• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.4. Kebijakan Sistem Transportasi Kota Makassar

Kebijakan sistem transportasi Kota Makassar merupakan tinjauan sistem secara keseluruhan tentang jaringan, aktivitas, pergerakan, dan lingkungan atau kelembagaannya termasuk regulasi dengan membahas: pengembangan prasarana transportasi kota, tarif angkutan umum penumpang non-bus, mekanisme perijinan angkutan umum penumpang non-bus, dan kawasan tertib lalulintas.

4.4.1.Pengembangan Prasarana Transportasi Kota

Pengembangan sistem transportasi kota dalam bentuk rekayasa maupun pengelolaan transportasi diarahkan untuk memacu pembangunan ekonomi, sosial, dan fisik Kota Makassar. Pengembangan tersebut diantaranya adalah rencana pembangunan jalan antar kawasan hinterland kota berupa jalan lingkar luar (Outer Ring Road) sepanjang 17.10 km, Jalan Radial Tengah (Middle Radial

Road) sepanjang 8.75 km, Jalan Lingkar Tengah (Middle Ring Road) sepanjang

12.92 km dan Jalan Lingkar Dalam (Inner Ring Road) sepanjang 8.15 km (Bappeda Kota Makassar, 2003).

Selain itu, perkembangan kuantitas jalan dalam bentuk pertambahan panjang jalan setiap tahunnya meningkat sebesar 1.4 % yang diikuti dengan upaya peningkatan peran dan fungsi terminal batas kota bagian Timur (Kabupaten Gowa) yaitu Terminal Malengkeri dan bagian Utara (Kabupaten Maros) yaitu Terminal Daya. Perkembangan jumlah sarana kendaraan bermotor berkisar 553035 unit dan belum termasuk sepeda dan becak yang diperkirakan mencapai angka 20 ribuan pada tahun 2004 (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

Beberapa kebijakan pemerintah kota yang diharapkan dapat menunjang sistem transportasi kota, diantaranya adalah rencana pelebaran ruas jalan utama yaitu Jalan Perintis Kemerdekaan, Gunung Bawakaraeng, Urip Sumohardjo, dan beberapa jalan yang penting dan padat lainnya yaitu Jalan Dr.Ir. Sutami (rencana pengembangan jalan tol) serta perbaikan jalan yang dalam kondisi rusak (Pemerintah Kota Makassar, 2005a). Selain itu, penataan angkutan umum penumpang non-bus Kota Makassar dalam sistem trayek yang melayani seluruh bagian wilayah kota dilakukan secara radial mengikuti pola dan struktur ruang kota.

4.4.2.Tarif Angkutan Umum Penumpang Non-Bus

Tarif resmi angkutan umum penumpang non-bus (pete-pete) yang diberlakukan di Kota Makassar adalah tarif untuk trayek dalam kota dengan jarak terjauh sebesar Rp 2200,- (dua ribu dua ratus rupiah) dan trayek untuk jarak terdekat sebesar Rp 1800,- (seribu delapan ratus rupiah), tetapi dalam penerapannya kurang tegas dan meresahkan pengguna karena seringkali tarif yang diberlakukan pengemudi adalah Rp 2500,- untuk jarak terjauh dan Rp 2000- untuk jarak terdekat (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

Berdasarkan tarif angkutan umum penumpang non-bus (angkutan kota) di Kota Makassar yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota dan kabupaten sekitarnya untuk masing-masing trayek dalam lokasi penelitian (Pemerintah Kota Makassar, 2005a) adalah sebagai berikut:

§ Trayek D (Terminal Daya-Makassar Mall) berjarak 15 km sebesar Rp 2100,-

§ Trayek E (Terminal Panakkukang-Makassar Mall) berjarak 11.5 km sebesar Rp 2100,-

§ Trayek G (Term. Daya - Makassar Mall) berjarak 15.9 km sebesar Rp 2200,-

§ Trayek Makassar-Maros (Terminal Daya-Terminal Maros) berjarak 20 km sebesar Rp 5000,-

§ Trayek Makassar-Sungguminasa (Term. Tamalate - Term. Sungguminasa) berjarak 10 km sebesar Rp 2000,-

4.4.3.Mekanisme Perijinan Angkutan Umum Penumpang Non-Bus

Mekanisme pelayanan perijinan angkutan umum penumpang non-bus atau angkutan kota di Kota Makassar yang diselenggarakan di Dinas Perhubungan atau DLLAJ terdiri dari dua bagian utama, yaitu: (1) pendaftaran dan penelitian dan (2) pemeriksaaan dan penyerahan. Pendaftaran dan penelitian berkaitan dengan administrasi dan permohonan pengusaha angkutan yang akan disesuaikan dengan data base kelayakan jumlah angkutan kota pada saat pendaftaran dan kelengkapan dokumen permohonan. Pemeriksaan dan penyerahan merupakan kelayakan fisik kendaraan (angkutan kota) dan pembuatan rekomendasi perijinan yang memuat rekaman data dalam bentuk: surat pendaftaran dan pendataan kendaraan bermotor (SPPKB), surat ketetapan retribusi daerah, dan surat tagihan retribusi daerah (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

78

Mekanisme perijinan dalam pengelolaan angkutan umum penumpang non- bus (angkutan kota) tidak dapat dipisahkan dari besarnya jumlah kendaraan angkutan wajib uji dan perkembangan pengadaan SIM (Surat Ijin Mengemudi) serta pengaturan trayek angkutan umum sebagai wujud dari mekanisme tersebut.

