• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH LITERATUR

2.6 Kebijakan Utang

Kebijakan utang perusahaan merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan (dana) dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan dan memiliki pengaruh terhadap pendisiplinan perilaku manajer (Megawati dan Kurnia, 2015). Berdasarkan pada konsep cost of capital maka kebijakan utang yang optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal rata-rata. Kebijakan utang yang optimal adalah kebijakan utang yang meminimumkan biaya penggunaan modal dan memaksimalkan nilai perusahaan (Bhakti, 2012). Konsep “Cost of Capital” (biaya penggunaan modal atau biaya modal) merupakan konsep yang sangat penting dalam pembelanjaan perusahaan. Konsep ini dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber (Bambang, 2015).

Menurut Mahsunah dan Hermanto (2013) kebijakan utang merupakan rencana serta keputusan akan pembayaran utang yang dimiliki oleh perusahaan. Kebijakan utang berkaitan dengan masalah pendanaan untuk operasi perusahaan, pengembangan, dan penelitian serta peningkatan kinerja perusahaan. Dalam

menentukan kebijakan utang, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan, salah satunya profitabilitas. Keputusan perusahaan dalam memilih sumber dana selain memperhatikan dampaknya terhadap profitabilitas, juga perlu mempertimbangkan faktor lain sebagai berikut (Sudana, 2011) dalam (Mufidah, 2014):

1. Tingkat pertumbuhan penjualan.

Perusahaan dengan tingkat penjualannya relatif tinggi dimungkinkan untuk dibelanjai dengan menggunakan utang yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang pertumbuhan penjualannya rendah.

2. Stabilitas penjualan

Perusahaan yang penjualannya relatif stabil dimungkinkan untuk dibelanjai dengan utang yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya berfluktuasi.

3. Karakteristik industri

Karakteristik industri dapat dilihat dari berbagai aspek, misalnya apakah perusahaan termasuk dalam industri yang padat karya atau padat modal.

4. Struktur Aktiva

Perusahaan dengan komposisi aktiva lancar yang lebih besar dibandingkan komposisi aktiva tetapnya terhadap total aktiva dapat menggunakan utang yang lebih besar untuk mendanai investasinya dibandingkan dengan perusahaan yang komposisi aktiva tetapnya lebih besar dibandingkan dengan aktiva lancar.

5. Sikap manajemen perusahaan

Manajer perusahaan yang agresif cenderung mendanai investasi perusahaannya dengan utang lebih banyak dibanding dengan manajer perusahaan yang konservatif.

6. Sikap pemberi pinjaman

Bank lebih bersifat berhati hati dalam penyaluran kredit, akan berdampak lebih selektif dalam memberikan pinjaman pada nasabah. Sehingga akan mengurangi kesempatan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dari bank.

Menurut Winarno, et al., (2015) penggunaan utang akan menambah sumber dana bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat lebih memaksimalkan kesempatan bisnis yang ada. Penggunaan utang secara optimal akan membuat biaya modal minimal dan harga saham maksimal. Dalam situasi perekonomian yang normal/stabil utang akan meningkatkan nilai perusahaan karena manfaat dari utang lebih besar daripada biaya bunga yang harus dibayarkan kepada kreditur. Tetapi dalam situasi perekonomian yang tidak normal/tidak stabil penggunaan utang akan membebani perusahaan dengan beban tetap, yang berdampak

mempersulit posisi perusahaan. Menurut Hidayat (2013) perusahaan dinilai

berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal

eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Ketika perusahaan menggunakan utang yang terus meningkat maka akan semakin besar kewajibannya.

Menurut Brigham & Houston (2011) dalam Siregar dan Wiksuana (2015), penggunaan utang menyebabkan pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Hal ini meminimalkan adanya informasi asimetris dan sinyal-sinyal negatif yang rentan timbul di antara investor apabila perusahaan menggunakan modal yang bersumber dari ekuitas. Kedua, ekuitas atau dana yang diinvestasikan oleh pemegang saham dapat dipandang sebagai batas pengaman oleh kreditur. Apabila perusahaan tidak mampu membayar utangnya, maka ekuitas dapat digunakan untuk membayar utang tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa penggunaan utang 100% tidaklah baik. Ketiga, jika hasil yang diperoleh dari aset perusahaan lebih tinggi daripada tingkat bunga yang dibayarkan, maka penggunaan utang akan meningkat (leverage) atau memperbesar pengembalian atas ekuitas. Adanya bunga yang harus dibayarkan sebagai biaya modal atas utang menyebabkan jumlah pajak yang dibayarkan berkurang dan lebih besarnya laba per lembar saham (EPS) yang tersedia bagi pemegang saham dibandingkan apabila tanpa penggunaan utang.

