• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang ZEEI

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN INDONESIA

E. Kebijakan Pengendalian Pengelolaan Perikanan Indonesia

Seperti telah dipahami bersama, satu-satunya mekanisme yang tersedia untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan pada suatu tingkat yang diinginkan, setidaknya dalam perikanan tangkap di alam bebas, adalah

mengendalikan mortalitas penangkapan dengan cara mengatur banyaknya ikan yang ditangkap, kapan ikan ditangkap serta ukuran dan umur saat ikan ditangkap. Dalam mengatur mortalitas penangkapan ada sejumlah pendekatan yang dapat digunakan, dan masing-masing mempunyai implikasi dan efisiensi yang berbeda untuk pengaturan mortalitas penangkapan, dampak terhadap para nelayan,

kelayakan dari pemantauan, pengendalian dan pengawasan, dan segi lainnya dari pengelolaan perikanan.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatur

tangkapan total, yang artinya mengatur mortalitas penangkapan yang dibebankan terhadap suatu stok, yaitu27 :

Pertama, langkah teknis, berupa pembatas atau kendali untuk mengatur keluaran yang dapat dicapai dari sejumlah upaya tertentu, umpamanya

pembatasan alat tangkap, penutupan penangkapan pada musim dan kawasan tertentu. Dalam bentuk peraturan tersebut di atas, langkah ini umumnya berupaya mempengaruhi efisiensi dari alat penangkapan ikan.

Tujuan pembatasan alat tangkap tersebut, diantara yaitu:

1. Menghindarkan peningkatan kapasitas penangkapan akibat peningkatan efisiensi alat tangkap yang bersangkutan;

2. Menghindari suatu dampak yang tak dikehendaki yang berkaitan dengan ukuran ikan, spesies bukan komersial atau habitat kritis;

3. Menghindari pemasukan suatu teknologi baru yang kiranya dapat memodifikasi secara bermakna distribusi hak pengusahaan yang ada, teristimewa jika hal ini melibatkan para peserta baru.

Pembatasan alat tangkap mempunyai peran yang penting dalam mengupayakan pemanfaatan optimal suatu stok atau suatu sumberdaya. Akan

27

Kusumastanto, Tridoyo. 2004. “Studi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Indonesia”. Jakarta.

tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa pembatasan alat tangkap saja tidak dapat digunakan untuk menjamin konservasi. Sebagai tambahan, peningkatan efisiensi suatu armada sering menaikkan biaya penangkapan relatif pada armada lain dan karena itu mungkin menjurus kepada tekanan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih tinggi untuk mempertahankan tingkat pendapatan.

Sementara itu, pembatasan kawasan dan waktu dapat digunakan untuk melindungi suatu komponen dari suatu stok atau komunitas. Pembatasan kawasan dapat memainkan peran yang diperlukan dalam penangkapan yang lestari, khususnya bagi spesies teritorial atau spesies yang hidupnya relatif menetap. Kawasan laut yang dilindungi dapat pula berperan penting dalam mencadangkan habitat kritis atau tahap-tahap hidup yang peka dari suatu spesies. Namun demikian, otoritas pengelolaan perikanan harus memantau upaya yang tersedia, dan pemindahan upaya tangkap dari kawasan tertutup atau musim tertutup ke daerah dan musim terbuka yang tidak melampaui tingkat lestari sumberdaya di daerah terbuka tersebut.

Sebagai tambahan dari perannya dalam melestarikan sumberdaya, pembatasan kawasan dan waktu dapat digunakan untuk mengurangi atau menghapus sengketa antara komponen yang berbeda dari sistem perikanan (armada artisanal, industri, dan asing) atau antara mereka dan para pengguna lainnya. Dengan memilah-milah para nelayan atau kelompok lain yang berkepentingan ke dalam penempatan waktu dan ruang yang tepat sesuai dengan sifat penggunaan atau praktek penangkapan mereka, pertemuan antara mereka dapat dikurangi, dengan demikian juga mengurangi besarnya kemungkinan

sengketa. Akan tetapi, pemilahan semacam itu menjurus pada alokasi yang harus dipatuhi, dan sengketa bisa timbul jika alokasi semacam itu tidak mempertimbangkan pemerataan dan keadilan.

