• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Analisis Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Bahan Kering

Rerata bahan kering domba lokal jantan yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata konsumsi bahan kering pada domba lokal jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelmpok 2 Kelompok 3

P0 328,34 421,58 476,00 408,64a P1 501,61 489,55 642,32 544,50b P2 621,86 852,59 996,66 823,70c P3 792,84 888,87 1087,71 923,14d P4 900,50 937,11 990,29 942,63d Rerata 629.03a 717,94b 838,60c

Ket: Angka dengan superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata (P< 0,01).

Rerata konsumsi bahan kering pada penelitian ini secara berturut-turut dari P0, P1, P2, P3 dan P4 yaitu 408,64; 544,50; 823,70; 923,14 dan 942,63 g/ekor/hari. Hasil analisis variansi pengaruh suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin dalam ransum menunjukkan hasil berbeda sangat nyata demikian pula pada kelompok (P<0,01) (lampiran 1) terhadap konsumsi bahan kering.

Pada perlakuan P0 lebih rendah dibandingkan dengan P1, P2, P3 dan P4 yang memiliki palatabilitas tinggi. Menurut (Kamal, 1997) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi yaitu palatabilitas pakan. Menurut Soebarinoto et al., (1991) bahwa palatabilitas adalah segi kepuasan atau kesenangan dari suatu pakan. Palatabilitas mempengaruhi seleksi dan konsumsi pakan pada banyak spesies ternak. Palatabilitas sendiri berkaitan dengan bentuk maupun ukuran dari pakan, bau dari pakan dimana pada P1 sampai P4 ditambahkan onggok fermentasi yang memiliki bau harum. Pada tiap perlakuan menunjukkan adanya peningkatan konsumsi bahan kering. Konsumsi bahan kering P0 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2, P3 dan P4. Konsumsi P0 lebih rendah dari pada keempat perlakuan lainnya,kemungkinan

commit to user

31

karena pada P0 pakan kurang palatabel. Pada P0 diberi jagung kuning, pakan yang diberi onggok fermentasi konsumsi pakannya lebih baik hal ini karena onggok telah difermentasi, dari hasil fermentasi dari segi aroma menjadi lebih harum dari sebelum difermentasi, teksturnya menjadi lebih halus, fermentasi yang berhasil ditandai tekstur kompak dan berwarna keabuan pada permukaan adonan. Dimana fermentasi memberikan keuntungan antara lain memberikan

flavor dan aroma produk yang lebih dibanding aslinya, palatable, menghasilkan beberapa vitamin antara lain vitamin B12, vitamin A, vitamin C, vitamin D, lebih tahan lama dan meningkatkan nilai nutrisi (Pederson et al., cit Anitasari, 2010). Fermentasi dapat meningkatkan aroma, cita rasa dan nutrien serta palatabilitas produk (Anitasari, 2010).

P3 dan P4 yang ditambahkan minyak ikan terproteksi bau amis sudah terkurangi, teksturnya hampir sama demikian juga pada P3 dan P4 yang sudah berbentuk pasta dan sudah dikeringkan. Adanya peningkatan konsumsi bahan kering pada P1 sampai P4 kemungkinan karena adanya peningkatan kualitas pakan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Joseph (2007) yang menyatakan bahwa suplementasi sabun kalsium ternyata dapat meningkatkan kualitas ransum sehingga konsumsinya meningkat. Dari segi kualitas pakan dari P0 sampai P4 mengalami peningkatan kualitas pakan sehingga merangsang konsumsi pakan lebih banyak.

Konsumsi pada P1 berbeda sangat nyata terhadap P2 karena pada P2 ditambahkan L-carnitin sedangkan P1 tidak ditambahkan L-carnitin. P2 berbeda nyata terhadap P3 dan P4 hal ini karena ada perbaikan nutrien pada pakan P3 dan P4 yang ditambahkan dengan minyak ikan tuna dan minyak ikan lemuru, sedangkan pada P2 hanya ditambahkan L-carnitin.

Konsumsi bahan kering pada kelompok di tabel 6 diatas memperlihatkan bahwa rata-rata berturut-turut dari kelompok 1, kelompok 2 dan kelompok 3 adalah 629,03; 717,94 dan 838,60 g/ekor/hari. Dengan demikian dari kelompok pertama sampai kelompok ketiga menunjukkan kecenderungan naik, dan pada kelompok 1 rata-rata konsumsi bahan kering paling rendah. Kenaikan rata-rata konsumsi disebabkan karena adanya

commit to user

32

pengelompokan ternak yang diacak sesuai dengan rancangan acak kelompok yaitu pengelompokan dari bobot badan kecil, bobot badan sedang dan bobot badan besar. Pada penelitian ini kelompok pertama memiliki kisaran bobot badan kecil, kelompok kedua memiliki kisaran bobot badan besar dan kelompok ketiga memiliki bobot badan yang besar.

