• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan BUMN Persero Dalam Pengajuan Permohonan Pailit

BAB VI KEDUDUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DALAM PROSES

A. Kedudukan BUMN Persero Dalam Pengajuan Permohonan Pailit

Pengaturan mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdapat dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Definisi BUMN berdasarkan pasal 1 angka 1 UU BUMN yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. BUMN terbagi menjadi 2 jenis yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Mengenai Persero diatur dalam Pasal 1 Angka 2 UU BUMN yaitu merupakan BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Kekakayaan negara yang dipisahkan yang kemudian menjadi penyertaan modal pada Perseroan merupakan langkah negara menggerakan BUMN sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Bentuk kekayaan negara yang dipisahkan merupakan salah satu unsur keuangan negara yang dikelola dengan sebaik-baiknya. Pemisahan kekayaan negara ini mengandung makna dan konsekuensi, yaitu pemerintah menyisihkan kekayaan negara untuk dijadikan modal penyertaan guna dijadikan modal pendirian perusahaan umum atau perseroan, atau untuk

menambah dan memperkuat struktur permodalan perusahaan umum atau perseroan terbatas dalam meningkatkan kegiatan usahanya.

BUMN khususnya pada Persero dibentuk oleh negara semata-mata untuk dijadikan sebuah perusahaan. Namun, sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kedudukan BUMN Persero terhadap kekayaan negara yang dipisahkan. Ada yang berpendapat bahwa status kekayaan BUMN Persero merupakan milik negara dengan alasan karena modalnya berasal dari negara dan juga dipengaruhi karena adanya peraturan sebelum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang mengatur mengenai kekayaan negara yang dipisahkan dalam perusahaan negara yaitu dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara).

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa “keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Keuangan Negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dijelaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Keuangan Negara meliputi :

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ketentuan tersebut memberikan ketegasan bahwa pada prinsipnya keuangan Negara terdiri dari 2 macam, diantaranya kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan hanya diatur dalam pasal 2 huruf g, yaitu berupa kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah. Berdasarkan ketentuan ini jika dikaitkan dengan definisi BUMN, maka dapat dikatakan bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara atau milik negara. Ketentuan ini lah yang menjadi perbedatan, karena prinsip ini tidak sejalan dengan UU BUMN dan UU PT .1

Dalam UU BUMN Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam hal ini adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta Perseroan Terbatas lainnya (Pasal 1 Angka 10 UU BUMN). Kemudian, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN).

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipertegas bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN yang kemudian dijadikan sebagai modal Persero dengan sendirinya akan menjadi kekayaan Persero bukan lagi menjadi kekayaan negara. Hal ini dikarenakan adanya peralihan kedudukan negara pada Persero, ketika negara masuk sebagai bagian dari Persero maka kedudukannya adalah sebagai stakeholder atau setara dengan pemegang

saham lainnya. Dalam hal ini berarti negara tidak lagi sebagai badan hukum publik yang memegang kuasa penyelenggaraan negara tetapi sebagai badan hukum privat yang tunduk kepada ketentuan Perseroan.2

Hal tersebut juga sejalan dengan Pasal 11 UU BUMN yang menyatakan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip prinsip yang berlaku bagi PT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut UU PT). Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa BUMN Persero merupakan badan usaha yang berbentuk PT. Walaupun ada unsur negara didalam perusahaan tersebut, tapi karena badan usaha ini adalah berbentuk PT, maka badan usaha tersebut harus tunduk pada UU PT yang menjadi dasar substantif pengaturan eksistensi pada PT. Dalam hal ini, Persero akan berstatus sebagai badan hukum setelah akta pendirian Persero disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (4) UU PT yakni Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, dan keputusan mengenai pengesahan status badan hukum tersebut diumumkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 1 UU PT menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan perserkutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUPT tersebut, merupakan penegasan dan sekaligus merupakan bentuk pengakuan bahwa PT merupakan badan hukum dalam hal ini sebagai subyek hukum yang merupakan pendukung hak dan kewajiban.3

Badan hukum menurut Otto Van Gierke dikemukakan berdasarkan teori organnya. Otto menyatakan bahwa badan hukum itu seperti manusia, menjadi

2 Dwi Amanda Fajar, Pertanggung Jawaban Hukum terhadap Kerugian Keuangan

Negara Pada BUMN / Persero, Badamai Law Jurnal, Vol. 1, Issue 1, April 2016, h.163. 3 Mulhadi, Hukum Perusahaan; Bentuk Bentuk Badan Usaha di Indonesia,…. h.8.

penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum menjadi suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau dengan perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis diatas kertas. Apa yang mereka putuskan adalah kehendak dari badan hukum.4 Teori ini secara sangat kuat diakui bahwa badan hukum sebagai subyek hukum yang terpisah dengan para anggotanya dan Pemegang saham.5 Selaras dengan teori tersebut maka dapat diartikan bahwa PT sebagai badan hukum memiliki organ/pengurus yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris. Organ organ tersebut memiliki kekayaan yang terpisah dari PT sebagai badan hukum, karena PT sendiri sama seperti manusia, sebagai pemegang hak dan kewajiban serta memiliki kekayaan sendiri, memiliki kehendak dan kemauan dalam melakukan kegiatan bisnis atas namanya sendiri, melalui organnya sebagai alat bagi badan hukum tersebut untuk menjalin hubungan hukum dengan pihak ketiga. Selain itu, Subekti juga mengemukakan pendapatnya mengenai badan hukum yaitu suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri dapat digugat dan menggugat didepan hakim.6

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa PT sebagai badan hukum memiliki kedudukan mandiri terlepas dari orang sebagai pengurus atau orang yang mendirikannya. Disatu pihak PT merupakan wadah yang menghimpun orang orang yang mengadakan kerjasama, tetapi dilain pihak segala perbuatan yang dilakukan dalam rangka kerjasama PT itu oleh hukum dipandang semata mata sebagai perbuatan badan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, segala keuntungan yang diperoleh dipandang sebagai hak dan harta kekayaan badan itu sendiri. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi suatu utang

4 Mulhadi, Hukum Perusahaan; Bentuk Bentuk Badan Usaha di Indonesia,…. h. 76.

5 Munir Fuady, Doktrin - Doktrin Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam

Hukum Indonesia, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2014), h.4. 6 Chaidir Ali, Badan Hukum, …. h.18

atau kerugian dianggap menjadi beban PT itu sendiri yang dibayarkan dari harta kekayaan PT.7

Pada PT, penyetoran modal pada saat pendirian maupun pada saat penambahan modal PT dalam bentuk saham merupakan suatu penyertaan. Suatu penyertaan adalah ikut sertanya seseorang mengambil bagian dalam suatu badan usaha yang diwujudkan melalui lembar saham, sebagai bukti ikut sertanya seorang menanamkan modalnya dalam PT.8 Secara yuridis, dapat dikatakan bahwa modal yang telah disertakan ke dalam PT bukan lagi menjadi kekayaan orang yang menyertakan modal, tetapi menjadi kekayaan PT itu sendiri. Dari sinilah terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan PT. Sebagaimana asas hukum corporate separate legal personality, dimana Yahya Harahap juga menegaskan bahwa suatu perusahaan dalam hal ini PT mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari yang menciptakan (disebut dengan personalitas perseroan). Ciri Personalitas PT sebagai Badan hukum adalah Perseroan merupakan wujud atau entitas (entity) yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya (pemegang saham).9 Berdasarkan karakteristik tersebut, maka tanggung jawab pemegang saham atas kerugian atau utang Perseroan juga terbatas.

Sistem pertanggung jawaban terbatas hanya sampai harta PT diatur Pasal 3 ayat (1) UU PT menjelaskan bahwa pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melibihi nilai saham yang telah diambilnya. Penjelasan pasal 3 ayat (1) UU PT menyebutkan bahwa ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) mempertegas ciri Perseroan Terbatas, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar nilai saham yang diambilnya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa

7 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri PT Disertai Dengan Ulasan Menurut UU No. 1

Tahun 1995 Tentang PT, …. h. 9.

8 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri PT Disertai Dengan Ulasan Menurut UU No. 1

Tahun 1995 Tentang PT, .... h. 13.

suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai pengawas) dan Pemegang saham (sebagai pemilik).

Mengingat bahwa BUMN Persero merupakan badan hukum yang berbentuk PT dimana segala ketentuan dan prinsip prinspnya berlaku UU PT sehingga cara pandang terhadap PT sebagaimana diuraikan diatas dapat digunakan untuk menganalisis status kekayaan BUMN Persero. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Modal BUMN Persero berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, ketika Negara menyertakan modalnya dalam bentuk saham kepada Persero dari kekayaan Negara yang dipisahkan, maka demi hukum kekayaan itu menjadi kekayaan Persero dan tidak lagi menjadi kekayaan negara. Akibatnya segala kekayaan yang didapat baik melalui penyertaan negara maupun yang diperoleh dari kegiatan bisnis Persero tidaklah merupakan kekayaan negara. Dalam hal ini juga memberikan artian bahwa hubungan negara terhadap Persero merupakan hubungan kepemilikan yaitu sebagai pemegang saham. Negara sudah tidak lagi memiliki kekuasaan yang bebas terhadap sebagian kekayaan negara yang dipisahkan untuk menjadi modal pada Perseroan, karena kekayaan negara yang disertakan sebagai modal Persero tersebut telah berubah wujud menjadi saham sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Dari uraian diatas, perbedaan penafsiran mengenai status Persero terhadap kekayaan negara yang dipisahkan, sesuai dengan teori dan doktrin hukum maka dengan berlakukanya UU BUMN yang merupakan aturan khusus dan lebih baru, sehingga berdasarkan asas lex spesialis derogate legi generalis dan asas lex posteriori derogate legi priori yaitu prinsip kekayaan BUMN yang dianut didalam UU BUMN yang diberlakukan, sedangkan prinsip kekayaan BUMN yang diatur dalam UU Keuangan Negara harus dikesampingkan.

