DI PT. IGLAS (Persero), Gresik
SKRIPSI
Disusun Oleh :
RIZAL AKHBAR 0632010201
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
JAWA TIMUR
DI PT. IGLAS (Persero), Gresik
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri
Disusun Oleh :
RIZAL AKHBAR
0632010201
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
JAWA TIMUR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahNya, serta Para Nabi dan Rasul Allah terutama Nabi Muhammad SAW yang kami jadikan panutan sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap Mahasiswa Jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur untuk memperoleh gelar sarjana S-1.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini tentunya terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu sebagai penulis, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Kami juga menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing kami selama melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
P, MT. selaku dosen pembimbing II dan dan Bpk Suseno Budi P, ST, MT. selaku dosen wali jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Terima kasih atas segala bimbingan dan kemudahan sehingga saya bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. 5. Para Dosen Penguji seminar dan penguji lesan Jurusan Teknik Industri di
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Seluruh karyawan dan staf PT. Iglas (Persero) Gresik, terutama Pak Drs. H. Arka Widya Udaka yang telah meluangkan waktu serta memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga Tugas Akhir ini dapat terlaksana dan terselesaikan dengan baik.
7. Orang Tua tercinta dan adek - adek saya yang telah memberikan dorongan hingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Pacarq yang telah mendukung dan memberi semangat untuk semua kegiatan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
9. Teman – teman TI angkatan ’06 makasih saran dan semangat yang telah kalian berikan, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, miss u all...
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.
Surabaya, Oktober 2010
Hal JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Batasan Masalah... 3
1.4 Asumsi... 4
1.5 Tujuan Penelitian... 4
1.6 Manfaat Penelitian... 5
1.7 Sistematika Penulisan... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 8
2.2 Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 9 2.3 Implementasi Program K3... 11
2.6 Risk Assessment ... 28
2.6.1 Identifikasi Resiko ... 29
2.6.2 Penilaian Resiko... 29
2.6.3 Kembangkan Solusi altenatif ... 32
2.6.4 Memutuskan Tindakan Yang Akan Diambil ... 33
2.7 Uji Statistik ... 34
2.7.1 Uji Validitas... 34
2.7.2 Uji Reliabilitas... 35
2.8 Penelitian Terdahulu... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
3.2 Identifikasi Variabel ... 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 42
3.4 Metode Penentuan Responden ... 42
3.5 Metode Pengolahan Data ... 43
3.6 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 51
4.1.1 Identifikasi Kecelakaan Kerja Tahun 2009 ... 51
4.2 Pengolahan Data... 52
4.2.1 Uji Validitas... 53
4.2.2 Uji Reliabilitas... 54
4.2.5 Penentuan Tingkat/Level Implementasi Program K3 .... 63 4.2.6 Identifikasi dan Klasifikasi Hazard dengan Pendekatan
Risk Assessment ... 65 4.2.6.1 Penentuan Prioritas Penanggulangan Resiko ... 69 4.3 Perancangan Pencegahan ... 70
4.3.1 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya ergonomi dan lingkungan sekitar ... 70 4.3.2 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya Mekanis ....
... 71 4.3.3 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya
Lingkungan Sekitar... 71 4.4 Hasil dan Pembahasan... 73
4.4.1 Identifikasi dan Pengkatagorian Hazard... 73 4.4.2 Analisa Penentuan Level / Tingkat Implementasi
Program K3 ... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 75 5.2 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA
Hal
Tabel 2.1 Kisaran Range Achivement ... 14
Tabel 2.2 Kategori Kecelakaan Kerja ... 21
Tabel 2.3 Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan ... 22
Tabel 2.4 Penggolongan Bahaya Ditempat Kerja Beserta Contohnya ... 23
Tabel 2.5 Checklist Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko... 29
Tabel 2.6 Matriks Risk Assessment ... 30
Tabel 2.7 Tabel Pengendalian Resiko... 33
Tabel 4.1 Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 51
Tabel 4.2 Uji Validitas ... 53
Tabel 4.3 Uji Realibilitas ... 54
Tabel 4.4 Data Kuisioner ... 56
Tabel 4.5 Kisaran Range Achivement ... 57
Tabel 4.6 Tingkat Implementasi Program K3... 57
Tabel 4.7 Nilai Total Rata-rata dan Pencapaian Program Implementasi K3 ... 59
Tabel 4.8 Kategori Kecelakaan Kerja ... 61
Tabel 4.9 Kategori Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 61
Tabel 4.10 Level Implementasi Program K3 ... 64
Tabel 4.11 Penggelompokan Kejadian Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 65
Tabel 4.12 Risk Assessment Code untuk Setiap Sumber Bahaya ... 67
Lampiran 1 Gambaran Umum Perusahaan Lampiran 2 Contoh Kuisioner
Lampiran 3 Hasil Kuisioner
Lampiran 4 Rekapitulasi Pengisian Kuisioner Implementasi Program K3 Lampiran 5 Hasil Pengujian Valid dan Reliabel
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang senantiasa terjadi. Ahli teknologi seharusnya mencakup pula desain yang layak, pemasaran instalasi dan aspek operasional yang benardan sesuai standart atau norma keselamatan kerja, upaya pencegahan atau pengendalian teknologi yang diterapkan secara optimal.
PT. IGLAS (Persero) Gresik merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dalam memproduksi kemasan gelas, khususnya botol serta berbagai bahaya senantiasa dijumpai seperti seperti kaki menginjak pecahan botol, tangan terjepit antara stang screen merah body dan stang screen merah shoulder, dan lain sebagainya. Berbagai potensi bahaya senantiasa dijumpai pada tahun 2009 masih terjadi 11 kecelakaan kerja yang menyebabkan terbengkalainya tugas seseorang. Sering terjadinya kecelakaan kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik serta belum terukurnya secara lengkap potensi bahaya (hazards).
Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk menentukan nilai resiko dari bahaya (hazards) yang timbul di PT. IGLAS (Persero) Gresik, dengan pendekatan risk assessment (penilaian analisa resiko), dari hasil tersebut akan member gambaran mengenai tingkat implementasi program K3 dan mengenai kekurangn yang perlu diperbaiki atau keberhasilan yang perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan dimasa yang akan datang.
Berdasarkan penelitian diketahui tingkat implementasi yang diterapkan PT. IGLAS (Persero) Gresik masih berada pada kategori kuning artinya kinerja belum tercapai, meskipun nilainya sudah mendekati target. Adapun level implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik berada pada level 3 yaitu hati-hati. Hal ini menandakan bahwa ada beberapa aspek (seperti pelengkapan APD dan kepatuhan terhadap penggunaan alat pelindung (APD), serta adanya papan rambu peringatan yang permanen) yang perlu diperbaiki. Seperti ketersediaan APD untuk setiap jenis sumber bahaya sehingga dapat mencegah timbulnya kecelakaan kerja.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu system program yang dibuat bagi pekerja sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal – hal yang menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, serta tindakan antisipasi jika terjadi hal yang demikian. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak diinginkan atau diduga, tidak sengaja terjadi dalam hubungan kerja, yang umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor, meliputi peristiwa kebakaran, penyakit akibat kerja, serta pencemaran pada lingkungan kerja. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, disebutkan bahwa perusahaan wajib melakukan pelaporan
internal, yang salah satunya berupa pelaporan identifikasi sumber bahaya. Dalam peraturan itu pula dinyatakan bahwa identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan cara mempertimbangan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya, jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi, selain itu perusahaan juga diwajibkan melakukan penilaian resiko untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja
mengenai kekurangan yang perlu diperbaiki atau keberhasilan yang perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan.
