhenti. Setiap laki- laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang dikenal dengan “Wampasi”.

Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut) yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut. Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam. Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai tempat menangkap ikan laut lepas.

Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal (keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam (Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak dan tak mutlak. Wilayah kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga

(27)

sekampung, sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.

Bentuk perlindungan Wilayah Laut

Bentuk perlindungan wilayah laut di GPP Padaido dikenal de ngan nama Sasisen. Sasisen adalah larangan yang diberlakukan sementara waktu dalam wilayah tertentu untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi tersebut.

Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan. Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu :

1) Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1 (satu) tahun.

Penggunaan Lahan Saat ini

Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan. Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain. Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke dalam/tengah pulau terdapat fasilitas sosial, seperti gereja, sekolah, puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung.

Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput, gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut) digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor.

(28)

Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis kerang dan teripang.

Institusi Lokal

Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat elemen penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda.

Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh seorang kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa keret. Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan mananwir atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Di atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat, sedangkan untuk keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas).

Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpin-pemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatan-kegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat.

Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22,

(29)

pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan, dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak. Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa.

Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut mewarnai kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram merupakan salah satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido. Yayasan ini membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata, membentuk kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembaga -lembaga pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan ditingkat kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan Perkebunan.

Pada pertengahan 1999, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dihidupkan kembali oleh intitusi adat dengan tujuan untuk penguatan terhadap kepemilikan wilayah adat. Lembaga ini terdiri dari LMA Padaido Bawah dan LMA Padaido Atas. Salah satu program yang telah dilakukan oleh LMA Padaido Atas adalah penetapan kepemilikan Pulau Padaidori oleh masyarakat Padaido Atas. Penguatan terhadap kepemilikan masyarakat terus meningkat. Pada pertengahan tahun 2002 telah dilaksanakan dua kegiatan penting oleh institusi adat masyarakat Biak Timur dan Kepulauan Padaido, yaitu pembentukan statuta Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Biak Timur dan Kepulauan Padaido, dan Penyusunan Pra Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Darat, Pesisir dan Laut Di Biak Timur dan Kepulauan Padaido. Hingga saat ini, Pra Rancangan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor.

Kondisi Pengelolaan GPP Padaido Saat Ini

Sejak diketahui memiliki pemandangan alam pulau-pulau, panorama alam bawah laut yang indah serta potensi sumberdaya perikanan dan perkebunan kelapa,

(30)

perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan GPP Padaido sangat besar. Selain Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Biak Numfor dan instansi-instansi teknisnya, seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, GPP Padaido juga dikelola oleh Departemen Kehutanan ( sebagai Taman Wisata Alam), Departemen Kelautan dan Perikanan (COREMAP), Pihak swasta (pariwisata), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal serta masyarakat adat Pulau Biak dan pulau-pulau Padaido. Masing- masing pihak (stakhoders) tersebut melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan dan programnya dalam pengelolaan GPP Padaido.

Program-program pembangunan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan konservasi sumber daya alam. Pendekatan program yang dilakukan masih bersifat sektoral, berskala proyek dan tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan. Sebagai akibatnya, kerusakan habitat dan penurunan kualitas sumber daya alam tidak terhindarkan lagi. Terumbu karang dan habitat hidup biota laut lain menjadi rusak. Hasil tangkapan ikan cenderung menurun, berukuran kecil dan jenis-jenis tertentu sulit ditemukan serta daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pantai/pulau. Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan pembiusan ikan dengan bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktu-waktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.

Kondisi Kepariwisataan

Pada 13 Pebruari 1997, wilayah Distrik Padaido ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido oleh Pemerintah dengan luas 183.000 ha. Wilayah ini mencakup pulau-pulau dan perairannya (SK Menhut No.91/Kpts-VI/1997). Berdasarkan ketetapan ini, wilayah GPP Padaido diperuntukkan sebagai

(31)

kawasan pariwisata dan rekreasi. Asal dan jumlah wisatawa n yang mengunjungi GPP Padaido disajikan pada Tabel 21. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi GPP Padaido sebanyak 115 orang yang berasal dari kurang lebih 14 negara dengan total lama tinggal 82 hari selama periode 2002. Pada periode Januari-Juni 2003, wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido sebanyak 54 orang yang berasal dari 11 negara dengan total lama tinggal 26 hari.

