• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUTUHAN VITAMIN C DAN E DI DALAM PAKAN UNTUK MEMPERBAIKI PERFORMANS REPRODUKS

IKAN LALAWAK JENGKOL (Barbodes sp.)

Pendahuluan

Ikan lalawak (Barbodes sp.) merupakan ikan asli perairan umum dan cukup potensial untuk dibudidayakan. Budidaya meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Sampai saat ini ikan lalawak masih belum dibudidayakan, masyarakat hanya mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Sedangkan keberadaannya di beberapa daerah hampir mulai punah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya pelestarian ikan lalawak agar keberadaannya tetap terjaga, di samping itu juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ikan tersebut.

Salah satu cara untuk mendapatkan hasil pengembangbiakan yang baik, adalah dengan jalan memperbaiki performans reproduksinya. Performans reproduksi dapat ditingkatkan antara lain dengan melakukan perbaikan kualitas pakan induk. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Watanabe et al. (1984a dan b); Akhmad et al. (1990) dan Mokoginta (1991), menyatakan bahwa kualitas pakan yang diberikan kepada induk akan mempengaruhi perkembangan gonad, fekunditas, derajat tetas telur dan kelangsungan hidup larva. Menurut NRC (1977), ada lima macam nutrien pakan yang harus dipenuhi menurut kebutuhan ikan antara lain protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Supaya dapat mencapai performans reproduksi yang maksimal, maka unsur nutrien tersebut harus dipenuhi menurut proporsinya. Dari kelima unsur tersebut, vitamin mempunyai peranan yang sangat penting. Salah satu unsur vitamin yang harus ada didalam pakan induk untuk meningkatkan performans reproduksinya adalah vitamin C dan E. Vitamin C bersama-sama dengan vitamin E (VCE) secara sinergis berperan sebagai antioksidan di dalam sel. Sifat sinergis tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya autooksidasi asam-asam lemak tidak jenuh pada tubuh ikan (Gatlin et al. 1992). Sebagai antioksidan, VCE dapat melindungi lemak yang terdapat pada membran sel supaya tidak teroksidasi, sehingga proses embriogenesis dapat berjalan dengan normal dan performans reproduksi dapat ditingkatkan, disamping itu VCE berperan dalam biosintesis hormon reproduksi

yang secara langsung akan berperan dalam proses perkembangan gonad . Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan.

Pemijahan merupakan salah satu bagian penting dari proses reproduksi. Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang berhubungan dengan mata rantai lainnya yang akan menjamin kelangsungan generasinya. Siklus reproduksi pada ikan akan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih normal. Faktor-faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di perairan terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Ikan yang hidup di daerah tropis faktor fisika utama yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan. Sedangkan faktor biologis yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor biologis dalam dan luar. Faktor biologis dalam melip uti faktor fisiologis individu dan respons terhadap berbagai faktor lingkungan, selanjutnya faktor biologis luar adalah agen patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu dengan spesies lain.

Hampir semua ikan pemijahannya berdasarkan reproduksi seksual yaitu terjadinya persatuan sel produksi organ seksual yang berupa telur dari ikan betina dan spermatozoa dari ikan jantan. Beberapa tingkah laku ikan sebelum terjadi pemijahan antara lain dengan melakukan pemilihan tempat pemijahan, pembuatan sarang, percumbuan, pemijahan, penjagaan telur dan pemeliharaan larva oleh induk. Dalam proses pengeraman/penetasan telur ada yang diletakkan di dalam sarang dan dijaga oleh induk atau sebaliknya, memijah di celah-celah batu, memijah dengan menggali lubang dan meletakan telurnya serta dijaga oleh induknya atau sebaliknya, membuat sarang serta meletakkan telur pada tanaman air, dan memelihara dalam kantong induknya. Induk ikan yang pantas dipijahkan adalah setelah fase pembentukan kuning telur (fase vitello genesis) masuk fase dorman (Woynarovich dan Horvath 1980). Ikan air tawar di daerah tropis memiliki waktu musim pemijahan lebih panjang. Setiap individu dapat memijah pada waktu yang berlainan dengan individu lain, tetapi masih terlihat adanya puncak-puncak musim pemijahan dalam setiap periode waktu tertentu, yang

biasanya terjadi pada saat musim penghujan (Lowe Mc Connel 1975 dalam Sukendi 2001).