Untuk kelompok 1 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan kelompok 2 dan kelompok 3, sedangkan kelompok 2 menunjukkan berbeda nyata dengan kelompok 3. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan bobot badan antara ketiga kelompok dari bobot badan kecil, sedang sampai besar sehingga konsumsinya juga akan berbeda. Menurut Tillman et al., (1989) bahwa pada domba yang lebih berat atau memiliki bobot badan yang lebih besar akan memerlukan energi yang lebih banyak untuk mendapatkan kenaikan satu unit pertambahan bobot badan.

B. Konsumsi Bahan Organik

Rerata konsumsi bahan organik domba lokal jantan yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat Tabel 5.

Tabel 5 Rerata konsumsi bahan organik domba lokal jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

P0 287,61 369,17 416,86 375,88a P1 390,68 376,49 495,12 420,76b P2 463,47 642,40 748,75 618,21c P3 622,06 704,95 856,87 727,96d P4 724,28 752,39 789,90 755,86d Rerata 497,09a 569,08b 661,50c

Ket: Angka dengan superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Rerata konsumsi bahan organik domba lokal jantan berturut-turut dari P0, P1, P2, P3 dan P4 adalah 375,88; 420,76; 618,21; 727,96 dan 755,86 gram/ekor/hari. Hasil analisis variansi suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin dalam ransum menunjukkan hasil berbeda sangat nyata demikian pula pada kelompok menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) (lampiran 2) terhadap konsumsi bahan organik. Menurut Kamal, (1994) bahwa

commit to user

33

konsumsi bahan kering mempunyai korelasi positif terhadap konsumsi bahan organik, sehingga konsumsi bahan kering dapat mempengaruhi konsumsi bahan organik. Kadar bahan organik ransum dari P0 sampai P4 berturut-turut 89,14; 89,68; 89,68; 86,23 dan 86,23 persen. Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak (Arora, 1989).

Pakan dengan Suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin

dalam ransum menunjukkan kenaikan konsumsi bahan organik pada tiap perlakuan. Kenaikan konsumsi bahan organik dari P1 dengan P2, P3 dan P4 menunjukkan kenaikan yang berbeda sangat nyata (P<0,01) dari perlakuan kontrol P0. pada P0 yang diberi jagung kuning mempunyai kandungan BETN sebesar 76,1 persen dan pada ransum yang diberi onggok fermentasi kandungan BETN onggok fermentasi sebesar 80,68 persen. Selain itu hasil yang berbeda sangat nyata di duga karena TDN dan BETN onggok fermentasi, ternyata ada kecenderungan TDN dan BETNnya lebih tinggi dari TDN dan BETN jagung. Karena onggok sebelumnya telah difermentasi jadi di duga dapat meningkatkan bahan organik. Menurut Rachman, (1989) bahwa proses untuk menghasilkan berbagai produk dengan perantara atau melibatkan mikrobia. Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh energi yang diperlukan untuk metabolisme terhadap senyawa-senyawa organik secara anaerobik.

Untuk P1 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsumsi bahan organik pada P2, P3 dan P4. untuk P2 yang disuplementasi dengan L-carnitin

berbeda nyata (P<0,05) dengan konsumsi bahan organik P3 dan P4 yang diberi suplementasi L-carnitin dan P3 diberikan minyak ikan lemuru sedangkan P4 minyak ikan tuna. Sedangkan pada P3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan P4 hal ini dimungkinkan karena kandungan nutrien yang terdapat pada minyak ikan lemuru dan minyak ikan tuna hampir sama.

commit to user

34

C. Konsumsi Serat kasar

Rerata konsumsi serat kasar pada domba lokal jantan yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Table 6. Rerata konsumsi serat kasar domba lokal jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

P0 65,85 74,65 80,16 73,56a P1 97,91 93,09 127,45 106,15b P2 75,29 140,59 148,54 121,47c P3 115,96 169,28 137,67 140,47d P4 173,47 180,21 188,24 180,64e Rerata 105,70 131,57 136,41

Ket: Angka dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Rerata konsumsi serat kasar berturut-turut dari P0, P1, P2,P3 dan P4 yaitu 73,56; 106,15; 121,47; 140,47 dan 189,64 gram/ekor/hari. Dari hasil analisis variansi dari ke lima perlakuan menunjukkan bahwa suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin dalam ransum berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi serat kasar dan analisis variansi kelompok menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) (lampiran 3). Dari hasil diatas terjadi kenaikan konsumsi serat kasar di duga karena pengaruh dari konsumsi bahan kering. Sejalan dengan pendapat Kamal (1994) bahwa banyaknya bahan kering akan mempengaruhi besarnya nutrien yang dikonsumsi sehingga semakin banyak bahan kering yang dikonsumsi meningkatkan konsumsi nutrien lainnya.

