• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBOCORAN WILAYAH SEKTOR KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Pada bab ini dijelaskan hasil analisis kebocoran wilayah sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, ditinjau dari indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan forward leakage

dan backward leakage

Hasil analisis kebocoran wilayah menunjukkan bahwa sektor kelapa terbukti memiliki indikasi kebocoran ke depan (forward leakage) dan kebocoran ke belakang (backward leakage). Indikasi kebocoran ditunjukkan oleh nilai

I ndikasi kebocoran wilayah sektor kelapa juga ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor kelapa sebesar 0,13

koefisien keterkaitan ke depan (forward linkage) sektor kelapa yaitu sebesar 0.72 atau < nilai rata-rata 1. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) yang masih relatif lemah terhadap perekonomian wilayah. Hasil analisis tersebut sesuai dengan Doeksen dan Charles (1969) menyatakan bahwa sektor pertanian yang tidak diikuti processing cenderung memiliki keterkaitan ke depan (forward

linkage) yang rendah dan memiliki potensi kebocoran. Artinya rendahnya

keterkaitan ke depan akibat tidak berkembangnya processing dan sektor hilir di tingkat petani kelapa, sehingga telah mendorong terjadinya kehilangan nilai tambah yang diterima oleh para petani kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena para petani kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum menjual produk kelapanya dalam bentuk kelapa butiran dan kopra ke pabrik pengolahan kelapa, artinya pengolahan kelapa di kalangan petani hampir tidak dilakukan, sehingga tidak dapat menciptakan nilai tambah bagi perekonomiannya.

162

atau < dari nilai rata-rata 1. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki keterkaitan ke belakang

(backward linkage) yang sangat lemah terhadap sektor lainnya dalam mendorong

pengembangan perekonomian wilayah. Kondisi tersebut sesuai dengan Reis dan Rua (2006) menjelaskan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan yang lemah/kecil dalam perekonomian wilayah menunjukkan adanya indikasi kebocoran wilayah.

Nilai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang yang merupakan salah satu indikasi kebocoran wilayah untuk sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 51 berikut ini :

Sektor

Tabel 51. Nilai Koefisien Keterkaitan Ke depan dan Ke belakang Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Koefisien Keterkaitan Ke depan Koefisien Keterkaitan Ke belakang Kelapa 0.72 0.13

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 0.89 0.52

Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 0.06 0.46

Berdasarkan Tabel 51 terlihat bahwa baik sektor kelapa, sektor industri kelapa skala besar dan sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki indikasi kebocoran wilayah, hal ini tercermin dari nilai koefisien keterkaitan ke depan dan nilai koefisien keterkaitan ke belakang yang nilainya lebih kecil dari nilai rata-rata 1. Namun sektor industri kelapa skala besar memiliki indikasi kebocoran wilayah yang lebih kecil dibandingkan sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga, hal ini tercermin dari nilai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang untuk sektor industri kelapa skala besar yaitu 0.52 lebih besar dibandingkan dengan sektor kelapa yaitu 0.13 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.46.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Output

Menurut Bendavid (2001), kebocoran wilayah terjadi akibat terjadinya kebocoran nilai tambah, dimana semakin rendah nilai tambah yang dapat

163

ditangkap oleh suatu wilayah dari suatu sektor perekonomian wilayah menunjukkan tingginya kebocoran wilayah yang terjadi pada sektor tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka semakin tinggi nilai rasio ekspor terhadap output perekonomian suatu sektor perekonomian, maka semakin tinggi pula terjadinya kebocoran wilayah sektor tersebut. Hal ini terjadi karena output yang dihasilkan sebagian besar digunakan di luar wilayah atau tidak maksimal digunakan oleh sektor itu sendiri atau oleh sektor perekonomian lainnya dalam wilayah tersebut.