Pemijahan merupakan proses yang meliputi percumbuan (kopulasi), ovulasi/spermiasi dan fertilisasi. Kopulasi merupakan perilaku ikan pada fase awal pemijahan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemijahan ikan antara lain secara alami melalui sistem induksi dengan spesies lain, secara alami melalui sistem induced breeding (kawin suntik) dan secara buatan melalui teknik stripping. Akan tetapi saat ini dengan manipulasi beberapa faktor lingkungan dapat memperlancar proses pemijahan. Tetapi banyak pula ikan tropik yang memijahnya pada musim tertentu. Umumnya jadual pemijahan pada ikan berhubungan dengan penyesuaian terhadap keadaan yang menguntungkan terutama yang berhubungan dengan persediaan makanan bagi anak -anaknya.

Anak ikan yang baru ditetaskan dinamakan larva, tubuhnya belum dalam keadaan sempurna baik organ luar maupun organ dalamnya. Larva adalah suatu tingkatan hidup setelah fase embrio, yaitu periode dari telur menetas sampai metamorphose. Selama masa tersebut terjadi proses diferensiasi menuju bentuk ikan dewasa. Dalam masa pemeliharaan larva sering mengalami banyak kegagalan akibat tingginya mortalitas. Banyak faktor yang menyebabkan mortalitas alami ini, selain dari predator dan penyakit juga faktor biotik yang berhubungan dengan larva itu sendiri. Masa kritis tersebut terletak pada saat sebelum dan sesudah penghisapan kuning telur dan masa transis i mulai mengambil makanan dari luar (Effendie 1997). Selanjutnya Affandi et al. (1992) mengemukakan bahwa, pada stadia larva, lambung belum terbentuk sehingga fungsi lambung digantikan oleh usus depan, dimana proses pencernaan protein, lemak dan karbohidrat dimulai. Dengan demikian kompensasi larva ikan untuk memaksimalkan proses pencernaan dan penyerapan makanan adalah dengan cara memakan hewan renik (zooplankton), karena hewan renik mengandung enzim yang dapat berperan dalam autolisis makanan yang dimakannya.

Umumnya proses perkembangan larva bervariasi pada setiap spesies. Hal ini bergantung kepada faktor eksternal seperti suhu dan ketersedian pakan yang sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya dan faktor internal seperti ukuran kuning telur. Kualitas pakan yang diberikan kepada induk ikan akan mempengaruhi

perkembangan gonad, fekunditas, derajat tetas telur, dan kelangsungan hidup larva. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian tentang performans reproduksi, pemijahan dan ketahanan larva yang berasal dari induk yang memperoleh kualitas pakan yang baik.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2005, bertempat di kolam masyarakat di desa Peuntas, Kecamatan Congeang Kabupaten Sumedang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan VCE di dalam pakan induk ikan lalawak jengkol guna memperbaiki performans reproduksinya.

Prosedur Penelitian

Ikan yang digunakan adalah calon induk ikan lalawak dengan ukuran berat rata-rata lebih kurang 69.58 g. Total calon induk yang digunakan sebanyak 120 ekor. Pakan yang digunakan berupa pelet dengan kandungan protein 30% yang ditambahkan dengan vitamin C dan E (VCE). Vitamin C yang ditambahkan adalah dalam bentuk L-Askorbil-2-Fosfat-Magnesium, sedangkan vitamin E dalam bentuk α-tokoferol. Pakan uji terdiri atas empat macam perbandingan VCE yang berbeda di dalam pakan (Tabel 23). Setelah pakan percobaan dibuat, dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien pakan yang sebenarnya (Tabel 24).

Tabel 23. Komposisi pakan uji ikan lalawak yang ditambah vitamin C dan E (VCE)

Pakan/kadar VCE (mg/kg pakan) Bahan pakan (%) A B C D Tepung ikan 16.040 16.040 16.040 16.040 Tepung rebon 6.440 6.440 6.440 6.440 Tepung kedele 19.760 19.760 19.760 19.760 Pollard 37.740 37.740 37.740 37.740

Minyak (ikan + jagung) 15.010 15.005 15.000 15.005

Kolin klorida 1.500 1.500 1.500 1.500 Vitamin C 0.005 0.005 0.005 0.005 Vitamin E 0.005 0.010 0.015 0.020 Mineral mix 2.000 2.000 2.000 2.000 CMC 1.500 1.500 1.500 1.490 J u m l a h 100 100 100 100