Konsumsi serat kasar P0 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2, P3 dan P4, sedangkan P1 berbeda nyata terhadap P2, P3 dan P4. Pada P2 berbeda nyata terhadap P3 dan P4. Selain itu karena pengaruh dari konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik yang juga naik. Konsumsi serat kasar pada P0 lebih rendah dari konsumsi serat kasar keempat perlakuan lainnya. Kandungan serat kasar dari P0 yaitu sebesar 16,82 persen sedangkan kandungan serat kasar P1 17,45 persen, P2 17,44 persen, P3 16,78 persen, P4

commit to user

35

16,78 persen. Serat kasar merupakan bagian dari zat nutrisi bahan pakan, serat kasar merupakan bagian dari bahan kering. Serat kasar jagung sebesar 4,01 persen dan serat kasar onggok fermentasi sebesar 7,28 persen. Selain itu pada onggok yang difermentasi memiliki bau yang lebih harum dan kemungkinan memiliki rasa yang lebih baik dari pada jagung, sehingga kemungkinan dengan adanya fermentasi pada onggok merangsang nafsu makan yang lebih baik dan diguga dengan bau harum dan rasa yang baik inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Menurut Kompiang dalam Anitasari, (2010) menyatakan produk fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih baik dibandingkan bahan asalnya, hal ini disebabkan selain mikroorganisme merombak bahan-bahan kompleks menjadi lebih sederhana, mikroorganisme juga mengandung protein berkualitas tinggi, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang turut mendukung nilai nutrisi produk fermentasi tersebut.

Ruminansia mampu memakan bahan yang kaya serat kasar dan mampu memecahnya menjadi produk yang dapat diasimilasi di dalam rumen. Produk asimilasi itu kemudian diabsorbsi dan beredar di dalam darah yang selanjutnya akan mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan akan lebih banyak jika aliran atau lewatnya pakan cepat. Ukuran partikel yang kecil menaikkan konsumsi pakan dari pada ukuran partikel yang besar. Konsumsi pakan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi dari pada pakan berdaya cerna rendah (Arora, 1989).

commit to user

36

D. Kecernaan Bahan Kering

Rerata kecernaan bahan kering domba lokal jantan dari hasil penelitian seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata kecernaan bahan kering domba lokal jantan (%)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

P0 35,04 51,64 55,68 47,45a P1 58,64 53.79 67.90 60,11b P2 59,96 69,81 72,50 67,42b P3 70,50 72,12 74,16 72,26b P4 73,55 71,00 74,86 73,14b Rerata 59,54 63,67 69,02

Ket: Angka dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Rerata kecernaan bahan kering berturut-turut dari P0, P1, P2, P3 dan P4 adalah 47,45; 60,11; 67,42; 72,26 dan 73,14 persen. Dari hasil analisis variansi bahwa pengaruh suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin

dalam ransum menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering dan pada kelompok menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) (lampiran 4), kecernaan antar kelompok hampir sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering yaitu bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, laju perjalanan melalui alat pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat pakan lainnya (Anggorodi, 1994).

Kecernaan bahan kering pada P0 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2, P3 dan P4. Sedangkan P1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap P2, P3 dan P4. untuk P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap P3 dan P4. Untuk P3 dan P4 berbeda tidak nyata. Kecernaan yang diberi onggok fermentasi menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada yang diberi jagung hal ini diduga karena kandungan BETN pada onggok fermentasi lebih tinggi 80,68 persen, sedangkan BETN jagung sebesar 76,1 persen.

commit to user

37

Kandungan protein jagung sebesar 8,52 persen sedangkan kandungan onggok fermentasi sebesar 5,83 persen, protein jagung lebih tinggi dari protein onggok fermentasi, protein merupakan salah satu zat yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam ransum. Kecernaan bahan kering meningkat pada pakan yang diberi onggok di duga karena onggok sebelumnya sudah difermentasi. Fermentasi di luar tubuh ternak mempunyai peran meningkatkan nilai nutrisis bahan pakan dan kecernaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Poesponegoro cit anitasari, (2010) bahwa hasil fermentasi akan mempunyai nilai gizi yang tinggi yaitu mengubah bahan makanan yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang sulit dicerna menjadi mudah dicerna. Ditambahkan oleh Buckle et al., (1987) bahwa protein, lemak dan polisakarida dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan yang telah difermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Produk pakan yang telah difermentasi sangat kondusif untuk mikroba rumen berkembang biak dan bekerja lebih efektif.

