• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

4. Kebijakan Piutang Tak Tertagih

Piutang Tak tertagih, yaitu klaim kepada pihak tertentu atas uang, barang dan jasa yang tidak tertagih atau kerugian yang ditimbulkan atas penjualan secara kredit. Dalam sebuah praktis bisnis yang mengandalkan penjualan barang dagang secara kredit, masalah adanya piutang yang tak tertagih sudah menjadi hal biasa. Oleh sebab itu, dalam akuntansi, adanya piutang tak tertagih diakui keberadaaanya sehingga membentuk satu perkiraan tersendiri yaitu beban piutang tak tertagih dan cadangan piutang tak tertagih. Terdapat 2 kebijakan akuntansi atas piutang tidak tertagih ini yaitu kebijakan penghapusan langsung dan kebijakan estimasi atau taksiran.

Kebikjakan penghapusan langsung menggunakan asumsi bahwa piutang yang dianggap tak akan tertagih sulit untuk diterima di kemudian hari. Ini artinya, ada saja dari bagian piutang dagang yang tidak tertagih dan harus dihapus saja dari buku. Namun sebaliknya kebijakan estimasi atau taksiran piutang tidak tertagih menganggap bahwa sebagian dari

piutang yang tidak tertagih, masih sangat mungkin untuk diterima kembali di kemudian hari Hadri Mulya (2010:202).

5. Pengawasan dan Pengendalian Piutang a. Pengawasan Intern Piutang

Menurut Mukhtar (2006) bahwa:”Pengawasan adalah proses pemberian pengaruh terhadap suatu aktivitas suatu objek, makhluk hidup atau sistem. Pengawasan dapat membantu perusahaan dalam mengontrol kegiatan perusahaan dan merupakan suatu tujuan dari sistem informasi akuntansi. Akuntansi membantu mencapai tujuan dengan mendesain sistem pengawasan yang efektif dan mengaudit sistem untuk meyakinkan tercapainya tujuan dengan efektif.”

Dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan yaitu membandingkan kejadian dengan perencanaan dan mengambil tindakan perbaikan untuk rencana masa depan. Dari pengertian pengawasan dan piutang, dapat diambil kesimpulan pengawasan piutang adalah proses manajemen untuk melihat apakan penjualan kredit telah dapat ditagih seluruhnya dan tidak melewati waktu tempo yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jika hal ini tidak terjadi, maka akan diadakan serangkaian perbaikan guna menunjang.

Pengawasan berfungsi untuk mengupayakan setiap kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan. Dalam pelaksanaan pengawasan harus efisien dan mempertimbangkan cost benefit ratio

artinya biaya pengawasan harus lebih rendah dari hasil pengawasan.

Pengawasan dapat dilakukan sebelum, sedang dan/atau sesudah suatu kegiatan dilaksanakan. Pengawasan mensyaratkan umpan maju, yaitu bahwa tujuan, rencana, kebijaksanaan dan standar telah ditetapkan dan dikomunikasikan kepada para manajer yang bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan.

Dengan demikian pengawasan yang efektif tergantung pada perencanaan awal. Pengawasan juga didasarkan atas konsep umpan balik (feedback) yang menilai pelaksanaan dan mengusulkan tindakan koreksi untuk menjamin pencapaian tujuan. Dalam hal tertentu, pengawasan juga mengakibatkan perubahan dalam rencana tujuan awal, atau dalam pembentukan rencana baru.

Menurut Rustam (2005) Ada dua metode yang paling umum dipergunakan dalam mengawasi piutang. Kedua metode pengawasan tersebut adalah :

1. Periode Panagihan Rata-rata.

Periode penagihan rata-rata (Average collection period) mengukur perputaran piutang, yang dihitung dalam dua tahap yaitu :

a) Tingkat Perputaran Piutang (receivable turn over)

Menurut Sutrisno (2003,64) bahwa account receivable turn over dimaksudkan untuk mengukur likuiditas dan efisiensi piutang. Tingkat perputaran piutang tergantung dari syarat

pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Makin lama syarat pembayaran semaki lama dana atau modal terikat dalam piutang, yang berarti semakin rendah tingkat perputaran piutang. Tingkat perputaran piutang atau receivable turn over dapat diketahui dengan cara membagi penjualan kredit dengan jumlah rata-rata piutang. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Tingkat Perputaran Piutang =

b) Average Collection Period (ACP)

Menurut Sutrisno (2003,64) Average Collection Periode (ACP) yaitu perbandingan antara piutang usaha dan rata-rata penjualan per hari. ACP mengukur rata-rata waktu penagihan atas penjualan. Semakin pendek ACP, semakin baik kinerja perusahaan tersebut karena modal kerja yang tertanam dalam bentuk piutang kecil sekaligus mencerminkan sistem penagihan piutang berjalan dengan baik. Jika ACP terlalu panjang, kemungkinan yang terjadi adalah :

1) Perusahaan memberikan terms of payment yang terlalu panjang kepada konsumen atau distributor.

2) Piutang perusahaan banyak yang macet.