Atas dasar inilah yang akhirnya menciptakan gagasan untuk melakukan identifikasi potensi bahaya (hazard) yang timbul di PT. IGLAS (Persero), Gresik sehingga dapat diketahui hazard (potensi bahaya) yang mempunyai nilai resiko paling tinggi (high risk) sampai hazard yang mempunyai nilai resiko paling rendah (low risk). Dengan demikian dapat dilakukan penanganan yang tepat sebagai usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dikemudian hari.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang di atas, maka
perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian tugas akhir ini adalah “Bagaimana Mengukur Tingkat Pencapaian Implementasi Program Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja (K3) Dan Potensi Hazards Dengan Pendekatan Risk Assessment Di PT. IGLAS (Persero), Gresik”.
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian ini sesuai dengan yang direncanakan, serta lebih jelas dan terarah kerangka analisanya maka perlu dibuat batasan masalah sebagai berikut : 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kecelakaan kerja selama
tahun 2009
3. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2010.
1.4. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sistem Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) yang diterapkan oleh PT. IGLAS (Persero) Gresik, tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.
2. Kondisi pabrik yang diukur tingkat implementasinya tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.
3. Responden bersikap netral dan objective dalam memberikan penilaian terhadap implementasi program K3.
4. Data yang diambil secara umum dianggap telah mewakili keadaan lingkungan kerja di PT. IGLAS (Persero), Gresik.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Mengukur tingkat pencapaian implementasi program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3).
2. Menentukan level implementasi dan tingkat kecelakaan kerja di PT. IGLAS (Persero)
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Bagi Penulis :
Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang
diperoleh dari dunia akademis yang salah satunya adalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dapat mengetahui Sistem Manajemen K3 (SMK3) di PT. IGLAS
(Persero) 2. Bagi Perusahaan :
Dapat ditentukan level / tingkat keberhasilan implementasi K3.
Sebagai bahan pertimbangan dan sumber informasi bagi pimpinan
perusahaan dalam pengambilan keputusan / kebijakan khususnya yang berhubungan dengan Sistem Manajemen K3.
Dapat dilakukan penanganan yang tepat terhadap hazard yang timbul di
perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. 3. Bagi UPN “Veteran” Jatim :
Menambah literatur tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya
penanganan terhadap potensi bahaya yang dijumpai didalam perusahaan. Menjalin hubungan baik antara perguruan tinggi yakni Universitas
Pembangunan Nasional Jawa Timur dengan perusahaan industri, terutama PT. IGLAS (Persero).
Sebagai tolak ukur untuk mengetahui seberapa jauh para mahasiswa dapat
1.7. Sistematika Penulisan
Pada dasarnya sistematika penulisan berisikan mengenai uraian yang akan dibahas pada masing-masing bab, sehingga dalam setiap bab akan mempunyai pembahasan topik tersendiri. Adapun sistematika penulisan dari tugas akhir ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang dipakai dalam penelitian serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi tinjauan pustaka, yaitu teori-teori yang mendukung penelitian ini, antara lain mengenai definisi keselamatan dan kesehatan kerja, perhitungan tingkat implementasi program K3, mengkategorikan kecelakaan kerja, definisi Hazard dan Risk Assessment.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini diberi langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini yaitu hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian atau gambaran atau urutan kerja menyeluruh selama pelaksanaan penelitian.
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
K3. Data ini diperlukan untuk mendukung pengukuran tingkat implementasi program K3 di PT. IGLAS (Persero). Pengolahan data dilakukan untuk mengkategorikan hazard (potensi bahaya) yang timbul dengan pendekatan Risk Assessment (penilaian resiko).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang diambil terhadap hasil analisis dan interpretasi, serta saran-saran untuk pembenahan dan peningkatan program K3 di PT. IGLAS (Persero). DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Tjandra (2001) keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Sedangkan kesehatan kerja adalah suatu aspek kesehatan yang erat
kaitannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
Kesehatan Kerja adalah sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu
kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi
dangan lingkungan dan pekerjaannya (k3.spt.itb.safety@blogger.com, 2009).
Sedangkan keselamatan kerja adalah dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Efek yang akut adalah suatu reaksi tiba – tiba terhadap kondisi yang parah
atau buruk, efek yang kronis adalah suatu keadaan jangka panjang yang semakin
memburuk dikarenakan tereksposnya atau terpaparnya keadaan yang kurang baik
secara berkepanjangan.
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Tjandra (2001) adalah
meningkatkan kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja di tempat kerja guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan sumber
daya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Keselamatan kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja, menyangkut aspek keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral
pekerja, perlakuan sesuai martabat manusia, agar tenaga kerja dan produktivitas
kerja. Dengan demikian para tenaga kerja dapat memperoleh jaminan
perlindungan keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap pekerjaannya sehari
– hari.
2.2. Perundang – Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Undang – undang keselamatan dan kesehatan kerja, merupakan undang –
undang pokok yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat
nasional. Disamping undang – undang selamatan kerja yang mengatur secara
umum, masih terdapat peraturan – peraturan keselamatan kerja yang mengatur
secara khusus atau dikenal dengan azas lex specialist.
Dalam undang – undang keselamatan kerja yang mengatakan bahwa
menteri tenaga kerja adalah pemegang kebijaksanaan keselamatan kerja secara
nasional dan pelaksanaannya secara umum dijalankan oleh direktur dalam hal ini
adalah Direktur Jenderal, dan pegawai pengawas serta ahli K3 yang menjalankan
pengawasan serta membantu pelaksanaanya secara langsung. Disamping
perangkat pegawai pengawas dan ahli K3 untuk membantu dijalankannya undang
disebutsebagai panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang
berada di perusahaaan.
Sebagai pelaksana dari pasal 86 dan 87 UU no.13 tahun 2003 tersebut
adalah diterbitkannya Permenaker No.Per-05/MEN/1996 tentang SMK3, yaitu :
(1) Setiap pekerja buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Moral dan Kesusilaan
c. Perilaku yang sesuai dengan harkat dan martabat umat manusia serta nilai
– nilai agama
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3
Pasal 87 (1) menyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan.
Undang – undang ini diterapkan oleh Departemen Tenaga Kerja Direktori
Pembina Norma – norma Keselamatan Kerja. Disahkan pada tanggal 12 Januari
1970. Ada 11 bab 18 pasal dalam UU No.1 tahun 1970, secara garis besar dapat
dijelaskan bahwa memuat aturan – aturan dasar ketentuan umum sebagai berikut :
1. Pasal 1 tentang istilah – istilah.
2. Pasal 2 ruuang lingkup memuat atutan dasar dan ketentuan umum tentang
keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
dipermukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah negara
3. Pasal 3,4, secara jelas mengatakan bahwa setiap tempat kerja harus memenuhi
syarat – syarat keselamatan kerja sesuai peraturan perundangan.
