• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN EKONOMI

2.3.2 Kebutuhan akan Litbang

Wawancara dengan 12 perusahaan manufaktur dan jasa di Jakarta menemukan bahwa sebagian besar inovasi mereka ternyata merupakan ‘inovasi proses’, yang memerlukan adaptasi teknologi yang sudah ada termasuk TIK, yang hanya memerlukan sedikit penelitian dasar ataupun pengembangan yang signifikan [Hill and Tandon 2010].

Studi ini menggaris bawahi bahwa beberapa perusahaan merasa perlu belajar dari best practices internasional, sementara beberapa lainnya merasa frustrasi bahwa staf mereka tidak mengenal dunia internasional. Memang, satu area yang secara konsisten diinginkan oleh subyek wawancara tersebut adalah menjalin hubungan internasional agar baik staf akademik maupun mahasiswa/idapat mempunyai wawasan internasional.

Dalam wawancara, tim studi menemukan sejumlah perusahaan yang beradaptasi secara sederhana dengan teknologi yang sudah ada, seperti mekanisasi perkebunan sesuai dengan prosedur yang sudah dikembangkan sebelumnya di negara lain, katakanlah Malaysia, hingga perusahaan yang beroperasi di tingkat global dan terbiasa mengontrak pekerjaan pengembangan kepada perusahaan konsultan teknologi profesional. Bahkan perusahaan yang paling intensif melakukan litbang pun membatasi diri pada penelitian aplikasi dan tidak berencana memasuki inovasi dalam penelitian dasar. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pemimpin perusahaan farmasi, “Serahkan saja hal dasar untuk negeri industri maju, kita punya cukup banyak masalah untuk diselesaikan dalam hal aplikasi.”

5 Proyek I-MHERE adalah proyek yang dibantu World Bank, bertujuan meningkatkan kualitas pengajaran serta kapasitas manajemen universitas negeri dan swasta tertentu. Daftar universitas yang diikutsertakan dalam studi tracer disajikan pada Lampiran C dokumen ini.

Box 4:Dosen yang aktif membina kemitraan dengan industri

Dalam wawancara tim studi dengan beberapa dosen yang sangat aktif berkolaborasi dengan industri, tim studi menggaris bawahi bahwa ada aspek yang sama dalam latar belakang mereka: semua mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang relevan terhadap industri selama atau dalam waktu singkat setelah mereka mengambil PhD di luar negeri.

Seorang profesor dari ITB mendapat PhD dari universitas di Denmark dan mengajukan beberapa paten selama ia masih mahasiswa. Sebelum kembali ke Indonesia, ia bekerja di beberapa perusahaan baik di Eropa maupun AS, dan di sebuah perguruan tinggi di Australia.

Profesor lain dari UGM memiliki ketertarikan sejak awal tentang aplikasi bidang teknologi sebelum ia mengambil PhD di Australia. Sebagai hasil ketertarikannya itu, ia memanfaatkan waktunya di Australia untuk mencatat aktivitas industri terkait bidang teknologi, yang banyak membantu pekerjaannya sendiri setelah ia kembali ke Indonesia.

Profesor lain dari bidang teknik di Universitas Andalas ditunjuk sebagai kepala jurusan ketika baru lulus dari ITB, dan harus bekerja dengan industri lokal mengembangkan perencanaan untuk universitas yang relevan dengan kebutuhan industri lokal sebelum pergi ke Jerman untuk PhD. Sekembalinya, tidak banyak masalah yang dihadapi dalam bekerja dengan industri lokal, dan hal ini juga terjadi pada dosen lain yang bergabung ke departemen tersebut dengan cara yang sama.

Sebagian besar subyek wawancara tim studi memiliki hubungan tertentu dengan perguruan tinggi dan berharap untuk menjalin hubungan yang lebih di masa depan. Ada keinginan dari pihak mereka agar dosen di perguruan tinggi mengembangkan pemahaman yang lebih luas mengenai aplikasi. Seorang industrialis yang tidak banyak berhasil dalam bekerjasama dengan perguruan tinggi walau sudah banyak berusaha, merasa bahwa dosen tidak memiliki kapasitas untuk menentukan apakah mereka bisa mengerjakan sesuatu atau tidak. Secara umum industri bersemangat untuk mendapat kesempatan lebih dalam menjajaki hubungan dengan dosen secara individu, dan menyambut baik kesempatan seperti pertemuan teratur, taman iptek, program pertukaran, dan kerjasama institusional.