Sektor

Tabel 52. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Output Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005

Ekspor (juta rupiah)

Output

(juta rupiah) Rasio

Kelapa 402 647.63 960 277.48 0.42

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 857 977.31 1 398 757.50 0.61 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 45 156.70 104 892.75 0.43

Berdasarkan Tabel 52 terlihat bahwa untuk sektor kelapa memiliki nilai rasio ekspor dengan output sebesar 0.42. Nilai tersebut mengandung makna bahwa sebanyak 42 persen dari output kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir di jual ke luar wilayah. Dengan demikian, kondisi ini memperlihatkan masih tingginya output produk kelapa yang diekspor ke luar wilayah. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor kelapa masih memiliki kebocoran wilayah yang cukup tinggi, karena output kelapa yang dihasilkan tidak maksimal digunakan oleh sektor lainnya maupun sektor kelapa itu sendiri sebagai input antara dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.

Sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki nilai rasio ekspor terhadap output yang lebih besar yaitu 0.61 dari pada sektor industri kelapa skala rumah tangga dengan nilai 0.43 serta sektor kelapa dengan nilai 0.42. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebocoran wilayah di sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki kebocoran wilayah yang lebih besar dan bahkan mencapai 61 persen dari output yang dihasilkan. Artinya sebanyak 61 persen dari output industri kelapa skala besar outputnya tidak digunakan oleh sektor-sektor lainnya sebagai input dalam proses produksi di Kabupaten Indragiri Hilir. Relatif rendahnya kebocoran wilayah disektor industri kelapa skala rumah tangga bila

164

dibandingkan dengan sektor industri kelapa skala besar, disebabkan karena industri kelapa skala rumah tangga outputnya berupa gula kelapa dan minyak kelapa yang umumnya dapat di pasarkan dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara

Indikasi kebocoran ke depan sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya dapat dilihat dari nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara. Untuk lebih jelasnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dan industri pengolahannya dapat dilihat pada Tabel 53.

Sektor

Tabel 53. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Ekspor (juta rupiah) Permintaan Antara (juta rupiah) Rasio Kelapa 402 647.63 550 570.34 0.73

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 857 977.31 452 983.70 1.89 Industri Kelapa Sekala Rumah Tangga 45 156.70 24 132.18 1.87

Berdasarkan Tabel 53, terlihat sektor kelapa memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga. Dimana sektor kelapa memiliki nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara yaitu sebesar 0.73, sedangkan sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki rasio sebesar 1.98 dan industri kelapa skala rumah tangga memiliki rasio sebesar 1.87. Hasil tersebut menunjukkan sektor industri kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga berada pada posisi ekspor yang dominan (lebih besar) tanpa digunakan oleh sektor lain sebagai input antara dalam proses produksi. Rendahnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dibandingkan dengan industri pengolahan kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga terjadi karena output dari sektor kelapa berupa kelapa butiran dan kopra selanjutnya digunakan oleh industri kelapa skala besar dan rumah tangga sebagai bahan baku utama dalam industri pengolahan kelapa tersebut.

165 Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Impor Terhadap Total Input Antara

Semakin tinggi nilai ratio input antara dari komponen impor yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor terhadap total input antara sektor tersebut, mengindikasikan sektor tersebut semakin mengalami kebocoran wilayah (Bendavid, 1991). Untuk melihat rasio input antara yang digunakan dari komponen impor pada sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya dapat di lihat pada Tabel 54.

Sektor

Tabel 54. Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor Sektor Kelapa dan Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005.