Tabel 21 Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido, Periode 2002–Juni 2003

T a h u n

2002 Jan - Jun 2003

No N e g a r a

Jumlah Tinggal (hr) Jumlah Tinggal (Hr)

1 Australia 9 3 - - 2 Belgia 8 6 5 2,5 3 British 14 5 1 1 4 Cekoslowakia 10 5 - - 5 Dutch 23 10 16 2 6 France 5 6 3 4,5 7 Germany 7 12 1 3 8 Indonesia 16 11 15 2,5 9 Italy 2 2 - - 10 Poland 2 2 - - 11 Slovenia 2 4 - - 12 Spain 3 5 - - 13 Sweden 1 3 1 2 14 USA 13 8 4 1,5 15 New Zaeland - - 5 3 16 Japan - - 2 2 17 Taiwan - - 1 2 Jumlah 115 82 54 26

Sumber : Biak Dive, 2003.

(32)

KESESUAIAN LAHAN GPP PADAIDO

Di GPP Padaido lahan dibedakan atas tiga tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk, lahan dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman penduduk, kebun dan ladang, lokasi beberapa prasarana dan sarana sosial serta hutan sekunder. Pada pulau-pulau tidak berpenduduk, lahan daratan merupakan semak-belukar, pepohonan kelapa dan hutan (primer dan sekunder). Luas total daratan pulau-pulau meliputi areal seluas 5.520,682 ha atau 3,017% dari luas wilayah.

Kedua adalah dataran pantai pasang surut, yaitu lahan pesisir yang mengalami proses pasang-surut (pasut) air laut yang berlangsung dua kali dalam sehari (semidiurnal). Lahan ini meliputi rataan terumbu atol wundi, rataan terumbu pulau-pulau, laguna dan lagoon wundi. Lahan tersusun dari berbagai jenis substrat dasar, seperti; pasir, lumpur, patahan karang dan campuran substrat-substrat tersebut. Di atas lahan ini tumbuh dan berkembang berbagai jenis komunitas, seperti; karang, lamun, dan mangrove dengan berbagai jenis fauna dan flora pantai dan laut yang berasosiasi. Karang menempati bagian tepi (margin) yang berbatasan dengan laut dalam, sedangkan mangrove menempati tepi pantai yang berbatasan dengan daratan pulau. Lamun terletak diantara kedua komunitas tersebut.

Lahan dimanfaatka n oleh penduduk sebagai tempat pencaharian ikan dan hasil laut lain, lokasi budidaya rumput laut, jalur pelayaran dan tempat tambatan perahu nelayan serta tempat rekreasi dan pariwisata pantai. Lahan mencakup areal seluas 13228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah.

Ketiga adalah lahan perairan laut. Lahan merupakan perairan dalam dengan luas 169771,997 ha atau 92,772% dari luas wilayah. Kawasan ini dimanfaatkan sebagai tempat penangkapan ikan pelagis (kecil dan besar) dan demersal serta sebagai jalur pelayaran perahu nelayan.

Dari ketiga lahan tersebut, lahan pesisir (pasut) dan laut memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan dibandingkan dengan lahan daratan pulau yang terbatas luasnya. Namun demikian, sebelum kedua lahan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai peruntukkan perlu dilakukan analisis kesesuaian agar pemanfaatannya berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.