4. Pasal 5,6,7, pengawasan UU keselamatan kerja.
5. Pasal 8, mewajibkan kepada pengurus untuk memeriksakan tenaga kerja
sesuai peraturan perundangan.
6. Pasal 9, mewajibkan kepada pengurus untuk memberikan pembinaan kepada
tenaga kerja yang meliputi; penyelengaraan pelatihan K3, menyediakan alat
perlindungan diri, melakukan upaya – upaya pencegahan kecelakaan dan
pemberantaskan kebakaran serta peningkatan K3 dan peberian P3K bagi
setiap tenaga kerja yang bekerja di perusahaannya sesuai persyaratan dan
ketentuan yang berlaku.
7. Pasal 10, pengurus berkewajiban mengusulkan pembentukan Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di perusahaan.
8. Pasal 11, mewajibkan kepada pengurus untuk melaporkan setiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerja sesuai dengan peraturan perundangan.
9. Pasal 12, mengatur hak tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja
untuk menjamin perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi dirinya.
10. Pasal 13, mewajibkan pada semua orang yang akan memasuki tempat kerja
untuk mentaati petunjuk keselamatan kerja.
11. Pasal 14, mewajibkan kepada pengurus untuk memasang UU 1/1970,
memesang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di tempat
kerjanya, serta menyediakan alat pelindung diri secara cuma – cuma sesuai
12. Pasal 15,16,17,18 ketantuan – ketentuan penutup.
Menurut peraturan perundang – undangan tersebut perusahaan harus
menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan
pemahaman peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Walaupun secara teknis, dibawah undang – undang umum, majikan diharapkan
menyediakan tempat yang aman untuk bekerja dan peralatan yang aman untuk
bekerja. Namun pada kenyatannya masyarakat umum menerima kecelakaan
sebagai hal yang tak dapat dielakkan.
Agar setiap tenga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang
mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh – pengaruh lingkungan kerja yang
berkaitan dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas
kerja maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan berkala seperti yang
dimaksudkan pada pasal 8 UU No.1 tahun 1970.
Dalam Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal
23 mengenai kesehatan kerja dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan
untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang meliputi pelayanan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. Setiap
tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan
2.3. Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut Dedy (2006) menyatakan bahwa pengukuran tingkat kesiapan
terhadap bahaya di tempat kerja dilakukan dengan menggunakan tiga penilaian.
Yang pertama dengan Cheklist yang dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor :PER.05/MEN/1996 untuk mengetahui nilai implementasi program
K3, yang kedua dengan menentukan tingkat Loss Rate atau tingkat kerugian yang
diderita perusahaan akibat terjadinya kecelakaan kerja. Dan yang ketiga dengan
aplikasi software evacnet untuk mengetahui tingkat kesiapan ketika terjadi
keadaan darurat terutama kebakaran.
penilaian tingkat implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja
diperoleh dengan membandingkan setiap pertanyaan dalam check list dengan
standart implementasi yang digunakan sebagai acuan oleh pihak manajemen
untuk menerapkan progran K3. Nilai tertinggi diberikan jika implementasi
memenuhi semua standart yang telah ditentukan dan sebaliknya nilai terendah
diberikan jika implementasi sama sekali tidak dapat memenuhi standart.
Suatu pencapaian tingkat implementasi dinyatakan dalam kategori yaitu :
kategori merah, kategori kuning, kategori hijau. Dimana penentuan kategori
pencapaian tingkat implementasi ini merujuk pada konsep traffic light system
dalam pengukuran suatu kinerja. Traffic light system menunjukan apakah score
dari suatu indikator kinerja memerlukan perbaikan atau tidak. Sedangkan kisaran
nilai indikator kinerja untuk kategori merah, kuning, hijau mengacupada peraturan
Menteri Tenaga Kerja : PER.05/MEN/1996. Indikator dari traffic light system ini
a. Warna hijau
Achivement dari suatu indikator kinerja sudah tercapai. Kisaran nilai indikator
suatu kinerja untuk kategori ini adalah 85% - 100%
b. Warna kuning
Achiverment dari suatu indikator kinerja sudah tercapai, meskipun suatu
nilainya sudah mendekati target. Jadi pihak manajemen harus hati – hati
dengan adanya suatu kemukinan. Suatu kisaran nilai indikator kinerja untuk
kategori ini adalah 60% - 84%.
c. Warna merah
Achiverment dari suatu indikator kinerja benar – benar dibawah target yang
telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera. Kisaran nilai
indikator kinerja untuk kategori ini adalah 0% - 59%.
Tabel 2.1. Kisaran Range Achivement
Kategori Range Achivement Nilai rata-rata Hijau 85 % - 100 % 2.7 - 3 Kuning 60 % - 84 % 2.2 – 2.68
Merah 0 % - 59 % 0 - 2.18
Untuk mengetahui tingkat implementasi program, dilakukan dengan
menghitung rata – rata dari nilai yang diberikan oleh responden, kemudian
menghitung rata – rata nilai dari masing – masing kategori penilaian. Sedangkan
untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria pencapaian
merah, kuning, hijau maka nilai rata – rata tersebut harus dinornalisasikan dengan
Achivement kategori penilaian =
Menurut Tjandra (2001) kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga
dan tak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak
terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tak
diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak
diinginkan.
Usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam mencegah kecelakaan dan
meningkatkan K3 adalah :
a. Membuat peraturan perundangan yaitu ketentuan – ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi – kondisi kerja pada umumnya serta melakukan
pengawasan terhadap perundangan yang telah diwajibkan.
b. Mengurangi kecelakaan, kebakaran dan peledakan.
c. Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang bekerja pada
lingkungan yang menggunakan peralatan berbahaya.
d. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan
kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, serta mencegah
kebisingan.
e. Memberikan perawatan terhadap timbulnya pentakit.
f. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keasrian lingkungan kerja.
h. Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan,
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jiak
tindakan – tindakan keselamatan sangat baik.
Perhitungan tingkat kecelakaan ada dua cara yaitu :
1. Tradisional Indexes (perhitungan secara tradisional)
Untuk statis yang umum dikenal adalah frequncy dan severity. Frequncy
mengukur jumlah kasus per jumlah jam kerja standart, dan severity mengukur
dampak total dari kasus – kasus ini dalam satuan ”hari kerja yang hilang”
Perjumlah jam kerja standart. Beberapa kecelakaan (injury), seperti amputasi
memang cukup parah (severe) tetapi kemungkinan berakibat pada sedikit atau
tanpa kehilangan hari kerja untuk menghindari distorsi dalam tingkat severity
seperti dalam kasus semacam itu, ukuran standart hari kerja hilang ditentukan
secara sekehendak hati untuk kecelakaan (injury) yang permanen seperti
amputasi atau kehilangan penglihatan.
Hal tersebut merupakan kecelakaan fatal (fatalities), karena sebenarnya
sebuah kecelakaan fatal buaknya kasus hilangnya hari kerja dalam arti yang
sesungguhnya, tidak juga pada kasus ketidakmampuan total yang permanen
karena pekerja tersebut tidak pernah kerja lagi.
