• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KERJA OSMOTIK, KONSUMSI OKSIGEN, PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

IKAN LALAWAK (Barbodes sp.)

Pendahuluan

Dalam masalah penanganan budidaya ikan, faktor lingkungan (kualitas air) perlu diperhatikan sebab pengaruh lingkungan terhadap produksi hewan air adalah bersifat ganda, sedang sifat genetik dan faktor lainnya bersifat tunggal serta faktor-faktor tersebut bersifat interaktif dan akumulatif. Salah satu faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan budidaya ikan adalah alkalinitas.

Alkalinitas berhubungan juga dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel organ tubuh ikan dapat berfungsi dengan baik, maka sel-sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoregulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik cairan dalam sel dengan cairan di luar sel yang hampir sama. Sedangkan yang dimaksud dengan alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen (Stumn dan Morgan 1981). Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan (Vasilind et al. 1993). Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas menyangga dari ion bikarbonat dan sampai tahap tertentu terhadap ion karbonat dan hidroksida dalam air. Semakin tinggi alkalinitas maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH perairan semakin rendah. Selanjutnya Boyd (1982) menyatakan bahwa produktivitas perairan yang tinggi tidak merupakan pengaruh langsung dari tingginya alkalinitas, tetapi dari konsentrasi fosfor dan elemen essensial lainnya meningkat bersamaan dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air, dan sedimen dasar perairan. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada perairan dengan nilai alkalinitas rendah. Lebih produktifnya perairan tersebut

sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan nilai alkalinitas, akan tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lainnya yang meningkat kadarnya dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Nilai alkalinitas di perairan berkisar antara 5 hingga ratusan mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 sampai 500 mg/l CaCO3, nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/l CaCO3 (Boyd 1988 dalam Effendi 2003). Selanjutnya dikatakan juga bahwa perairan dengan nilai alkalintias lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan sadah sedangkan perairan dengan alkalinitas kurang dari 40 mg /l CaCO3 disebut sebagai perairan lunak.

Untuk keberhasilan budidaya ikan, maka kualitas air baik dari segi fisika dan kimianya perlu dipahami. Di samping kualitas, kuantitas air juga penting dipandang dari segi besarnya kemampuan perairan untuk memproduksi suatu biomassa biota air (ikan). Kualitas air tidak hanya menentukan bagaimana ikan akan tumbuh tetapi juga bagaimana ikan tersebut dapat hidup. Masing-masing faktor saling berinteraksi dan mempengaruhi faktor-faktor lainnya. Salah satu parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan adalah alkalinitas.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Agustus 2004. Penelitian dilaksanakan di Hatchery dan Laboratorium Terpadu Pondok Pesantren Mahad Al-Zaytun, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alkalinitas media pemeliharaan terhadap tingkat kerja osmotik, konsumsi oksigen, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lalawak, Barbodes sp.

Prosedur Penelitian

Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan lalawak dengan ukuran bobot rata-rata 12.25 sampai 12.64 g, diperoleh dari Kecamatan Buah Dua Kabupaten Sumedang. Padat penebaran yang digunakan adalah 10 ekor/akuarium. Wadah

penelitian berupa akuarium dengan ukuran 90 x 50 x 40 cm dan diisi air setinggi 30 cm (volume 135 L). Air yang digunakan adalah air sumur dangkal sebagai bahan baku dan selanjutnya dibuat alkalinitasnya sesuai dengan perlakuan yaitu dengan cara mencampurkan air dari sumur dangkal dengan air sumur artesis yang berakalinitas tinggi (276.55 ppm CaCO3). Pakan yang digunakan selama percobaan berlangsung adalah berupa pellet yang biasa diperjualbelikan di pasar dengan kadar protein lebih kurang 23%.

Ikan dipelihara selama 75 hari dan setiap 15 hari sekali dilakukan pengukuran bobot dan panjang total ikan. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 7 pagi, 12 siang dan 5 sore, ikan diberi makan sampai kenyang. Untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga maka setiap hari dilakukan penyiponan sisa-sisa makanan dan kotoran ikan. Sedangkan untuk mempertahankan alkalinitas agar tetap sesuai dengan perlakuan maka setiap tujuh hari sekali dilakukan pergantian air secara total sesuai dengan perlakuan.