Penjualan Kredit/Tahun Rata-Rata Piutang

Cara perhitungan Average Collection Period (ACP) :

ACP =

2. Daftar Umur Piutang (aging schedule).

Metode ini didasarkan kepada analisis umur piutang yang dimiliki oleh perusahaan. Umur piutang melibatkan seluruh total piutang baik yang jatuh tempo maupun yang belum. Piutang yang telah jatuh tempoh selanjutnya dianalisis dari sisi sudah berapa lama jatuh temponya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disampaikan bagaimana tebel analisis umur piutang dibuat. Asumsi yang digunakan untuk menghitung besarnya piutang tidak tertagih adalah persentase dari piutang yang telah jatuh tempo. Untuk piutang yang belum jatuh tempo, 2% tidak tertagih. Untuk piutang yang jatuh tempo 30 hari sampai 60 hari, 10% tidak tertagih, 60 hari sampai 90 hari, 25% tidak tertagih. Piutang yang jatuh tempo di atas 90 hari, 50% tidak tertagih. Biasanya suatu piutang dagang yang umur jatuh temponya semakin lama, maka tingkat kemungkinan tidak tertagihnya juga semakin besar Hadri Mulya (2010:204).

360

Tingkat Perputaran Piutang

Tabel 2.1.

165.000.000,- 104.000.000,- 50.000.000,- 6.000.000,- 5.000.000,-

Sumber : Hadri Mulya (2010:205)

Berdasarkan table anaisis umur piutang, maka kita dapat menentukan besarnya jumlah piutang tidak tertagih sebagai berikut :

Table 2.2.

Piutang Tak Tertagih

Status

Saldo

% Piutang Piutang Tidak

Piutang Tidak Tertagih Tertagih

Belum J.T 104.000.000,- 2 Rp. 2.080.000,-

Dengan demikian, didapatkan dari analisis umur piutang ini sebesar Rp. 6.430.000,- merupakan piutang ragu-ragu atau piutang tak tertagih. Jurnal yang dibutuhkan adalah sebagai berikut;

Beban Piutang Tidak Tertagih 6.430.000,-

Cadangan Piutang Tidak Tertagih 6.430.000,- b. Pengendalian Intern Piutang

Tujuan utama dari pengendalian intern piutang adalah untuk menjaga piutang perusahaan. Pengendalian ini meliputi pemisahaan antara operasi bisnis dan akuntansi untuk piutang. Dengan demikian maka catatan akuntansi dapat berfungsi sebagai independen chek dalam operasi perusahaan.

Dalam fungsi akuntansi, fungsi yang paling berhubungan harus dipisahkan. Dengan demikian maka pekerjaan seorang karyawan dapat berfungsi sebagai alat control bagi pekerjaan karyawan lainnya.

Contoh, tanggung jawab untuk melakukan pembukuan buku pembantu piutang harus dipisahkan dari pembukuan buku besar piutang.

Pekerjaan petugas pembukuan buku pembantu piutang dapat dicek dengan menjumlahkan total saldo rekening masing-masing individu (pelanggan) dalam buku pembantu piutang dan membandingkan dengan rekening buku besar piutang yang dikerjakan oleh petugas buku besar piutang.

Pengendalian pada piutang dagang dimulai dari pengesahan penjualan kredit oleh manajer perusahaan yang diberi otoritas.

Prosedur pemberian persetujuan penjualan kredit dilakukan

departemen kredit perusahaan. Selain itu prosedur untuk mengotorisasi penyesuaian piutang seperti retur penjualan, dan potongan penjualan harus diatur. Prosedur penagihan piutang juga harus dibuat untuk memastikan piutang ditagih tepat waktu dan untuk meminimalkan kemungkinan kerugian dan piutang yang tidak dapat ditagih Rusdi Akbar (2004:201).

Menurut Muliyadi dalam bukunya Sistem Akuntansi (2006:163), membagi pengendalain intern sebagai berikut:

1) Pengendalian Akuntansi (Accounting Control) 2) Pengendalian Administratif (Administratif Control)

Pengendalian ini terdiri dari rencana organisasi dan semua metode serta prosedur yang terutama berhubungan langsung dengan efisiensi opesasi dan ketaatan pada kebijaksanaan manajemen dan biasanya hanya berhubungan secara tidak langsung terhadap catatan – catatan keuangan. Pada umumnya pengendalian administratif ini meliputi pengendalian-pengendalian seperti analisa statistik, pemeliharaan waktu dan berat, program latihan pegawai dan pengawasan mutu.

Menurut Siamat (2005:234) Pengendalian Interen piutang merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengawasi piutang dagang. Pengendalian intern piutang dagang mengharuskan adanya persetujuan pemberian kredit yang baik, pengiriman barang yang

sesuai, penyimpangan dan penerimaan faktur, verifikasi faktur dan berakhir dengan penagihan piutang dagang. Teknik pengendalian piutang sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi sebagai pedoman untuk memperbaiki kebijaksanaan kredit dan penagihan piutang.

Menurut Firdaus (2005) beberapa aspek dari pengendalian intern yang baik atas piutang adalah sebagai berikut :

a. Memisahkan fungsi-fungsi atau bagian yang menangani transaksi pcnjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang. Dengan demikian pegawai yang menagani akuntansi untuk piutang dagang dan wesel tagih tidak boleh dilibatkan dengan aspek operasi seperti menyetujui kredit.

b. Pegawai yang menagani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.

c. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

d. Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang. Total dari saldo buku-buku tambahan ini harus dicocokkan dengan buku besar yang bersangkutan, paling tidak sebulan sekali. Disamping itu pada akhir bulan para pelanggan (debitur) harus dikirimkan surat pernyataan piutang.

e. Perusahaan hanus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya.

Dokumen terkait