(33)

Analisis kesesuaian lahan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido ditujukan untuk menetapkan jenis-jenis penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan yang direncanakan adalah lindung, konservasi, dan pemanfaatan (pariwisata dan rekreasi, perikanan budidaya (rumput laut, teripang, dan ikan dalam keramba) dan perikanan tangkap (karang dan pelagis). Penetapan jenis penggunaan lahan didasarkan dan disesuaikan dengan beberapa pertimbangan, yaitu pola umum pembangunan Kabupaten Biak-Numfor, penetapan kawasan sebagai Taman Wisata Alam Laut oleh pemerintah pusat, keinginan masyarakat Padaido, potensi sumberdaya alam pesisir dan laut serta permasala han-permasalahan sosial ekonomi dan konservasi sumberdaya alam yang berkembang saat ini.

Analisis kesesuaian lahan dilakukan di GPP Padaido yang berada dalam wilayah administratif Distrik Padaido yang meliputi delapan pulau berpenduduk dan kurang lebih 21 pulau tidak berpenduduk. Berdasarkan letak geografis dan kondisi biofisiknya, pulau-pulau dikelompokkan atas dua gugusan pulau, yaitu GPP Padaido Bawah dan GPP Padaido Atas.

Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kelas-kelas kesesuaian lahan dalam bentuk peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan diberikan warna yang berbeda untuk menunjukkan kekontrasannya sehingga mudah dibedakan. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk jenis-jenis penggunaan lahan yang direncanakan.

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Budidaya

Analisis kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya bertujuan untuk menetapkan kesesuaian lahan pesisir untuk penggunaan usaha budidaya rumput laut, budidaya teripang dan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Analisis dilakukan dengan memadukan persyaratan dari masing- masing penggunaan lahan dengan karakteristik atau kualitas satuan lahan pesisir (perairan pantai) di GPP Padaido. Persyaratan dan kriteria dari masing-masing penggunaan lahan dijelaskan

(34)

pada Bab III. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan perikanan budidaya.

Budidaya Rumput Laut

Sebanyak 20 satuan lahan yang terdiri atas tiga kelompok di Distrik Padaido dianalisis kesesuaian lahannya. Kelompok pertama adalah lahan pesisir GPP Padaido Bawah. Lahan terdiri dari lima satuan lahan, yaitu; dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi, perairan lagoon Atol Wundi, perairan Laguna Auki, rataan terumbu Wurki dan gosong karang. Kelompok kedua adalah lahan pesisir GPP Padaido Atas. Lahan terdiri atas sebelas rataan terumbu pulau, satu perairan rawa Padaidori dan tiga perairan laguna. Kelompok ketiga adalah perairan laut dalam. Lahan merupakan laut dalam dengan kedalaman di atas 100 meter. Dari ketiga kelompok lahan tersebut, kelompok pertama dan kedua dianalisis kesesuaian lahannya, sedangkan kelompok ketiga tidak dianalisis karena secara fisik tidak sesuai untuk penggunaan budidaya rumput laut.

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang disajikan pada Tabel 22 dan Lampiran 18 diperoleh tiga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya rumput laut. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas memiliki nilai kesesuaian lahan yang berkisar antara 80,87% sampai 94,8%. Lahan kelas ini tersebar di 18 satuan lahan. Empat lahan di GPP Padaido Bawah dan 14 lahan lain tersebar di GPP Padaido Atas. Luas total lahan sebesar 12704,136 ha atau 6,942% dari luas kawasan. Luas kelas lahan sangat sesuai di GPP Padaido Bawah tiga kali lebih besar dari lahan di GPP Padaido Atas. Lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan lagoon Atol Wundi memberikan kontribusi terbesar. Pada lahan ini metode budidaya yang sesuai adalah metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal, metode apung dengan sistem tali panjang (long line) dan rakit terapung. Metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal dengan pemagaran diterapkan pada lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan rataan terumbu pulau-pulau, sedangkan metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit terapung diterapkan pada perairan lagoon Atol Wundi dan laguna.

