TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.2.2. Kebudayaan Jawa
Secara umum kebudayaan Jawa dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
”kebudayaan pedalaman” dan ”kebudayaan pesisir”. Daerah pedalaman Jawa
yang berpusat di Yogyakarta dan Surakarta atau yang bisa disebut wilayah
kebudayaan Jawa Negarigung, sedangkan ”Kebudayaan Pesisir” meliputi daerah – daerah pesisir pantai utara Jawa yang berpusat di wilayah Blambangan, Pati, Tegal (Sukmawati, 2004:12).
Masyarakat Jawa memiliki pandangan hidup atau falsafah dalam
memahami makna kehidupan, sehingga mempunyai pedoman dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Demikian juga kebudayaan Jawa mempunyai pengertian,
norma, nilai, tata aturan, gagasan, ide, etika, estetika dan hasil karya yang
commit to user
14 demikian dapat menimbulkan cara pandang masyarakat Jawa terhadap
kehidupannya serta menciptakan kaidah kehidupan masyarakat Jawa, yaitu prinsip
rukun dan hormat demi terciptanya keselarasan.
Kebudayaan Jawa memiliki ciri khas yang terletak pada kemampuan untuk
menerima pengaruh kebudayaan lain dan tetap mempertahankan kebudayaan
aslinya. Selain menemukan jati diri dan berkembang kekhasannya dari pengaruh
luar, identitasnya semakin berwarna setelah masuknya budaya Islam di pulau
Jawa. Pelaku budaya Jawa adalah orang Jawa, berdasarkan masuknya agama di
Jawa maka dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : Jawa pra Islam, Jawa Abangan,
dan Jawa Santri ( Jawa – Islam ). Meskipun demikian orientasi mereka terarah pada satu budaya yang dipegang erat, sebab itu orang Jawa sebagai penduduk
terbesar di Indonesia mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap budaya
Indonesia (Koentjaraningrat, 1993:15).
Istilah orang Jawa dan masyarakat Jawa memiliki perbedaan dalam
konteks cakupan dan jumlah. Orang Jawa atau manusia Jawa cakupannya sempit
dan menyangkut individu atau orang per orang , sedangkan masyarakat Jawa lebih
luas dan mencakup komunitas yang hidup di pulau Jawa. Orang Jawa sendiri
membedakan dua golongan sosial , yaitu wong cilik atau orang kecil yang terdiri
dari sebagian petani dan mereka yang berpendapatan rendah di kota. Golongan
dua adalah kaum priyayi, termasuk didalamnya para pegawai dan para intelektual
(Koentjaraningrat, 1993:20).
Koentjaraningrat berpendapat bahwa seperangkat nilai-nilai yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15 kebudayaan. Kebudayaan manusia mengandung tiga dimensi, yakni kebudayaan
sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma
peraturan dan pikiran manusia, terdapat pada alam pikir manusia, berupa
tulisan-tulisan serta karangan-karangan. Wujud pertama ini disebut pula sistem budaya,
sebab bagian-bagian ide, gagasan atau pikiran yang ada di dalam kepala tidak
terlepas-lepas, melainkan saling berkaitan menjadi satu sistem yang relatif mantap
dan berkesinambungan. Apabila ide seseorang tidak merupakan suatu sistem,
maka jiwa orang itu seperti terganggu , pikirannya tidak mantap berubah-ubah,
tidak konsisten dan tidak berkelanjutan. Kebudayaan sebagai kompleks aktivitas
yang sudah terpola dalam masyarakat, berupa sistem sosial dalam masyarakat.
Kompleknya aktivitas manusia disebut pula sebagai sistem sosial sebab,
terjadinya aktivitas itu karena adanya saling berkomunikasi dan berinteraksi
sesama manusia. Sistem sosial telah ditata dan diatur oleh gagasan atau tema
berpikir tertentu, sehingga mewujudkan aktivitas dan produktivitas yang positif.
Aktivitas interaksi berupa pertemuan-pertemuan atau persekutuan yang hasilnya
positif, walaupun wujudnya ada yang berupa pertengkaran, akibat positif yang
sering muncul adalah gagasan atau konsep yang menguntungkan. Kebudayaan
sebagai hasil karya suatu masyarakat, berupa benda-benda berukuran besar
maupun kecil, tampak fisiknya maupun kasat mata, dan benda-benda bergerak
maupun tidak bergerak. Kebudayaan fisik lahir karena aktivitas manusia dalam
bentuk interaksi yang memerlukan sarana berupa benda yang dihasilkan manusia
commit to user
16 Kebudayaan menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup
manusia, karena tidak ada manusia yang dapat hidup di luar ruang lingkup
kebudayaan. Manusia sebagai pencipta kebudayaan, makhluk budaya merupakan
suatu fakta historis yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun sebagai pencipta
kebudayaan. Holt (2000:xxi) mengatakan bahwa pada sebagian besar studi
tentang Indonesia, tak dapat dihindari bahwa Jawa tetap merupakan pusat
perhatian. Hal ini bukan karena Jawa sepanjang sejarah merupakan fokus paling
penting dari kekuasaan dan perdagangan antar pulau dan antar bangsa yang
memusat, tetapi Jawa juga menyediakan sejumlah besar rekaman-rekaman
sejarah.
Pulau Jawa berdasarkan tipe sosial budaya masyarakatnya dapat dibagi
dua, yaitu: masyarakat yang bertempat tinggal di daerah sepanjang pantai/dataran
rendah, sering disebut masyarakat pesisir dengan karakter sosial yang lebih
terbuka, dan masyarakat yang berdomisili di sekitar daerah pegunungan/dataran
tinggi yang sering disebut sebagai masyarakat pedalaman, cenderung lebih
tertutup terhadap segala perubahan yang bertentangan dengan budaya aslinya.
Daerah itu ialah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan
Kediri. Yogyakarta dan Surakarta, merupakan pusat dari kebudayaan tersebut
(Kodiran, 2002:329). Kebudayaan Jawa yang hidup di Yogyakarta dan Surakarta
merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di kraton. Peradaban ini
menghasilkan kesenian yang tinggi dan ditandai dengan kehidupan keagamaan
yang sinkretistik, campuran dari unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17 (Koentjaraningrat, 1994:26).
Gambar II.1 : Peta pembagian wilayah kebudayaan Jawa (sumber: Koentjaraningrat, 1994:27)
Di antara sekian banyak daerah tempat kediaman orang Jawa ini terdapat berbagai
variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur-unsur
kebudayaannya, seperti perbedaan mengenai berbagai istilah teknis, dialek bahasa
dan lain-lainnya, namun masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem
kebudayaan Jawa. Lebih rinci Koentjaraningrat (1994:26) membagi peta wilayah
kebudayaan Jawa menjadi 12 daerah kebudayaan Jawa meliputi Banten, Sunda,
Banyumas, Bagelen, Pesisir Kilen, Pesisir Wetan, Negarigung, Mancanegari,
Surabaya, Madura, Tanah Sabrang Wetan dan Blambangan.
Kebudayaan Jawa yang hidup di pesisir pantai Utara Jawa biasa disebut
dengan kebudayaan pesisir. Kebudayaan ini meliputi daerah dari
Indramayu-Cirebon di sebelah Barat, sampai ke Gresik di sebelah Timur. Koentjaraningrat,
(1994:26) menyarankan untuk memecah kebudayaan pesisir ke dalam sub daerah
pesisir Barat yang meliputi daerah Cirebon, Tegal dan Pekalongan, sub bagian
tengah yang meliputi kota Kudus, Demak dan daerah di sekitarnya, dan sub
commit to user
18 hanya membedakan antara suatu sub daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan
suatu sub daerah Timur yang berpusat di Demak. Penduduk daerah pesisir ini
pada umumnya memeluk agama Islam puritan yang juga mempengaruhi
kehidupan sosial budaya mereka.