Secara konsisten ditemui pendapat bahwa Indonesia semestinya secara strategis lebih fokus pada pengolahan pertanian, kelapa sawit, karet, kakao, rumput laut, dengan penekanan pada mekanisasi, terutama untuk mengejar Malaysia, dan kemudian menjadi pemimpin pertanian tropis yang termekanisasi, keahlian yang tidak dimiliki sebagian besar negeri maju. Terdapat ‘peran besar’ yang bisa diharapkan dari perguruan tinggi dalam gagasan tersebut, namun merupakan sesuatu yang belum dapat dipenuhi. Wawancara tim studi sendiri menunjukkan bahwa banyak pengembangan yang berhubungan dengan aplikasi amat bergantung pada pemahaman praktik internasional. Tim studi juga menemukan bahwa sebagian besar dosen yang aktif di industri tidak hanya memiliki pengalaman akademik di luar negeri yang ekstensif, seperti PhD, tapi juga pemaparan pada dunia komersil selama di luar negeri, yang tampaknya memperkaya kemampuan mereka untuk membantu perusahaan Indonesia (lihat box 4: Dosen yang aktif membina kemitraan dengan industri).

2.4 Kebutuhan Industri akan Peran Pemerintah

Subyek wawancara tim studi secara umum kurang optimis mengenai jalur ambisius industrialisasi yang disusun MP3EI; sebagian besar akibat dari peraturan yang menghambat. Sebuah perusahaan farmasi merasa bahwa pekerjaan serius mengembangkan obat-obatan tidak bisa dilakukan oleh perusahaan sebelum peraturan perizinan obat disederhanakan, dengan mengurangi konsentrasi otoritas di

satu badan saja. Sebuah perusahaan pengolah minyak sawit tidak melihat adanya masa depan bila berpindah ke biofuel, karena tidak mungkin berkompetisi dengan bahan bakar yang disubsidi besar-besaran. Hambatan seperti itu, ditambah lagi perlindungan hak cipta intelektual yang lemah, tampak sebagai hambatan paling serius ketika mengembangkan litbang industri. Hal ini bukan ditemukan dari wawancara tim studi saja, namun oleh peneliti lain [Hill dan Tandon, 2010], dan sepertinya lebih penting daripada tidak adanya insentif spesifik, yang disebut oleh salah satu perusahaan yang sudah melakukan banyak litbang. Kesan yang tim studi dapatkan adalah bahwa ada jauh lebih banyak isu mengenai menciptakan lingkungan kondusif bagi litbang industri untuk meningkatkan nilai tambah, dibandingkan dengan sekadar memberi insentif finansial untuk litbang.

Bab ini menyajikan analisis kondisi pendidikan tinggi di Indonesia dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan ekonomi, khususnya bila laju pertumbuhan tetap tinggi dan pengaruhnya secara merata terasa di semua daerah. Yang pertama akan dibahas adalah kelayakan sektor pendidikan tinggi dalam hal (a) menyediakan akses pendidikan sesuai kebutuhan tenaga kerja, (b) diferensiasi institusional untuk menyalurkan pendidikan relevan dan jasa litbang baik secara nasional maupun regional dengan lokasi geografis yang berbeda dan (c) kualitas pendidikan.

Secara keseluruhan, ukuran sektor ini memadai dan berkembang cukup cepat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Akan tetapi, agar jasa pendidikan dan litbang terkait kebutuhan lokal dapat terpenuhi, maka kebutuhan akan diferensiasi misi institusi menjadi mendesak.

Tim studi menggaris bawahi kebutuhan akan perlunya ‘gerakan’ nasional peningkatan kualitas pendidikan sarjana. Pada dua bagian terakhir, tim studi memfokuskan pada dua isu kebijakan yang menjadi faktor penting, untuk memberikan insentif perkembangan institusional di masa depan yaitu pendanaan dan otonomi institusional.