• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Hak Jaminan Dalam Kepailitan

KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

C. Kedudukan Hak Jaminan Dalam Kepailitan

Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap (benda tidak bergerak), baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitor dengan para krediturnya. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa apabila debitor cidera janji tidak melunasi utang yang diperolehnya dari para krediturnya, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan debitor tanpa kecuali merupakan sumber pelunasan bagi utangnya itu.

Prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditur tidak dapat meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan utang debitor kepada kreditur. Ratio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah ketidakadilan yang akan terjadi jika kreditur memiliki benda jaminan yang nilainya lebih besar dari jumlah utang debitor kepada kreditur. Karena itu benda jaminan tersebut harus dijual dan kreditur berhak mengambil uang hasil penjualan tersebut sebagai pelunasan piutangnya dan apabila masih ada kelebihan dari sisa hasil

penjualan tersebut maka harus dikembalikan kepada debitor.66 Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan ketentuan yang memberikan perlindungan bagi seorang kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor menjadi jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberi utang kepada debitor, artinya apabila debitor cidera janji tidak melunasi utangnya, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitor tersebut dibagikan secara proposional (secara pari passu) menurut besarnya tagihan masing-masing kreditur, kecuali apabila diantara kreditur terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditur-kreditur yang lain. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ditemui adanya dua hak preferens, yang memberikan hak mendahulu kepada pemegang hak preferen tersebut, untuk memperoleh pelunasan utang-utang debitor, dengan cara menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepada kreditur tersebut secara preferen. Hak-hak tersebut adalah:

1. Hak gadai atas kebendaan yang bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud;

2. Hipotik atas kebendaan tidak bergerak bukan tanah, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

      

66

 Suharnoko. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. (Jakarta : Kencana, 2008). Hal 23  

Di dalam hak jaminan juga terdapat beberapa asas yang berlaku, yaitu:67

1. Hak jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap para kreditur lainnya;

2. Hak jaminan merupakan hak accesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin dengan jaminan tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin adalah perjanjian utang-piutang antara kreditur dan debitor. Artinya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian hak jaminan demi hukum juga berakhir; 3. Hak jaminan memberikan hak separatis bagi kreditur pemegang hak jaminan

tersebut. Artinya, benda yang dibebani dengan hak jaminan bukan merupakan harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan;

4. Hak jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, hak jaminan akan selalu melekat diatas benda tersebut (selalu mengikuti benda tersebut) kepada siapa pun juga benda beralih kepemilikannya.

5. Kreditur pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya. Artinya, kreditur pemegang hak jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang, benda yang dibebani dengan hak jaminan tersebut dan mengambil hasil penjualan tersebut untuk melunasi tagihannya kepada debitor;

      

67

 Sutan Remy Sjahdeini., Op.Cit., Hal. 281-282  

6. Karena hak jaminan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan berlaku bagi orang ketiga. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi orang ketiga maka terhadap hak jaminan berlaku asas publisitas. Artinya, hak jaminan tersebut harus di daftarkan di kantor pendaftaran hak jaminan yang bersangkutan. Sebelum di daftarkan hak jaminan itu bukan berlaku bagi pihak ketiga. Asas publisitas tersebut dikecualikan bagi hak jaminan gadai. Hal tersebut dapat dimengarti oleh karena alasan-alasan sbb:

a. Bagi sahnya hak jaminan gadai, benda yang dibebani dengan hak jaminan gadai itu harus diserahkan kepada kreditur pemegang hak jaminan gadai tersebut, dan hak jaminan gadai menjadi batal apabila benda yang dibebani dengan hak jaminan gadai terlepas dari penguasaan kreditur pemegang hak jaminan gadai tersebut.

b. Benda yang dapat dibebani dengan hak jaminan gadai hanya terbatas pada benda bergerak.

c. Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa “terhadap benda bergerak yang tidak berupa bungan maupun tagihan yang tidak harus dibayar kepada di pembawa, maka barang siapa yang menguasai benda bergerak tersebut dianggap sebagai pemiliknya”.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Jaminan Fidusia, maka hak preferen tersebut, secara formal bertambah dua dengan Hak Tanggungan, yang merupakan hak jaminan preferen atas tanah dan kebendaan yang melekat diatasnya, yang merupakan pengganti ketentuan mengenai hipotik dan

creditverband yang telah dihapuskan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tersebut, dan Fidusia yang berlaku untuk kebendaan lainnya yang tidak dapat dimainkan menurut peraturan perundang-undangan yang disebut terdahulu.

Menurut Pasal 1134 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang kreditur sehingga tingkatan kreditur tersebut lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat tagihan kreditur tersebut. Gadai dan Hipotek disebut Hak Jaminan. Hak gadai diatur dalam Pasal 1150 s/d 1160 KUHPerdata, sedangkan Hipotek diatur dalam Pasal 1162 s/d 1232 KUHPerdata.

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka selain Gadai dan Hipotek, juga Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan Hak Fidusia merupakan Hak Jaminan. Setelah berlakunya Undang- Undang Hak Tanggungan,68 Hipotek atas tanah dan benda-benda yang berada di atas tanah tidak berlaku lagi. Hipotek hanya berlaku bagi kapal laut yang berukuran paling sedikit 20m³ isi kotor dan bagi pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai

      

68

tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hipotek kapal laut diatur dalam Pasal 314 KUHD dan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Sedangkan Hipotek bagi pesawat terbang dan helicopter diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

Kedudukan hak jaminan terhadap hak istimewa, menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Hak istimewa yang lebih tinggi daripada hak jaminan misalnya: biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman untuk melelang baik suatu benda bergerak maupun benda tak bergerak; Biaya ini dibayar dari hasil penjualan benda tersebut sebelum dibayarkan kepada para kreditur lainnya, termasuk kepada para kreditur pemegang hak jaminan.

D. Kedudukan Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Harta Kepailitan

Dokumen terkait