• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kecelakaan Kerja

-maksimum (skala minimum) skala -aktual nilai ( x100% 2.4 Kecelakaan Kerja

Menurut Tjandra (2001) kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan.

Usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam mencegah kecelakaan dan meningkatkan K3 adalah :

a. Membuat peraturan perundangan yaitu ketentuan – ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi – kondisi kerja pada umumnya serta melakukan pengawasan terhadap perundangan yang telah diwajibkan.

b. Mengurangi kecelakaan, kebakaran dan peledakan.

c. Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang bekerja pada

lingkungan yang menggunakan peralatan berbahaya.

d. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan

kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, serta mencegah kebisingan.

e. Memberikan perawatan terhadap timbulnya pentakit.

f. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keasrian lingkungan kerja.

h. Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jiak tindakan – tindakan keselamatan sangat baik.

Perhitungan tingkat kecelakaan ada dua cara yaitu : 1. Tradisional Indexes (perhitungan secara tradisional)

Untuk statis yang umum dikenal adalah frequncy dan severity. Frequncy mengukur jumlah kasus per jumlah jam kerja standart, dan severity mengukur dampak total dari kasus – kasus ini dalam satuan ”hari kerja yang hilang” Perjumlah jam kerja standart. Beberapa kecelakaan (injury), seperti amputasi memang cukup parah (severe) tetapi kemungkinan berakibat pada sedikit atau tanpa kehilangan hari kerja untuk menghindari distorsi dalam tingkat severity seperti dalam kasus semacam itu, ukuran standart hari kerja hilang ditentukan secara sekehendak hati untuk kecelakaan (injury) yang permanen seperti amputasi atau kehilangan penglihatan.

Hal tersebut merupakan kecelakaan fatal (fatalities), karena sebenarnya sebuah kecelakaan fatal buaknya kasus hilangnya hari kerja dalam arti yang sesungguhnya, tidak juga pada kasus ketidakmampuan total yang permanen karena pekerja tersebut tidak pernah kerja lagi.

Istilah kuno lainya adalah keseriusan, yang merupakan rasio severity terhadap frequency. Ini menghasilkan sebuah ukuran kepentingan rata – rata relative dari injuries dan illness tanpa memperhitungkan jumlah jam kerja selama periode yang diamati.

2. Incedence rate.

Incidence rate meliputi semua injury atau illness yang dibutuhkan perawatan medis ditambah kecelakaan fatal. Bandingkan hal ini dengan frequency rate tradisional yang hanya memperhitungkan kasus dimana pekerja kehilangan paling sedikit satu hari kerja,perawatan medis tidak meliputi pertolongan pertama sederhana, obat – obatan preventive (misalnya suntikan tetanus), atau prosedur diqgnose medis dengan hasil negative. Pertolongan pertama dideskripsikan sebagai perawatan satu kali dan observasi yang berkelanjutan terhadap goresan kecil, teriris, terbakar, terkena pecahan, dan lain – lain yang tidak membutuhkan perawatan medis dan tidak dipertimbakan sebagai perawatan medis walaupun hal – hal tersebut dilakukan oleh dokter atau personel yang profesional lainnya. Jika injury tersebut perlu dicacatkan.

Untuk menghitung incidence rate jumlah injury dibagi dengan jumlah jam kerja selama periode yang diamati dan kemudian dikalikan dengan sebuah faktor standart secara khusus.

Total injury = diamati yang periode selama karyawan semua kerja jam total 000 , 200 lnesstermasukkecelakaanfatalx rydanil

jumlahinju

(2.1)

Pemilihan angka 200,000 adalah didasarkan pada jumlah jam kerja seorang pekerja full time yang bekerja sekitar 50 minggu/tahun dengan 40 jam kerja per minggu. Sehingga jumlah jam kerja pertahun per pekerja adalah 40 jam/minggu x 50 minggu/tahun = 2000 jam/tahun

Sehingga 200,000 jam mewakili jumlah jam kerja yang dihabiskan oleh 100 pekerja dalm setahun. 100 pekerja x 2000 jam.tahun = 200,000 jam/tahun

Degan demikian total injury incidence rate mewakili jumlah injury yang diharapkan dalam 100 orang pekerja dalam setahun. Dari persamaan (2.1) diatas, periode aktual untuk mengumpulkan data incedence rate tidak harus satu per tahun per periode waktu spesifikasi lainnya. Periode yang cukup panjang diperlukan untuk memperoleh jumlah kasus yang representative terutama jika kasusnya rendah.