Tabel 24. Hasil proksimat pakan uji yang sudah ditambah VCE

Pakan/kadar VCE (mg/kg pakan) Komposisi nutrisi (%) A B C D Protein 30.82 30.33 30.70 30.80 Lemak 17.40 17.52 18.40 18.25 Serat kasar 8.60 8.81 8.62 9.07 Abu 5.56 5.67 5.89 5.49 BETN 37.63 37.67 36.38 36.39 Vitamin C (mg/kg pakan) 19.36 19.40 19.40 19.38 Vitamin E (mg/kg pakan) 210.00 220.00 240.00 248.00 D E (kkal/kg pakan) 1) 3428.85 3428.17 3464.30 3416.00 C/P (kkal/g protein) 11.13 11.30 11.28 11.09

Keterangan: DE = digestible energy yang diperhitungkan dari: 1 g protein = 3.5 kcal; 1 g lemak = 8.1 kcal; 1 g karbohidrat = 2.5 kcal (NRC 1983)

Selanjutnya induk ikan dipelihara di dalam waring berukuran 1 x 1 x 1 m. Setiap waring berisi 10 ekor induk betina. Waring diletakkan di dalam kolam berukuran 8 x 20 x 1.20 m. Untuk meyakinkan bahwa ikan tersebut belum berkembang gonadnya, maka terlebih dahulu dilakukan pengambilan telur ikan dengan bantuan kanulasi pada setiap induk betina, disamping itu juga dilakukan analisis histologis terhadap gonad induk betina.

Pakan yang diberikan berbentuk pelet, diberikan sebanyak 5% dari bobot biomasa. Penentuan nilai tersebut berdasarkan pengamatan habis tidaknya pakan yang diberikan pada setiap kali pemberian pakan . Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari. Setelah dua bulan ikan diberi pakan uji, mulai dilakukan pengamatan tingkat kematangan gonad. Pengamatan tingkat kematangan gonad selanjutnya dilakukan setiap 15 hari, atau bergantung pada saat pengamatan sebelumnya apakah pada setiap waring untuk minggu berikutnya sudah ada ikan yang matang gonadnya. Untuk meyakinkan bahwa induk telah matang gonad dilakukan pengambilan telur ikan dengan bantuan kanulasi. Telur-telur hasil kanulasi tersebut dimasukkan ke dalam larutan transparan si. Induk yang sudah matang gonad dan siap untuk disuntik dicirikan dengan ukuran telur yang seragam dengan inti yang sudah berada di pinggir, dan tidak terdapat telur yang bening.

Induk yang matang gonad diambil dan disuntik menggunakan ovaprim dengan dosis 0.02 ml/g induk. Penyuntikan dilakukan satu kali, selanjutnya induk yang sudah disuntik dimasukkan ke dalam hapa untuk dipijahkan. Dalam pemijahan perbandingan induk jantan dan betina 1:1. Delapan jam kemudian ikan memijah, sedangkan telur menetas 30 jam setelah terjadi pemijahan. Larva yang baru menetas selanjutnya dipelihara di dalam akuarium dengan ukuran 30 x 30 x

40 cm dengan padat tebar 200 ekor/akuarium. Pengamatan terhadap kondisi larv a dilakukan setiap hari (selama tiga hari). Setelah tiga hari semenjak kuning telur habis dilakukan pengamatan terhadap ketahanan larva. Selama pengamatan tersebut larva tidak diberi makan sama sekali dan kondisi kualitas air diusahakan dalam kondisi optimal.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Percobaan terdiri atas empat perlakuan yaitu perbandingan vitamin C dan E yang berbeda-beda (A = 50:50; B = 50:100; C = 50:150 dan D = 50:200 mg/kg pakan). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 12 unit percobaan.