Istilah kuno lainya adalah keseriusan, yang merupakan rasio severity
terhadap frequency. Ini menghasilkan sebuah ukuran kepentingan rata – rata
relative dari injuries dan illness tanpa memperhitungkan jumlah jam kerja
2. Incedence rate.
Incidence rate meliputi semua injury atau illness yang dibutuhkan
perawatan medis ditambah kecelakaan fatal. Bandingkan hal ini dengan
frequency rate tradisional yang hanya memperhitungkan kasus dimana pekerja
kehilangan paling sedikit satu hari kerja,perawatan medis tidak meliputi
pertolongan pertama sederhana, obat – obatan preventive (misalnya suntikan
tetanus), atau prosedur diqgnose medis dengan hasil negative. Pertolongan
pertama dideskripsikan sebagai perawatan satu kali dan observasi yang
berkelanjutan terhadap goresan kecil, teriris, terbakar, terkena pecahan, dan
lain – lain yang tidak membutuhkan perawatan medis dan tidak dipertimbakan
sebagai perawatan medis walaupun hal – hal tersebut dilakukan oleh dokter
atau personel yang profesional lainnya. Jika injury tersebut perlu dicacatkan.
Untuk menghitung incidence rate jumlah injury dibagi dengan jumlah jam
kerja selama periode yang diamati dan kemudian dikalikan dengan sebuah
faktor standart secara khusus.
Total injury = lnesstermasukkecelakaanfatalx rydanil
jumlahinju
(2.1)
Pemilihan angka 200,000 adalah didasarkan pada jumlah jam kerja
seorang pekerja full time yang bekerja sekitar 50 minggu/tahun dengan 40 jam
kerja per minggu. Sehingga jumlah jam kerja pertahun per pekerja adalah 40
jam/minggu x 50 minggu/tahun = 2000 jam/tahun
Sehingga 200,000 jam mewakili jumlah jam kerja yang dihabiskan oleh
Degan demikian total injury incidence rate mewakili jumlah injury yang
diharapkan dalam 100 orang pekerja dalam setahun. Dari persamaan (2.1) diatas,
periode aktual untuk mengumpulkan data incedence rate tidak harus satu per
tahun per periode waktu spesifikasi lainnya. Periode yang cukup panjang
diperlukan untuk memperoleh jumlah kasus yang representative terutama jika
kasusnya rendah.
Persamaan (2.1) diatas memperhitungkan semua kasus yang melibatkan
perawatan medis tidak hanya kasus kehilangan hari kerja, juga hari dimana
pekerja masih dalam tugasnya tetapi tidak mampu untuk melakukan pekerjaan
regulernya dikarenakan injury atau illness turut dimasukkan dalam perhitungan.
Hari kerja yang semacam itu disebut hari restricted work activity (aktivitas kerja
terbatas) dan mungkin disatukan bersama dengan hari kerja yang hilang atau
dipertimbangkan terpisah, tergantung pada statistik yang diinginkan.
Interpretasi tentang lost workday ( hari kerja yang hilang ) meliputi hari
dalam restricted work activity dan juga hari tanpa kerja. Istilah incidence rate
sesungguhnya merupakan istilah yang umum sebagai tambahan dalam total injury
/ illness incidence rate meliputi hal-hal berikut:
1. Injury incidence rate
2. Illness
3. Fatality
4. Lost workday- cases incidence rate
6. Spesific - hazards incidence rate
Seluruh rating diatas menggunakan faktor standar 200.000 perbedaan
antara rating 4 dan 5 dalam daftar diatas adalah sebagai berikut rating 4
menghitung kasus dimana satu atau lebih hari kerja hilang atau dimana pekerja
ditransfer kepekerrja yang lain, rating 5 menghitung jumlah total hari kerja yang
hilang atau dimana pekerja ditransfer kepekerjaan lain.
Dalam menghitung jumlah hilangnya hari kerja, tanggal terjadinya injury
atau permulaan terjadinya illness tidak dihitung, walaupun pekerjanya
meninggalkan tugasnya pada sebagaian besar waktu dalam hari itu, sehingga jika
pekerja kembali bekerja ke tugas regulernya dan mampu melakukan semua tugas
regulernya sepanjang waktu dalam hari setelah injury atau illness, tidak ada hari
kerja hilang yang dihitung. Juga pekerja menghitung hari kerja yang hilang, akhir
pekan atau hari libur normal lainnya tidak boleh dihitung jika pekerja memang
tidak harus bekerja pada hari tersebut.
Pemilihan total jam kerja yang digunakan sebagai pembagi (penyebut)
dalam menghitung spesifikasi hazards incidence rate harus dilakukan dengan hati
– hati. Karena hazards spesifik lebih sempit dan harus lebihsedikit pekerja yang
terekspos, data harus dikumpulkan selama beberapa tahun untuk memperoleh
hasil yang berarti untuk spesifikasi hazards incidence rate.
Incidence rate standart yang dikenal luas adalah lost workday cases
incedence rate (LWDI), karakteristi LWDI adalah bahwa LWDI
membutikan keterkaitannya dengan pekerjaan untuk kejadian yang kronis, yang
mana kemungkinan mempunyai variasi sebab – sebab yang
berkesinambungan.LWDI yang didasarkan pada bukti yang nyata, dipertimbangan
sebagai ukuran yang lebih tepat untuk keefektifan program kesehatan dan
keselamatan kerja sebuah perusahaan juga, mungkin untuk alasan yang sama,
LWDI mempertimbangkan hanya lost time injuries, tidak semua injury.
Walaupun kasus restricted work activity dipertimbangkan sebagai kasus
lost time, LWDI tidak meliputi kecelakaan fatal (fatalities) baik yang ada karena
injury atau illness, kecelakaan fatal seharusnya dipertimbangkan sebagai
kemunculan yang langka dan karena itu seharusnya tidak disamakan dengan
injury yang lebih umum yang menjadi dasar LWDI.
Injury dan illness adalah dua hal yang berbeda, contoh injury adalah
terkoyak, keretakan tulang dan amputasi yang dihasilkan dari satu kecelakaan
kerja atau terpapar sesuatu yang melibatkan kejadian tunggal dalam lingkungan
kerja. Gigitan binantang, semacam serangga maupun ular juga dipertimbangkan
injury.
Illness adalah kondisi yang tidak normal atau tidak teratur, tidak
diklasifikasikan sebagai injury, disebabkan oleh terpaparnya sesuatu kepada
faktor – faktor lingkungan. Illness biasanya dihubungkan dengan kejadian ekspos
yang kronis, namun beberapa kejadian ekspos yang akut bisa dipertimbangkan
sebagai illness jika kejadian ekspos tersebut merupakan hasil dari lebih daeri satu
Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator
keberhasilan program kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat dikategorikan
dalam 3 kelompok seperti ditunjukkan dalam tabel.
Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator
keberhasilan program keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat dikatagorikan
dalam tiga kelompok seperti ditujukan dalam tabel berikut.