Input antara dari komponen Impor (juta rupiah) Total Input Antara (juta rupiah) Rasio Kelapa 33 046.19 129 086.66 0.26

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 244 266.49 722 681.94 0.34 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 7 753.03 47 858.18 0.16

Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010

Indikasi kebocoran ke belakang ditunjukkan oleh rasio impor terhadap total input antara sektor. Untuk sektor kelapa diperoleh rasio sebesar 0.26. Sedangkan sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.34 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.16. Artinya sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki kebocoran ke belakang yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa industri kelapa skala besar (swasta) dan industri kelapa skala rumah tangga.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Tenaga Kerja yang Ke luar Wilayah

Idealnya pendapatan tenaga kerja dalam suatu wilayah dapat dibelanjakan di dalam wilayah tersebut sehingga dapat menciptakan multiplier efect terhadap perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat. Bila sebagian besar pendapatan tenaga kerja di dalam suatu wilayah dibelanjakan di luar wilayah atau dikirim dan diinvestasikan ke luar wilayah mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah, hal ini terjadi karena adanya aliran finansial ke luar wilayah.

166

Sebagai gambaran besaran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta nilai rasio pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah untuk sektor kelapa, dan sektor industri pengolahannya di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 55.

Sektor

Tabel 55. Nilai Rasio Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Ke Luar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005

Pendapatan Tenaga Kerja Ke Luar Wilayah (juta

rupiah) Total pendapatan tenaga kerja (juta rupiah) Rasio Kelapa 35 741.77 324 925.17 0.11

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 63 548.26 162 944.27 0.39 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 1 499.09 14 990.87 0.10

Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010

Pada Tabel 55 terlihat, sektor kelapa, industri kelapa skala besar (swasta) dan industri kelapa skala rumah tangga mengalami kebocoran wilayah. Hal ini terlihat dari nilai rasio antara pendapatan tenaga kerja ke luar wilayah untuk sektor kelapa sebesar 0.11, sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.39 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.10. Nilai-nilai tersebut mengandung makna bahwa sebanyak 11 persen pendapatan tenaga kerja sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dibelanjakan di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Begitu juga dengan sektor industri kelapa skala besar, sebanyak 39 persen pendapatan tenaga kerja di sektor industri kelapa skala besar (swasta) di belanjakan di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk industri kelapa skala rumah tangga hanya sebanyak 10 persen pendapatan tenaga kerjanya yang dibelanjakan ke luar wilayah, sisanya sebanyak 90 persen di belanjakan dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Tingginya kebocoran wilayah dari aspek pendapatan tenaga kerja untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) dibandingkan dengan sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga disebabkan karena untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) tenaga kerja yang digunakan oleh perusahan industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir pada level pimpinan dan staf secara umum berasal dari luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, sehingga sebagian besar dari

167

pendapatannya dikirim ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa secara umum menggunakan tenaga kerja lokal sehingga sebagian besar pendapatannya dibelanjakan di dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Modal yang Ke luar Wilayah.

Indikasi kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari aspek aliran sumberdaya finansial (capital outflow), dimana semakin besar aliran modal atau finansial ke luar wilayah mengindikasikan semakin besar pula terjadinya kebocoran wilayah (Rustiadi, 2005). Untuk kasus Kabupaten Indragiri Hilir, besarnya aliran pendapatan modal sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 56.

Sektor

Tabel 56. Nilai Rasio Pendapatan Modal Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Ke Luar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Pendapatan Modal Ke Luar Wilayah (juta rupiah) Total Pendapatan Modal (juta rupiah) Rasio Kelapa 41 987.43 466 527.02 0.09

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 255 423.55 448 111.49 0.57 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 2 796.22 23 301.79 0.12

Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010

Berdasarkan Tabel 56 terlihat aliran pendapatan modal yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir untuk sektor kelapa sebesar 41.99 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.09, untuk sektor industri kelapa skala besar sebesar 255.42 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.57 dan industri kelapa skala rumah tangga sebesar 2.79 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.12. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk industri kelapa skala besar (swasta) memiliki tingkat kobocoran wilayah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga.