(35)

Kedua adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini memiliki nilai kesesuaian sebesar 68,696% dan hanya terdapat di ‘r awa’ padaidori, dengan luas 79,596 ha. Lahan ini memiliki faktor pembatas yang serius untuk pengembangannya yaitu faktor fisik perairan, seperti: arus, kedalaman air, dasar perairan, dan kecerahan. Keempat faktor tersebut memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan 14 parameter lain yang disyaratkan. Namun demikian, lahan ini masih dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut dengan syarat pilihan metode budidaya yang digunakan harus sesuai dengan kondisi setempat. Metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit terapung untuk membudidaya rumput laut sesuai diterapkan di lokasi ini.

Tabel 22 Kelas kesesuaian dan luas lahan (ha) budidaya rumput laut Kelas Kesesuaian Lahan No Gugus Pulau Sgt sesuai

(S1) Sesuai (S2) Bersyarat (S3) Tdk sesuai (N) I Padaido bawah

1 Dataran P.P Atol Wundi 6504,949 -- -- 115,232

2 Lagoon Atol Wundi 3404,132 -- -- --

3 Laguna Auki 67,315 -- -- -- 4 Wurki 71,255 -- -- -- 5 Gosong karang -- -- -- 38,970 Jumlah 10047,651 -- -- 154,202 II Padaido atas 1 Pakreki 30,599 -- -- -- 2 Padaidori 1272,205 -- 79,596 -- 3 Laguna Padaidori 20,475 -- -- -- 4 Mbromsi 132,928 -- -- -- 5 Pasi 84,150 -- -- -- 6 Mangguandi 564,954 -- -- -- 7 Laguna Mangguandi 17,103 8 Kebori 54,378 -- -- -- 9 Rasi 50,629 -- -- -- 10 Workbondi 67,527 -- -- -- 11 Dauwi-Nukori 423,325 -- -- -- 12 Laguna Dauwi-Nukori 108,277 13 Wamsoi 116,503 -- -- --

(36)

14 Runi 278,705 -- -- --

Jumlah 3221,758 -- 79,596 --

III Perairan dalam -- -- -- 169771,997

Jumlah Total 13269.409 -- 79,596 169926,199 Sumber : Hasil analisis SIG

Ketiga adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Kelas ini terdapat di dataran pulau-pulau Atol Wundi, gosong karang dan perairan dalam di sekitar GPP Padaido. Lahan ini tidak mendukung pengembangan budidaya rumput laut karena memiliki faktor-faktor pembatas yang permanen, seperti; laut yang dalam, angin dan arus yang kencang, dan gelombang besar. Faktor-faktor ini merupakan faktor alam yang sulit dikontrol.

Budidaya Teripang

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya teripang yang disajikan pada Tabel 23 dan Lampiran 19 diperoleh empat kelas kesesuaian lahan. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas ini hanya terdapat di dua satuan lahan, ya itu: dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan rataan terumbu Pulau Mangguandi, dengan luas total 7069,903 ha. Kedua lahan masing-masing memiliki nilai persentase analisis sebesar 83,158% untuk rataan pulau-pulau atol Wundi, dan 82,11% untuk Pulau Mangguandi. Faktor-faktor yang menentukan lahan sangat sesuai adalah faktor keterlindungan lokasi, tidak ada pencemaran, keamanan, ketersediaan benih dan faktor kondisi bio- fisik lahan untuk kehidupan teripang, seperti: kecerahan perairan, salinitas, suhu, oksige n terlarut dan pH.

Kedua adalah kelas sesuai (S2). Lahan tersebar di delapan lokasi, tiga di GPP Padaido Bawah dan lima di GPP Padaido Atas. Luas total lahan adalah 5480,025 ha. Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 70,526% sampai 77,89%. Faktor-faktor yang mendukung lahan sesuai untuk budidaya teripang adalah keterlindungan, tidak ada pencemaran, ketersediaan benih dan kondisi biofisik lahan untuk kehidupan teripang. Faktor-faktor yang kurang mendukung adalah ketersediaan sarana penunjang, keamanan serta kedalaman air saat surut.