Tabel 2.2. Kategori Kecelakaan Kerja
Kategori Parameter penilaian keterangan
Hijau Terjadi kecelakaan ringan
(injuries)
Luka ringan atau sakit ringan (tidak kehilangan hari kerja)
Kuning Terjadi kecelakaan sedang
(illness)
Luka berat atau parah atau sakit dengan perawatan intensif (kehilangan hari kerja)
Merah Terjadi kecelakaan berat
(fatalities)
Meninggal atau cacat seumur hidup (tidak mampu bekerja)
Penentuan level tingkat implementasi program K3 dilakukan dengan
memetakan tingkat implementasi dan tingkat kecelakan kerja kedalam Tabel
Tingkat Implementasi Kecelakaan. Tabel tersebut memetakan pengukuran dalam
6 level implementasi, level 1 menunjukan tingkat tertinggi dan level 6 merupakan
tingkat terendah. Pada tingkat implementasi tingkat kecelakaan dapat dilihat pada
Tabel 2.3. Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan
Level 6 (sangat berbahaya)
2.5 Bahaya (Hazard) di tempat kerja
Menurut Tjandra (2001) hazards adalah sesuatu potensi bahwa dari suatu
urutan kejadian (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang
merugikan.
Hazard primer adalah hazard yang bisa secara langsung dan segera
menyebabkan: (1) injury atau kematian; (2) kerusakan peralatan, kendaraan,
struktur atau fasilitas; (3) degradasi kapabilitas fungsional (terhentinya operasi
dalam pabrik); (4) kerugian material. Berikut ini beberapa jenis/katagori hazard
dalam indutri:
1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin
2. Bahan Kimia : bahan-bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan
kimia.
3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, parasit.
5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengakutan barang,
mendorong, menarik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas.
6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift,
trauma.
7. Bahaya Tingkah Laku : ketidakpayuhan terhadap standart, kurang keahlian,
tugas baru atau tidak rutin.
8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan,
kondisi, permukaan berlumpur dan basah, cuaca, kebakaran.
Tabel 2.4. Penggolongan Bahaya Ditempat Kerja Beserta Contohnya Bahaya terhadap
keselamatan
Bahan kimia berbahaya Ancaman bahaya
lainnya
• Listrik
Kebakaran/ledakan
• Mesin-mesin tanpa
pelindung
• Mengangkat
benda-benda yang berat
• Pengaturan tempat
kerja (berantakan,
penyimpanan barang
yang tidak baik)
• Kendaraan bermotor
• Pelarut / pembersih
hitam, arsenik, air
raksa)
• Penyakit menular
• Stress / pelecehan
• Beban kerja /
Adapun hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah agar bahaya tidak
terjadi di tempat kerja adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi Bahaya di Tempat Kerja
Merupakan suatu kegiatan meninjau kembali terhadap suatu tempat yang
beresiko menimbulkan bahaya ditempat kerja. Aktivitas utama dalam
mengevaluasi bahaya di tempat kerja adalah :
1. Pengamatan di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja.
2. Wawancara dengan perkerja dan supervisor.
3. Survei terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja.
4. Penelaahan terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan.
5. Pengukuran dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja.
6. Pembandingan dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada dan/atau
merekomendasikan petunjuk mengenai batas – batas yang harus diikuti untuk
meningkatkan keselamatan kerja.
2. Mengendalikan Bahaya
Merupakan usaha untuk mencegah dan mengurangi bahaya ditempat kerja
dengan beberapa teknik pengendalian. Dalam hal ini pekerja tidak dapat
dilindungi apabila bahaya yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi.
Ada tiga jenis pengendalian, yakni :
1. Pengendalian Teknik
Yaitu dengan mengendalikan bahaya yang bersifat teknis, dengan memberikan
Misalnya : Rekomendasi laju udara minimum untuk sistem ventilasi buangan
lokal adalah :
2. Pengendalian Administratif
Yaitu dengan membentuk tim untuk pengendalian secara administratif untuk
mencegah bahaya, misalnya dengan membentuk panitia pembina kesehatan
dan keselamatan kerja (P2K3) untuk menangani usaha - usaha
pengendalian bahaya dan keselamatan kerja, yaitu dengan memberikan
pengetahuan atau pelatihan bagi para pekerja sebelum melakukan aktivitas
ditempat kerja.
3. Peralatan Pelindung Pekerja
Yaitu seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk
melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya
pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaa dan penyakit
akibat kerja (Tarkawa, 2008).
Bebarapa alat pelindung diri adalah sebagai berikut:
a. Alat pelindung kepala
Terdiri dari : Safety Helmet, Hood, Hair cap.
b. Alat pelindung mata
Terdiri dari : Kacamata dengan atau tanpa pelindung samping, Googles (cup /
box type), Tameng muka (face shields / face screen).
c. Alat pelindung telinga
d. Alat pelindung pernafasan
Terdiri dari : Air Purifying Respirator, Air Supplied Respirator Breathing
Apparatuss
e. Alat pelindung tangan
Terdiri dari : Sarung tangan biasa, Gauntlets atau sarung tangan yang dilapisi
dengan plat logam, Mitts atau sarung tangan dimana keempat jarinya
dibungkus menjadi satu kecuali ibu jarinya.
f. Alat pelindung kaki
Terdiri dari : Sepatu pengaman untuk pengecoran baja, Sepatu untuk
tempat-tempat khusus yang mengandung bahaya peledakan, Sepatu karet anti
elektrostatik, Sepatu pengaman untuk pekerja bangunan.
g. Pakaian pelindung
Berbentuk apron yang menutupi sebagian dari tubuh pemakainya yaitu mulai
dada sampai lutut pemakainya dan overal yang menutup seluruh tubuh.
h. Tali dan Sabuk pengaman
Digunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat dan konstruksi bangunan.
3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Yang dimaksud program kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu
sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan
antisipasi bila terjadi hal yang demikian.
Adapun variabel-variabel yang digunakan meliputi:
1. Penggunaan Alat Pelindung Kerja (APD)
Seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuh kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya
di lingkungan kerja
2. Upaya pencegahan terjadi keadaan darurat
Usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk mengatasi keadaan darurat (bahaya
kecelakaan)
3. Penyelidikan Kecelakaan
Kelengkapan catatan yang dimiliki oleh perusahaan tentang semua jenis
kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan.
4. Hubungan Koordinasi dengan pihak security
Adanya koordinasi yang baik antar pihak security dengan koordinator
perusahaan.
5. Hubungan koordinasi dengan pihak teknik
6. Training (Operasional Mesin)
Pembinaan yang diberikan kepada pekerja tentang tata cara operasional mesin
7. Inspeksi (Daerah Tempat Kerja)
Meninjau lokasi pabrik oleh pihak healthy safety
8. Pengendalian limbah dan polusi
2.6. Risk Assessment
Tarkawa (2008) risk assessment adalah suatu kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
Bertujuan untuk mereduksi ketidakpastian dalam pengukuran resiko dan biasanya
berkaitan dengan pengukuran tingkat keparahan (severity) dan tingkat probabilitas
(frequency/probability). Severity adalah tingkat keparahan yang timbul dari
peristiwa kecelakaan, baik berupa kematian, cacat sebagian/seluruh bagian tubuh,
luka yang menyebabkan tidak mampu bekerja maupun tindakan pertolongan
pertama (P3K). Sedangkan frequency/probability adalah kemungkinan suatu
keadaan/kondisi yang dapat menyebabkan kejadian kecelakaan.
