• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem peradilan dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu

berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Di sini, sistem peradilan akan

mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan lain –

lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili (memeriksa dan

memutus perkara). Kelembagaan peradilan dapat dibedakan antara susunan

horizontal dan vertikal. Susunan horizontal menyangkut berbagai lingkungan

badan peradilan (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan

tata usaha negara dan peradilan pajak). Selain itu ada juga badan peradilan khusus

dalam lingkungan peradilan umum, dan Mahkamah Konstitusi. Susunan vertikal

adalah susunan tingkat pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal

didapati pemikiran untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri

maupun yang berada dalam lingkungan yang sudah ada.

Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan

peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer

dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen UUD

1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman

bersama – sama dengan Mahkamah Agung.

A. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung

membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya

yang diberikan oleh Undang-Undang

2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi

3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan

rehabilitasi

B. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah

pemega

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar,

2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,

3. memutus pembubaran partai politik,

4. memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum

5. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

menurut UUD 1945.

C. Peradilan Umum

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya. Peradilan umum meliputi:

1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan

daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Sebagai Pengadilan

Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat

pencari keadilan pada umumnya.

2. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah

hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi merupakan

berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat

Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan

Negeri.

D. Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara

perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.

E. Peradilan Militer

Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah

Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan

yang berkaitan dengan tindak pidana militer.

F. Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah

Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Pada saat ini ada beberapa peradilan khusus dalam lingkungan

peradilan umum yaitu pengadilan niaga, pengadilan ad hoc HAM, Pengadilan

korupsi, dan pengadilan hubungan industrial.

Pengadilan Niaga merupakan bagian dari pengadilan umum yang

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta perkara-perkara

lainnya dibidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Kedudukan Pengadilan Niaga di Indonesia merupakan pengadilan khusus untuk

memeriksa dan memutuskan perkara di bidang perniagaan. Sebagai bagian dari

pengadilan umum, Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutus

perkara-perkara dibidang perniagaan seperti perkara-perkara kepailitan,

penundaan kewajiban pembayaran utang, HAKI dan perkara perniagaan lainnya.

Keberadaan Pengadilan Niaga ini sejalan dengan penjelasan Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, bahwa

disamping 4 (empat) lingkungan peradilan, tidak tertutup kemungkinan adanya

pengkhususan (spesifikasi) dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam

lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan berupa pengadilan lalu

lintas, pengadilan anak-anak, pengadilan ekonomi dan sebagainya. Sebagaimana

kita ketahui bahwa lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1998 disebabkan oleh kondisi

mendesak aklibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para

pengusaha / dunia usaha mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya

terutama dalam menyelesaikan masalah utang piutang. Perpu No 1 Tahun 1998

kemudian menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan

kemudian dilakukan perubahan lagi melalui UUK dan PKPU.

Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga, menurut Sudargo

Gautama merupakan pencangkokan institusi baru, Artinya Pencangkokkannya itu

diambil dari berbagai lembaga baru dalam sistem hukum dan praktek hukum yang

Undang, jika dalam rangka untuk menyediakan sarana hukum sebagai landasan

untuk menyelesaikan utang piutang, dianggap perlu peraturan kepailitan yang

dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha yang makin berkembang secara cepat dan

bebas.29

(1) Adanya kebutuhan yang besar yang sifatnya mendesak untuk secepatnya

mewujudkan sarana hukum bagi penyelesaian yang dapat berlangsung secara

cepat, adil, terbuka, dan efektif untuk menyelesaikan piutang perusahaan yang

besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.

PERPU (Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang) No.1 Tahun

1998 dipilih untuk melakukan penyempurnaan atas peraturan Faillissemen yang

sudah ada. Karena dengan demikian dapat diharapkan bertindak lebih cepat

dengan dasar pertimbanganya yaitu :

(2) Dalam rangka penyelesaian akibat-akibat dari gejolak moneter yang terjadi

sejak pertengahan tahun 1997, khususnya berkenaan dengan masalah utang

piutang di kalangan dunia usaha nasional, dianggap perlu adanya

penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini. Untuk itu perlu kesediaan

perangkat hukum untuk memenuhi kebutuhan. Penyelesaian masalah utang

piutang. Dengan demikian perusahaan-perusahaan dapat segera beroperasi

secara normal. Bila kegiatan ekonomi berjalan kembali, akan berarti

pengurangan tekanan sosial yang menurut pengamatan pemerintah sudah

terasa banyak di lapangan kerja. Maka perlu diwujudkan penyelesaian utang-

piutang ini secara cepat dan efektif.

29

Sudargo Gautama. Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia (Bandung:Citra Adytia Bakti, 1998), hlm.9.

Pasal 8 UU No. 3 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Umum disebutkan

bahwa : “Yang dimaksud dengan ‘diadakanya pengkhususan’ ialah adanya

diferensiasi / spesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, misalnya Pengadilan

Lalu Lintas, Pengadilan Anak dan Pengadilan Ekonomi”. Dengan demikian dalam

UU No. 4 Tahun 1998 diatur terbentuknya Pengadilan Niaga yang merupakan

Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Umum.

Ketentuan Pasal 300 UUK-PKPU secara tegas menentukan :

1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, selain

memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan PKPU, berwenang

pula memeriksa dan memutus perkara lain dibidang perniagaan yang

penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.

2. Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara

bertahap dengan Keputusan Presiden (KEPRES), dengan memperhatikan

kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan.

Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak

(absolut) dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan

menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan

untuk menerima permohonan PKPU.30 Konsekuensinya, bahwa suatu Pengadilan

tidak dapat memeriksa gugatan/permohonan yang diajukan kepadanya apabila

ternyata secara formil gugatan tersebut masuk dalam ruang lingkup kewenangan

mutlak Pengadilan lain.31

30

Sunarmi.Hukum Kepailitan (edisi 2), (Jakarta: sofmedia, 2010),hlm.229 31

Pasal 300 ayat (1) UUK dan PKPU memberikan kekuasaan kepada

Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang

perniagaan selain perkara Kepailitan dan PKPU.

B. Bentuk Sengketa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang