• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DEMOKRASI DAN ISLAM A. Pengertian Umum Demokrasi

B. Hubungan Demokrasi dan Islam

3. Kedaulatan Rakyat

Ayat mengenai kedaulatan rakyat di antaranya, al-Syu>ra> (42:38) dan Ali Imran (3:159). Dalam al-Syu>ra> (42:38) :

           

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;

116

160

dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Allaz\i> merupakan maus}u>l dari ayat lain dan s}ilah yang lain pula dan menunjukkan pada perbuatan orang beriman yang sesuai dengan perbuatannya. Maksud ayat ini adalah mereka adalah para mukmin Ans}a>r yang mempraktekkan kebiasaan musyawarah. Orang-orang yang beriman tentu menerima (mematuhi) seruan Tuhannya, huruf sin dan ta dalam istija>bah berarti mubalagah dalam menerima, yakni penerimaan yang tidak disertai paksaan dan kebingungan. Lam dalam

lilla>h berarti li al-taqwiyah.117

Wa amruhum, wau tersebut diat}afkan pada s}ilah ‚allaz|i>na‛.

Musyawarah sudah menjadi kebiasaan para Anshar. Di antara musyawarah yang dipuji allah adalah musyawarah ketika peimpin mereka datang memberitahu hal dakwah nabi Muhammad setelah mereka beriman pada malam baiat ‗aqabah. Mereka bertukar pendapat mengenai beriman kepada nabi dan cara menjaganya.

Musyawarah dapat membuka petunjuk terlebih dapat membuat para ansar mendapatkan petunjuk pada Islam, maka pujian Allah atas syu>ra> berlaku secara umum di segala bentuk musyawarah. Adapun kata amruhum yakni sesuatu atau kejadian yang umum karena isim

jinis yang dissndarkan itu bermakna umum, yang berarti segala urusan

mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka. Kata

bainahum menunjukkan bahwa apa yang dimusyawarahkan hanya

117

161

sesuatu yang diperhatikan/penting dan bisa jadi merupakan rahasia di antara peserta.118

Kemudian Allah juga memuji mereka yang mendirikan shalat. Ayat ini jika diturunkan kepada kaum ansar maka yang dimaksud adalah gagasan mereka untuk mendirikan salat jamaah. Ketika mereka meminta Nabi agar mengirim pembaca al-Qur‘an untuk mereka dan seseorang sebagai imam shalat maka nabi mengirim Mus‘ab bin Umair, hal ini terjadi sebelum hijrah. Kemudian mereka dipuji lagi karena menginfakkan sebagian rizki yang Allah berikan.119

Selanjutnya, tentang musyawarah dalam QS. Ali Imran (3:159):                                   

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka

118

Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa Tanwîr, 25/ 112.

119

162

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Nabi menggunakan kelembutan tanpa meremehkan masalah agama yang biasa disebut kasih sayang. Inilah prinsip Nabi dalam mengurus umat, sesuai dengan karakter orang Arab. Kata linta lahum. Hum kembali kepada seluruh umah bukan khusus pada pasukan Uhud yang tidak menaati perintah Nabi dengan melihat ayat setelahnya ―jika

sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu‖ maka obyeknya tidak terbatas

pada kaum muslim. Dan karena kalimat setelahnya ‚wa sya>wirhum fi> al-amr‖ maka kelembutan nabi diberikan tidak hanya pada saat terjadinya perang Uhud saja tetapi seterusnya dalam membimbing umat.

Musyawarah adalah mencari pendapat para peserta musyawarah. Perintah musyawarah dalam tingkatan maslahat berikut: maslahat keluarga, maslahat kelompok, dan maslahat umat.121

120

Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa Tanwîr, 4/ 146.

Lihat Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr

163

Adapun maksud musyawarah dalam ―wa sya>wirhum‖, kata hum di sini khusus bagi kaum muslimin yakni bermusyawarahlah di antara kaum muslimin diperlakukan lembut oleh Nabi, jangan karena kecerobohan mereka saat perang Uhud membuat engkau (nabi) enggan meminta pendapat mereka di waktu lain.122 Musyawarah hukumya ada yang menyebut wajib dan sunnah, dan berlaku kepada Nabi atau umum kepada setiap pemimpin. Menurut madzhab Maliki ini umum dan wajib. Ibn Al-‗Arabi mengatakan, syu>ra> ini menghasilkan kebenaran, ia adalah penimbang akal, dan membuat kebenaran. Karena kita disuruh mengupayakan kebenaran dalam kebaikan umat, sesuatu yang mengarah kepada wajib maka hukumnya wajib.

Syu>ra> di sini berarti perkara dalam perang dan lainnya, tidak boleh hal yang sudah ada dalam syari‘ah karena dalam syariat pertimbangannya adalah dalil sebagaimana yang dilakukan Umar dan Usman, sedang dalam syu>ra> mempertitmbangkan pendapat.123

Ibn ‗At}iyyah berkata bahwa musyawarah termasuk salah satu kaidah syari‘at dan ketetapan hukum. Pemimpin yang tidak bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama, maka ia wajib diberhentikan, banyak ulama menyepakati hal itu. Dengan demikian, musyawarah termasuk salah satu ketetapan hukum yang tidak boleh ditinggalkan. Ibn ‗Arafah menolak pemberhentiannya dengan

122

Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa Tanwîr, 4/ 147.