Kedua, pengendalian masukan (input control), yang secara langsung mengatur jumlah upaya yang dapat dimasukkan ke dalam suatu perikanan. Pada umumnya, pengendalian masukan lebih mudah dipantau dibandingkan pengendalian keluaran. Pengendalian masukan (upaya), meliputi pembatasan jumlah unit penangkapan melalui izin yang diterbitkan, pembatasan jumlah unit waktu melakukan penangkapan (kuota upaya individu), dan pembatasan ukuran kapal dan/atau alat tangkap.

Permasalahan terbesar dalam penggunaaan pengendalian masukan saja untuk mengatur perikanan terkait dengan permasalahan untuk menetapkan berapa besar upaya sesungguhnya yang diwakili oleh masing-masing unit penangkapan. Bahkan armada yang berciri tersendiri di dalam suatu perikanan dicirikan oleh variasi yang besar dalam ukuran kapal (jika kapal-kapal dilibatkan), sifat dari alat tangkap dan bantuan teknis dan teknologi yang digunakan, mutu perawatan kapal dan alat tangkap, keterampilan dan strategi nahkoda dan faktor lainnya. Perbedaan ini menyebabkan sangat sukar melakukan pengkajian upaya efektif dalam suatu perikanan.

Secara teoritis, jika data cukup tersedia, maka memungkinkan menetapkan efisiensi relatif dari tiap kapal dan armada dengan cara membandingkan hasil tangkapan historis per satuan upaya dalam suatu basis data armada. Dalam prakteknya, peningkatan efisiensi, menyebabkan kalibrasi tersebut sukar

dilakukan. Hal ini menekankan pentingnya bagi otoritas pengelolaan menyangkut pengumpulan data yang tepat guna tentang hasil tangkapan dan upaya.

Jika permasalahan penetapan jumlah upaya yang tepat pada suatu sumberdaya dan perubahan upaya efektif dapat diatasi, maka terdapat beberapa keuntungan dari pendekatan pengendalian upaya dibandingkan dengan cara pengendalian keluaran (tangkapan). Pengendalian upaya mungkin pula diperlukan untuk menghindari permasalahan kapasitas yang berlebih, walaupun telah terdapat pengendalian keluaran.

Ketiga, pengendalian keluaran (output control), secara langsung mengatur tangkapan yang dapat diambil dari suatu perikanan dan dapat dipandang sebagai suatu cara untuk menghindari permasalahan yang berkaitan dengan penetapan dan pemberdayaan langkah teknis dan pengaturan upaya tangkap, dengan membatasi langsung faktor yang merupakan perhatian utama, yaitu tangkapan total. Bagaimanapun juga, pengendalian tangkapan juga mempunyai masalah, sebagian besar berkaitan dengan pemantauan dan pengawasan.

Pengendalian keluaran (tangkapan) adalah suatu langkah pengelolaan populer bagi perikanan, khususnya untuk perikanan skala besar. Pengendalian keluaran, secara teoritis, memungkinkan perkiraan dan pelaksanaan tangkapan optimal yang akan diambil dari suatu stok dengan suatu strategi permanen yang ditentukan. Adanya informasi yang baik mengenai hasil tangkapan yang sebenarnya dapat mendukung pencapaian tujuan yang diinginkan. Pengendalian tangkapan biasanya meliputi penetapan suatu jumlah tangkapan yang

diperbolehkan, yang kemudian dilakukan pembagian ke dalam kuota individu menurut armada, perusahaan penangkapan, atau nelayan.