Kecernaan bahan kering juga berkaitan dengan konsumsi bahan kering pakan. Menurut Tillman et al., (1991), bahwa ada keterkaitan antara daya cerna dan kecepatan pencernaan dan ini bertanggung jawab pada hubungan dekat antara daya cerna ransum dan konsumsi makanan. Sejalan dengan Arora, (1989) menyatakan bahwa konsumsi pakan akan lebih banyak jika aliran atau lewatnya pakan cepat. Peningkatan konsumsi pakan biasanya menaikkan kecepatan aliran, jika aliran cepat maka lambung akan cepat kosong sehingga tersedia ruang untuk penambahan pakan dan daya cerna bertambah.

Pada P1 berbeda tidak nyata terhadap P2, P3dan P4 yang ditambah L-carnitin maupun minyak ikan terproteksi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sabun kalsium tidak mengganggu sistem fermentasi rumen. Meningkatnya kalsium dalam pakan berasam lemak tinggi dapat menurunkan pengaruh negatif pada pencernaan serat dan sabun kalsium sendiri tidak bersifat toksik terhadap bakteri rumen ( palmquist et al., 2006).

commit to user

38

E. Kecernaan Bahan Organik

Rerata hasil kecernaan bahan organik pada domba lokal jantan (g/ekor/hari) ditunjukkan dalam Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Rerata kecernaan bahan organik domba lokal jantan (%)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

P0 43,70 60,27 60,50 54,83a P1 63,15 62,27 74,10 66,51b P2 59,04 76,03 76,62 70,56c P3 75,20 75,99 79,82 77,00c P4 77,95 77,31 79,67 78,31c Rerata 63,81a 70,38b 74,14b

Ket: Angka dengan superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Kecernaan bahan organik rata-rata dari P0, P1, P2, P3 dan P4 secara berurutan adalah 54,83; 66,51; 70,56; 77,00 dan 78,31 persen. Untuk hasil analisis variansi pengaruh suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin dalam ransum menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan pada kelompok hasil analisis variansi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (lampiran 5).

Hasil uji orthogonal kontras menunjukkan bahwa P0 berbeda sangat nyata dengan P1, P2, P3 dan P4. P0 menggunakan jagung kuning sedangkan pada ransum yang lain menggunakan onggok fermentasi sebagai pengganti jagung. Penggunaan onggok fermentasi dari hasil kondisi fisik, baunya lebih harum dan kemungkinan rasanya juga lebih enak sedangkan pada jagung tidak terjadi perubahan fisik maupun perubahan rasa. Sedangkan P1 berbeda sangat nyata dengan P2, P3 dan P4. untuk P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan P3 dan P4, hal ini diduga karena P2 hanya disuplementasi oleh L-carnitin

sedangkan L-carnitin mempunyai kandungan protein yang tinggi. L-carnitin

yang disuplementasi merupakan sumber N yang mengandung protein dan NPN. untuk P3 dan P4 tidak berbeda nyata karena kandungan bahan organik dari P3 dan P4 hampir sama.

commit to user

39

P0 berbeda sangat nyata terhadap P1 sampai dengan P4hal ini mungkin karena kandungan TDN onggok fermentasi lebih besar yaitu sekitar 82,59 persen sedangkan jagung 69,57 persen. Hal ini di duga karena zat-zat makanan onggok fermentasi mudah dicerna karena sebelumnya telah mengalami fermentasi, sehingga kecernaan bahan organik meningkat. Menurut Anitasari (2010) bahwa karbohidrat struktural telah dirombak menjadi karbohidrat non struktural yang lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen dalam proses fermentasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Syaro dari Anitasari, (2010) bahwa semakin tinggi fermentabilitas suatu bahan pakan, maka kemungkinan untuk dicerna oleh mikroba rumen juga meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan kecernaan bahan organik. Ketersediaan bahan organik sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen semakin meningkat yang mengakibatkan mikroba rumen dapat berkembang biak dengan baik dan bekerja lebih optimal sehingga bahan organik tercerna dengan mudah.