123

164

menyamakan pendapat para ahli kalam bahwa pemimpin fasik tidak perlu diberhentikan, maksudnya meninggalkan syu>ra> belum termasuk meninggalkan kewajiban yang menjadikan fasik. Namun menurut Ibn ‘A>syu>r penyamaan (qiya>s) tersebut tidak tepat dimana bahaya fasik hanya terbatas individu tetapi tidak bermusyawarah itu menghambat kebaikan orang Islam secara umum. Adapun menurut Malikiyah dalam hal ini menyatakan wajib diberhentikan karena tidak ada pengkhususan syariat hukum kecuali adanya sebuah dalil. 124

Menurut al-Syafi‘i musyawarah itu sunnah sebagai tuntunan umat. Ia berlaku bagi nabi dan semua umatnya supaya dipraktekan pada sahabat. Al-Jassas bahkan membantah pendapat yang mengatakan bahwa musyawarah itu tidak wajib. Dia menolak jika perintah musyawarah itu hanya untuk menyenangkan hati para sahabat dan memuliakan kedudukan mereka, sebagaimana yang diyakini sebagian fuqaha. Sebab, jika para sahabat yang dimintai pendapat sudah tahu bahwa walaupun mereka mengerahkan segala pikiran dalam mengeluarkan usulan pada masalah yang dimusyawarahkan itu, tetap usulan mereka tidak akan dipakai dan diterima. Maka, pastilah tidak menyenangkan hati mereka dan ini berarti pula para sahabat tidak dimuliakan kedudukan mereka. Dan secara tidak langsung sebagai informasi bahwa pendapat mereka tidak akan diterima dan tidak mungkin direalisasikan. Dengan demikian penafsiran tersebut

124

165

sangat tidak tepat. Kendati demikian, walaupun mayoritas ulama fiqh berpendapat bahwa musyawarah itu wajib, namun ada sebagian yang berpendapat bahwa perintah musyawarah itu perintahnya bersifat sunnah, bukan wajib.125 Di antara golongan salaf ada yang berpendapat bahwa musyawarah hanya berlaku untuk nabi.

Nabi telah membimbing sahabat dalam berperang Badar, perang Uhud, dalam masalah tawanan Badar, dan bermusyawarah kepada para pasukan mengenai larangan menangkap musuh. Dalam kitab Sahih Bukhari bab al-I’tis}a>m diterangkan bahwa para imam setelah Nabi bermusyawarah dengan orang-orang terpercaya (umana>‟) yang

pandai. Dewan musyawarah Umar ra juga terdiri dari kaum tua dan kaum muda dengan bersandar kepada pedoman Kitabullah.

Dalam sebuah hadis, diriwayatkan dari Khatib dari Ali r.a. bahwa Ali berkata, saya bertanya kepada Rasul: Wahai Rasul, bagaimana jika ada perkara setelah generasi Anda yang belum ditemukan jawabannya dalam al-Quran dan belum Engkau terangkan? Nabi menjawab, ―kumpulkan para ahli ibadah dari umatku dan bermusyawarahlah dengan mereka, jangan mengambil keputusan sendiri‖. Abu Bakar juga bermuyawarah dalam mememrangi orang murtad, para sahabat juga bermusyawarah mnengenai pengganti Nabi.126

125

Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa Tanwîr, 4/ 149.

126

166

Musyawarah merupakan tabiat manusia yang sesuai fitrahnya dalam rangka kebaikan dan meraih keberhasilan dalam sebuah proyek. Ketika Allah menciptakan manusia pertama saja Allah -yang tidak membutuhkan pendapat makhluk- tetapi Dia mempromosikan gagasannya kepada malaikat. Maka syu>ra> merupakan sunnah makhluk yang ada bersama pembuatannya, hal ini perlu dipahami. Dalam catatan sejarah, syu>ra> sudah terkenal seperti ketika Firaun membahas masalah Nabi Musa, Bilqis ketika membahas maslah Sulaiman. Adapun orang-orang yang suka menindas dan menurut nafsu itu menyalahi fitrah.127

Yakni kebulatan tekat melakukan sesuatu. Sambungan azamta dibuang kerena menunjukan percabangan dari kata ―wasya>wirhum fi al-amr, maksudnya ketika kamu mantap pada sebuah keputusan (antara melaksanakan keputusan sesuai pendapat peserta musyawarah atau melakukan hal lain yang menurut rasul lebih mengarah kepada kebenaran) maka perlu bertawakal yakni mengfungsikan hati dan akal mengharap pertolongan Allah dari kekecewaan dan rintangan.128

Fatawakkal adalah jawab ‚iz\a>‛ dimana ketika sudah bulat tekat maka bergegaslah, jangan membuang waktu dan bertakwalah kepada Allah. Syu>ra> mempunyai manfaat untuk menunjukkan sarana-sarana terbaik dengan melakukan apa yang telah disepakati. Ayat ini

127

Ibn ‘Âsyûr, Tafsîr al-Tahrîr wa Tanwîr, 4/ 150.

128

167

memberi petunjuk makna tawakal yang banyak disalah pahami.129 Biasanya orang memahaminya dengan pasrah di awal keadaan.

129

167 BAB IV

PENAFSIRAN IBN ‘A<SYU>R TENTANG DEMOKRASI

A. Hubungan Islam dan Negara dalam Pandangan

Ibn ‘A<syu>r