Rancangan Percobaan

Untuk uji alkalinitas, rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat perlakuan konsentrasi alkalinitas yaitu 48, 78, 108 dan 138 ppm CaCO3, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 12 unit wadah percobaan.

Parameter Uji

Untuk uji alkalinitas parameter yang diamati meliputi tingkat kerja osmotik, tingkat konsumsi oksigen, pertambahan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup . Sebagai data penunjang juga dilakukan analisis terhadap beberapa parameter kualitas air lainnya. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tingkat kerja osmotik

TKO = (osmolaritas darah ikan –

osmolaritas media) mOsm/L H2O) 2. Tingkat konsumsi oksigen

tn = (O2)n-1 – (O2)n x Vn-1 / (Wn) x (tn – tn-1)

Keterangan

: (O2)o = Konsentrasi oksigen pada saat to (mgO2/l) (O2)n = Konsentrasi oksigen pada saat tn (mgO2/l) Vo = Volume air pada saat to

Vn-1 = Volume air pada saat tn-1 W = Bobot ikan uji pada saat tn 3. Pertambahan bobot mutlak: PBM (g) = Wt - Wo

Keterangan

: __

Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g) __

Wo = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g) 4. Laju Pertumbuhan Harian : Wt = Wo (1 + 0.01α)t (Huisman 1976)

Keterangan

: __

Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g) __

Wo = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)

α = Laju pertumbuhan harian (%) t = Waktu pemeliharaan (hari) 5. Kelangsungan Hidup:KH (%) = Nt/No x 100

Keterangan: Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian No = Jumlah ikan pada awal penelitian

Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari parameter pengamatan ditabulasikan, kemudian dilakukan analisis varian dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut Tukey’s. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 11.0.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis memperlihatkan bahwa perlakuan alkalinitas media pemeliharaan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kerja osmotik, konsumsi oksigen dan pertambahan bobot mutlak ikan lalawak (P<0.05),

sedangkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan harian ikan lalawak memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) (Tabel 18).

Tabel 18. Tingkat kerja osmotik (TKO), tingkat konsumsi oksigen (KO), pertambahan bobot mutlak (PBM), laju pertumbuhan harian (LPH), dan kelangsungan hidup (KH) pada masing-masing perlakuan selama

penelitian

Alkalinitas (ppm) Parameter

48 78 108 138

TKO (mOsm/L H2O) 100 ± 0.00a 14.50 ± 1.04c 25.58 ± 2.82b 28.68 ± 0.39b

KO (mg/kg ikan/jam) 329.53±49.26a 309.78 ± 52.43a 623.54 ± 81.50b 661.49 ± 35.02b

PBM (g) 2.01 ± 1.05b 6.17 ± 1.90a 1.80 ± 1.37b 1.75 ± 1.44b

LPH (%) 0.32 ± 0.31a 0.53 ± 0.14a 0.30 ± 0.26a 0.17 ± 0.14a

KH (%) 100a 100a 100a 100a

Keterangan: Angka y ang diikuti oleh huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0.05)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa alkalinitas media pemeliharaan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tingkat kerja osmotik (P<0.05) (Lampiran 12). Tingkat kerja osmotik menurun sejalan dengan meningkatnya alkalinitas media pemeliharaan sampai pada batas tertentu. Hubungan antara tingkat kerja osmotik dengan alkalinitas media pemeliharaan berbentuk kuadratik dengan persamaan Y= 0.0246x2 – 5.2539x + 290.26, dengan nilai R2 adalah sebesar 0.88 (Gambar 19). Dari pola tingkat respon kuadratik tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat kerja osmotik yang minimum yaitu sebesar 9.74 mOsm/L H2O pada alkalinitas media pemeliharaan 107 ppm CaCO3.

Gambar 19. Hubungan antara tingkat kerja osmotik ikan lalawak (Barbodes sp.) dengan alkalinitas media pemeliharaan

y = 0,0246x2 - 5,2539x + 290,26 R2 = 0,88 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150

Alkalinitas Media (ppm CaCO3)