Persero sebagai badan hukum dapat menjalankan kegiatan bisnisnya secara mandiri dengan pihak ketiga, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam

pasal 12 UU BUMN bahwa maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Namun, Persero dalam menjalankan bisnisnya tidak selalu berjalan mulus dan mendapat keuntungan, meskipun Persero merupakan bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan, adakalanya Persero mengalami kerugian yang diakibatkan dari kesalahan organ persero dalam mengelola perusahaan atau dalam pengelolaannya tidak didasari dengan prinsip prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Govermance). Kerugian ini biasanya disertai dengan utang yang seharusnya dibayar oleh Persero. Ketika Persero mengalami kerugian maka secara otomatis persero juga akan kesulitan untuk membayar utang-utangnya. Dalam hal ini, penyelesaian mengenai permasalahan utang dalam dunia bisnis dapat dilakukan melalui jalur kepailitan, dimana ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secata proposional dan sesuai dengan struktur kreditor.10

Terdapat syarat syarat yang harus dipenuhi apabila ingin mengajukan permohonan pailit yaitu terdapat pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa :

1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

3. Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

4. Dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal 5. Dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,

Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan hal tersebut kita dapat melihat bahwa sebenarnya pemerintah telah menyadari resiko kepailitan yang mungkin saja dialami oleh BUMN. Terhadap BUMN, baik Persero maupun Perum berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU dapat dinyatakan pailit, namun dalam ketentuan pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU telah membatasi mengenai kepailitan terhadap BUMN yaitu menyatakan bahwa dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan

Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,

permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal tersebut mengatur bahwa permohonan pailit terhadap BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publiklah yang hanya bisa diajukan oleh menteri keuangan. BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 2 ayat (5) tersebut ialah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak

Melihat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik sebagaimana yang tercantum pada pasal 2 ayat (5) UU KPKPU dan penjelasannya di atas, maka dapat dipahami jenis BUMN yang dimaksud ialah sebagaimana yang tertera padal pasal 1 angka 4 UU BUMN yang menyatakan bahwa Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki

negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan

umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Kesesuaian maksud dari pasal 2 ayat (5) UU KPKPU dan pasal 1 angka 4 UU BUMN tersebut adalah terletak pada dua kata kunci yakni BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham. Maka sesungguhnya, berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, kementerian keuangan hanya dapat mengajukan permohonan pailit terhadap Perusahaan Umum (Perum) yakni BUMN yang seluruh modalnya dimiliki

negara dan tidak terbagi atas saham.

Adapun BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling

sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara.

Sehingga, BUMN Persero bukanlah BUMN sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 ayat (5) UU KPKPU yang permohonan pailitnya hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan. Dalam kepailitan Persero, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Persero adalah sebagai suatu legal entity identik dengan PT dimana merupakan pribadi hukum mandiri yang mempunyai kekayaan sendiri dan mempunyai keterpisahan dalam pelaksaan hak dan kewajiban dengan masing masing pribadi pemegang saham ataupun pengurusnya, sementara pada Persero mentri keuangan sebagai pemegang saham, sehingga hak dan kewajiban yang ada sama seperti pemegang saham biasa. Hal ini yang menjadi dasar bahwa ketika terjadi kepailitan terhadap Persero maka mengikuti kepailitan pada PT biasa yaitu dapat diajukan oleh siapa saja selain mentri keuangan, termasuk para

kreditornya dan permohonan pailit Persero harus memenuhi syarat syarat kepailitan sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Kemudian, Oleh karena Persero terbagi atas saham dan tidak seluruhnya dimiliki oleh negara maka apabila Persero memiliki kewajiban yang harus dibayarkan dan berada dalam keadaan insolvensi maka untuk dipailitkan tidak perlu mendapat persetujuan dari menteri keuangan karena Persero bukan seperti perum yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham.

B. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga Terhadap Permohonan

Dokumen terkait