Parameter Uji

Untuk mengetahui pengaruh pakan terhadap kualitas telur ikan lalawak, maka parameter yang diamati meliputi: kadar protein, lemak, karbohidrat dan abu pada telur, larva nol hari (LoHr) dan larva dua hari (L2HR), kandungan VCE pada telur, LoHr dan L2HR, asam lemak di hati, telur, LoHr dan L2HR (prosedur analisis sama dengan penelitian tahap ketiga), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas (F), bobot telur (BT) dan diameter telur (DT) (rumus yang digunakan sama dengan penelitian tahap kedua), hepato somatik indeks (HSI), jumlah induk yang memijah (JIM), derajat tetas telur (DTT), total larva yang dihasilkan (TL) serta perkembangan larva (organogenesis) dan ketahan larva (KL) dengan rumus persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Hepato somatik indeks

Bobot hati (g)

HSI (%) = x 100 Bobot tubuh (g)

2. Jumlah induk yang memijah

Jumlah induk yang memijah (ekor)

JIM (%) = x 100 Jumlah induk yang dipijahkan (ekor)

3. Derajat tetas telur (DTT)

Jumlah telur yang menetas (butir)

DTT (%) = x 100 Jumlah telur yang ditetaskan (butir)

4. Total larva yang diproduksi

TL (jumlah larva/kg induk) = DTT x F

5. Ketahanan larva (KL)

Jumlah larva yang hidup (ekor)

KL (%) = x 100 Jumlah larva yang dipelihara (ekor)

Sedangkan untuk mengamati tingkat kematangan gonad ikan dilakukan pengamatan secara morfologis dan histologis (metode yang digunakan sama dengan penelitian potensi reproduksi).

Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari parameter pengamatan pada penelitian ini ditabulasikan, kemudian dilakukan analisis varian dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan akan dilakukan uji lanjut Tukey’s. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 11.0.

Hasil dan Pembahasan

Komposisi proksimat telur, larva nol hari (L0Hr) dan dua hari (L2Hr) disajikan pada Tabel 25, sedangkan untuk kandungan VCE di dalam telur, larva nol hari (L0Hr) dan dua hari (L2Hr) disajikan pada Tabel 26. Pada tabel terlihat bahwa pemberian VCE di dalam pakan induk ikan lalawak akan memberikan peningkatan kandungan lemak di dalam telur sejalan dengan peningkatan kandungan VE di dalam pakan. Vitamin C bersama-sama vitamin E secara sinergis berperan sebagai antioksidan di dalam sel. Sifat sinergis tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya autooksidasi asam-asam lemak tidak jenuh pada tubuh ikan (Gatlin et al. 1992).

Tabel 25. Kadar protein, lemak, karbohidrat, dan abu di dalam telur, L0Hr dan L2Hr (% bobot kering)

Pakan/Kadar VCE (mg/kg pakan) Komposisi nutrisi Telur L0Hr L2Hr

Protein 69.35 72.83 75.00 Lemak 20.03 19.33 18.37 K.Hidrat 10.30 3.84 1.40 A (50:50) Abu 0.32 4.00 5.23 Protein 67.19 74.32 80.18 Lemak 21.25 19.73 19.64 K.Hidrat 11.55 5.87 0.04 B (50:100) Abu 0.01 0.08 0.14 Protein 72.88 75.09 82.58 Lemak 22.14 21.34 12.22 K.Hidrat 4.94 3.45 3.33 C (50:150) Abu 0.04 0.12 1.87 Protein 73.88 78.88 86.47 Lemak 20.44 18.42 11.18 K.Hidrat 5.34 1.37 1.01 D (50:200) Abu 0.34 1.33 1.34

Induk ikan yang diberi pakan perlakuan A (50:50) mg VCE/kg pakan menghasilkan telur dengan kadar lemak yang terendah. Naiknya kadar VE di dalam pakan induk juga akan menaikkan kadar lemak di telur. Pada masa embriogenesis dan pertumbuhan larva terlihat bahwa kandungan lemak dari masing-masing perlakuan dimanfaatkan, tetapi tingkat pemanfaatannya untuk masing-masing perlakuan tidak sama, dan ini diperlihatkan dengan terjadinya penurunan kandungan lemak dari telur sampai dengan larva dua hari. Sedangkan kadar protein di dalam larva umur nol hari dan dua hari lebih tinggi daripada telur, dan kadar lemak sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa lemak digunakan sebagai sumber energi utama selama proses embriogenesis.