Jumlah kendaraan bermotor wajib uji di Kota Makassar pada tahun 2005 sebanyak 22799 buah dengan rincian angkutan umum penumpang non bus sebanyak 2116 buah, mobil barang 7662 buah, dan mobil bus 7960 buah. Bila dibandingkan pada tahun 2002 jumlah kendaraan bermotor wajib uji mengalami kenaikan sebesar 8.20 %. Selain itu, proses pengurusan SIM juga mengalami peningkatan selama 2 tahun terakhir yaitu 222204 buah pada tahun 2005 yang hanya sekitar 81088 buah pada tahun 2004 (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

Selain itu, pengaturan trayek angkutaan umum penumpang non-bus (angkutan kota atau pete-pete) dalam wilayah Kota Makassar yang melayani 24 trayek telah ditetapkan melalui peraturan daerah Walikota Makassar Nomor 103 Tahun 2005 tentang penatapan jaringan trayek angkutan kota yang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Trayek Angkutan Kota dalam Wilayah Kota Makassar 2000-2005

No. Trayek Jalur Berangkat Jalur Kembali

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

BTN Minasaupa-Pasar Butung (A) Terminal Tamalate-Pasar Butung (B) Makassar Mall-Tallo (C)

Terminal Daya-Makassar Mall (D) Terminal Panakkukang-Mksr Mall (E) Terminal Tamalate-Makassar Mall (F) Terminal Daya-Pasar Butung (G) Perumnas Antang-Pasar Butung (H) Terminal Panakkukang-Pasar Baru (I) Terminal Panakkukang-Mksr Mall (J) Terminal Panaikang-Term.Tamalate (K) Terminal Tamalate-Pasar Butung (L) Terminal Panaikang-Tanjung Alang (M) Term. Tamalate-Term.Panakkukang (N) Term.Panaikang-Pasar Butung (O) Term.Panaikang-Term.Tamalate (P) Pasar Pannampu-Term.Tamalate (U) Term.Daya-Per.Mangga Tiga (V1,2,3) Terminal Daya-SMA6-Desa Nelayan(W) Term.Tamalate-Kampus Unhas (B1) Tallo-Kampus Unhas (C1)

Term.Panakkukang-Kampus Unhas (E1) Term.Tamalate-Kampus Unhas (F1) Pasar Baru-Kampus Unhas (R)

10 ruas jalan 13 ruas jalan 11 ruas jalan 7 ruas jalan 12 ruas jalan 10 ruas jalan 7 ruas jalan 7 ruas jalan 12 ruas jalan 9 ruas jalan 10 ruas jalan 16 ruas jalan 7 ruas jalan 7 ruas jalan 14 ruas jalan 9 ruas jalan 12 ruas jalan 2 ruas jalan per V 5 ruas jalan 15 ruas jalan 8 ruas jalan 12 ruas jalan 8 ruas jalan 12 ruas jalan 10 ruas jalan 11 ruas jalan 12 ruas jalan 5 ruas jalan 10 ruas jalan 11 ruas jalan 7 ruas jalan 7 ruas jalan 15 ruas jalan 9 ruas jalan 10 ruas jalan 15 ruas jalan 8 ruas jalan 7 ruas jalan 11 ruas jalan 9 ruas jalan 12 ruas jalan 2 ruas jalan per V 5 ruas jalan 11 ruas jalan 13 ruas jalan 9 ruas jalan 11 ruas jalan 8 ruas jalan Sumber: Pemerintah Kota Makassar (2005a)

Jumlah armada angkutan umum penumpang non-bus (angkutan kota) atau pete-pete di Kota Makassar yang terdaftar pada pemerintah kota dan kabupaten

sekitarnya untuk masing-masing trayek dalam lokasi penelitian (Pemerintah Kota Makassar, 2005a) adalah sebagai berikut:

§ Trayek D (Terminal Daya-Makassar Mall) sebanyak 1089 unit.

§ Trayek E (Terminal Panakkukang-Makassar Mall) sebanyak 413 unit.

§ Trayek G (Terminal Daya-Pasar Butung) sebanyak 381 unit.

§ Trayek Makassar-Maros (Terminal Panakkukang-Makassar Mall) sebanyak 549 unit.

§ Trayek Makassar-Sungguminasa (Terminal Panakkukang-Makassar Mall) sebanyak 1222 unit.

4.4.4.Kawasan Tertib Lalulintas

Untuk menunjang penataan sistem transportasi kota, telah ditetapkan pula beberapa Kawasan Tertib Lalulintas (KTL). KTL diberlakukan, karena beberapa ruas jalan dalam kota dan sekitarnya telah menurun tingkat pelayanan jalannya yaitu penurunan rasio antara volume dengan kapasitas jalan disamping dampak ikutan lainnya seperti kesemrawutan, kecelakaan, dan berbagai pelanggaran lalulintas. Kawasan tersebut ditetapkan melalui keputusan Walikota Makassar tahun 1994 dan 1996 yang menetapkan KTL di sebagian Jalan Jenderal Sudirman dan sebagian Jalan Dr. Ratulangi serta Jalan Gunung Bawakaraeng (Pemerintah Kota Makassar, 2005a).

Penetapan KTL sebagai salah satu strategi pengelolaan transportasi pada umumnya dan lalulintas khususnya yang diberlakukan karena terdapat perbedaan besar dari para pelaku pengendara angkutan umum dan pribadi, komposisi lalulintas, dan tingkat kesibukan pada setiap ruas jalan. Selain itu, terdapat berbagai fenomena lalulintas seperti sikap penyeberang jalan atau pejalan kaki di sebarang tempat, naik turunnya penumpang angkutan kota di sebarang tempat, pemanfaatan badan jalan untuk kegiatan berdagang, parkir dan bongkar muat barang di tepi jalan yang mempengaruhi lingkungan jalan dan sekitarnya.

Dokumen terkait