(37)

Ketiga adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini hanya terdapat di GPP Padaido Atas yang tersebar di sembilan lokasi. Tujuh lahan berupa lahan pasang surut pulau (rataan terumbu), satu lahan berupa “rawa” dan satu lahan berupa laguna. Luas total lahan adalah 798,987 ha. Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 60% sampai 69,47%. Pada lahan ini, faktor yang kurang mendukung adalah kurangnya keamanan, kurangnya sarana penunjang, kurangnya tanaman air (lamun), dan tingginya ketinggian air saat pasang. Faktor- faktor yang mendukung adalah keterlindungan relatif cukup, ketersediaan bibit dan kondisi bio -fisik lahan sesuai untuk kehidupan teripang.

Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Lahan ini meliputi terumbu karang dalam dan gosong karang di GPP Padaido Bawah dan perairan dalam sekitar GPP Padaido. Lahan ini memiliki faktor pembatas permanen, seperti kedalaman perairan dan keterlindungan.

Tabel 23 Kelas kesesuaian dan luas lahan (ha) budidaya teripang

Kelas kesesuaian lahan pesisir No Gugus Pulau Sgt sesuai

(S1) Sesuai (S2) Bersyarat (S3) Tdk sesuai (N) I Padaido Bawah

1 Dataran P.P Atol Wundi 6504,949 -- -- 115,232

2 Lagoon Atol Wundi -- 3404,132 -- --

3 Laguna Auki -- 67,315 -- --

4 Wurki -- 71,255 -- --

5 Gosong karang -- -- -- 38,970

Jumlah 6504,949 3542,702 -- 154,202

II Gugus Padaido Atas

1 Pakreki -- -- 30,599 -- 2 Padaidori -- 1272,205 79,596 -- 3 Laguna Padaidori -- -- 20,475 -- 4 Mbromsi -- -- 132,928 -- 5 Pasi -- -- 84,150 -- 6 Mangguandi 564,954 -- -- -- 7 Laguna mangguandi -- 17,013 -- -- 8 Kebori -- -- 54,378 --

Gambar

Tabel 18  Tingkat pendidikan penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.
Tabel 21  Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido,                   Periode 2002–Juni 2003
Tabel 30  Daya dukung lahan perairan pesisir untuk budidaya rumput laut
Tabel 32  Optimal use kelompok ikan karang di Pulau-Pulau Padaido
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di Pusat, acara Pekan Menyusui Sedunia tahun 2020 dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 di Jakarta dalam bentuk webinar yang akan dibuka oleh Menteri Kesehatan

Moving average dapat memprediksi harga rumah dikota bandung bagian timur, Aplikasi ini membantu untuk user yang ingin mengetahui harga perumahan untuk tahun selanjutnya,

Dibanding metode pohon klasifikasi tunggal (CART), penerapan metode Bagging pada pohon klasifikasi CART mampu meningkatkan ketepatan klasifikasi total (akurasi)

...” yang kami ajukan untuk dapat mengikuti Intensive-Student Technopreneurship Program 2014 dan menyatakan bahwa invensi/inovasi tersebut benar-benar merupakan

Hasil pengukuran dan pengujian Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia, Budaya Kerja, dan Iklim Organisasi secara bersama-sama terhadap Kinerja Sekretariat Dewan Perwakilan

Renstra Perangkat Daerah Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas tahun 2016–2021 ini merupakan dokumen perencanaan jangka menengah Perangkat Daerah untuk

Perbedaan gender yang juga disebut sebagai perbedaan jenis kelamin secara sosial budaya terkait erat dengan perbedaan secara seksual, karena dia merupakan produk dari pemaknaan

Kete- patan waktu dalam pengriman barang untuk memenuhi permintaan konsumen merupakan salah satu variabel penting dalam meningkat- kan kepercayaan pelanggan terhadap