Tabel 26. Kandungan vitamin C dan E (VCE) dalam telur, larva 0 hari (L0Hr) dan larva 2 hari (L2Hr) (µg/g bobot kering)

Pakan/Kadar VCE (mg/kg pakan) Telur L0Hr L2Hr

C 158. 06 156. 00 148. 30 A (50:50) E 232. 26 225. 07 212. 82 C 156.45 136. 05 128. 36 B (50:100) E 241.94 231. 02 228. 33 C 159.32 120. 34 114. 31 C (50:150) E 257. 63 245. 53 235. 39 C 158. 08 138. 14 128. 24 D (50:200) E 268.04 239. 07 230. 08

Setelah perlakuan pemberian VCE dengan berbagai perbandingan di dalam pakan terlihat bahwa kadar VC relatif sama di dalam telur, sedangkan kadar VE di dalam telur meningkat sejalan dengan meningkatnya kad ar VE di dalam pakan induk. Kadar VE dalam telur pada perlakuan B meningkat sebesar 9.68 µg/g bobot kering dibandingkan dengan perlakuan A. Kadar VE didalam telur pada perlakuan C meningkat sebesar 15.69 µg/g bobot kering dibandingkan dengan perlakuan B. Kadar VE di telur dari perlakuan D meningkat sebesar 10.41 µg/g bobot kering dibandingkan dengan perlakuan C. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin E di dalam pakan induk memberikan pengaruh terhadap kandungan VE di telur, tetapi pada semua perlakuan mulai telur sampai dengan larva dua hari terjadi penurunan kandungan VE. Dari percobaan ini diketahui bahwa VE di dalam telur pada masing-masing perlakuan digunakan selama proses embriogenesis berlangsung dan perkembangan larva.

Sebagaimana sudah diketahui bahwa salah satu fungsi VCE adalah sebagai zat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak (Halver 1989). Lemak pakan merupakan sumber energi, asam lemak esensial dan pelarut vitamin A, D, E dan K. Asam lemak esensial merupakan komponen fosfolipid pada biomembran. Fluiditas membran sel bergantung kepada keseimbangan antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh sebagai komponen senyawa fosfolipid (Bell, Henderson dan Sargent 1986). Senyawa fosfolipid disusun oleh gliserol, fosfat, asam lemak esensial dan nonesensial. Asam lemak tersebut berasal dari kelompok poly unsaturated fatty acids (PUFA) dan highly unsaturated fatty acids (HUFA) yang berperan penting pada proses metabolisme membran sel (Bhagavan 1992). Menurut Kamler (1992), lemak digunakan sebagai bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur. Hal ini menunjukkan pentingnya asam lemak tidak jenuh di dalam proses vitelogenesis. Peranan asam lemak dalam proses reproduksi dan kualitas telur adalah sangat besar, karena asam lemak merupakan sumber energi tertinggi dan sebagai pasokan materi untuk metabolisme dalam mendukung kematangan ovarium. Peres dan Oleva (1999) menyatakan bahwa peningkatan kandungan lemak di dalam pakan akan mempengaruhi komposisi peningkatan deposit lemak. Selanjutnya Momensen dan Walsh (1988), meny atakan bahwa material lemak merupakan bahan penyusun

sejumlah besar fosfolipid yang ditimbun di dalam sitoplasma dan kutub anima telur. Jadi artinya dengan penambahan VCE dalam pakan maka keberadaan lemak di dalam telur dapat dipertahankan sebelum digunakan untuk proses perkembangan selanjutnya. Disamping itu vitamin C juga berfungsi dalam mempertahankan atom zat besi (Fe) pada status tereduksi dan memelihara aktivitas enzim hydroxylase pada biosintesis kolagen. Komponen utama kolagen adalah asam amino, hyd roksiprolin dan hydroksilin yang berfungsi untuk membentuk kerangka tubuh (Masumoto et al. 1991).

Hubungan antara perkembangan embrio dengan VE merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tidak jenuh. Kandungan asam lemak di hati, telur, LoHr dan L2Hr dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Kandungan asam lemak di dalam hati, telur, larva 0 hari (LoHr) dan larva 2 hari (L2Hr) (µg/g bobot kering)

Pakan/Kadar VCE (mg/kg pakan)

Asam Lemak (µg/g

bobot kering) Hati Telur LoHr L2Hr

Σn6 17.18 11.97 11.73 11.35 Σn3 21.63 14.35 14.07 13.61 A (50:50) Σn6/Σn3 0.79 0.83 0.83 0.83 Σn6 29.60 22.15 20.71 2.31 Σn3 1.89 1.64 1.53 1.00 B (50:100) Σn6/Σn3 15.65 13.53 13.53 2.31 Σn6 22.96 15.43 14.16 2.85 Σn3 3.71 2.02 1.86 1.12 C (50:150) Σn6/Σn3 6.19 7.63 7.63 2.55 Σn6 16.86 16.86 15.52 6.01 Σn3 6.90 6.90 6.35 6.34 D (50:200) Σn6/Σn3 2.44 2.44 2.44 0.95