Perkalian antara nilai severity dan probability, akan didapatkan level
resiko (risk level). Berdasarkan tentang prosedur tentang Risk Assessment and Management, level resiko (risk level) dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu:
extreme risk, dengan score ≥ 15
high risk, dengan score 10 sampai < 15
moderate risk, dengan score 5 sampai < 10 low risk, dengan score ≤ 4
Proses dari pelaksanaan dan pengendalian resiko (Risk Assessment and
Management) terdiri atas 4 (empat) tahapan, antara lain:
Identifikasi kejadian/tindakan yang dapat menyebabkan resiko (identification
potential event)
Kembangkan solusi alternatif (Develop alternative solution) Putuskan apa yang harus dilakukan (Decide what to do)
2.6.1. Identifikasi Resiko
Setelah melakukan pengamatan dilapangan maka, didapatkan beberapa
potensi bahaya (hazards) baik yang berpengaruh kecil maupun besar dalam
menimbulkan terjadinya resiko. Data identifikasi bahaya dapat dilihat dalam
checklist identifikasi bahaya dan penilaian resiko dibawah ini:
Tabel 2.5. Checklist Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko Penilaian Resiko
No. Kegiatan Identifikasi Bahaya
Identifikasi
Konsekuensi Severity Prob. Risk Level
2.6.2 Penilaian Resiko
Setelah dilakukan identifikasi resiko, maka langkah selanjutnya adalah
penilaian masing-masing risk level ditiap resiko, dengan Matriks Risk Assessment,
Tabel 2.6. Matriks Risk Assessment dengan segera atau
dalam jangka waktu yang singkat
B sementara yang lebih dari
3 bulan
II 1 2 3 4
Kecelakaan yang menyebabkan sakit ringan
dan segera dapat bekerja, tidak menyebabkan cacat
permanen
III 2 3 4 5
Pertolongan pertama atau perawatan medis
sederhana atau pelanggaran terhadap persyaratan dalam suatu
standart
VI 3 4 5 5
Keterangan RAC :
Klas 1 Kategori Bahaya Sangat Tinggi = “Urgent” Klas 2 Kategori Bahaya Serius = “High”
Severity:
1. Incidental: Kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan ringan (tindakan P3K) dan tidak menyebabkan hari hilang atau kerugian US $ < 1K.
2. Minor: Kecelakaan yang mengakibatkan luka dan hari hilang kurang dari
2x24 jam atau kerugian antara US $ 1K – US $ 10K.
3. Mayor: Kecelakaan yang mengakibatkan luka dan hilangnya hari kerja lebih
dari 2x24 jam atau kerugian antara US $ 10K – US $ <25K.
4. Fatal: Kecelakaan yang mengakibatkan cacat sebagian/seluruh tubuh atau kerugian antara US $ 25K – US $ 100K.
5. Catasthropic: Kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau kerugian US $ > 100K.
Probability:
1. Jarang terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan kurang dari 10 tahun
sekali.
2. Kecil kemungkinan terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan terjadi 5 –
10 tahun.
3. Mungkin dapat terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan 1 – 5 tahun.
4. Cenderung untuk terjadi: Paparan terhadap keadaan berbahaya tidak
terus-menerus (setiap bulan).
5. Hampir pasti akan terjadi: Paparan terhadap keadaan berbahaya dialami
2.6.3. Kembangkan Solusi Alternatif (Develop Alternatif Solution)
Setelah level resiko diketahui, tahapan berikutnya adalah mengembangkan
solusi alternative untuk mengeliminasi ataupun mereduksi resiko tersebut. Tetapi
sebelumnya jika pada klasifikasi level ternyata level dari resiko berada pada batas
yang masih diterima (acceptable risk) maka tindakan pencegahan atau preventif
yang dilakukan adalah cukup memonitor saja aktivitas pengendalian resiko yang
telah dilaksanakan.
Solusi alternatif diberikan hanya untuk level resiko yang tergolong tinggi
hingga ekstrim (level resiko ≥ 10). Jika ternyata terdapat banyak resiko yang
harus ditanggulangi sedangkan disatu sisi resourches yang ada terbatas, maka
masalah ini akan menjurus pada penentuan prioritas. Terdapat beberapa metode
yang digunakan untuk menentukan prioritas, salah satunya adalah analisa manfaat
biaya (benefit-cost analysist). Baik metode kuantitatif maupun kualitatif dapat digunakan untuk menentukan prioritas.
Hirarki dalam mengendalikan resiko dapat dibagi atas:
1. Eliminasi, yaitu meniadakan tahapan suatu kegiatan/proses berbahaya.
2. Substitusi, yaitu mengganti suatu bahan atau memodifikasi proses.
3. Rekayasa teknik, yaitu dengan menambahkan Alat Pelindung Diri (APD),
pemasangan sensor otomatis, dll.
4. Administrasi,misalnya rotasi/mutasi karyawan, pengendalian system ijin kerja,
Alat Pelindung Diri (APD), yaitu dengan menggunakan APD (ear-plug,
Sedangkan contoh pilihan dalam pengendalian resiko dapat dilihat dalam
tabel 2.7. dibawah ini:
Tabel 2.7. Tabel Pengendalian Resiko
Pencegahan Mitigasi/Pengurangan
Eliminasi Mengurangi
Probability Reduksi Dampak
Penanggulangan
Sistem Emergency shut down
Sistem Pengendalian
(control system)
Health and Safety (K3):
APD
Mengurangi paparan (reduce exposure) udara, air bawah tanah)
Pengolahan limbah, pengendalian
2.6.4. Memutuskan Tindakan yang Akan diambil (Decide What to do)
Analisa keputusan merupakan metode paling sederhana yang dapat
digunakan dalam mengambil keputusan. Analisa keputusan dipengaruhi oleh
berbagai sudut pandang, misalnya dari segi ergonomi, motivasi, kepemimpinan,
Dalam menganalisa suatu keputusan, terdapat beberapa ketentuan umum
yang harus dipertimbangkan, seperti dibawah ini :
1. Desain merupakan prioritas utama dalam rangka mengeliminasi hazards
dibandingkan dengan metode lain.
2. Jika desain dari safeguards tidak mudah untuk dikerjakan, maka perlengkapan
keamanan untuk perlindungan harus digunakan.
3. Jika desain maupun perlengkapan keamanan juga tidak praktis, maka
peralatan peringatan otomatis harus ditetapkan.
4. Jika semua ketentuan diatas juga tidak mudah untuk dikerjakan, prosedur yang
memenuhi dan pelatihan untuk personil dapat digunakan.
2.7. Uji Statistik
Agar data yang diberikan dapat memberikan informasi tentang uji statistik
yang tepat dan berguna dalam analisa dan pengambilan keputusan lebih lanjut
sehingga data tersebut perlu diolah. Untuk itu dibutuhkan tools yang tepat uantuk
membantu dalam penyelesaiannnya.
Dalam hal ini, metode – metode statistik yang dibutuhkan dalam
pengolahan data antara lain :
2.7.1. Uji Validitas
Validitas didefinisikan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen pengukur (test) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu test atau
alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Data dikatakan valid apabila
rhitung ≥ rtable. Validitas dihitung dengan rumus korelasi produk momen :
r =
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan
angka kritik table korelasi nilai r.