168

Tingginya indikasi kebocoran wilayah berdasarkan aliran modal ke luar

wilayah untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) yang mencapai 57 persen dari total pendapatan modal terjadi karena investor yang bergerak dalam

industri kelapa skala besar di Kabupaten Indragiri Hilir merupakan investor asing (investor dari Singapura), sehingga pendapatan modal yang dihasilkan tidak diinvestasikan kembali ke Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini menyebabkan terjadinya aliran modal atau finansial (capital outflow) ke luar wilayah Kabuapaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa memiliki aliran finansial masing-masing 12 persen dan 9 persen yang ke luar wilayah dari total pendapatan modal masing-masing sektor tersebut, nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa skala besar yang mencapai 57 persen. Hal ini terjadi karena untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa secara umum dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai investornya, sehingga pendapatan modal yang dihasilkan tidak banyak yang dilarikan ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.

Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Lainnya

Untuk mengetahui indikasi kebocoran wilayah dalam konteks pengembangan sektor pertanian berbasis perkebunan, maka dalam analisis indikasi kebocoran wilayah sektor kelapa yang merupakan bentuk sektor perkebunan rakyat, digunakan pembandingnya yaitu sektor kelapa sawit yang merupakan bentuk perkebunan estate lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa dilihat dari aspek kebocoran ke depan, sektor kelapa dan industri pengolahannya memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Sedangkan dilihat dari sisi kebocoran ke belakang menunjukkan bahwa sektor industri kelapa memiliki indikasi kebocoran yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit, namun untuk sektor kelapa justru memiliki indikasi kebocoran yang lebih besar dibandingkan sektor kelapa sawit. Untuk lebih jelasnya perbandingan nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan sektor kelapa dan industri pengolahannya dengan sektor kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 57.

169

Sektor

Tabel 57. Nilai Koefisien Keterkaitan Ke depan dan Ke belakang Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa dan Sektor Kelapa Sawit

Koefisien Keterkaitan Ke depan Koefisien Keterkaitan Ke belakang Kelapa 0.72 0.13

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 0.89 0.52

Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 0.06 0.46

Kelapa Sawit 0.02 0.22

Tingginya indikasi kebocoran wilayah berdasarkan keterkaitan ke depan untuk sektor kelapa sawit dibandingkan sektor kelapa dan industri pengolahannya disebabkan karena sektor kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum industri pengolahannya belum berkembang, dimana produksi tanaman kelapa sawit berupa tandan buah segar kelapa sawit secara umum masih dijual ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir untuk diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Disamping itu industri kelapa sawit yang saat ini berkembang di Kabupaten Indragiri Hilir baru melakukan pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau yang dikenal dengan sebutan Carnel Palm Oil (CPO).

Indikasi kebocoran ke belakang dapat ditunjukkan oleh rasio impor terhadap total input antara sektor. Untuk sektor kelapa diperoleh rasio sebesar 0.26; sektor industri kelapa skala besar sebesar 0.35; industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.15; sedangkan sektor kelapa sawit sebesar 0.35. Artinya sektor kelapa dan industri pengolahannya memiliki kebocoran ke belakang yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Untuk lebih jelasnya, jumlah input antara yang bersal dari komponen impor untuk sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 58.

Sektor

Tabel 58. Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor terhadap Total Input Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa, dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005.

Input antara dari komponen Impor (juta rupiah) Total Input Antara (juta rupiah) Rasio Kelapa 33 046.19 129 086.66 0.26

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 244 266.49 722 681.94 0.34 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 7 753.03 47 858.18 0.16

170

Indikasi kebocoran ke depan menunjukkan sektor kelapa dan industri pengolahannya juga teridentifikasi memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor kelapa sawit, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa sektor kelapa memiliki rasio sebesar 0.73, sektor industri kelapa skala besar sebesar 1.89, sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 1.87, sedangkan sektor kelapa sawit memiliki nilai rasio sebesar 29.81 (Tabel 58). Hasil tersebut menunjukkan sektor kelapa sawit berada pada posisi ekspor yang dominan (lebih besar) tanpa dilakukan pengolahan di dalam wilayah dibandingkan dengan sektor kelapa. Untuk lebih jelasnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dan sektor kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 59 berikut.