Karbohidrat merupakan komponen yang paling berpengaruh diantara komponen bahan organik dalam penentuan kecernaan bahan organik karena karbohidrat sebagai penghasil energi adalah komponen terbesar dalam pakan. Karbohidrat adalah zat organik utama yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50 sampai 75

persen dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak (Tillman et al., 1991).

P1 menunjukkan berbeda sangat nyata terhadap P2, P3 dan P4. Kecernaan P2 sampai P4 yang di tambahkan L-carnitin lebih baik dari P1. Hal ini di duga karena L-carnitin mempunyai fungsi utama mentransport asam

lemak rantai panjang ke dalam mitokondria di mana proses βoksidasi

berlangsung. Menurut Grupth et al., disitasi Suwarsito, (2004) fungsi utama L-carnitin adalah menyediakan suatu shuttle molecule yang berperan sebagai transfer asam lemak rantai panajang (ester asil carnitin) dari sitosol ke dalam mitokondria. Menurut Sutardi dari Astawa (2005), mengatakan bahwa bahan

commit to user

40

organik erat kaitannya dengan bahan kering sebab sebagian bahan kering terdiri atas bahan organik, apabila kecernaan bahan kering diperoleh sama, maka koefisien cerna bahan organik yang diperoleh akan sama.

F. Kecernaan Serat Kasar

Rerata kecernaan serat kasar dari hasil penelitian disajikan dalam Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Rerata kecernaan bahan kering domba lokal jantan (%)

Perlakuan Rerata

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

P0 25,55 34,74 37,49 32,60a P1 48,37 42,29 58,74 49,80b P2 19,84 54,17 61,88 45,30b P3 39,73 61,84 53,00 51,52b P4 64,68 64,99 66,38 55,50b Rerata 39,63 51,61 55,50

Ket: Angk a dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Rerata kecernaan serat kasar pada domba lokal jantan berturut-turut dari P0, P1, P2, P3 dan P4 yaitu 32,60; 49,80; 45,30; 51,52 dan 55,50 persen. Hasil analisis variansi pengaruh suplementasi minyak ikan terproteksi dan L-carnitin dalam ransum onggok fermentasi menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05), sedangkan hasil analisis variansi pengaruh perlakuan pada kelompok menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) (lampiran 6).

Kecernaan serat kasar P0 berbeda nyata dengan P1, P2, P3 dan P4. Untuk P1 berbeda tidak nyata dengan P2, P3 dan P4. Padahal pada P3 dan P4 disuplementasi minyak ikan tuna dan minyak ikan lemuru terproteksi. Dinyatakan bahwa kecernaan serat kasar dilakukan oleh enzim sellulase yang dihasilkan oleh bakteri sellulolitik yang merupakan mikroba rumen (Tillman

et al., 1991). Bahwa penggunaan lemak yang tinggi akan mengganggu mikroba sellulolitik dalam rumen, dengan dilakukan proteksi diharapkan mikroba sellulolitik tidak terganggu.

commit to user

41

Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa proteksi pada MIL dan MIT berarti tidak mengganggu sistem fermentasi rumen terutama mikroba sellulolitik. Dengan demikian pemberian MIT maupun MIL terproteksi pada P3 dan P4 tidak mengganggu kecernaan serat. Hal ini sejalan dengan pendapat Tanuwiria (2006) bahwa kecernaan serat akan menurun lebih banyak jika yang ditambahkan adalah lemak yang kaya akan asam lemak tidak jenuhnya, lemak yang diproteksi dapat menekan atau menurunkan efek negatif terhadap kecernaan serat.

Sabun kalsium mampu meniadakan efek asam lemak terhadap bakteri sehingga kecernaan ransum meningkat. Dari hasil diatas berarti pakan yang mengandung minyak ikan terproteksi masih palatable sehingga tidak mengganggu aktifitas dari mikrobia rumen, karena minyak ikan yang disabunkan memiliki bau yang tidak amis, selain itu juga bentuknya sudah menjadi pasta yang berwarna kuning atau coklat keputihan.

Sejalan dengan pendapat Palmquist et al., disitasi Tanuwiria (2006) bahwa penggunaan sabun kalsium tidak mengganggu sistem fermentasi rumen. Meningkatnya kalsium dalam pakan berasam lemak tinggi dapat menurunkan pengaruh negatif pada pencernaan serat dan sabun kalsium sendiri tidak bersifat toksik terhadap bakteri rumen.

commit to user

42

Dokumen terkait