Pada tabel di atas terlihat bahwa rasio kandungan asam lemak ω-6/ω-3 di dalam telur, larva umur nol hari dan dua hari pada perlakuan A relatif sama, sedangkan kandungan ω-6/ω-3 di dalam telur, larva umur nol hari dan dua hari pada perlakuan B, C dan D cenderung terjadi penurunan, hal ini menunjukkan bahwa selama proses embriogenesis dan pekembangan larva asam lemak tersebut dimanfaatkan. Asam lemak esensial berperan sebagai prekursor eicosanoid untuk memenuhi fungsi metabolisme. Eicosanoid merupakan senyawa aktif secara fis io logis, dan dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Martin et al. 1990). Asam lemak esensial dari kelompok HUFA atau PUFA berperan pada proses metabolisme prostaglandin, tromboksan,

prostaksikilin dan leukotrin (Bhagavan 1992). Menurut Martin et al. (1990) bahwa asam lemak esensial, terutama arakidonat merupakan prekursor prostaglandin (PGF2α) yang dapat mempengaruhi replikasi sel. Menurut Leray et

al. (1985) dalam Mokoginta et al. (2000), proses pengenalan antar sel di dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak esensial, maka berlangsungnya proses pembelahan sel embrional akan gagal (pada pembelahan sel ke 16, 32 dan organogenesis), dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah. Secara umum, ikan air tawar membutuhkan asam lemak ω-6 atau gabungan asam lemak ω-6 dan ω-3 (NRC 1993 dan Steffens 1997). Kebutuhan asam lemak esensial pada ikan air tawar dan di daerah panas adalah jenis asam lemak linoleat atau campuran linoleat dan linolenat. Ikan gabus (Channa micropeltes) memerlukan ω-3 dan ω-6 untuk pertumbuhannya (Cowey, Wee, dan Tacon 1983). Sama halnya dengan ikan salmon, ikan brook char juga memerlukan ω-3 dan ω-6 untuk pertumbuhannya (Guillou et al. 1995). Docosahexaenoic acid (DHA) sangat penting untuk perkembangan tingkah laku larva ikan yellow tail (Masuda et al. 1998). Informasi-informasi tersebut mengindikasikan bahwa ikan memerlukan jenis asam lemak esensial tertentu untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.

Nilai rerata hepato somatik indek, indek kematangan gonad, fekunditas, bobot telur dan diameter telur, jumlah induk yang memijah, derajat tetas telur, total larva yang dihasilkan dan ketahanan larva disajikan pada Tabel 28 dan Lampiran 21.

Tabel 28. Nilai rerata hepato somatik indek (HSI), indek kematangan gonad (IKG), fekunditas (F), bobot telur (BT), diameter telur (DT), jumlah induk memijah (JIM), derajat tetas telur (DTT), total larva (TL) dan ketahanan larva (KL)

Pakan/kadar VCE (mg/kg pakan) Parameter 50 : 50 (A) 50 : 100 (B) 50 : 150 (C) 50 : 200 (D) HSI (%) 0.19 ± 0.05 a 0.26 ± 0.02 a 0.28 ± 0.03 a 0.49 ± 0.54a IKG (%) 7.77 ± 0.22 a 12.08 ± 0.66 c 10.62 ± 0.65 b 8.94 ± 0.25 a F (butir/ekr induk) 14857.67 ± 8.02 a 20566.17 ± 5.97 d 19485.67 ± 24.83 c 19171.33 ± 55.14 b BT (µg/butir) 52.30 ± 1.47 ab 58.72 ± 3.20 b 54.49 ± 3.32 b 46.65 ± 1.17 a DT (mm) 0.68 ± 0.01 a 0.70 ± 0.01 b 0.69 ± 0.01 a 0.68 ± 0.01 a JIM (%) 16.67 ± 4.12 bc 33.33 ± 3.39 a 17.79 ± 3.57 b 8.26 ± 3.10 c DTT (%) 27.73 ± 0.92 c 46.38 ± 2.07 a 37.37 ± 1.85 b 29.85 ± 0.73 c TL (ekor) 4120.00 ± 134.44 d 9538.67 ± 427.77 a 7282.33 ± 354.49 b 5722.73 ± 146.69 c KL (%) 27.50 ± 11.66 b 53.89 ± 9.48 a 40.17 ± 5.20 ab 37.78 ± 5.42 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak

Tabel di atas menunjukkan bahwa perbandingan VCE yang berbeda di dalam pakan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap nilai hepato somatik indek antar perlakuan (P>0.05) (Lampiran 21). Nilai HSI tertinggi diperoleh pada perlakuan D, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan C, B dan A. Nilai HSI meningkat sejalan dengan meningkatnya perbandingan kadar VCE di dalam pakan. Peningkatan HSI menunjukkan bahwa jumlah nutrien yang diserap juga meningkat sehingga menyebabkan jumlah nutrien yang terakumulasi di dalam hati juga meningkat. Peningkatan bobot/volume hati dapat terjadi karena bertambahnya jumlah sel hati atau bertambahnya jumlah nutrien yang terakumulasi di dalam hati. Hati merupakan organ penting yang mesekresikan bahan untuk proses pencernaan. Bahan cadangan nutrien yang umum terlihat di dalam sel hati adalah butiran lemak dan glikogen. Secara umum, hati berfungsi sebagai tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat memproduksi cairan empedu (Affandi et al. 2005). Vitamin C terlibat dalam hidroksilasi mikrosom derivat-derivat kolesterol pada lintasan sintesis asam empedu yang merupakan lintasan utama untuk degradasi kolesterol (Orten dan Neuhaus 1975 dalam Linder 1992). Djojosoebagio dan Pilliang (1996) mengemukakan bahwa asam empedu berfungsi untuk merubah lemak menjadi emulsi lemak dengan cara membentuk komplek asam lemak -asam empedu, sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim lip ase sebelum diabsorbsi oleh dinding usus. Selanjutnya dikemukakan lagi bahwa vitamin A, D, E, dan K (vitamin yang larut dalam lemak) menjadi lebih mudah diserap oleh mukosa usus dengan adanya asam empedu. Sedangkan garam empedu berfungsi sebagai pengemulsi lemak maka terbentuklah partikel lemak berukuran kecil yang disebut micelles. Micelles ini umumnya mengandung asam lemak, monogliserida dan kolesterol. Partikel lemak dalam bentuk micelles ini siap untuk diserap oleh dinding usus (Affandi et al. 2005).

Untuk nilai IKG secara keseluruhan berkisar antara 7.77 sampai dengan 12.08%. Berdasarkan analisis ragam ternyata perbandingan VCE yang berbeda di dalam pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai IKG (P<0.05) (Lampiran 22). Nilai IKG maksimum diperoleh pada perlakuan kadar

VCE di dalam pakan sebesar 50:100 mg/kg pakan (B), yaitu sebesar 12.08%, selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan C, D dan A.

Berdasarkan analisis polinomial ortogonal, IKG memberikan kurva respon kuadratik mengikuti persamaan Y = -0.0118x2 + 5.4254x – 611.3; artinya nilai IKG meningkat dengan meningkatnya perbandingan kadar VCE di dalam pakan sehingga mencapai nilai optimal sebesar 14.62% pada perbandingan kadar VCE di dalam pakan sebesar 19.4:230.3 mg/kg pakan, setelah itu IKG menurun walaupun perbandingan kadar VCE di dalam pakan ditingkatkan, dengan nilai R2 adalah sebesar 0.91 (Gambar 25). Terjadinya perbedaan antar perlakuan dipengaruhi oleh kadar vitamin E di dalam pakan yang diberikan kepada induk. Menurut Alava et al. (1993), dengan penambahan vitamin E di dalam pakan yang diberikan kepada induk udang (Penaeus javonicus) memberikan efek yang positif terhadap gonad, dimana pakan tanpa penambahan vitamin E menyebabkan nilai IKG lebih rendah bila dibandingkan dengan pakan yang diberi penambahan vitamin E.

Indek kematangan gonad erat kaitannya dengan vitelogenesis. Proses terbentuknya vitelogenin dimulai dari adanya isyarat -isyarat lingkungan seperti fotoperiod, suhu, aktivitas makan dan faktor lain yang semuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone

Dokumen terkait