Alkalinitas menggambarkan kandungan basa yang dititrasi dengan asam kuat seperti basa dari kation Ca, Mg, K, Na, NH4 dan Fe, yang umumnya bersenyawa dengan karbonat dan bikarbonat, asam lemak dan hidroksil. Pada perairan alamiah, nilai alkalinitas terutama menggambarkan nilai kebasaan dari karbonat dan bikarbonat. Hanya dalam perairan tercemar nilai alkalinitas menggambarkan basa dari hidroksil. Boyd (1988) menganjurkan kisaran alkalinitas dan kesadahan bagi ikan adalah 20 sampai 300 ppm. Alkalinitas optimal dalam budidaya ikan intensif adalah 100 sampai 150 ppm (Wedenmeyer 1996). Fungsi utama alkalinitas adalah sebagai penyangga fluktuasi pH air. Semakin tinggi alkalinitas maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH semakin rendah. Alkalinitas dan kesadahan selain berfungsi sebagai penyangga pH, ternyata dengan keberadaan unsur kalsiumnya penting dalam mempertahankan kepekaan membran sel dalam jaringan saraf dan otot (Smith 1982).

Alkalinitas media berpengaruh terhadap proses osmoregulasi. Alkalinitas media berkaitan dengan tekanan osmotik media dan tekanan osmotik media akan berpengaruh terhadap tekanan osmotik tubuh. Tekanan osmotik media pemeliharaan berkisar antara 97.33 sampai 340.43 mOsm/L H2O. Sedangkan untuk ikan air tawar berada pada kondisi yang hiperosmotik, dimana cairan tubuhnya kira-kira 300 mOsm/l (Bond 1997 dalam Affandi dan Usman 2002). Pada kondisi seperti ini, ion-ion cenderung keluar tubuh secara difusi dan cairan internal akan kekurangan ion karena ekskresi dan air dari media/lingkungan hidup akan mempunyai kecenderungan menembus masuk ke dalam bagian tubuh ikan yang mempunyai dinding tipis (Affandi dan Usman 2002). Hal ini menunjukkan adanya respon fisiologis dan biokimia dari ikan lalawak terhadap perbedaan alkalinitas media pemeliharaan dan senantiasa tekanan osmotik cairan tubuh lebih tinggi dari tekanan osmotik medianya (hiperosmotik). Tidak ada organisme yang hidup dalam perairan tawar tanpa melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan perbedaan tekanan osmotik. Semua organisme lainnya membelanjakan sebagian besar energi metabolik bas alnya untuk menahan garam- garam internal dan material terlarut lainnya pada konsentarasi yang berbeda dengan lingkungan luar, karena sistem osmoregulasi itu sendiri bukanlah suatu

sistem organ yang sekontinyu seperti sistem saraf. Tetapi lebih merupakan kumpulan dari berbagai perbatasan semi permiabel yang membatasi antara ikan dan lingkungannya (Smith 1982).

Perbedaan tekanan osmotik yang rendah menyebabkan osmoregulasi berlangsung efisien dan ini merupakan indikasi osmoregulasi yang baik, sebaliknya perbedaan tekanan osmotik yang tinggi merupakan indikasi osmoregulasi yang kurang baik. Perbedaan tekanan osmotik yang rendah akan mengurangi beban kerja enzim Na+K+-ATP ase serta pengangkutan aktif ion Na+, K+ dan Cl- akibatnya energi (ATP) yang digunakan untuk proses osmoregulasi sedikit dan berarti makin banyak porsi energi yang tersedia untuk pertumbuhan (Geoff dan Maquire 1992). Oleh karena itu laju pertambahan bobot lebih tinggi pada perbedaan tekanan osmotik yang rendah. Selanjutnya Payne et al. (1988) juga menyatakan bahwa penggunaan energi berhubungan dengan osmoregulasi ikan, sehingga apabila kebutuhan energi untuk osmoregulasi tinggi maka porsi energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan akan berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat. Hal ini juga erat kaitannya dengan tingkat konsumsi oksigen.

Sebagaimana tertera pada Tabel 18 di atas, alkalinitas media pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi oksigen (P<0.05) (Lampiran 13). Tingkat konsumsi oksigen pada metabolisme standar mencapai nilai minimum pada tingkat alkalinitas media pemeliharaan 64.99 ppm CaCO3, yaitu sebesar 230.88 mg O2/kg/jam, sedangkan tingkat konsumsi oksigen maksimum dicapai pada tingkat alkalinitas media pemeliharaan 124.0 ppm CaCO3, yaitu sebesar 642.64 mg O2/kg/jam. Dari analisis polinomial ortogonal diperoleh bahwa pada kisaran alkalinitas media antara 48 sampai 138 ppm CaCO3, alkalinitas media pemeliharaan memberikan kurva respon kubik terhadap tingkat konsumsi oksigen mengikuti persamaan Y = -0.0038x3 + 1.0654x2 -89.27x + 2575.7 (Gambar 20).