Dalam banyak kejadian, perikanan diatur oleh suatu kombinasi yang terdiri atas lebih dari satu langkah pengendalian di atas. Suatu patokan pertimbangan, apapun kombinasi langkah pengelolaan yang digunakan, merupakan keputusan yang membuka atau membatasi akses ke sumberdaya tersebut. Upaya dan kapasitas armada yang berlebihan harus dihindarkan dalam suatu perikanan, karena fakta menunjukkan bahwa kapasitas penangkapan yang berlebihan dibandingkan dengan yang diperlukan dalam suatu WPP, mengakibatkan terjadinya tangkap lebih di WPP tersebut. Dengan demikian pembatasan terhadap upaya total yang mempunyai akses ke suatu WPP harus dilakukan.

BAB IV P E N U T U P

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Tim dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tim menganggap bahwa penelitian ini merupakan studi penjajakan awal terhadap beberapa aspek hukum pemanfaatan zona ekonomi eksklusif dalam rangka peningkatan pendapatan nelayan Indonesia. Ternyata masalah hukum di bidang perikanan ini sangat komplek.

Selama ini pengertian nelayan dianggap sebagian adalah orang yang melakukan pekerjaan sehari-hari di laut yakni di pesisir pantai untuk penghidupannya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pengertian nelayan mempunyai makna yang bermacam-macam seperti telah diuraikan pada halaman 62, misalnya nelayan penuh, nelayan sambilan, nelayan besar, nelayan kecil, nelayan tradisional, dan nelayan yang berorientasi pada keuntungan (commecial fisher) serta nelayan skala besar dicirikan dengan majunya kapasitas teknologi penangkapan ikan maupun jumlah armadanya (industrial fisher).

Dalam hal pemanfaatan perikanan khususnya di zona ekonomi eksklusif, hasil penelitian menunjukkan bahwa zona ekonomi eksklusif indonesia belum

begitu dimanfaatkan oleh nelayan Indonesia. Karena ada banyak faktor yang menyebabkan nelayan belum memanfaatkan zona ekonomi eksklusif . Misalnya Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Faktor-faktor internal mencakup masalah antara lain: (1) keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan; (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh; (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan; (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut; dan (6) gaya hidup yang dipandang ”boros” sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan. Faktor-faktor eksternal mencakup masalah antara lain: (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, parsial dan tidak memihak nelayan tradisional; (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara; (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir; (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan; (5) penegakkan hukum yang lemah terhadap perusakan lingkungan; (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pasca-tangkap; (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor non-perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan; (8) kondisi alam dan fluktuasi

musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun; dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia.

2. Dalam rangka mengantisipasi pelaksanaan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemanfaatan zona ekonomi eksklusif diantaranya UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI; PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di ZEEI; UU No. 41 Tahun 2004 tentang Perikanan.

3. Setiap negara pantai memiliki hak dan kewajiban di dalam kapasitas legal untuk memanfaatkan potensi perikananya di dalam wilayah hukum nasionalnya. Bagaimanapun juga besar wilayahnya, bisa begitu luas dan jauh, sehingga banyak kapal-kapal asing yang leluasa melakukan kegiatan IUU Fishing (penangkapan ikan tidak legal) tanpa bisa terdektesi oleh pihak yang berwenang dari negara pemilik wilayah itu. Untuk mengatasi hal-hal seperti itu, pemerintah negara memperbaiki dengan melengkapi alat-alat penunjang yang memadai seperti kapal, helikopter, pesawat terbang, satelit dan lain-lain.

B. SARAN

1. Dalam hal pemanfaatan ZEEI yaitu menentukan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari Komisi Nasional perlu pengkajian kembali besar JTB yang ditetapkan.

2. Kebijakan pemerintah yang dulu diberikan oleh Menteri Pertanian yang kemudian dilanjutkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dalam membolehkan kapal asing menangkap ikan di ZEEI perlu dikaji kembali, karena beberapa kelemahan terutama dari data statistik yang digunakan dan terbatasnya sistem pengawasan.

3. Dalam mengantisipasi perkembangan penangkapa ikan di zona ekonomi eksklusif indonesia, Pemerintah perlu mengantisipasi pelaksanaan IUU Fishing.

Dokumen terkait