Persamaan (2.1) diatas memperhitungkan semua kasus yang melibatkan perawatan medis tidak hanya kasus kehilangan hari kerja, juga hari dimana pekerja masih dalam tugasnya tetapi tidak mampu untuk melakukan pekerjaan regulernya dikarenakan injury atau illness turut dimasukkan dalam perhitungan. Hari kerja yang semacam itu disebut hari restricted work activity (aktivitas kerja terbatas) dan mungkin disatukan bersama dengan hari kerja yang hilang atau dipertimbangkan terpisah, tergantung pada statistik yang diinginkan.

Interpretasi tentang lost workday ( hari kerja yang hilang ) meliputi hari dalam restricted work activity dan juga hari tanpa kerja. Istilah incidence rate sesungguhnya merupakan istilah yang umum sebagai tambahan dalam total injury / illness incidence rate meliputi hal-hal berikut:

1. Injury incidence rate 2. Illness

3. Fatality

4. Lost workday- cases incidence rate 5. Number of lost workday rate

6. Spesific - hazards incidence rate

Seluruh rating diatas menggunakan faktor standar 200.000 perbedaan antara rating 4 dan 5 dalam daftar diatas adalah sebagai berikut rating 4 menghitung kasus dimana satu atau lebih hari kerja hilang atau dimana pekerja ditransfer kepekerrja yang lain, rating 5 menghitung jumlah total hari kerja yang hilang atau dimana pekerja ditransfer kepekerjaan lain.

Dalam menghitung jumlah hilangnya hari kerja, tanggal terjadinya injury atau permulaan terjadinya illness tidak dihitung, walaupun pekerjanya meninggalkan tugasnya pada sebagaian besar waktu dalam hari itu, sehingga jika pekerja kembali bekerja ke tugas regulernya dan mampu melakukan semua tugas regulernya sepanjang waktu dalam hari setelah injury atau illness, tidak ada hari kerja hilang yang dihitung. Juga pekerja menghitung hari kerja yang hilang, akhir pekan atau hari libur normal lainnya tidak boleh dihitung jika pekerja memang tidak harus bekerja pada hari tersebut.

Pemilihan total jam kerja yang digunakan sebagai pembagi (penyebut) dalam menghitung spesifikasi hazards incidence rate harus dilakukan dengan hati – hati. Karena hazards spesifik lebih sempit dan harus lebihsedikit pekerja yang terekspos, data harus dikumpulkan selama beberapa tahun untuk memperoleh hasil yang berarti untuk spesifikasi hazards incidence rate.

Incidence rate standart yang dikenal luas adalah lost workday cases incedence rate (LWDI), karakteristi LWDI adalah bahwa LWDI mempertimbangkan injury saja, bukan illness. Illness lebih sulit dilacak untuk

membutikan keterkaitannya dengan pekerjaan untuk kejadian yang kronis, yang mana kemungkinan mempunyai variasi sebab – sebab yang berkesinambungan.LWDI yang didasarkan pada bukti yang nyata, dipertimbangan sebagai ukuran yang lebih tepat untuk keefektifan program kesehatan dan keselamatan kerja sebuah perusahaan juga, mungkin untuk alasan yang sama, LWDI mempertimbangkan hanya lost time injuries, tidak semua injury.

Walaupun kasus restricted work activity dipertimbangkan sebagai kasus lost time, LWDI tidak meliputi kecelakaan fatal (fatalities) baik yang ada karena injury atau illness, kecelakaan fatal seharusnya dipertimbangkan sebagai kemunculan yang langka dan karena itu seharusnya tidak disamakan dengan injury yang lebih umum yang menjadi dasar LWDI.

Injury dan illness adalah dua hal yang berbeda, contoh injury adalah terkoyak, keretakan tulang dan amputasi yang dihasilkan dari satu kecelakaan kerja atau terpapar sesuatu yang melibatkan kejadian tunggal dalam lingkungan kerja. Gigitan binantang, semacam serangga maupun ular juga dipertimbangkan injury.