Sektor

Tabel 59. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa Dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005

Ekspor (juta rupiah)

Permintaan Antara

(juta rupiah) Rasio

Kelapa 402 647.63 550 570.34 0.73

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 857 977.31 452 983.70 1.89 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 45 156.70 24 132.18 1.87

Kelapa Sawit 211 224.12 7 086.59 29.81 0.72 0.89 0.06 0.02 0.13 0.52 0.46 0.22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Koefisien Keterkaitan Ke depan Ke belakang Kelapa Sawit

Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Kelapa

Secara grafik indikasi kebocoran sektor kelapa versus sektor kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 16 di bawah ini.

Gambar 16. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir.

171

Dari hasil analisis kebocoran wilayah sektor kelapa versus sektor kelapa sawit di atas, menunjukkan bahwa sektor perkebunan rakyat memiliki potensi kebocoran ke belakang dan ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor perkebunan estate lainnya. Adanya indikasi kebocoran ke depan (forward

leakage) dan kebocoran ke belakang (backward leakage) yang lebih kecil dalam

pengembangan sektor perkebunan rakyat dibandingkan dengan sektor perkebunan

estate lainnya (perkebunan perseroan). Kondisi ini menunjukkan bahwa

pengembangan perkebunan rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir mampu menjadi

leading sector dalam menggerakan perekonomian wilayah.

Dampak Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir

Dampak kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dalam studi ini dapat dilihat dari besarnya komponen impor pada input antara, besarnya aliran pendapatan modal dan pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Untuk melihat besarnya dampak kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 60.

Sektor

Tabel 60. Nilai Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005

Pendapatan Modal Ke luar Wilayah (milyar rupiah) Pendapatan Tenaga Kerja Ke luar Wilayah (milyar rupiah)

Input antara dari komponen Impor

(milyar rupiah)

Kelapa 41.99 35.74 33.05

Industri Kelapa Skala Besar (swasta) 255.42 63.55 244.27

Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 2.79 1.50 7.75

Jumlah 300.20 100.79 285.07

Berdasarkan Tabel 60 terlihat bahwa sektor indusrti kelapa skala besar (swasta) memiliki tingkat kebocoran wilayah yang paling tinggi baik dari aspek pendapatan modal yang ke luar wilayah, pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah dan komponen input antara dari komponen impor. Kemudian disusul oleh sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga.

172

Industri kelapa skala besar mengalami kebocoran wilayah sebesar 255.42 milyar rupiah berdasarkan aliran pendapatan modal yang ke luar wilayah. Sedangkan berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja ke luar wilayah sebesar 35.74 milyar rupiah. Selanjutnya sebanyak 244.27 milyar rupiah merupakan komponen impor yang digunakan sebagai input antara pada industri kelapa skala besar yang juga teridentifikasi sebagai kebocoran wilayah.

Disisi lain, sektor kelapa juga mengalami kebocoran wilayah sebesar 41.99 milyar rupiah berdasarkan aliran modal yang ke luar wilayah dan 35.74 milyar rupiah berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta sebanyak 33.05 milyar rupiah yang merupakan komponen impor yang digunakan sebagai input antara pada proses produksi sektor kelapa yang juga dapat dinyatakan sebagai kebocoran wilayah.

Selanjutnya, sektor industri kelapa skala rumah tangga hanya tercatat sebesar 2.79 milyar rupiah dari komponen pendapatan modal yang ke luar wilayah dan 1.50 milyar rupiah dari komponen pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta 7.75 milyar rupiah dari komponen impor yang digunakan sebagai input antara sektor industri kelapa skala rumah tangga.

Berdasarkan Tabel 60, terlihat bahwa kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya tertinggi terjadi pada kebocoran pendapatan modal yang ke luar wilayah berjumlah 300.20 milyar rupiah, kemudian disusul oleh kebocoran wilayah dari komponen impor input antara sebesar 285.07 milyar rupiah dan kebocoran wilayah berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja yang ke

Dokumen terkait