2.7.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas dengan internal
consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja kemudian
yang diperoleh dianalisa dengan teknik tertentu. Data dikatakan reliabel apabila r
≥ rtable. Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan dengan cara teknik belah
dua dari Spearman Brown.
Dimana :
rtot = koefisien reabilitas seluruh item
rb = angka korelasi produk moment belahan pertama dan belahan kedua.
2.8. Penilitian Terdahulu 1. Hendra Adhinata (2009).
Judul : Pengukuran Tingkat Pencapaian Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Mengkategorikan Hazards dengan Pendekatan Risk Assessment
(Studi Kasus : PT. Mandara Adhitama UtamaBox, Surabaya)
Perkembangan teknologi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai
persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia.
Kategori Kecelakaan Kerja Tahun 2008
Keterangan
No. Tanggal Kejadian
Uraian tentang terjadinya
kecelakaan Luka / cedera
Hari
1. 12/02/2008 Terkena mesin slotter pada saat memasukkan kardus.
Jari tangan
robek 2
Kuning (Sedang)
2. 24/06/2008
Terkena mesin longway saat memasukkan shit ke mesin longway jari tersangkut dengan
shit sehingga terseret ke mesin
tersebut
Jari tangan retak (Jari tangan Kiri)
3. 11/08/2008
Terkena mesin stitch ketika melakukan penjepretan pada kardus mengenai jari.
Luka gores pada tangan
dan mengakibatk
an kebengkaan
2 Kuning (Sedang)
Sumber : Data Internal PT. Mandara Adhitama UtamaBox
Berdasar dokumentasi kecelakaan kerja yang selama satu tahun yang
ditunjukkan pada tabel 4.8. maka tingkat kecelakaan kerja di PT.Mandara
Adhitama Utama Box dapat dikategorikan kuning karena masih terjadi
kecelakaan kerja dengan kategori sedang (kuning) dalam periode tahun 2008.
Untuk perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.
Berdasar penilaian terhadap tingkat implementasi K3 yang melalui
kuisioner yang telah dihitung. Pencapaian tingkat implementasi program K3 di
PT. Mandara Adhitama Utama Box., diperoleh angka 82% dengan cara merata–
rata dari angka pencapaian satu persatu program K3. Nilai pencapaian ini
termasuk kategori Kuning karena berada pada range 60% - 84%. Yang berarti
bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja belum mencapai target.
2. Dedy Oktrianto Effendi,
Judul : Pengukuran Tingkat Kesiapan Perusahaan Terhadap Bahaya di Tempat Kerja dan Penanganan Hazard
(Studi Kasus PT Otsuka Indonesia)
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, Bab
III Pasal 3 disebutkan bahwa : “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga
kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”.
Berdasarkan hasil dari pengolahan Cheklist yang diberikan kepada seorang
safety engineer, seorang safety officer dan seorang anggota P2K3 di Pabrik
Medical Equipment 1. Maka dapat diketahui bahwa nilai tingkat implementasinya sebesar 91%. Dengan demikian tingkat implementasi program K3 pada Pabrik
Medical Equipment 1 berada pada level hijau, yang berarti bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja program K3 sudah tercapai. Dari kelima kategori yang
diberikan hampir kesemuanya telah mencapai pada kategori hijau, hanya terdapat
satu kategori yang berada pada kategori kuning yaitu pada kategori perencanaan.
Jika dilihat lebih mendalam lagi terdapat perbedaan penilaian antara seorang
pengonsep (dalam hal ini adalah safety oficer dan safety engineer) dengan orang
yang langsung berada dilapangan (dalam hal ini adalah P2K3 di pabrik ME 1).
Kesimpulan yang didapatkan adalah nilai implementasi K3 berdasarkan
pertanyaan yang ada pada Cheklist. Berada pada level hijau dengan nilai
pencapaian 91%. Nilai Loss rate berdasarkan data kecelakaan. Berada pada level
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di PT. IGLAS (Persero) yang
berlokasi di Jalan Kapten Darmo Sugondo, Gresik. Proses pengambilan data
dilakukan mulai Bulan Mei sampai Bulan Juni 2010, dengan penelitian langsung,
data dari perusahaan, dan hasil wawancara dengan beberapa karyawan.
3.2. Identifikasi Variabel
Variabel adalah semua ciri atau faktor yang mempunyai variasi nilai, yang
diukur dan diuji untuk menjelaskan hubungan (yang diungkapkan maupun tidak
dalam hipotesis) guna memecahkan masalah penelitian. Adapun variabel –
variabel dari penelitian ini adalah :
a. Variabel terikat
Variabel ini adalah sebuah variabel yang nilainya ditentukan oleh satu atau
beberapa faktor lain. Didalam penelitian ini variabel yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
Tingkat kecelakaan atau Level Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Mengidentifikasi tingkat kecelakaan kerja yang kemudian digunakan
sebagai bahan evaluasi untuk dilakukan perbaikan dimasa mendatang.
b. Variabel bebas
Variabel bebas ini nilainya tidak bergantung pada variabel lain, biasanya nilai
variabel ini dapat ditentukan secara bebas tergantung kebutuhan yang
diinginkan. Variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari :
1. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
1. Penggunaan Alat Pelindung Kerja (APD)
Seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk
melindungi seluruh atau sebagian tubuh kemungkinan adanya
pemaparan potensi bahaya di lingkungan kerja
2. Upaya pencegahan terjadi keadaan darurat
Usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk mengatasi keadaan darurat
(bahaya kecelakaan)
3. Penyelidikan Kecelakaan
Kelengkapan catatan yang dimiliki oleh perusahaan tentang semua
jenis kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan.
4. Hubungan Koordinasi dengan pihak security
Adanya koordinasi yang baik antar pihak security dengan koordinator
perusahaan.
5. Hubungan koordinasi dengan pihak teknik
6. Training (Operasional Mesin)
Pembinaan yang diberikan kepada pekerja tentang tata cara
7. Inspeksi (Daerah Tempat Kerja)
Meninjau lokasi pabrik oleh pihak healthy safety
8. Pengendalian limbah dan polusi
9. Akses Jalan Masuk dan Evakuasi
2. Jenis bahaya
Menjelaskan berbagai macam jenis bahaya yang terdapat pada perusahaan
yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Berikut ini beberapa
jenis/katagori hazard dalam industri:
1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin
2. Bahan Kimia : bahan-bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan
kimia.
3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, parasit.
4. Bahaya Mekanis : permesinan, peralatan.
5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengakutan barang,
mendorong, menarik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas.
6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift,
trauma.
7. Bahaya Tingkah Laku : ketidakpayuhan terhadap standart, kurang keahlian,
tugas baru atau tidak rutin.
8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan,
3.3. Metode Pengumpulan Data
Untuk menganalisa suatu yang dihadapi, diperlukan beberapa macam data
yang berhubungan dengan masalah tersebut. Data yang diperlukan dalam
penelitian ini diperoleh dengan cara sebagai berikut :
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan interview atau
wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan dalam perusahaan
tersebut.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan dan dari literatur
yang berkaitan dengan penelitian.