Illness adalah kondisi yang tidak normal atau tidak teratur, tidak diklasifikasikan sebagai injury, disebabkan oleh terpaparnya sesuatu kepada faktor – faktor lingkungan. Illness biasanya dihubungkan dengan kejadian ekspos yang kronis, namun beberapa kejadian ekspos yang akut bisa dipertimbangkan sebagai illness jika kejadian ekspos tersebut merupakan hasil dari lebih daeri satu kejadian atau kecelakaan tunggal.

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator keberhasilan program kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat dikategorikan dalam 3 kelompok seperti ditunjukkan dalam tabel.

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator keberhasilan program keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat dikatagorikan dalam tiga kelompok seperti ditujukan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2. Kategori Kecelakaan Kerja

Kategori Parameter penilaian keterangan

Hijau Terjadi kecelakaan ringan

(injuries)

Luka ringan atau sakit ringan (tidak kehilangan hari kerja)

Kuning Terjadi kecelakaan sedang

(illness)

Luka berat atau parah atau sakit dengan perawatan intensif (kehilangan hari kerja)

Merah Terjadi kecelakaan berat

(fatalities)

Meninggal atau cacat seumur hidup (tidak mampu bekerja) Penentuan level tingkat implementasi program K3 dilakukan dengan memetakan tingkat implementasi dan tingkat kecelakan kerja kedalam Tabel Tingkat Implementasi Kecelakaan. Tabel tersebut memetakan pengukuran dalam 6 level implementasi, level 1 menunjukan tingkat tertinggi dan level 6 merupakan tingkat terendah. Pada tingkat implementasi tingkat kecelakaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Tabel 2.3. Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan

TINGKAT IMPLEMENTASI

HIJAU KUNING MERAH

H IJ A U Level 1 (aman & nyaman) Level 2 (cukup

aman) Level 4 (rawan)

K U N IN G Level 2 (cukup aman) Level 3 (hati-hati) Level 5 (berbahaya) T IN G K A T K E CE L A K A A N M E RA H Level 4 (rawan) Level 5 (berbahaya) Level 6 (sangat berbahaya)

2.5 Bahaya (Hazard) di tempat kerja

Menurut Tjandra (2001) hazards adalah sesuatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan.

Hazard primer adalah hazard yang bisa secara langsung dan segera menyebabkan: (1) injury atau kematian; (2) kerusakan peralatan, kendaraan, struktur atau fasilitas; (3) degradasi kapabilitas fungsional (terhentinya operasi dalam pabrik); (4) kerugian material. Berikut ini beberapa jenis/katagori hazard dalam indutri:

1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin 2. Bahan Kimia : bahan-bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan

kimia.

3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, parasit. 4. Bahaya Mekanis : permesinan, peralatan.

5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengakutan barang, mendorong, menarik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas. 6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift,

trauma.

7. Bahaya Tingkah Laku : ketidakpayuhan terhadap standart, kurang keahlian,

tugas baru atau tidak rutin.

8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan,

kondisi, permukaan berlumpur dan basah, cuaca, kebakaran.

Tabel 2.4. Penggolongan Bahaya Ditempat Kerja Beserta Contohnya Bahaya terhadap

keselamatan

Bahan kimia berbahaya Ancaman bahaya

lainnya • Listrik Kebakaran/ledakan • Mesin-mesin tanpa pelindung • Mengangkat

benda-benda yang berat

• Pengaturan tempat

kerja (berantakan, penyimpanan barang yang tidak baik)

• Kendaraan bermotor

• Pelarut / pembersih

• Asam / bahan yang

menyebabkan iritasi • Debu (asbes, silika,

kayu)

• Logam berat (timah

hitam, arsenik, air raksa) • Polusi udara Pestisida Resin • Kebisingan • Radiasi • Gerakan yang berulang-ulang • Posisi tubuh yang

tidak nyaman • Panas / dingin • Penyakit menular • Stress / pelecehan • Beban kerja / irama kerja

Adapun hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah agar bahaya tidak terjadi di tempat kerja adalah sebagai berikut :

1. Evaluasi Bahaya di Tempat Kerja

Merupakan suatu kegiatan meninjau kembali terhadap suatu tempat yang beresiko menimbulkan bahaya ditempat kerja. Aktivitas utama dalam mengevaluasi bahaya di tempat kerja adalah :

1. Pengamatan di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja. 2. Wawancara dengan perkerja dan supervisor.

3. Survei terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja.

4. Penelaahan terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan. 5. Pengukuran dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja.