Gambar 20. Hubungan antara konsumsi oksigen ikan lalawak (Barbodes sp.) dengan alkalinitas media pemeliharaan Kebutuhan oksigen bagi ikan mempunyai dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada keadaan metabolisme ikan. Ikan memerlukan oksigen untuk mengoksidasi nutrien yang berasal dari makanan yang dikonsumsinya agar dihasilkan energi. Selanjutnya energi yang dihasilkan akan digunakan untuk keperluan aktivitas, seperti berenang, mencerna makanan, serta reproduksi dan lain-lain (Zonneveld et al. 1991). Pada kondisi alkalinitas optimal porsi energi yang digunakan dalam proses metabolisme menjad i minimum akibatnya porsi energi untuk pertumbuhan meningkat.

Pertambahan bobot mutlak rata-rata memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) (Lampiran 14). Ikan pada alkalinitas 138 ppm CaCO3 memberikan pertambahan bobot mutlak rata-rata paling rendah (Gambar 21), yaitu 1.75 g. Pada kisaran alkalinitas 48 sampai dengan 138 ppm CaCO3 memberikan kurva respon kuadratik terhadap pertambahan bobot mutlak rata-rata mengikuti persamaan: Y = -0.0012x2 + 0.2004x – 4.2699; yang artinya pertambahan bobot mutlak rata-rata meningkat dengan meningkatnya alkalinitas media pemeliharaan hingga mencapai nilai yang maksimum sebesar 4.094 g pada alkalinitas media pemeliharaan 85 ppm CaCO3, setelah itu laju pertambahan bobot mutlak menurun walaupun alkalinitas media pemeliharan ditingkatkan.

y = - 0, 0038x3 + 1, 0654x2 - 89, 27x + 2575, 7 R2 = 1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Alkalinitas Media (ppm CaCO3)

Gambar 21. Bobot mutlak rata-rata ikan lalawak (Barbodes sp.) per perlakuan (alkalinitas) setiap waktu pengamatan

Pertumbuhan setiap organisme, termasuk ikan dapat dianggap berasal dari dua proses yang berlawanan; proses pertama cenderung untuk menurunkan energi tubuh (katabolisme) dan proses yang lain cenderung untuk menaikkan energi tubuh (anabolisme) (Zonneveld et al. 1991). Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari pakan. Sebelum digunakan untuk pertumbuhan, energi terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi seluruh aktivitas dan pemeliharaan tubuh melalui proses metabolisme (NRC 1993). Walaupun pertumbuhan tidak menduduki prio ritas terakhir selama distribusi energi, tetapi dalam banyak kasus pertumbuhan dan reproduksi tampaknya hanya mendapat sisa energi bila ada setelah semua fungsi-fungsi yang lain seperti: respon terhadap stress dan respon lain yang bersifat segera telah mendapat cukup energi. Jadi pertumbuhan dan reproduksi merupakan indikator yang tepat mengenai keberhasilan ikan dalam menghadapi masalah lingkungannya.

Sebagai data penunjang, hasil pengukuran beberapa parameter sifat fisika dan kimia air selama percobaan adalah sebagai berikut: suhu 28.5 sampai 31oC, pH 6.69 sampai 8.46, oksigen terlarut 4.8 sampai 6.4 mg/l dan amonia 0.025 sampai 0.34 mg/l. Dari data tersebut ternyata kisaran sifat fisika dan kimia air media pemeliharaan ada dalam batas yang cukup baik untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan lalawak.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 6

Waktu Pengamatan (minggu)

Pertambahan Bobot Mutlak (g)

48 ppm CaCO3 78 ppm CaCO3 108 ppm CaCO3 138 ppm CaCO3

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Alkalinitas media pemeliharaan yang baik untuk mendukung pertumbuhan ikan lalawak adalah 85 ppm CaCO3.

Saran

Dalam pemeliharaan ikan lalawak untuk mendapatkan pertu mbuhan yang maksimal perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kebutuhan protein dengan menggunakan alkalinitas media pemeliharaan sebesar 85 ppm CaCO3.

Dokumen terkait