3.4. Metode penentuan Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi, karena
adanya keterbatasan waktu dan biaya maka penelitian ini tidak mengambil
keseluruhan populasi sebagai objek penelitian.
Penentuan jumlah sample / kuesioner ini menurut Suharsini Arikunto
(2002), apabila Subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya
sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka
menggunakan rumus:
keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
3.5. Metode Pengolahan Data
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode risk
assessment. Sebelum dilakukan analisis, maka dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan
sudah cukup atau belum yang dihitung dengan rumus pearson product moment
sebagai berikut:
dimana :
rhitung = koefisien korelasi, = jumlah skor item, = jumlah skor total (seluruh
item),
n = jumlah responden
sedangkan uji reabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan suatu
instrumen dalam melakukan penelitian mempunyai arti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya untuk mencapai tujuan dari penelitian cara Uji
reabilitas dihitung dengan rumus :
rtot = b b
r r
dimana :
rtot = koefisien reabilitas seluruh item
rb = angka korelasi produk moment belahan pertama dan belahan kedua
setelah dilakukan uji statistik maka selanjutnya tahap pemgukuran tingkat
implementasi yang terdiri dari :
1. Penilaian tingkat implementasi program
Penilaian dilakukan oleh pekerja bagian produksi yang berhubungan secara
langsung dengan potensi bahaya di perusahaan.
2. Perhitungan tingkat implementasi program
Perhitungan dilakukan dengan menghitung rata – rata dari nilai yang diberikan
oleh responden, kemudian menghitung rata – rata nilai masing – masing
kategori penilaian, untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam
kriteria pencapaian merah, kuning, dan hijau maka rata – rata tersebut di
Normalisasikan dengan rumus De Boer (Trikeens et.al,2000) sebagai berikut :
Achivement kategori penilaian =
minimum) skala
-maksimum (skala
minimum) skala
-aktual nilai (
x100%
Nilai hasil normalisasi dari semua kategori kemudian di rata – rata sehingga
diperoleh nilai tunggal
3. Pengumpulan data kecelakaan
Berupa data sekunder, data kecelakaan kerja selama tahun 2009, yang terjadi
4. Penentuan kategori kecelakaan kerja
Dilakukan dengan mengacu pada tinjauan pustaka yaitu kategori hijau jika
terjadi kecelakaan kerja ringan, kategori kuning jika terjadi kecelakaan kerja
sedang, kategori hijau jika terjadi kecelakaan berat
5. Penentuan level tingkat implementasi program
Dilakukan dengan memetakan hasil perhitungan tingkat implementasi
program dan kategori kecelakaan kerja ke dalam satu tabel 2.2. ada 6 level
implementasi program.
Selanjutnya tahap pengkategorikan hazards dengan pendekata risk
assessment. Pada tahap ini dilakukan klasifikasi hazards yang timbul di unit kerja
yang diamati. Langkah awal dalam tahap ini adalah pemahaman mengenai potensi
bahaya yang terjadi pada proses produksi yang terjadi di unit kerja tersebut.
Output yang dihasilkan dari tahap ini berupa rangking dari hazards yang mungkin
timbul di unit kerja yang diamati.
Selanjutnya tahap analisa, pada tahap ini dilakukan analisa dari data yang
telah dikumpulkan dan juga pengolahan data yang telah dilakukan terhadap
pengukuran tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja di PT.
IGLAS (Persero).
3.6. Langkah – Langkah Pemecahan Masalah
Langkah – langkah ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
kerangka penilitian yang memuat langkah – langkah yang ditempuh dalam
memecahkan permasalahan yang ingin diselesaikan.
Untuk lebih jelasnya tentang langkah – langkah pemecahan masalah
diatas, maka dapat digambarkan dalam flowchart sebagai berikut :
Mulai
Studi Literatur Studi Lapangan
Identifikasi Variabel
Pengumpulan Data : Data Kecelakaan Kerja Th 2009
Penyebaran Kuisioner
Uji Validitas
Uji Reliabilitas Data Valid ?
rhitung ≥ rtable Item tidak Valid Dibuang
Tidak
Ya
Sisa data Valid
A
Penyusunan Kuisioner Sesuai dengan populasi
B C
Tahap Identifikasi masalah Tujuan Penelitian
Data Reliabel ?
r ≥ rtable
Perhitungan Implementasi Program K 3
A B
Ya Tidak
C
Penentuan Level / Tingkat Implementasi Program K3
Identifikasi dan Pengkategorian Hazard
Pembahasan
Tahap Pengkategorian Hazard
Tahap Analisa Hasil dan Pembahasan Tahap pengukuran implementasi program K3
Selesai
Kesimpulan dan Saran Tahap Penarikan
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1. Langkah – langkah pemecahan masalah
Langkah – langkah pemecahan masalah:
1. Mulai
Langkah awal penelitian dalam menentukan topik permasalahan.
2. Studi Lapangan
Langkah ini merupakan suatu pengenalan awal dari perusahaan yang menjadi
masalah yang ada pada perusahaan yang sesuai dengan topik penelitian yang
akan diteliti.
3. Studi Literatur
Studi literatur ini bertujuan untuk meningkatkan serta memperdalam landasan
teori dari permasalahan yang akan diteliti, serta menunjang dan
mempermudah bagi peneliti memecahkan masalah dalam penelitian tersebut.
4. Perumusan Masalah
Perumusan masalah disusun berdasar latar belakang dari masalah yang ada,
kemudian ditentukan metode yang tepat dalam menyelesaikan tersebut.
5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin dicapai dalam pemecahan
masalah tersebut.
6. Identifikasi Variabel
Adapun Variabel bebas dari penelitian ini yaitu Program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Jenis bahaya. Untuk variable terikatnya yaitu
Sumber bahaya serta resiko yang mungkin terjadi.
7. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Data Kecelakaan kerja
selama tahun 2009 dan data kuisioner yang disebar pada karyawan PT. Iglas
8. Pembuatan Checklist / KuisionerPenilaian Implementasi Program K3
Checklist / Kuisionerini dibuat berdasarkan hasil wawancara, pengamatan dan
pembuatan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi yang ada dilapangan pada
saat observasi. Kuisioner ini dibuat dengan skala 1, 2, dan 3.
Skala 1 = Apabila responden merasa kondisi riil sama sekali belum
memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Skala 2 = Apabila responden merasa diberikan jika kondisi riil memenuhi
sebagian dari standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Skala 3 = Apabila responden merasa diberikan jika kondisi riil telah
memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
9. Penyebaran Kuisioner
Penyebaran kuisioner diberikan dan diisi oleh karyawan PT. IGLAS (Persero)
10. Pengembalian Kuisioner
Setelah kuisioner diisi oleh karyawan PT. IGLAS (Persero), kemudian
kuisioner dikembalikan kepada peneliti dan setelah itu data disusun agar bisa
untuk dilakukan pengujian selanjutnya.
11. Uji Validitas
Yaitu menguji apakah data valid atau tidak dengan membandingkan r tabel
dengan r hitung dari output program SPSS Versi 15. Apabila r hitung lebih
besar dari r tabel maka data valid, begitupun sebaliknya membuang item tidak