Kebijakan utang pada penelitian ini dapat diukur dengan rasio leverage yaitu Debt to Assets Ratio (DAR). Menurut Weygandt, et al., (2015) mengatakan “Debt to total assets ratio measure the percentage of total assets provided by

creditors” yang artinya mengukur seberapa besar persentase total aset yang

besarnya utang yang digunakan untuk perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya.

Menurut Syadeli (2013) semakin besar debt to total asset ratio menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar biaya utang (biaya bunga) yang harus dibayar perusahaan. Bunga yang dibayarkan perusahaan sebagai imbal jasa atas penggunaan utang dapat menjadi pengurang pajak dan menyisakan laba operasi bagi investor perusahaan. Apabila laba operasi sebagai persentase terhadap aset yang diterima perusahaan lebih besar dari tingkat bunga atas utang, maka utang tersebut dapat digunakan oleh perusahaan untuk membeli aset, membayar bunga atas utang dan meningkatkan laba yang akan dibagi kepada pemegang saham (Brigham dan Houston, 2011) dalam (Siregar dan Wiksuana, 2015). Menurut Hery (2017) rasio yang kecil menunjukkan bahwa sedikitnya aset perusahaan yang dibiayai oleh utang (dengan kata lain bahwa sebagian besar aset yang dimiliki perusahaan dibiayai oleh modal).

Menurut Weygandt, et al., (2015) debt to total assets ratio dirumuskan sebagai berikut:

Debt to Asset Ratio (DAR) =

Menurut IAI (2016) total debts adalah kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomik. Menurut

Weygandt (2015) liabilitas atau utang dibagi menjadi 2 yaitu, utang tidak lancar

(non-current liabilities) dan utang lancar (current liabilities). Non-current liabilities adalah utang yang jatuh temponya lebih dari 1 tahun seperti: bonds payable, mortgages payable,long-term notes payable, lease liabilities dan pension liabilities. Current liabilities adalah utang yang jatuh temponya kurang dari 1

tahun seperti utang usaha, utang gaji, utang bunga dan utang pajak. Pada prakteknya, current liabilities biasanya dicatat dan dilaporkan pada laporan keuangan sebesar nilai penuh jatuh tempo. Total debt (liabilities) merupakan penjumlahan dari non-current liabilities dan current liabilities yang disajikan dalam statement of financial position.

Menurut Kieso, et al., (2014) mengatakan bahwa total assets:“resource

controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity” yang berarti bahwa total assets adalah

sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan atas hasil dari peristiwa masa lalu dan diharapkan dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang bagi perusahaan. Aset terbagi menjadi 2 yakni non-current assets dan current assets.

Current assets adalah aset perusahaan yang diharapkan dapat diubah menjadi kas,

dijual atau digunakan dalam jangka waktu satu tahun. Aset yang temasuk dalam kategori current assets adalah persediaan, piutang, beban yang dibayar dimuka, investasi jangka pendek dan kas dan setara kas

Non-current assets adalah aset yang tidak termasuk dalam definisi current asset. Non-current assets terbagi menjadi 4 bagian yaitu: long-term investment, property, plant and equipment, intangible assets dan other assets. Long-term

investment yang sering disebut sebagai investasi, terdiri dari satu di antara empat

jenis investasi berikut: (1) investasi dalam sekuritas seperti obligasi, (2) investasi dalam aktiva tetap berwujud seperti tanah yang ditahan untuk spekulasi,(3) investasi yang disisihkan dalam dana khusus seperti dana pensiun, (4) investasi dalam anak perusahaan atau afiliasi yang tidak dikonsolidasi. Property, Plant, and

Equipment terdiri dari properti atau kekayaan fisik seperti tanah, bangunan,

mesin, perabotan, perkakas dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (mineral). Intangible assets meliputi paten, hak cipta, franchise, goodwill,

trademarks, trade names dan daftar pelanggan. Pada praktiknya memiliki banyak

item yang dicantumkan dalam kelompok other assets, seperti: long-term prepaid

expense dan non-current receivables. Item lainnya yang termasuk dalam other assets ialah aset dalam dana khusus, properti yang dipegang untuk dijual dan restricted cash/securities. Total assets di sajikan dalam statement of financial position yang merupakan penjumlahan dari non-current assets dan current assets.

Dokumen terkait