• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama triwulan I tahun 2016, People’s Bank of China (PboC) masih melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter. Tindakan terakhir yang dilakukan PbOC selama triwulan I 2016 adalah pemotongan reserve requirement ratio (RRR) sebesar 50 basis poin (bps). Akan tetapi PbOC tetap berhati-hati dan belum memutuskan untuk memangkas suku bunga kebijakannya dengan segera terutama karena mempertimbangkan ketidakpastian kondisi ekonomi global. Pelonggaran kebijakan moneter sempat menekan mata uang Yuan pada Januari dan Februari 2016, akan tetapi pada akhir Maret 2016 Yuan kembali menguat terhadap USD diiringi dengan peningkatan cadangan devisa dibandingkan bulan sebelumnya.

Peningkatan suku bunga The Fed pada Desember 2015 merupakan yang pertama sejak tahun 2006. Keputusan The Fed dalam meningkatkan suku bunganya didasarkan pada aktivitas ekonomi yang telah berkembang secara moderat. Indikator pasar tenaga kerja yang menunjukkan perbaikan beserta laju inflasi yang stabil di bawah 2 persen membuat The Fed semakin yakin untuk meningkatkan suku bunga pada tingkat 0,5 persen. Hal sebaliknya terjadi pada triwulan I tahun 2016, dimana The Fed memutuskan untuk tidak meningkatkan suku bunganya seiring dengan rilis data-data ekonomi (inflasi dan keyakinan konsumen) yang tidak sesuai ekspektasi.

Pada triwulan I tahun 2016, Amerika Serikat (The Fed) belum mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya sejak

Desember 2015. Tiongkok masih

melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter melalui pemotongan RRR sebesar 50 bps pada Februari 2016.

23

European Central Bank (ECB) melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter pada bulan Maret 2016 dengan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 5 basis poin menjadi 0 persen. Suku bunga pinjaman turun sebesar 5 basis poin (0,25 persen) dan suku bunga deposito turun sebesar 10 basis poin (-0,40 persen). Selain itu, ECB juga memperpanjang tanggal jatuh tempo pembelian aset (dari September 2016 menjadi Maret 2017) dan berkomitmen untuk menginvestasikan kembali sekuritas yang telah jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada operasi pasar terbuka hingga awal 2018. Sama halnya dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap melakukan stimulus moneter, bahkan pada akhir Januari 2016 BoJ menurunkan suku bunga deposito menjadi -0,1 persen. Hal ini dilakukan untuk menstimulus perekonomian dan meningkatkan tingkat inflasi Jepang. Akan tetapi kebijakan yang ditempuh oleh BoJ dianggap belum efektif karena penurunan imbal hasil obligasi diiringi oleh pelemahan saham dan apresiasi Yen. Kondisi ini tidak membawa dampak positif terhadap peningkatan inflasi. Perubahan suku bunga terjadi pada beberapa bank sentral emerging market terutama untuk mengendalikan laju inflasi dan menstimulus perekonomian (Tabel 6). Tren penurunan harga komoditas dunia tidak menjadi pertimbangan utama beberapa bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneternya, seperti Meksiko, Afrika Selatan, dan Nigeria karena tekanan penguatan USD dirasakan sangat berdampak pada peningkatan inflasi masing-masing negara tersebut. Sebaliknya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunganya selama tiga periode berturut-turut pada triwulan I tahun 2016 karena dinilai risiko depresiasi nilai tukar telah berkurang sebagai dampak The Fed telah meningkatkan suku bunganya, bahkan BI merencanakan menggunakan suku bunga kebijakan 7-day reverse repo

Sementara itu, negara kawasan Eropa dan Jepang masih melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter.

Sejumlah bank sentral emerging market memilih untuk merubah suku bunganya pada triwulan I tahun 2016.

24

dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter jangka pendek.

Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan I Tahun 2016 (persentase poin) Negara Desember Januari Februari Maret

Swedia -0,35 -0,35 -0,5 -0,5 Kawasan Euro 0,05 0,05 0,05 0,00 Selandia Baru 2,5 2,5 2,5 2,25 Meksiko 3,25 3,25 3,75 3,75 Afrika Selatan 6,25 6,75 6,75 7,00 Nigeria 11 11 11 12 Indonesia 7,5 7,25 7 6,75 Kolombia 5,75 6 6,25 6,5

Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg

Cadangan Devisa

Selama triwulan I Tahun 2016, perekonomian global sedang mengalami pemulihan namun cukup lambat dan rentan terhadap gejolak keuangan. Pemulihan pertumbuhan ekonomi diiringi dengan tren peningkatan cadangan devisa berbagai negara kawasan. Kondisi sebaliknya, cadangan devisa bank sentral Tiongkok secara QtQ mengalami penurunan seiring terjadinya capital outflow pada negara tersebut setelah The Fed menaikkan suku bunganya pada akhir tahun 2015. Begitu juga Singapura sebagai salah satu mitra dagang utama Tiongkok juga mengalami sedikit penurunan cadangan devisa secara QtQ (Tabel 7).

Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) Desember’15 Januari’16 Februari’16 Maret’16 %QtQ BRIC Brazil 356,5 357,5 359,4 357,7 0,3 Rusia 368,4 371,6 380,5 387,0 5,1 India 350,4 349,6 348,4 360,2 2,8 Tiongkok 3330,0 3308,3 3294,0 3305,4 -0,7 ASEAN-5 Indonesia 105,9 102,1 104,5 107,5 1,5 Malaysia 95,3 95,5 95,6 97,0 1,8 Singapura 247,7 244,9 244,0 246,5 -0,5 Thailand 156,5 160,1 168,0 175,0 11,8 Filipina 80,7 80,7 81,9 83,0 2,9 Fragile-5 Turki 110,5 111,4 112,8 na na Mayoritas beberapa Negara terpilih mengalami peningkatan cadangan devisa.

25

Desember’15 Januari’16 Februari’16 Maret’16 %QtQ Afrika Selatan 45,8 45,1 45,7 na na Negara Maju Jepang 1.233,2 1248,1 1254,1 1262,1 2,3 Kawasan Euro 701,4 720,2 761,7 na na Inggris 155,9 161,6 166,0 163,5 4,9 Amerika Serikat 118,5 117,3 119,0 118,7 0,2

Sumber: International Monetary Fund, data

Indeks Harga Saham

Pada posisi akhir bulan, sebagian besar negara dalam triwulan I tahun 2016 mengalami tren penguatan saham, khususnya jika dibandingkan secara bulanan (MtM) dan awal tahun (YtD). Penguatan indeks saham yang cukup tinggi dialami oleh negara-negara berkembang BRIC, beberapa negara ASEAN dan beberapa negara maju setelah Kebijakan moneter the Fed yang lebih jelas dan akomodatif pada bulan Desember 2015 (Gambar 7,8,dan 9).

Kebijakan suku bunga The Fed tetap yang diumumkan tertanggal 16 Maret tahun 2016 membuat pergerakan saham dunia lebih menguat. Indeks saham Amerika Serikat (DJIA dan S&P 500) sendiri di posisi akhir bulan Maret ikut menguat sebesar 7,1 persen dan 6,6 persen. Pada akhir Maret 2016, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup pada level 17.685,1 dan 2.059,7. Penguatan bursa Wall Street ini diikuti dengan penguatan indeks saham negara maju lainnya dimana penguatan dialami oleh Jepang (N255), saham Hongkong (Hang Seng) dan Euro (STOXX-50) yang masing-masing mencapai 8,7 persen, 4,6 persen dan 2,0 persen (Lampiran 3). Indonesia sebagai negara emerging market yang berhasil mempertahankan penguatan sahamnya (IHSG) pada bulan Maret 2016 sebesar 1,6 persen (MtM).

Mayoritas indeks saham dunia menguat dalam triwulan I tahun 2016.

Respon positif dari

kebijakan moneter The Fed juga berdampak pada penguatan saham negara maju lainnya.

26

Gambar 7. Indeks Saham BRIC & Indonesia

Sumber: Bloomberg, diolah kembali

Gambar 8. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia

Sumber: Bloomberg, diolah kembali

P

ada akhir Januari tahun 2016, posisi IHSG pada level 4615,2 menguat bertahap menjadi 4.771,0 pada akhir Februari 2016 dan 4.845,4 pada akhir Maret 2016 seiring dengan sentimen positif pada pasar modal internasional serta pelonggaran moneter di dalam negeri. Rata-rata IHSG pada triwulan I tahun 2016 sebesar 4.695,5, menguat 4,1 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini seiring dengan pergerakan indeks saham negara-negara ASEAN (Malaysia, Singapura, dan Thailand), negara maju, dan negara emerging market lainnya yang cenderung menguat khususnya pada bulan Februari dan Maret 2016 (Gambar 7,8, dan 9). Penguatan IHSG ini

60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 Jan -1 5 Fe b-15 M ar -1 5 A pr -15 M ay -1 5 Jun -15 Jul -15 A ug -15 Se p-15 O ct -15 N o v-15 D ec -15 Jan -1 6 Fe b-16 M ar -1 6

INDONESIA BRAZIL RUSIA INDIA TIONGKOK

75,00 80,00 85,00 90,00 95,00 100,00 105,00 110,00 Jan -1 5 Fe b-15 M ar -1 5 A pr -15 M ay -1 5 Jun -15 Jul -15 A ug -15 Se p-15 O ct -15 N o v-15 D ec -15 Jan -1 6 Fe b-16 M ar -1 6

INDONESIA MALAYSIA SINGAPURA THAILAND

Posisi IHSG pada akhir triwulan I tahun 2016 menguat dibandingkan akhir triwulan sebelumnya.

27

terutama ditopang oleh kondusifnya perekonomian domestik, penurunan BI rate dan likuiditas yang membaik/melonggar

.

Gambar 9. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia

Sumber: Bloomberg, diolah kembali

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL

Dokumen terkait