6. Pembandingan dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada dan/atau

merekomendasikan petunjuk mengenai batas – batas yang harus diikuti untuk meningkatkan keselamatan kerja.

2. Mengendalikan Bahaya

Merupakan usaha untuk mencegah dan mengurangi bahaya ditempat kerja dengan beberapa teknik pengendalian. Dalam hal ini pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi.

Ada tiga jenis pengendalian, yakni : 1. Pengendalian Teknik

Yaitu dengan mengendalikan bahaya yang bersifat teknis, dengan memberikan rekomendasi untuk alat atau mesin tertentu sesuai dengan standartnya.

Misalnya : Rekomendasi laju udara minimum untuk sistem ventilasi buangan lokal adalah :

2. Pengendalian Administratif

Yaitu dengan membentuk tim untuk pengendalian secara administratif untuk mencegah bahaya, misalnya dengan membentuk panitia pembina kesehatan

dan keselamatan kerja (P2K3) untuk menangani usaha - usaha

pengendalian bahaya dan keselamatan kerja, yaitu dengan memberikan

pengetahuan atau pelatihan bagi para pekerja sebelum melakukan aktivitas ditempat kerja.

3. Peralatan Pelindung Pekerja

Yaitu seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaa dan penyakit akibat kerja (Tarkawa, 2008).

Bebarapa alat pelindung diri adalah sebagai berikut: a. Alat pelindung kepala

Terdiri dari : Safety Helmet, Hood, Hair cap. b. Alat pelindung mata

Terdiri dari : Kacamata dengan atau tanpa pelindung samping, Googles (cup / box type), Tameng muka (face shields / face screen).

c. Alat pelindung telinga

d. Alat pelindung pernafasan

Terdiri dari : Air Purifying Respirator, Air Supplied Respirator Breathing Apparatuss

e. Alat pelindung tangan

Terdiri dari : Sarung tangan biasa, Gauntlets atau sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam, Mitts atau sarung tangan dimana keempat jarinya dibungkus menjadi satu kecuali ibu jarinya.

f. Alat pelindung kaki

Terdiri dari : Sepatu pengaman untuk pengecoran baja, Sepatu untuk tempat-tempat khusus yang mengandung bahaya peledakan, Sepatu karet anti elektrostatik, Sepatu pengaman untuk pekerja bangunan.

g. Pakaian pelindung

Berbentuk apron yang menutupi sebagian dari tubuh pemakainya yaitu mulai dada sampai lutut pemakainya dan overal yang menutup seluruh tubuh.

h. Tali dan Sabuk pengaman

Digunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat dan konstruksi bangunan. 3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Yang dimaksud program kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal – hal yang berpotensi

menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipasi bila terjadi hal yang demikian.

Adapun variabel-variabel yang digunakan meliputi:

1. Penggunaan Alat Pelindung Kerja (APD)

Seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya di lingkungan kerja

2. Upaya pencegahan terjadi keadaan darurat

Usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk mengatasi keadaan darurat (bahaya kecelakaan)

3. Penyelidikan Kecelakaan

Kelengkapan catatan yang dimiliki oleh perusahaan tentang semua jenis kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan.

4. Hubungan Koordinasi dengan pihak security

Adanya koordinasi yang baik antar pihak security dengan koordinator perusahaan.

5. Hubungan koordinasi dengan pihak teknik 6. Training (Operasional Mesin)

Pembinaan yang diberikan kepada pekerja tentang tata cara operasional mesin 7. Inspeksi (Daerah Tempat Kerja)

Meninjau lokasi pabrik oleh pihak healthy safety 8. Pengendalian limbah dan polusi

Dokumen terkait